You are on page 1of 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur harus senantiasa saya penjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan
makalah kimia ini.

Makalah ini di susun dengan maksud untuk memberikan pemahaman lebih


mendalam lagi kepada teman – teman dalam pembelajaran kimia, khususnya
saponifikasi (penyabunan). Adapun penjabaran makalah ini mengacu pada
prinsip belajar bermakna dengan mengutamakan pengertian dan pemahaman
konsep – konsep kimia serta ditekankan pada hal – hal berikut ini.

1. Mengenal dan memahami cara dan tahap pembuatan sabun.


2. Memahami konsep – konsep tersebut karena telah disertai alat, bahan dan
cara kerja.
Dalam penyusunan makalah ini, terdapat berbagai masalah yang saya hadapi,
diantaranya : dalam pemilihan berbagai sumber buku untuk di jadikan pedoman
isi, merangkum berbagai materi, pemilihan kata – kata dalam perbaikan makalah
ini dan sebagainya.

Tak lupa pula, saya mengucapkan terima kasih kepada guru kimia saya yaitu Ibu
Karianti Damanik karena telah membimbing dan memberikan pengarahan
kepada saya dalam menyelesaikan makalah ini.

Saya berharap makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Saya menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat saya harapkan
demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini.

Tanjung Uban, Maret 2011

Penyusun
i

DAFTAR ISI

BAGIAN PENGANTAR

Kata Pengantar………………………………………………………………….. i

Daftar Isi………………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang……………………………………………………………….. 1
1.2Tujuan Praktikum……………………………………………………………… 2
BAB II DASAR TEORI

2.1Saponifikasi…………………………………………………………………… 3
2.2Sabun ………………………………………………………………………… 4
2.3Minyak…………………………….…………………………………………… 7
BAB III ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat dan Bahan……………………………………………………………….. 15

BAB IV CARA KERJA

4.1 Cara Kerja………………………………………………………………….. …. 16

BAB V HASIL PRAKTIKUM

5.1 Pertanyaan dan Jawaban……………………………………………………….. 17

5.2 Hasil Pengamatan……………………………………………………………….. 18

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan………………………………………………………………………. 19

BAB VII DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 20


ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan –

fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak

2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada

abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah

menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas.Sabun merupakan merupakan suatu bentuk

senyawa yang dihasilkan dari reaksi saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis

asam lemak oleh adanya basa lemah (misalnya NaOH). Hasil lain dari reaksi saponifikasi

ialah gliserol. Selain C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat.

Hidrolisis ester dalam suasana basa bisa disebut juga saponifikasi.

Saponifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak kelapa sawit (triglisrida) dengan

alkali (biasanya menggunakan NaOH atau KOH) sehingga menghasilkan gliserol dan garam

alkali Na (sabun). Saponifikasi juga dapat dilakukan dengan mereaksikan asam lemak

dengan alkali sehingga menghasilkan sabun dan air. Sabun biasanya berbentuk padatan

tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair

juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu

permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa

oleh air bersih. Di negara berkembang, detergen sintetik telah menggantikan sabun sebagai

alat bantu mencuci. Sabun yang telah berkembang sejak zaman Mesir kuno berfungsi

sebagai alat pembersih. Keberadaan sabun yang hanya berfungsi sebagai alat pembersih
dirasa kurang, mengingat pemasaran dan permintaan masyarakat akan nilai lebih dari

sabun mandi.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan partikum adalah mengenal identifikasi lemak/minyak, sekaligus mengenal

pembuatan sabun secara sederhana


2

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Saponifikasi

Saponifikasi pada dasarnya adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung

dengan mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan

gliserol dan garam karboksilat (sejenis sabun). Sabun merupakan garam (natrium) yang

mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Reaksi dibawah ini merupakan reaksi

saponifikasi tripalmitin / trigliserida.

CH2OC[CH 2]14CH 3 CH2OH

CH 2OC[CH 2]14CH 3 + 3 NaOH CHOH + 3CH3[CH 2]14CO2Na

CH 2OC[CH 2]14CH 3 CH2OH

Tripalmitin Larutan Basa Gliserol Natrium Palmitat


(minyak dari sawit ) (alkali ) (Sabun)

Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi tripalmitin


Selain dari reaksi diatas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi netralisasi Fatty Acid (FA),

namun disini hanya didapat sabun tanpa adanya Gliserin (Glycerol), karena saat proses

pembuatan Fatty Acid, glycerol sudah dipisahkan tersendiri.

