You are on page 1of 6

OTONOMI DAERAH

Ruang Lingkup Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Maka tujuan otonomi daerah
adalah untuk menciptakan kehidupan politik yang lebih demokratis , menciptakan sistem
yang lebih menjamin pemerataan dan keadilan, memungkinkan setiap daerah menggali
potensi naturaldan kultural yang dimiliki, dan kesiapan menghadapi tantangan globalisasi ,
serta yang sangat penting adalah terpeliharanya negara kesatuan republik indonesia.

Pembagian kewenangan

Pembagian Kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan secara umum dibagi


menjadi tiga , yaitu sebagai berikut:

1. Kewengan Daerah

Kewenangan daerah dapat digolongkan menjadi tiga:

(a) Kewenangan maksimum: seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang
politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta
kewenangan bidang lain.
(b) Kewenangan minimum: pekerjaan umum, kesehatan pendidikan dan kebudayaan,
pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup,
pertanahan, koperasi, dan tenega kerja.
(c) Kewengan lainnya:
(1) Mengelola sumber daya nasional dan kelestarian lingkungan di wilayahnya.
(2) Kewengan di wilayah laut: eksplorasi, eksploitasi, ko nservasi, pengelolaan kekayaan laut,
pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang, dan penegakkan hukum
terhadap peraturan yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah.
(3) Kepegawaian daerah: kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, gaji tunjangan dan kesehjateraan pegawai, serta
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah.
2. Kewenangan Provinsi
Kewenangan provinsi meliputi:

(a) Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencangkup kewenangan dalam bidang
pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan dalam bidang
pemerintahan tertentu lainnya.
(b) Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau
belum dapat dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota.
(c) Kewenangan provinsi sebagai wilayah administrasi mencangkup kewenagan dalam bidang
pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah.
(d) Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom secara lebih rinci diatur dalam PP NO.25
tahun 2000 yang dikenal dengan 20 kewenangan. Kewenangan tersebut meliputi bidang:
pertanian, sosial, kelautan, penataan ruang, pertamabangan dan energi, pemukiman,
kehutanan dan perkebunan, pekerjaan umum, perindustrian dan perdagangan,
perhubungan, perkoperasian, lingkungan hidup, penanaman modal, pengembangan
otonomi daerah, ketenagakerjaan, perimbangan keuangan, kesehatan, hukum dan
perundang-undangan, pendidkan dan kebudayaan, politik dalam negeri, dan administrasi
publik.

3. Kewenangan pemerintah (Pusat)

Kewenangan pemerintah dapat digolongkan menjadi dua :

a. Kewenangan umum yaitu politik dalam negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter,
dan fiksal.
b. Kewenangan lainnya menyangkut kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian
pembangunan nasional secara makro, dan perimbangan keuangan, sistem administrasi
negara dan lembaga.

Keuangan Daerah
Masalah yang sangat penting dalam kerangka otonomisasi daerah adalah
menyangkut pembagian/perimbangan pusat dan daerah. Perimbangan keuangan disetiap
daerah sangatlah penting jika dilihat dari sudut pandang daerah yang minimnya alat-alat
canggih seperti di kota. Oleh karena itulah hal-hal tersebut tertulis dalm undang-undang
antara lain :
1. Pembiayaan Penyelenggaraan pemerintah.
2. Sumber Pendapatan Daerah.
3. Persentase Dana Perimbangan.
Otonomi yang diberikan kepada Daerah meliputi empat aspek utama yaitu :
1. Otonomi Politik yaitu menyangkut ketentuan kepemimpinan daerah.
2. Otonomi Hukum yaitu menyangkut kewenangan penyusunan peraturan daerah sesuai
dengan kebutuhan dalam penyelenggaraan ekonomi.
3. Otonomi Ekonomi yaitu menyangkut kewenangan pengelolaan dan penggalian sumber daya
ekonomi dan keuangan di daerah.
4. Otonomi Budaya yaitu menyangkut kewenangan memelihara tradisi dan kultural daerah.

Implikasi Otonomi Daerah terhadap Politik, Hukum, dan Ekonomi.


