Professional Documents
Culture Documents
PROFITABILITAS
SKRIPSI
oleh
Ima Hernawati
3352402131
Manajemen Keuangan
FAKULTAS EKONOMI
2007
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
Anggota I Anggota II
Mengetahui:
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
Ima Hernawati
NIM. 3352402131
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
46)
PERSEMBAHAN:
berguna.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
STRUKTUR MODAL” (Studi Kasus Pada Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek
Jakarta).
Dalam kesempatan yang baik ini, penulis dengan ketulusan dan kerendahan hati
ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas
memberikan masukan dan kontribusi berarti dalam proses penelitian dan penyusunan
Semarang
2. Drs. Sugiharto, M.Si Ketua Jurusan Manajemen yang dengan baik hati
skripsi ini.
vi
5. Muhammad Khafid, S.Pd, M.Si, selaku dosen penguji terimakasih atas
lainnya.
10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang menjadi
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata, semoga Allah
Penulis
vii
SARI
Ima Hernawati. 2007. Analisis Pengaruh Efisiensi Modal Kerja, Likuiditas dan
Solvabilitas terhadap Profitabilitas (Studi Kasus pada Industri Barang Konsumsi di
Bursa Efek Jakarta). Skripsi. Jurusan Manajemen. Fakultas Ekonomi.
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Drs. Fachrurrozie M.Si,
Pembimbing II. Amir Mahmud, S.Pd, M.Si. 81 h.
Indikator adanya manajemen modal kerja yang baik adalah adanya efisiensi
modal kerja. Makin pendek periode perputaran modal kerja, makin cepat
perputarannya sehingga perputaran modal kerja makin tinggi dan perusahaan makin
efisien yang pada akhirnya rentabilitas meningkat. Dalam penentuan kebijakan modal
kerja yang efisien, perusahaan di hadapkan pada masalah adanya pertukaran (trade
off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas. Jika perusahaan memutuskan
menetapkan modal kerja dalam jumlah yang besar, kemungkinan likuiditas akan
terjaga namun kesempatan untuk memperoleh laba yang besar akan menurun pada
akhirnya berdampak pada menurunnya profitabilitas. Selain masalah tersebut diatas
perusahaan juga dihadapkan pada masalah penentuan sumber dana. Jika perusahaan
menggunakan lebih banyak hutang dibanding modal sendiri maka tingkat solvabilitas
akan menurun karena beban bunga yang harus di tanggung juga meningkat. Hal ini
akan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas. Permasalahan yang diungkap:
adakah pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap
profitabilitas baik secara parsial maupun simultan? Tujuan penelitian untuk
mengetahui bagaimana dan seberapa besar pengaruh efisiensi modal kerja, likuditas
dan solvabilitas terhadap profitabilitas baik secara parsial maupun simultan pada
perusahaan-perusahaan industri barang konsumsi yang go public di BEJ tahun 2002-
2005.
Populasi dalam penelitian ini perusahaan kelompok industri barang konsumsi
yang sudah go public di BEJ periode tahun 2002-2005. sampel yang diteliti sebanyak
20 perusahaan dengan cara purposive sampling. Variabel yang diteliti meliputi
efisiensi modal kerja (WCT), likuiditas (CR), solvabilitas (DTA) sebagai variabel
bebas dan profitabilitas (ROI) sebagai variabel terikat. Data diperoleh melalui data
sekunder dari BEJ dan dianalisis menggunakan regresi berganda.
Hasil analisis regresi menunjukkan efisiensi modal kerja, likuiditas dan
solvabilitas berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan industri barang
konsumsi yang terdafatar di BEJ dari tahun 2002-2005 yaitu sebesar 87,3% terbukti
dari pvalue = 0,000 < 0,05. Secara parsial efisiensi modal kerja berpengaruh positf
dan signifikan terhadap profitabilitas, namun likuiditas dan solvabilitas tidak
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.
Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan kepada pihak manajemen untuk
mempertahankan efisiensi modal kerjanya dan perusahaan harus mengelola likuiditas
dan solvabilitasnya secara efektif dan efisien untuk menghasilkan laba usaha yang
memadai.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................... ii
PERNYATAAN...................................................................................... iv
DAFTAR ISI........................................................................................... ix
ix
2.2.2 Siklus Modal Kerja ...................................................... 15
2.8 Hipotesis............................................................................... 36
4.2 Pembahasan........................................................................... 61
x
BAB V PENUTUP.................................................................................. 64
5.2 Saran...................................................................................... 64
LAMPIRAN........................................................................................... 67
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Modal kerja merupakan masalah pokok dan topik penting yang sering kali
dihadapi oleh perusahaan, karena hampir semua perhatian untuk mengelola modal kerja
dan aktiva lancar yang merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva. Modal kerja
untuk memberikan persekot pembelian bahan mentah, membiayai upah gaji pegawai,
dan lain-lain, dimana uang atau dana yang dikeluarkan tersebut diharapkan dapat
kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam waktu singkat melalui hasil penjualan
produksinya. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk selalu meningkatkan efisiensi
kerjanya sehingga dicapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan yaitu mencapai laba
yang optimal.
masalah efisiensi modal kerja. Manajemen modal kerja yang baik sangat penting dalam
bidang keuangan karena kesalahan dan kekeliruan dalam mengelola modal kerja dapat
mengakibatkan kegiatan usaha menjadi terhambat atau terhenti sama sekali. Sehingga,
adanya analisis atas modal kerja perusahaan sangat penting untuk dilakukan untuk
mengetahui situasi modal kerja pada saat ini, kemudian hal itu dihubungkan dengan
situasi keuangan yang akan dihadapi pada masa yang akan datang. Dari informasi ini
dapat ditentukan program apa yang harus dibuat atau langkah apa yang harus diambil
untuk mengatasinya.
2
Pengelolaan modal kerja merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan,
karena meliputi pengambilan keputusan mengenai jumlah dan komposisi aktiva lancar
dan bagaimana membiayai aktiva ini. Perusahaan yang tidak dapat memperhitungkan
insolvency (tak mampu memenuhi kewajiban jatuh tempo) dan bahkan mungkin
terpaksa harus dilikuidasi. Aktiva lancar harus cukup besar untuk dapat menutup hutang
safeti) yang memuaskan. Sementara itu, jika perusahaan menetapkan modal kerja yang
Modal kerja memiliki sifat yang fleksibel, besar kecilnya modal kerja dapat
ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan perusahaan. Menetapkan modal kerja yang
terdiri dari kas, piutang, persediaan yang harus dimanfaatkan seefisien mungkin.
Besarnya modal kerja harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan, karena baik kelebihan
atau kekurangan modal kerja sama-sama membawa dampak negatif bagi perusahaan.