R– O– C – H + NaOH R – COONa + H 2O

Asam lemak alkali Sabun Air

Gambar 2.2 Reaksi saponifikasi Asam lemak

2.2 Sabun

Sabun adalah ester dari lemak yang di reaksikan dengan basa. Apabila reaksi

menggunakan basa NaOH, maka akan di peroleh sabun keras/sabun cuci, apabila reaksi

menggunakan basah KOH, maka akan diperoleh sabun lunak/sabun mandi. Secara umum

reaksinya sebagai berikut :


4

Dalam dunia industry, paling umum di produksi sabun sodium palmital C15H31 CooNa

potasium stearat C17H35 COOK.

Produk sabun sebenarnya tidak pernah ditemukan, tetapi secara berkesinambungan

dapat dikembangkan dari campuran alkali kuat dan bahan berlemak (fatty material). Sekitar

tahun 1800, sabun dipercaya sebagai hasil campuran mekanis untuk memperoleh sabun

kasar dan sabun lunak telah dikembangkan pada abad pertama melalui suatu proses.

Bahan mentah yang tersedia dalam perang dunia I membuat jerman mengembangkan

sabun sintesis dan deterjen (detergent). Proses ini dilaksanakan dengan mengkomposisi

reaksi sulfonasi naftalena yang mengandung rantai alkil pendek yang merupakan zat

pembasah (wetting agent).

Sabun merupakan merupakan suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi

saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah

(misalnya NaOH). Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C12 dan C16,

sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat.

Gambar 2.3 Struktur Asam Laurat

Prinsip utama kerja sabun ialah gaya tarik antara molekul kotoran, sabun, dan air. Kotoran

yang menempel pada tangan manusia umumnya berupa lemak. Untuk mempermudah
penjelasan, mari kita tinjau minyak goreng sebagai contoh. Minyak goreng mengandung

asam lemak jenuh dan tidak jenuh.

Asam lemak jenuh yang ada pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam miristat,

asam palmitat, asam laurat, dan asam kaprat. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak

goreng adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam linolena. Asam lemak tidak lain adalah

asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi (rantai C lebih dari 6).

Seperti yang kita ketahui, air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, yaitu

molekul yang tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom

oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar,

yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Air sering disebut

sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Kelarutan suatu zat

dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-

menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekul-molekul air.

Bahan baku pembuatan sabun, antara lain:

a. Minyak kelapa sawit

Mengandung asam palmitat, asam oleat, asam stearat, dan asam myfistat.

b. Minyak Zaitun

Mengandung asam palmitat, asam oleat dan asam stearat.

c.Minyak Kelapa

Mengandung asam palmitat, asam oleat dan asam stearat.

Sabun dapat menimbulkan iritasi dan alergi pada kulit akibat efek dari sejumlah daya

kerjanya, antara lain :


1. alkalisasi, yaitu akibat terurainya sabun dalam air sehingga menyebabkan pH sabun lebih

besar dari pH fisiologi kulit yang berkisar 4,5-6,5 sehingga dapat merusak kulit.

Misalnya, pembengkakan keratin yang memudahkan masuknya bakteri dan kulit dapat

menjadi kering dan pecah-pecah.

2. pembengkakan keratin kulit, yaitu akibat penyerapan surfaktan oleh keratin kulit karena

perbedaan pH yang jauh dari isoelektrik keratin kulit sekitar pH 5. Walaupun hal ini tidak

berbahaya tetapi pembengkakan keratin menyebabkan lapisan stratum corneum melunak

dan bahan-bahan asing seperti bakteri mudah memasukinya.

3. pengurangan minyak kulit (degreasing), meskipun pembuangan sebagian minyak dan

kotoran adalah tujuan dari pembersihan kulit, namun bila terlalu banyak minyak yang

terbuang maka kulit akan kering.

4. absorbsi sabun oleh keratin kulit sehingga akan membentuk suatu lapisan tipis pada sel-

sel tanduk tersebut, kemudian menghalangi masuknya bahan-bahan yang diperlukan oleh

kulit, misalnya kosmetik pelembab kulit sehingga kulit menjadi kering dan pecah-pecah.

5. Iritasi oleh molekul-molekul asam atau ion-ion, misalnya sabun yang terbuat dari minyak

kelapa (mengandung C12) lebih iritatif dari sabun yang terbuat dari lemak hewan

(mengandung C14). Asam oleat lebih iritatif dibanding asam stearat.

6. pengendapan sabun kalsium, garam kalsium dan magnesium dari asam lemah tinggi

tidak larut dalam air. Penggunaan sabun demikian dapat menyebabkan pembentukan

endapan berlendir di permukaan kulit.