Otonomi daerah berdampak positif di bidang ekonomi bagi perekonomian daerah.
Otonomi daerah merupakan peluang yang harus dimanfaatkan, baik oleh pemerintah
daerah maupun masyarakat. Antisipasi pelaksanaa otonomi daerah memerlukan berbagai
kesiapan, seperti:
1. Perencanaan pembangunan daerah yang terarah, termasuk perencanaan dan penyusunan
APBD. APBD merupakan kebijakan pembangunan daerah secara makro yang bersifat
tahunan.
2. Perlu kesiapan SDM aparatur pemda.
3. Selain kesiapan SDM aparatur birokrasi daerah, peningkatan kualitas SDM di daerah juga
akan menunjang percepatan pembangunan ekonomi daerah.
4. Peran DPRD dalam pelaksanaan otonomi daerah sangat penting yaitu berwenang untuk
mengawasi berbagai proyek pembangunan dan keuangan daerah melalui APBD yang telah
disetujui oleh DPRD.

PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA


Pada masa orde baru menggunakan paradigma kekuasaan yang “satu terpusat dan
seragam” yaitu pusat kekuasaan daerah terpusat pada satu wilayah dan hanya daerah itu
saja yang sering diperhatikan. Otonomi daerah yang seluas-luasnya dalam bidang politik,
ekonomi, dan budaya dipandang sebagai sumber disintregasi nasional. Paradigma
kekuasaan seperti ini telah menghasilkan sejumlah kesuksesan ekonomi tetapi juga korban
sosial dan politik dan korban kemanusiaan serta krisis multidimensional yang
berkepanjangan sebelum dan setelah presiden Soeharto turun dari singgasana kekuasaan.
Persoalan yang terkait dengan masalah atau urusan kelembagaan daerah kembali menjadi
polemik yang seru ditengah diskursus mengenai urgensi revisi UU otonomi daerah No.
22/1999. Dalam masalh Otonomi daerah beberapa elit politik lokal, sebagai “raja-raja
kecil”, menikmati pesta-pesta kemeriahan otonomi daerah tanpa mementingkan rakyat
yang ada dibawahnya.
Ditelisik pada UU No.22/1999 sebelum direvisi menjadi UU No.32/2004, pola hubunngan
antara ekslusif (Pemerintah Daerah) dan legislatif (DPRD) adalah kemitraan dan bersifat
sejajar. Persoalan hubungan antara propinsi dngan kabupaten/Kota merupakan salah satu
permasalahan krusial sepanjang pelaksanaan otonomi daerah. Pola dan bentuk hubungan
antara propinsi dengan kabupaten/kota yang diatur dalam UU No. 22/1999, telah
mengalami perubahan dari penerapan UU No.5/1974. Hubungan antara Daerah otonom
dengan Pemerintah merupakan hubungan antar organisasi dan bukanlah hubungan intra
organisasi.
Otonomisasi tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi juga mendorong
berkembangnya prakarsa sendiri untuk mengambil keputusan mengenai kepentingan
masyarakat setempat. Tiga faktor yang mendorong mengapa Undang-undang No.22/1999
tentang pemerintahan Daerah direvisi menjadi Undang-undang No.32/2004 yaitu :
1. Amandemen UUD 1945 dan UUD 20/2003 telah mengakibatkan beberapa pasal dalam UU
No.22/1999 sudah tidak relevan lagi.
2. Undang-undang ini lahir memenuhi tutntutan kaum reformis.
3. Undang-undang ini perlu diperbaiki dengan mengakomodasi aspirasi daerah.
Konflik kewenangan antara pemerintah daerah dengan departeman sektorial menjadi
masalah serius. Serta pengabungan DPRD dengan kepala daerah di era otonomi daerah
merupakan titik sentral penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien.
MPR dan lembaga baru Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki kewenangan yang
sangat terbatas dan tidak memiliki kewenangan llegislatif. Permasalahan otonomi daerah
ini sebetulnya bisa ditarik ke permasalahan yang lebih mendasar lagi, yaitu menyangkut
konstitusi negara.
Dalam politisasi birokrasi desentralisasi korupsi sebenarnya bukanlah akibat dan program
otonomi daerah.
EVALUASI OTONOMI DAERAH