Modal kerja yang berlebihan terutama modal kerja dalam bentuk uang tunai dan
yang besar tanpa penggunaan secara produktif. Dana yang mati, yaitu dana-dana yang
diperlukan dan yang tidak produktif. Disamping itu kelebihan modal kerja juga akan
Indikator adanya manajemen modal kerja yang baik adalah adanya efisiensi
modal kerja (Tunggal,1995:165). Modal kerja dapat dilihat dari perputaran modal kerja
3
persediaaan (inventori turnover). Perputaran modal kerja dimulai dari saat kas
diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin
pendek periode perputaran modal kerja, makin cepat perputarannya sehingga perputaran
modal kerja makin tinggi dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas
semakin meningkat.
pada masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas
(Van Horne,1997: 217). Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam
jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan
untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak pada
tinggi likuiditas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur. Oleh karena
terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar
kewajibannya tepat pada waktunya. Di lain pihak ditinjau dari segi sudut pemegang
157).
penentuan sumber dana. Pemenuhan kebutuhan dana suatu perusahaan dapat dipenuhi
dari sumber intern perusahaan, yaitu dengan mengusahakan penarikan modal melalui
penjualan saham kepada masyarakat atau laba ditahan yang tidak dibagi dan digunakan
4
kembali sebagai modal. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dapat juga dipenuhi
dari sumber ekstern yaitu dengan meminjam dana kepada pihak kreditur seperti bank,
lembaga keuangan bukan bank, atau dapat pula perusahaan menerbitkan obligasi untuk
Houston (2001: 84) memiliki tiga implikasi penting, yaitu: Pertama, memperoleh dana
perusahaan dengan investasi yang terbatas. Kedua, kreditur melihat ekuitas atau dana
yang disetor pemilik untuk memberikan marjin pengaman, sehingga jika pemegang
saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan
sebagian besar ada pada kreditur. Ketiga, Jika perusahaan memperoleh pengembalian
yang lebih besar atas investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding
pembayaran bunga, maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar. Sementara
itu Sawir (2001: 11) menyebutkan bahwa leverage dapat digunakan untuk meningkatkan
hasil pengembalian pemegang saham, tetapi dengan risiko akan meningkatkan kerugian
maka tingkat solvabilitas akan menurun karena beban bunga yang harus di tanggung
dananya hal tersebut dapat meningkatkan risiko keuangan. Jika perusahaan tidak dapat
mengelola dana yang diperoleh dari utang secara produktif, hal tersebut dapat
perusahaan. Sebaliknya jika utang tersebut dapat dikelola dengan baik dan digunakan
5
untuk proyek investasi yang produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang
kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap profitabilitas pada perusahaan property dan
real estate yang go publik dibursa efek Jakarta pada tahun 1998–2002. Rasio-rasio yang
digunakan adalah rasio working capital turnover (WCT), current ratio, debt to equity
perusahaan property dan real estate yang sudah listing dari tahun 1998-2002. Dalam
penelitiannya Siwi (2005) menggunakan analisis regresi berganda linier yang hasilnya
menunjukkan bahwa secara parsial hanya variabel efisiensi modal kerja (working capital
turnover) dan solvabilitas (total debt to total capital assets) yang mempunyai pengaruh
penelitian ini yang membedakan dengan penelitian Siwi (2005) terletak pada sampel
dari perusahaan yang digunakan. Penelitian ini menggunakan industri barang konsumsi
profitabilitas (profit margin on sales ratio), rentabilitas (profit margin ratio), modal
kerja (profit margin ratio). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan metode statistik deskriptif, metode statistik inferensial dan metode
analisa korelasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa modal kerja tidak begitu
6
berpengaruh terhadap profitabilitas dan rentabilitas pada Koperasi Mandalika akan tetapi
efisiensi modal kerja terhadap profitabilitas (studi kasus pada PT Modern Toolsindo
Bekasi). Rasio keuangan yang digunakan adalah Current Ratio, Debt to Equyity Ratio
(DER), Working Capital Turnover (WCT) dan Return On Invesment. Alat analisis yang
dengan menganalisis neraca dan laporan laba rugi tahun 1997-2002. Dalam
penelitiannya Dani (2003) menggunakan analisis regresi linier berganda yang hasilnya
menunjukkan bahwa secara simultan faktor likuiditas, leverage dan efisiensi modal kerja
Modern Toolsindo. Sedangkan secara parsial hanya variabel leverage yang tidak
membedakan dengan penelitian Dani (2003) terletak pada rasio-rasio yang digunakan.
Dalam penelitian ini rasio-rasio yang digunakan yaitu Working Capital Turnover
(WCT), Debt to Total Asset (DTA), Current Ratio dan Return On Invesment (ROI).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dani (2003) menggunakan rasio yang sama
dengan penelitian ini kecuali pada variabel solvabilitas, pada variabel solvabilitas
kerja terhadap profitabilitas perusahaan automotive and allied product yang go public di
BEJ. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu likuiditas, tingkat hutang, efisiensi
modal kerja, tingkat kecukupan kas, tingkat perubahan hutang lancar dan profitabilitas.
Rasio yang digunakan antara lain likuiditas menggunakan rasio current ratio, tingkat
7
hutang menggunakan rasio leverage ratio, efisiensi modal kerja menggunakan rasio
working capital turnover (WCT), tingkat kecukupan kas menggunakan rasio cash ratio,
tingkat perubahan hutang lancar menggunakan rasio perubahan hutang lancar. Adapun
populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang bergerak dibidang sektor
industri automotive and allied products yang terdaftar di BEJ, yaitu sebanyak 18
perusahaan. Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linier
efisiensi modal kerja, tingkat kecukupan kas (cash ratio), perubahan hutang lancar
(ROI) industri automotive and allied product tahun 2000-2003. Sedangkan secara
simultan terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan dan secara parsial terbukti
bahwa variabel efisiensi modal kerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap
terhadap profitabilitas (ROI). Dalam penelitian ini yang membedakan dengan penelitian
Indri Astuti (2003) terletak pada variable, rasio-rasio dan populasi. Indri Astuti
menggunakan variabel yang lebih banyak yaitu likuiditas, tingkat hutang, efisiensi
modal kerja, tingkat kecukupan kas, tingkat perubahan hutang lancar dan profitabilitas.
Sedangkan dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 variabel yaitu efisiensi modal
current ratio, solvabilitas menggunakan rasio debt to equity ratio (DTA) dan
penelitian ini adalah semua perusahaan yang bergerak di sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di BEJ yaitu sebanyak 35 perusahaan dari tahun 2001-2005.
8
Sedangkan alat analisis dalam penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
bahwa terdapat beberapa perusahaan yang memiliki jumlah modal kerja (WCT) yang
tinggi tetapi memiliki tingkat profitabilitas yang rendah dan beberapa perusahaan
memiiliki modal kerja (WCT) yang rendah tetapi memiliki tingkat profitabilitas yang
tinggi. Kenyataan tersebut menyimpang dari teori yang ada, dimana secara teori apabila
perusahaan industri barang konsumsi yang memiliki tingkat modal kerja (WCT) yang
yang bergerak dalam industri barang konsumsi di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri
bahwasanya dalam proses produksi barang konsumsi dibutuhkan banyak sumber daya
termasuk di dalamnya sumber daya manusia. Oleh karena itu, industri barang kosumsi
memiliki peranan dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan pada
suatu negara.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor dan
perusahaan dalam sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Jakarta supaya tingkat
Jakarta).