2.3 Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawa organik yang penting bagi kehidupan

makhluk hidup. Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk

golongan lipida. Salah satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida adalah daya

larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether, benzene, chloroform).

Kelompok lipida dapat dibedakan berdasarkan polaritasnya atau berdasarkan struktur kimia

tertentu.

a. Kelompok Trigliserida ( lemak,minyak,asam lemak dan lain-lain ).

b. Kelomok turunan asam lemak ( lilin,aldehid asam lemak dan lain-lain ).

c. Fosfolipida dan serebrosida ( termasuk glikolipida ).

d. Sterol-sterol dan steroida.

e. Karotenoida.

f. Kelompok lipida lain.

Trigliserida merupakan kelompok lipida yang paling banyak dalam jaringan hewan dan

tumbuhan. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi jumlahnya tergantung dari tingkat

kegemukan seseorang dan dapat mencapai beberapa kilogram.

Fosfolipida, glikolipida, sterol dan steroida terdapat dalam jaringan hewan dan

tumbuhan dalam jumlah yang lebih sedikit dari pada trigliserida. Dalam tubuh manusia,

kelompok ini hanya merupakan beberapa persen saja dari bahan lipida seluruhnya.

Karotenoida dalam tubuh manusia lebih sedikit lagi jumlahnya, biasanya dalam seluruh

tubuh manusia hanya terdapat kurang dari 1 gram. Dalam jaringan tanaman, karotenoida

terdapat dalam jumlah lebih banyak.


Secara Dentitif, lipida diartikan sebagai semua bahan organik yang dapat larut dalam

pelarut organik yang mempunyai kecenderungan nonpolar.

Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar

dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul

gliserol dengan tiga molekul asam lemak.

CH2 – O – C – R1
O CH2 – OH O

3 R– O – C – H CH – OH CH – O – C – R2 + 3H20
+
O
CH2 – OH
CH2 – O – C – R3

TRIGLISERIDA AIR
ASAM LEMAK GLISEROL (cpo)

Gambar 2.4 Reaksi kimia asam lemak dengan gliserol

Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang

berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang dalam suhu ruang

berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas untuk membedakan minyak

dan lemak.

Reaksi dan sifat kimia pada minyak atau lemak:

1. Esterifikasi

Proses Esterifikasi bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari trigliserida, menjadi

bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut
interifikasi atau penukaran estar yang didasarkan pada prinsip trans-esterifikasi

Fiedel-Craft.

2. Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak

bebas dan gliserol, proses ini dibantu adanya asam, alkali, uap air, panas, dan eznim

lipolitik seperti lipase.

Reaksi hidrolisis mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak yaitu “hydrolytic

rancidity” yaitu terjadi flavor dan rasa tengik pada lemak atau minyak. Hal ini terjadi

karena terdapat sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.

C H2 – O – C – R1
C H2 – O H
O O

C H– O – C – R2 + 3H2 0 C H– O H 3 R – O – C– H
O
C H2 – O H
C H2 – O – C – R3

T R IG L IS E R ID A AIR ASAM LEM AK


G L IS E R O L
(cp o)

Gambar 2.5 Reaksi Hidrolisa pada trigliserida

3. Penyabunan

Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada trigliserida.

Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan

dan kemudian gliserol dipulihkan dengan penyulingan.

4. Enzimatis
Enzim yang dapat menguraikan lemak atau minyak dan akan menyebabkan minyak

tersebut menjadi tengik, ketengikan itu disebut “Enzimatic rancidity” Lipase yang

bekerja memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak serta menyebabkan

minyak berwarna gelap. Enzim peroksida membantu proses oksidasi minyak

sehingga menghasilkan keton.

10

Gambar 2.6 Reaksi Enzimatis

5. Oksidasi

Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan

lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik

kepada minyak atau lemak “Oxidative rancidity”.

6. Hidrogenasi

Proses Hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai dari karbon

asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses Hidrogenasi selesai, minyak
didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan penyaringan. Hasilnya adalah minyak

yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan.

Sifat fisika lemak dan minyak :

1. Bau amis (fish flavor) yang disebabkan oleh terbentuknya trimetil- amin dari lecitin

2. Bobot jenis dari lemak dan minyak biasanya ditentukan pada temperatur kamar

3. Indeks bias dari lemak dan minyak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk

pengujian kemurnian minyak.

11

4. Minyak atau lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (Coaster oil), sedikit larut

dalam alkohol dan larut sempurna dalam dietil eter, karbon disulfide dan pelarut

halogen.

5. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan bertambahnya panjang rantai

karbon.

6. Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami juga terjadi karena asam-

asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan

minyak atau lemak

7. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran lemak atau minyak

dengan pelarut lemak

8. Titik lunak dari lemak atau minyak ditetapkan untuk mengidentifikasikan minyak atau

lemak

9. Shot Melting point adalah temperatur pertama saat terjadi tetesan pertama dari

minyak/lemak.
10. Slipping point digunakan untuk pengenalan minyak atau lemak alam serta pengaruh

kehadiran komponen-komponennya.

Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alam penting yang dapat dipelajari

secara lebih dalam dan relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan senyawa makro

nutrien lain. Kemudahan tersebut diakibatkan oleh:

1. molekul lemak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan karbohidrat atau

protein.

2. molekul lemak dapat disintesis di laboratorium menurut kebutuhan.

12

Analisis lemak dan minyak yang umum dilakukan ,dapat digolongkan dalam tiga kelompok

tujuan berikut:

1. Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak yang terdapat dalam bahan

makanan atau pertanian.

2. Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan

proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan misalnya

penjernihan, penghilangan bau, penghilangan warna dan sebagainya.

3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat minyak

tertentu.

Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar lemak dalam suatu

bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak pada umumya tidak larut air tatapi

dalam pelarut organik.

Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol,

asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen lain. Karena itu hasil analisanya disebut lemak

kasar (crude fat).

Ada dua cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan


1. Bahan Kering

Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dilakukan terputus-putus atau

berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus dilakukan dengan soklet. Sedangkan

secara berkesinambungan dengan alat goldfish.

2. Bahan Cair

Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau

dengan Mojoinner.

13

Jenis Minyak dan lemak dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan sifat-sifatnya.

Pengujian sifat-sifat minyak tersebut salah satunya adalah penentuan angka penyabunan

dan penentuan angka asam.

Angka penyabunan dapat diartikan sebagai banyaknya (mg) KOH yang dibutuhkan

untuk menyabunkan satu gram asam lemak atau minyak. Angka penyabunan sendiri dapat

dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak secara kasar. Minyak yang disusun

oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil akan

mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul

besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil.

Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH atau NaOH yang diperlukan

untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak.

Angka asam besar menunjukan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari

hidrolisis minyak atupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka

asam makin rendah kualitasnya


14

BAB III

ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat dan bahan :

 Pengaduk kaca

 Gelas beker/gelas kimia 250 ml 1 buah

 Pemanas(kompor listrik/lampu speritus )1 buah

 Kasa kawat /kasa asbes 1 buah

 Gelas ukur 25 ml 1 buah


 NaOH padat

 Minyak kelapa

 Garam dapur

15

BAB IV

CARA KERJA

4.1 Cara Kerja :

a. Ambil 10gr garam NaOH padat , masukan dalam gelaskimia,

dan tambahkan 40 ml air, serta aduk hingga terlarut

sempurna.
b. Masukan kedalamnya 20 ml minyak kelapa dan panaskan

sambil diaduk terus menerus.

c. Jika sudah hamper kental, tambahkan sedikit garam dapur

dan aduk hingga menggumpal

d. Pisahkan sabun yg terbentuk dengan cairan / gliserol

dengan mengunakan kain saring

e. Cuci sabun yang diperoleh berulang-ulang , hingga sabun

bebas bara

f. Amati sebelum dan sesudah reaksi (warna minyak kelapa,

warna NaOH kristal campuran sebelum menggumpal dan

sabun yang terbentuk).

16

BAB V

HASIL PRAKTIKUM

5.1 Pertanyaan dan Jawaban

a. Tuliskan persamaan reaksinya ?

JAWABAN :
b. Tuliskan rumus hasil samping pembuatan sabun ?

JAWABAN :

17

c. Apa fungsi garam dalam proses saponifikasi ?

JAWABAN :
5.2 HASIL PENGAMATAN

JENIS SEBELUM SESUDAH

REAKSI REAKS
MINYAK KELAPA

NaOH

CAMPURAN

SEBELUM

MENGGUMPAL
SABUN YANG

TELAH TERBENTUK

18

BAB VI

PENUTUP
KESIMPULAN

Dari hasil praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa :

19

BAB VII

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Minyak dan Kolesterol. http://www.halalguide.info

Andry. 2008. Teknologi Lemak Dan Minyak. http://www.pdf-search-engine.com

Noer, Alfian. 2009. Pembuatan Sabun. http://alfiannoer.wordpress.com

Pembuatan Sabun Mandi Dengan Bahan Minyak atau Lemak.

http://qomarisajaya.blogs.friendster.com/share

Membuat Sabun. http://www.scribd.com

Sabun. http://www.majarimagazine.com.

20

You might also like