Desentralisasi dan penguatan demokrasi di tingkat lokal merupakan elemen dasar
melandasi kelahiran UU No 22/1999 dan UU No 32/2004 tentang pemerintahan daerah.
Kelahiran UU No 22/1999dan UU No 32/2004 dilandasi oleh beberapa pokok pimpinan
strategi.
1. Struktural efisiasi model telah berdampak pada pengabaian aspirasi dan prakasa masyarakat
lokal
2. Desentralisai melahirkan otonomi daerah dan daerah otonom
3. Variasi politik dan variasi struktural sebagai dampak dari desentralisasi sessuai dengan
karakteristik lokal
4. Pola hubungan kekuasaan antar daerah otonom tidaklah bersifat hierarkis
5. Otonomi daerah diselenggarakan oleh institusi pemerintah setempat yaqng
mempresentasikan aspirasi dan kepentingan lokal yang terpisah dan institusi pemerintahan
pusat
6. Menerapkan prinsip-prinsip good governance
7. Menciptakan struktur birokrasi yang ramping dan datar yang menekankan pada pencapaian
misi
8. Penyelenggaraan otonomi daerah mensyaratkan pengawasan pusat yang bersifat tidak
langsung dan tidak mematikan aspirasi maupun prakarsa lokal.
Ada dua elemen yang melandasi pelaksanaan desentralisasi, yaitu penciptaan daerah
otonom dan penyerahan kekuasaan secara legal dari pemerintah pusat ke daerah dalam
rangka menyelenggarakan fungsi-fungsi tertentu baik yang penyerahannya di rumuskan
secara terperinci ataupun secara umum. Dalam struktural efisiasi model, elit yang berkuasa
di pusat cenderung desentralisasi yang berpotensi membahayakan stabilitas dan integrasi
bangsa di negara-negara berkembang. Menurut stoker, model demokrasi memiliki
sejumlah nilai.
1. Adanya nilai penyebaran kekuasaan serta keterlibatan berbagai aktor yang berkepentingan
dalam pengambilan kepurusan di pemerintahan daerah
2. Keanekaragaman sebagai kekuatan akomodasi berbagai tuntutan
3. Pemerintahan daerah yang bersifat lokal memiliki akses dan tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat setempat
4. Penyebaran kekuasaan yang merupakan nilai fundamental dari pemerintahan daerah
5. Penyerahan kewenangan penyelenggaraan fungsi pemerintahan pada daerah
Berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintahan orde baru dilakukan dalam rangka
mewujudkan stabilitas politik yang kuat dan pencapaian hasil pembangunan secara optimal
yaitu pembinaan konteks otonomi daerah merupakan upaya yang dilakukan oleh
pemerintah pusat untuk memfasilitasi proses penyelenggaraan otonomi.
Keberhasilan sebuah pemerintahan amat ditentukan oleh efektifitas mesin birokrasi. Dalam
masalah birokrasi ada 2 konsep yang bersebrangan yaitu konsep marx dan konsep hegel.
Hegel menghendaki kenetraran birokrasi, sedangkan marx menyatakan dengan tegas
bahwa birokrasi tidak netral dan memihak pada kelas yang domain.
Tujuan program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan anatar daerah, dan meningkatkan kualitas
pelayanan publik agar lebih efisien dan responsip terhadap kebutuhan, potensi maupun
karakteristik di daerah masing-masing. Dalam menanggapi persoalan disintegrasi bangsa,
perubahan mendasar pada lingkungan internal dan eksternal perlu di pahami. Pola pikir
yang kaku dan cenderung mensakralkan simbol tertentu mencerminkan resistensi terhadap
tuntutan perubahan. Menurut kamus besar bahasa indonesia, otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Otonomi yang hakiki hanya memiliki pijakan yang kuat dalam kerangka negara federal.
Federalisme identik dengan disintegrasi atau memecah belah persatuan indonesia. Pada
umumnya, penolakan atas federalisme di sebabkan oleh dua faktor.
1. Federalisme bertentangan dengan UUD 1945.
2. Ketidaktahuan atau paling tidak kerancuan atas konsep federalisme dan beberapa istilah
seperti otonomi penuh.

You might also like