9
Dari uraian latar belakang permasalahan maka masalah penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
sasaran, maka peneliti harus mempunyai tujuan, adapun tujuan dari penelitian ini
adalah:
2. Kegunaan Penelitian
a. Bagi penulis sebagai bahan pembanding antara teori yang didapat di bangku
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi calon investor
BAB II
LANDASAN TEORI
hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 1998:
130). Jumlah laba bersih kerap dibandingkan dengan ukuran kegiatan atau kondisi
keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang saham untuk menilai
kinerja sebagai suatu persentase dari beberapa tingkat aktivitas atau investasi
adalah beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah sebagai
berikut :
Rasio gross profit margin atau margin keuntungan kotor berguna untuk
mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Gross
profit margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok
penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurun, begitu pula
sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok
Formulasi dari gross profit margin atau GPM adalah sebagai berikut:
Net Profit Margin (NPM) menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh
perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Dengan kata lain ratio ini
mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Formulasi dari net profit
(Sawir,2001: 18)
3. Return on Investment
rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan
ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektifitas
yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat
merupakan tehnik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk
(ROI) itu sendiri adalah salah satu bentuk dari ratio profitabilitas yang dimaksudkan
Income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan operasi tersebut (Net Operating Assets). Sebutan lain untuk ROI adalah
“Net Operating profit Rate Of Return” atau “Operating Earning Power” (Munawir,
1995: 89).
memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk
mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah
modal dari pemilik. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan,
apabila proporsi utang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. Formulasi
1. Profit margin, yaitu perbandingan antara “net operating income’ dengan “Net
Sales”.
1995: 57-58):
1. Konsep Kuantitatif
Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-
unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali
dalam bentuk semula atau aktiva dimulai dari yang tertanam di dalamnya akan dapat
bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian modal kerja dalam konsep
2. Konsep Kualitatif
Dalam konsep ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan besarnya jumlah
utang lancar atau utang yang harus segera dibayar. Dengan demikian maka sebagian
dari aktiva lancar itu harus disediakan untuk memenuhi kewajiban financial yang
harus segera dibayar dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk
membayar operasi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh karena itu modal
kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat
Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja memo (non working
capital)
3. Konsep Fungsional
Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan.
Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk
15
Dari pengertian tersebut maka terdapat sejumlah dana yang tidak menghasilkan
current income atau kalau menghasilkan tidak sesuai dengan misi perusahaan yaitu
a. Besarnya kas
b. Besarnya persediaan
d. Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap (besarnya adalah
sejumlah dana yang berfungsi untuk menghasilkan current income tahun yang
bersangkutan)
modal kerja potensial dan sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap yang
Proses pemutaran modal kerja akan selalu berjalan selama perusahaan masih
beroperasi, modal kerja berputar terus-menerus dalam perusahaan karena dipakai untuk
membiayai operasi sehari-hari. Proses pemutaran modal kerja itu dinamakan lingkaran
modal kerja, yang akan selalu berputar selama perusahaan merupakan “going concern”
Analisis tentang lingkaran modal kerja dimulai dengan kas uang kas ditanam
dalam persediaan dan berbagai alat dan jasa, disamping dibiayai dari para pemasok
dengan kredit, yang kemudian memerlukan pembiayaan dengan kas. Barang perusahaan
16
dijual pada para pembeli dengan tunai atau kredit biasa atau dengan pembayaran
wesel/promes dari debitor dan dari wesel/promes diterima kas (Tunggal, 1995: 91). Jadi,
1. Modal Kerja itu menampung kemungkinan akibat buruk yang ditimbulkan karena
penurunan nilai aktiva lancar seperti penurunan nilai piutang yang diragukan dan
2. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk membayar semua utang
lancarnya tepat pada waktunya dan untuk memanfaatkan potongan tunai ; dengan
menggunakan potongan tunai maka jumlah yang akan dibayarkan uttuk pembelian
standing” perusahaan yaitu penilaian pihak ketiga, misalnya bank dan para kreditor
akan kelayakan perusahaan untuk memelihara kredit. Disamping itu modal kerja
yang lebih lunak dalam usaha membantu para pembeli yang baik untuk membiayai
operasinya.
efisien dengan jalan menghindarkan kelambatan dalam memperoleh bahan, jasa dan
Kebutuhan modal kerja tergantung pada jenis dan sifat dari usaha yang
dijalankan perusahaan.
2. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi dan memperoleh barang yang akan
dijual.
Ada hubungan langsung antara jumlah modal kerja dan jangka waktu yang
diperlukan untuk memproduksi barang yang akan dijual pada pembeli. Makin lama
waktu yang diperlukan untuk memperoleh barang, atau makin lama waktu yang
diperlukan untuk memperoleh barang dari luar negeri, jumlah modal kerja yang
penjualan. Makin banyak diperoleh syarat kredit untuk membeli bahan dari pemasok
maka lebih sedikit modal kerja yang ditanamkan dalam persediaan. Sebaliknya,
semakin longgar syarat kredit yang diberikan pada pembeli maka akan lebih banyak
4. Perputaran persediaan
Makin cepat persediaan berputar maka makin kecil modal kerja yang diperlukan.
dan kualitas barang yang sesuai dan mengatur investasi dalam persediaan.
5. Perputaran piutang
Apabila penagihan piutang dilakukan secara efektif maka tingkat perputaran piutang
akan tinggi sehingga modal kerja tidak akan terikat dalam waktu yang lama dan
membeli barang mendahului kebutuhan untuk memperoleh harga yang rendah dan
turun dan banyak perusahaan harus menukar persediaan dan piutang menjadi uang.
7. Musim
Apabila perusahaan tidak dipengaruhi musim, maka penjualan tiap bulan rata-
rata sama. Tetapi jika pipengaruhi musim, perusahaan memerlukan sejumlah modal
a Musim dalam hal produktif hanya dilakukan dalam bulan-bulan tertentu saja
sedangkan dalam bulan lain tidak ada produksi atau sedikit produksinya.
19
b Musim dalam hal penjualan, yaitu penjualan hanya dilakukan dalam bulan-bulan
tertentu saja, sedangkan dalam bulan lain penjualan tidak begitu banyak.
Sumber modal kerja meliputi hal-hal sebagai berikut (Tunggal, 1995 : 104):
2. Laba yang diperoleh dari penjualan surat-surat berharga dan penanaman sementara
lainnya.
3. Penjualan aktiva tetap, penanaman jangka panjang/aktiva tak lancar dan lain-
lainnya.
5. Penerimaan yang diperoleh dari penjulan obligasi dan saham dan penyetoran dana
6. Penerimaan pinjaman jangka panjang dan jangka pendek yang diperoleh dari Bank
7. Pinjaman yang dijamin dengan hipotek atas aktiva tetap atau aktiva tak lancar.
keuangan).
Manajemen atau pengelolaan modal kerja merupakan hal yang sangat penting
agar kelangsungan usaha sebuah perusahaan dapat dipertahankan (Hanafi, 2005: 125).
Kesalahan atau kekeliruan dalam pengelolaan modal kerja akan menyebabkan buruknya
20
1995: 92). Adanya kelebihan modal kerja dalam sebuah perusahaan dapat disebabkan
oleh :
3. Terjadinya laba operasi yang tidak digunakan untuk pembayaran dividen, untuk
Konversi perubahan bentuk yang tak disertai dengan penggantian dari aktiva tetap
ke dalam modal kerja dengan jalan proses depresiasi, deplesi dan amortisasi.
5. Karena akumulasi atau penimbunan sementara dari berbagai dana yang disediakan
Sedangkan terjadinya kekurangan modal kerja menurut Wijaya (1995: 93-96) dapat
disebabkan oleh :
a Volume penjualan yang tidak mencukupi, jadi terlalu kecil untuk dapat menutup
biaya perusahaan.
pendapatan .
Kerugian luar biasa adalah kerugian yang tidak disebabkan karena operasi rutin
perusahaan.
Kekurangan modal kerja kadang terjadi karena dilakukannya investasi dari aktiva
lancar untuk memperoleh aktiva tak lancar. Hal ini terjadi apabila suatu aktiva yang
tua harus diganti dengan yang baru atau apabila dibeli aktiva tetap lain yang baru
Kekurangan modal kerja dapat disebabkan karena kenaikan harga yang memerlukan
investasi jumlah rupiah yang telah banyak untuk memelihara kuantitas persediaan
dan aktiva pada tingkat fisik yang sama dan untuk membiayai penjualan kredit pada
Indikasi pengelolaan modal kerja yang baik adalah adanya efisiensi modal kerja
yang dilihat dari perputaran modal kerja (Husnan, 1997: 98) yang dimulai dari aset kas
diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin
22
modal kerja makin tinggi dan perusahaan makin efisiens yang pada akhirnya rentabilitas
semakin tinggi.
diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Formulasi dari Working Capital
Penjualan
WCT = X 100%
(Aktiva Lancar – Utang Lancar)
(Sawir,2001: 16)
2. Perputaran persediaan (Inventory Turnover)
Rasio ini mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang dagang. Rasio ini
merupakan indikasi yang cukup popular untuk menilai efisisensi operasional, yang
tinggi rasio menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah.
Piutang
RT = X 100%
Penjualan Perhari
(Sawir,2001: 16)
23
keputusan yang mengakibatkan adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan
profitabilitas (Van Horne,1997: 217). Keputusan untuk menetapkan jumlah modal kerja
yang besar modal kerja memungkinkan tingkat likuiditas terjaga namun dapat
2.4.Likuiditas Perusahaan
suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.
Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada
suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu
perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala
kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan
finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka kemampuan membayar
sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi,
dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak
pada saat ditagih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya yang segera harus
dipenuhi.
digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas perusahaan,
yaitu :
1. Current Ratio
likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui
dan menduga sampai dimanakah kiranya kita, apabila memberikan kredit berjangka
pendek kepada seorang nasabah, dapat merasa aman atau tidak. Dasar perbandingan
kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk memenuhi kewajibannya untuk
melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan pada tanggal yang sudah
ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu
diperkirakan bahwa, sekiranya pada suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva
lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun
masih tetap akan terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi
uang kas di dalam waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya (Tunggal,
1995: 154).
25
Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh
karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan
dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan
ditinjau dari sudut pemegag saham suatu current ratio yang tinggi tak selalu paling
menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah
Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung
risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-kadang sutau current
lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja
dan perputaran piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maxsimum.
Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari
jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin
memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio
tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat
kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk
tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu
26
menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena
proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya
jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang
adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang
current ratio kurang dari 2:1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar turun
misalnya sampai lebih dari 50% maka jumlah aktiva lancarnya tidak akan cukup lagi
pada prinsip “hati-hati”. Pedoman current ratio 200% bukanlah pedoman mutlak.
ratio minimum yang akan dipertahankan oleh suatau perusahaan, maka perusahaan
dalam penarikan kredit jangka pendeknya juga harus selalu didasarkan pada
pedoman tersebut. Setiap saat perusahaan harus mengetahui berapa kredit jangka
pendek maksimum yang boleh ditarik supaya pedoman current ratio tersebut tidak
dilanggar. Batas maksimum kredit jangka pendek yang boleh diambil supaya tidak
mengganggu atau melanggar pedoman current ratio tertentu ialah apa yang disebut
dipertahankan adalah 3:1 atau 300% ini berarti bahwa setiap utang lancar sebesar
Rp.1,00 harus dijamin dengan aktiva lancar sebesar Rp.3,00 atau dijamin dengan
net working capital sebesar Rp.2,00. Dengan demikian maka ratio modal kerja
27
dengan utang lancar adalah 2:1, karena modal kerja tak lain adalah kelebihan aktiva
Aktiva Lancar
Current Ratio = X 100%
Hutang Lancar
(Sawir,2001: 8)
2. Quick Ratio
Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan antara
aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar (Munawir 2001: 74). Rasio
persediaan memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas, walaupun pada
kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid dari piutang. Rasio ini lebih tajam
dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid. Jika
current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan adanya investasi
2.5.Solvabilitas Perusahaan
dan jangka panjang). Sedangkan menurut Munawir (2002: 32) solvabilitas adalah
aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua utang-utangnya, tetapi tidak
yang insolvabel (tidak solvabel) tidak dengan sendirinya bahwa perusahaan tersebut
adalah juga likuid. Dalam hubungan antara likuiditas dan solvabilitas terdapat 4
waktu akan menghadapi kesukaran finansiil yaitu pada waktu tiba saatnya untuk
memenuhi kewajibannya.
Perusahaan yang insolvabel tetapi likuid tidak segera dalam keadaan kesukaran
finansiil, tetapi perusahaan yang illikuid akan segera dalam kesukaran karena segera
masih dapat bekerja dengan baik, dan sementara itu masih mempunyai kesempatan atau
29
waktu untuk memperbaiki solvabilitasnya. Tetapi apabila usahanya tidak berhasil, maka
pada akhir perusahaan tersebut akan menghadapi kesukaran juga (Riyanto, 1995: 33).
memenuhi seluruh kewajibannya. Formulasi dari debt to equity ratio adalah sebagai
berikut:
Total Utang
Debt Equity Ratio = X 100%
Modal Sendiri
(Sawir,2001: 13)
dibelanjai dengan utang atau beberapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk
menjamin utang. Kreditur lebih menyukai rasio utang yang rendah karena semakin
rendah rasio ini, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam
peristiwa likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham akan menginginkan leverage yang
Total Utang
Debt to Total Assets = X 100%
Total Aktiva
(Sawir,2001: 13)
2.6.Penelitian Terdahulu
Sebagai acuan dari penelitian ini dikemukakan hasil-hasil penelitian yang telah
Siwi (2005) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh efisiensi modal kerja,
likuiditas, dan solvabilitas terhadap profitabilitas pada perusahaan property dan real
estate yang go publik dibursa efek Jakarta pada tahun 1998–2002. Rasio-rasio yang
digunakan adalah rasio working capital turnover (WCT), current ratio, debt to equity
perusahaan property dan real estate yang sudah listing dari tahun 1998-2002. Dalam
penelitiannya Siwi (2005) menggunakan analisis regresi berganda linier yang hasilnya
menunjukkan bahwa secara parsial hanya variabel efisiensi modal kerja (working capital
turnover) dan solvabilitas (total debt to total capital assets) yang mempunyai pengaruh
penelitian ini yang membedakan dengan penelitian Siwi (2005) terletak pada sampel
dari perusahaan yang digunakan. Penelitian ini menggunakan industri barang konsumsi
profitabilitas (profit margin on sales ratio), rentabilitas (profit margin ratio), modal
kerja (profit margin ratio). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan metode statistik deskriptif, metode statistik inferensial dan metode
analisa korelasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa modal kerja tidak begitu
berpengaruh terhadap profitabilitas dan rentabilitas pada Koperasi Mandalika akan tetapi
efisiensi modal kerja terhadap profitabilitas (studi kasus pada PT Modern Toolsindo
Bekasi). Rasio keuangan yang digunakan adalah Current Ratio, Debt to Equyity Ratio
(DER), Working Capital Turnover (WCT) dan Return On Invesment. Alat analisis yang
dengan menganalisis neraca dan laporan laba rugi tahun 1997-2002. Dalam
penelitiannya Dani (2003) menggunakan analisis regresi linier berganda yang hasilnya
menunjukkan bahwa secara simultan faktor likuiditas, leverage dan efisiensi modal kerja
Modern Toolsindo. Sedangkan secara parsial hanya variabel leverage yang tidak
membedakan dengan penelitian Dani (2003) terletak pada rasio-rasio yang digunakan.
Dalam penelitian ini rasio-rasio yang digunakan yaitu Working Capital Turnover
(WCT), Debt to Total Asset (DTA), Current Ratio dan Return On Invesment (ROI).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dani (2003) menggunakan rasio yang sama
dengan penelitian ini kecuali pada variabel solvabilitas, pada variabel solvabilitas
kerja terhadap profitabilitas perusahaan automotive and allied product yang go public di
BEJ. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu likuiditas, tingkat hutang, efisiensi
modal kerja, tingkat kecukupan kas, tingkat perubahan hutang lancar dan profitabilitas.
Rasio yang digunakan antara lain likuiditas menggunakan rasio current ratio, tingkat
hutang menggunakan rasio leverage ratio, efisiensi modal kerja menggunakan rasio
working capital turnover (WCT), tingkat kecukupan kas menggunakan rasio cash ratio,
32
tingkat perubahan hutang lancar menggunakan rasio perubahan hutang lancar. Adapun
populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang bergerak dibidang sektor
industri automotive and allied products yang terdaftar di BEJ, yaitu sebanyak 18
perusahaan. Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis regresi linier
efisiensi modal kerja, tingkat kecukupan kas (cash ratio), perubahan hutang lancar
(ROI) industri automotive and allied product tahun 2000-2003. Sedangkan secara
simultan terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan dan secara parsial terbukti
bahwa variabel efisiensi modal kerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap
terhadap profitabilitas (ROI). Dalam penelitian ini yang membedakan dengan penelitian
Indri Astuti (2003) terletak pada variable, rasio-rasio dan populasi. Indri Astuti
menggunakan variabel yang lebih banyak yaitu likuiditas, tingkat hutang, efisiensi
modal kerja, tingkat kecukupan kas, tingkat perubahan hutang lancar dan profitabilitas.
Sedangkan dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 variabel yaitu efisiensi modal
current ratio, solvabilitas menggunakan rasio debt to equity ratio (DTA) dan
penelitian ini adalah semua perusahaan yang bergerak di sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di BEJ yaitu sebanyak 35 perusahaan dari tahun 2001-2005.
Sedangkan alat analisis dalam penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
2.7.Kerangka Berfikir
adalah adanya efisiensi modal kerja yang dapat dilihat dari perputaran modal kerja yang
dimiliki dari asset kas di investasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali
menjadi kas. Efisiensi modal kerja dapat dilihat dari perputaran modal kerja (working
(receivable turnover). Perputaran modal kerja dimulai dari saat kas dinvestasikan dalam
komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin pendek periode
peputaran modal kerja makin cepat perputarannya, sehingga modal kerja semakin tinggi
Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat dilihat dari efisiensi
modal kerja. Pengukuran efissiensi modal kerja umumnya diukur dengan melihat
perputaran modal kerja (working capital turnover), Jika perputaran modal kerja semakin
tinggi maka semakin cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam modal kerja
kembali menjadi kas, hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat lebih cepat diterima.
memenuhi kewajiban jatuh tempo) dan bahkan mungkin terpaksa harus dilikuidasi.
Aktiva lancar harus cukup besar untuk dapat menutup hutang lancar sedemikian rupa,
Sementara itu, jika perusahaan menetapkan modal kerja yang berlebih akan
Dalam penentuan kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan dihadapkan pada
masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas (Van
Horne, 1997: 217). Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam jumlah
yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan untuk
memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak pada
tinggi likuiditas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur. Oleh karena
terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar
kewajibannya tepat pada waktunya. Di lain pihak ditinjau dari segi sudut pemegang
157).
penentuan sumber dana. Jika perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dibanding
modal sendiri maka tingkat solvabilitas akan menurun karena beban bunga yang harus di
tanggung juga meningkat. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas.
dananya hal tersebut dapat meningkatkan risiko keuangan. Jika perusahaan tidak dapat
mengelola dana yang diperoleh dari utang secara produktif, hal tersebut dapat
perusahaan. Sebaliknya jika utang tersebut dapat dikelola dengan baik dan digunakan
35
untuk proyek investasi yang produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang
Rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt to total asset.
Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin
utang. Kreditur lebih menyukai rasio utang yang rendah karena semakin rendah rasio
ini, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam peristiwa
likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham akan menginginkan leverage yang lebih besar
membandingkan seluruh sumber yang digunakan dengan laba yang diperoleh. Model
investment (ROI). Rasio ini membandingkan hasil yang dipeoleh dari operasi
perusahaan dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan tersebut.
diungkapkan oleh Tunggal, Van Horne dan Sawir menunjukkan adanya suatu masalah
36
atau gap antara teori dengan kenyataan. Masalah tersebut dapat dilihat dari hasil
Berdasarkan masalah yang ada, maka dapat dibuat suatu kerangka berfikir dari
2.8.Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya adalah suatu anggapan yang mungkin benar dan sering
penelitian lebih lanjut (J.Supranto, 2001), anggapan sebagai satu hipotesis juga
merupakan data tetapi karena kemungkinan bisa salah, apabila akan digunakan sebagai
dasar pembuatan keputusan harus diuji dahulu dengan memakai data hasil observasi.
Hipotesis 1 : Ada pengaruh efisiensi modal kerja terhadap profitabilitas secara parsial.
Hipotesis 4 : Ada pengaruh antara efisiensi modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas
BAB III
METODE PENELITIAN
obyek yang lengkap dan jelas (Usman, 2003: 181). Adapun populasi dalam penelitian
public di Bursa Efek Jakarta periode waktu 2002-2005 di mana data diperoleh dari
sumber data sekunder. Sumber data sekunder adalah data-data yang dikumpulkan oleh
peneliti melalui pihak kedua atau tangan kedua (Usman, 2003: 20).
Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat
penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling. Teknik ini ditentukan
untuk memilih anggota sampel secara khusus berdasarkan tujuan penelitian dan
barang konsumsi dan listing di Bursa Efek Jakarta, yang mencantumkan laporan
memiliki laporan keuangan terlalu ekstrim tidak masuk dalam sampel penelitian. Dari
tidak ekstrim.
39
pengamatan penelitian (Suryabrata, 2003: 25). Ada dua variabel yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu variabel independen atau variabel bebas yang selanjutnya
dinyatakan dengan simbol X dan variabel dependen atau variabel tidak bebas yang
Modal kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah modal kerja
konsep kualitatif yaitu kelebihan aktiva lancar diatas utang lancar yang harus
dibayar. Variabel efisiensi modal kerja ini diukur dengan melihat tingkat
banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap
sebagai berikut :
Aktiva lancar adalah aktiva perusahaan yang berupa kas atau aktiva yang
lain yang diharapkan dapat dicairkan menjadi kas, dijual atau dipakai habis
dalam satu tahun atau dalam siklus kegiatan normal perusahaan jika
melampaui satu tahun. Pos-pos neraca yang masuk dalam perkiraan aktiva
40
lancar adalah kas, investasi jangka pendek, piutang wesel, piutang dagang,
pendek (satu tahun sejak tanggal neraca). Pos-pos neraca yang masuk ke
dalam perkiraan utang lancar adalah utang dagang, utang wesel, utang pajak,
biaya yang masih harus dibayar, utang jangka panjang yang segera jatuh
digunakan formula :
Penjualan Bersih
WCT = X 100%
Aktiva Lancar – Hutang Lancar
b. Likuiditas (X2)
Variabel likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan current ratio (CR). Rasio
Aktiva lancar adalah aktiva perusahaan yang berupa kas atau aktiva yang
lain yang diharapkan dapat dicairkan menjadi kas, dijual atau dipakai habis
dalam satu tahun atau dalam siklus kegiatan normal perusahaan jika
melampaui satu tahun. Pos-pos neraca yang masuk dalam perkiraan aktiva
41
lancar adalah kas, investasi jangka pendek, piutang wesel, piutang dagang,
pendek (satu tahun sejak tanggal neraca). Pos-pos neraca yang masuk ke
dalam perkiraan utang lancar adalah utang dagang, utang wesel, utang pajak,
biaya yang masih harus dibayar, utang jangka panjang yang segera jatuh
Aktiva Lancar
Current Ratio = X 100%
Hutang Lancar
c. Solvabilitas (X3)
total capital assets ratio. Total debt to total capital assets merupakan rasio yang
menunjukkan berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin utang.
berikut:
(satu tahun sejak tanggal neraca). Pos-pos neraca yang masuk ke dalam
perkiraan utang lancar adalah utang dagang, utang wesel, utang pajak, biaya
42
yang masih harus dibayar, utang jangka panjang yang segera jatuh tempo,
pembayarannya masih panjang atau lebih dari satu tahun. Utang jangka
panjang meliputi utang obligasi, utang hipotik, dan pinjaman jangka panjang
lainnya.
Aktiva adalah kekayaan perusahaan yang berwujud dan tak berwujud, serta
Total Utang
Debt to Total Assets = X 100%
Total Aktiva
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah profitabilitas yang diwakili oleh return
membandingkan hasil usaha yang diperoleh dari operasi perusahaan (net operating
income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan
b. Total aktiva
perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan
perusahaan industri barang konsumsi yang terdapat pada Indonesian Capital Market
Directory yang diterbitkan oleh Bursa Efek Jakarta, JSX Statistics, laporan hasil
merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek
1. Analisis Deskriptif
melibatkan satu perusahaan yang dibandingkan dengan kondisi rata-rata dari seluruh
objek penelitian.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
prediktor atau lebih terhadap satu variabel kriterium atau untuk membuktikan ada
atau tidaknya hubungan fungsional antara dua buah variabel bebas (X) atau lebih
dengan sebuah variabel terikat (Y) (Usman, 2003: 241). Analisis regresi berganda
turnover, current assets, dan total debt to total capital assets terhadap return on
investment pada industri barang konsumsi yang go publik di BEJ periode waktu
Dimana:
Y : Return On Investment
a : Bilangan Konstanta
b1 – b3 : Koefisien Regresi
X2 : Current Ratio
45
E : Variabel Pengganggu
yang terdiri atas efisiensi modal kerja, likuiditas, dan solvabilitas terhadap
hipotesis secara simultan, pengambilan keputusan uji hipotesis secara parsial juga
didasarkan pada nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil pengolahan data
Pada uji t, nilai probabilitas dapat dilihat pada hasil pengolahan dari program SPSS
sama terhadap variabel dependen dari suatu persamaan regresi dengan menggunakan
didapatkan dari hasil pengolahan data melalui program SPSS Statistik Parametrik
Nilai probabilitas dari uji F dapat dilihat pada hasil pengolahan dari program
5. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) dari hasil regresi berganda menunjukkan seberapa besar
2004:167).
masing variabel independent yaitu efisiensi modal kerja, likuiditas dan solvabilitas
atau seberapa besar pengaruh variabel efisiensi modal kerja, likuiditas, dan
nol, maka semakin kecil pula pengaruh semua variabel independent terhadap nilai
variabel dependen (dengan kata lain semakin kecil kemampuan model dalam
determinasi mendekati 1 maka dapat dikatakan semakin kuat model tersebut dalam
square didapat dari pengolahan data melalui program SPSS yang bisa dilihat pada
Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah model regresi benar-
a. Uji Multikolinieritas
47
57). Apabila terjadi korelasi antara variabel bebas, maka terdapat problem
b. Uji Heteroskedastisitas
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastis dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2001: 69). Model regresi yang baik adalah
ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel
sesungguhnya). Dasar analisis dari uji heteroskedastis melalui grafik plot adalah
sebagai berikut:
1). Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
2). Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
c. Uji Normalitas
variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal,
dan ploting data akan dibandingkan dengan dengan garis diagonal. Jika
normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
1). Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
2). Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah
BAB IV
industri barang konsumsi. Perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEJ
yang menjadi sampel penelitian sebanyak 20 perusahaan. Dilihat dari tahun berdirinya,
menunjukkan bahwa
Tabel 4.1
Distribusi Tahun Berdiri Perusahaan
industri barang konsumsi berdiri antara 1968-1983 yaitu mencapai 60%, selebihnya
20% beridiri antara tahun 1984-2000, 15% antara 1951-1967 dan 5% beridiri antara
tahun 1933-1950.
Tabel 4.2
Status Perusahaan
menjadi sampel penelitian adalah PMA sebanyak 5 perusahaan atau 25% dan PMDN
Tabel 4.3
Jenis Usaha
bidang makanan, 15% dalam bidang minuman, 15% industri farmasi, 15% industri
kosmetik, 10% obat-obatan, 10% industri rokok dan 5% industri kimia. Sedangkan,
gambaran tentang tahun masuk di BEJ dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4
Distribusi First Issue Perusahaan
manufaktur yang menjadi sampel penelitian ini memiliki first issue antara 1987-1994
sebanyak 7 perusahaan atau 35%, selebihnya 6 perusahaan (30%) antara tahun 1995-
2001, sebanyak 5 perusahaan (25%) antara 1980-1986 dan 2 perusahaan (10%) antara
1971-1979.
Gambaran tentang usia perusahaan sampel dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5
Distribusi Usia Perusahaan
Terlihat pada Tabel 4.5 diatas, sebanyak 12 perusahaan (60%) berumur 25-41
tahun, selebihnya 4 perusahaan (20%) antara 7-24 tahun, 3 perusahaan (15%) berumur
42-57 tahun dan hanya 1 perusahaan (5%) telah berumur antara 58-74 tahun.
perputaran modal kerja atau working capital turnover. Modal kerja yang dipakai
merupakan modal kerja konsep kualitatif yaitu kelebihan aktiva lancar di atas hutang
lancar yang harus dibayar. Rasio perputaran modal kerja ini menunjukkan banyaknya
penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal
dengan selisih aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan kata lain dinyatakan dengan
Penjualan Bersih
WTC = X 100%
Aktiva Lancar - Hutang Lancar
Tabel 4.6
Gambaran Umum Efisiensi Modal Kerja
Frekuensi Persentase
Interval
2002 2003 2004 2005 2002 2003 2004 2005
1.16 < WCT < 5.33 12 11 12 13 70.6 64.7 70.6 76.5
5.33 < WCT < 9.50 2 5 4 3 11.8 29.4 23.5 17.6
9.50 < WCT < 13.68 2 1 1 0 11.8 5.9 5.9 0.0
13.68 < WCT < 17.85 0 0 0 0 0.0 0.0 0.0 0.0
17.85 < WCT < 22.02 1 0 0 1 5.9 0.0 0.0 5.9
Jumlah 17 17 17 17 100 100 100 100
Terlihat dari Tabel 4.6 diatas sebagian besar perusahaan baik dari tahun 2002
4.1.2.2 Likuiditas
Likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan current ratio (CR). Rasio ini
menggunakan aktiva lancarnya. Current Ratio ini merupakan perbandingan aktiva lancar
Aktiva Lancar
dengan hutang lancar atau dinyatakan dengan CR = X 100%
Hutang Lancar
Tabel 4.7
Gambaran Umum Likuiditas
Frekuensi Persentase
Interval
2002 2003 2004 2005 2002 2003 2004 2005
117.66 < CR < 290.46 9 7 9 8 52.9 41.2 52.9 47.1
290.46 < CR < 463.26 5 4 4 5 29.4 23.5 23.5 29.4
463.26 < CR < 636.06 2 4 4 1 11.8 23.5 23.5 5.9
636.06 < CR < 808.86 1 1 0 3 5.9 5.9 0.0 17.6
808.86 < CR < 981.66 0 1 0 0 0.0 5.9 0.0 0.0
Jumlah 17 17 17 17 100 100 100 100
Terlihat dari Tabel 4.7 diatas sebagian besar perusahaan memiliki CR antara
117,66 sampai dengan 290,46 dan sebagian lagi antara 290,46 sampai dengan 463,26.
4.1.2.3 Solvabilitas
Solvabilitas dalam penelitian ini diukur dengan total debt to total assets ratio.
Solvabilitas ini menunjukkan berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin
utang. Dept to total assets ini merupakan perbandingan total hutang dengan total aktiva
Total Utang
atau DTA = X 100%
Total Aktiva
Tabel 4.8
Gambaran Umum Solvabilitas
Frekuensi Persentase
Interval
2002 2003 2004 2005 2002 2003 2004 2005
10.46 < DTA < 22.41 7 7 6 6 41.2 41.2 35.3 35.3
22.41 < DTA < 34.37 2 1 5 3 11.8 5.9 29.4 17.6
34.37 < DTA < 46.33 5 6 3 6 29.4 35.3 17.6 35.3
46.33 < DTA < 58.29 1 2 2 0 5.9 11.8 11.8 0.0
58.29 < DTA < 70.24 2 1 1 2 11.8 5.9 5.9 11.8
Jumlah 17 17 17 17 100 100 100 100
Terlihat dari Tabel 4.8, sebagian besar memiliki DTA pada interval 10,46 sampai
4.1.2.4 Profitabilitas
ROI dihitung dengan perbandingan laba setelah pajak dengan total aktiva.
Tabel 4.9
Gambaran Umum Profitabilitas
Frekuensi Persentase
Interval
2002 2003 2004 2005 2002 2003 2004 2005
0.01 < ROI < 0.08 5 6 5 7 29.4 35.3 29.4 41.2
0.08 < ROI < 0.16 7 6 6 5 41.2 35.3 35.3 29.4
0.16 < ROI < 0.24 4 3 3 2 23.5 17.6 17.6 11.8
0.24 < ROI < 0.32 1 1 2 2 5.9 5.9 11.8 11.8
0.32 < ROI < 0.40 0 1 1 1 0.0 5.9 5.9 5.9
Jumlah 17 17 17 17 100 100 100 100
Terlihat dari Tabel 4.9 diatas, sebagian besar persuahaan memiliki profitabilitas
antara 0,01 sampai dengan 0,24 yang berarti bahwa nilai ROI lebih banyak pada kisaran
1% hingga 24%.
Uji asumsi klasik merupakan prasyarat analisis regresi ganda. Dalam uji asumsi
klasik ini meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas.
Apabila data tidak berdistribusi normal dan mengandung heteroskedastisitas maka perlu
adanya perbaikan model regresi dengan cara mentransformasi data dalam bentuk
analisis regresi. Apabila data masih mengandung multikolinieritas maka salah satu
Hasil uji normalitas dalam kajian penelitian ini menggunakan P-P plot. Apabila
grafik yang diperoleh dari output SPSS ternyata titik-titik mendekati garis diagonal,
dapat disimpulkan bahwa model regresi berdistribusi normal. Lebih jelasnya hasil uji
0.8
Expected Cum Prob
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
Gambar 5
P-P Plot pengujian normalitas model regresi
Terlihat dari grafik di atas, titik-titik mendekati garis diagonal yang berarti
bahwa model regresi berdistribusi normal. Di samping dari P-P plot, kenormalan model
regresi dapat dilihat dari nilai skewnes dan kurtosis. Imam Ghozali (2005:28)
56
menyatakan bahwa secara statistik ada dua komponen normalitas yaitu nilai skewnes
dan kurtosis. Skewnes berkaitan dengan simetri distribusi, sedangkan kurtosis berkaitan
dengan puncak dari distribusi. Dengan menggunakan program SPSS akan diperoleh
nilai skewnes dan kurtosis, sedangkan pengujiannya dengan rumus sebagai berikut.
S−0
Z skew = dan
6
N
K−0
Z kurt =
24
N
Apabila nilai Z skew dan Z Kurt > Z tabel dapat disimpulkan model regresi tidak
berdistribusi normal. Hasil uji skewnes dan kurtosis selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 4.10.
Tabel 4.10
Hasil Uji Skewnes dan Kurtosis
Descriptive Statistics
N Skewness Kurtosis
Terlihat dari Tabel 4.10, diperoleh nilai skewnes sebesar 0,719 dan nilai kurtosis
0,719
Z skew = = 0,988
6
68
0,165
Z kurt = = 0,057
24
68
57
Nilai Z skewnes dan Z kurtosis tersebut < Z tabel (1,96) yang berarti bahwa
memiliki hubungan yang sempurna atau tidak. Syarat diterimanya model regresi ganda
apabila antara variabel bebas tidak mengandung korelasi yang sempurna. Pengujian
multikolinieritas dapat dilihat dari nilai variance inflance faktor (VIF) berdasarkan hasil
output SPSS. Apabila nilai VIF < 10 dan mendekati 1 dapat disimpulkan bahwa asumsi
Tabel 4.11.
Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 WCT .612 1.635
CR .617 1.620
DTA .728 1.373
a. Dependent Variable: ROI
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai VIF untuk variabel efisiensi modal
kerja (WCT) sebesar 1,006, untuk likuiditas (CR) sebesar 1,620 dan untuk variabel
solvabiltas (DTA) sebesar 1,373. Ketiga nilai VIF < 10 yang berarti bahwa model
pengambilannya apabila sebaran nilai residual terstandar tidak membentuk pola tertentu
58
namun tampak random dapat dikatakan bahwa model regresi bersifat homogen atau
tidak mengandung heteroskedastisitas. Lebih jelasnya dapat dilihat dari grafik berikut.
Scatterplot
3
Regression Studentized Residual
-1
-2
-2 -1 0 1 2 3 4
Regression Standardized Predicted Value
Gambar 6
Uji Heteroskedastisitas
Terlihat dari grafik 6, titik-titik tersebar di sekitar nol pada sumbu vertikal dan
tidak membentuk pola tertentu atau terlihat acak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
profitabilitas dapat dilihat dari analisis regresi berganda yang selengkapnya dapat dilihat
Tabel 4.12
Ringkasan Hasil Analisis Regresi
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations
Model B Std. Error Beta t Sig. Partial
1 (Constant) .083 .048 1.744 .086
WCT .008 .004 .316 2.055 .044 .249
CR .000 .000 .225 1.468 .147 .180
DTA -.001 .001 -.141 -1.002 .320 -.124
a. Dependent Variable: ROI
Berdasarkan hasil analisis regresi seperti tertera pada ringkasan Tabel 4.12 di
capital turnover (WCT) satu satuan akan diikuti kenaikan profitabilitas sebesar 0,316.
2,055 dengan nilai p value 0,044. Karena nilai p value 0,044 < 0,05 dapat disimpulkan
Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan efisiensi
modal kerja terhadap profitabilitas. Dengan meningkatnya efisiensi modal kerja diikuti
thitung sebesar 1,468 dengan nilai signifikansi 0,147. Karena nilai p value > 0,05 dapat
disimpulkan Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh likuiditas
60
thitung sebesar -1002 dengan nilai signifikansi 0,320. Karena nilai p value > 0,05 dapat
disimpulkan Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh solvabilitas
modal kerja, likuiditas, solvabilitas dapat dilihat dari hasil uji F seperti pada tabel 4.12.
Tabel 4.13
Uji Simultan (Uji F)
ANOVAb
Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regression .044 3 .015 1.735 .169a
Residual .545 64 .009
Total .589 67
a. Predictors: (Constant), DTA, CR, WCT
b. Dependent Variable: ROI
Hasil uji F diperoleh F hitung = 1,735 dengan nilai p value = 0,169 > 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, yang berarti tidak ada pengaruh yang
signifikan efisiensi modal kerja, likuiditas dan solvabilitas secara simultan terhadap
profitabilitas.
61
4.2 Pembahasan
modal kerja berpengaruh positif terhadap profitabilitas, terbukti dari hasil uji t dengan
nilai p value = 0,044 < 0,05. Dari hasil analisis regresi diperoleh koefisien β yang
bertanda positif yaitu 0,3328 yang berarti bahwa setiap terjadi kenaikan satu persen
efisiensi modal kerja akan diikuti dengan kenaikan profitabilitas sebesar 0,316 Hal ini
dapat terjadi karena perputaran modal kerja itu sendiri dimulai dari saat kas
diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin
pendek periode perputaran modal kerja makin cepat perputarannya, sehingga modal
kerja semakin tinggi dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas
meningkat (Tunggal, 1995 : 165). Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat
dilihat dari efisiensi modal kerja. Jika perputaran modal kerja semakin tinggi maka
semakin cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam modal kerja kembali menjadi
kas, hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat lebih cepat diterima.
pada masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas
(Van Horne, 1997 : 217). Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam
jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan
untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak
profitabilitas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur. Oleh karena
terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar
kewajibannya tepat pada waktunya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Indri
Astuti (2003) yang melakukan penelitian mengenai pengaruh manajemen modal kerja
terhadap profitabilitas perusahaan automotive and allied product yang go public di BEJ
62
yang memberikan kesimpulan bahwa efisiensi modal kerja berpengaruh positif terhadap
profitabilitas.
Berdasarkan hasil analisis regresi melalui uji parsial ternyata likuditas tidak
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini ditunjukkan dari p value = 0,147
> 0,05. Hal ini berarti pula bahwa likuiditas yang tinggi tidak selalu menguntungkan
(Van Horne,1997: 217). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari penelitian Siwi
(2005) menunjukkan bahwa secara parsial likuiditas (current ratio) tidak mempunyai
pengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan property dan real estate yang go public
Dari hasil analisis regresi melaui uji parsial ternyata solvabilitas juga tidak
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini ditunjukkan dari p value = 0,320
> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan solvabilitas tidak berdampak pada
perubahan profitabilitas.
leverage tinggi yaitu menggunakan lebih banyak hutang dibanding modal sendiri atau
hutang. Kebijakan leverage tinggi akan menyebabkan tingginya beban bunga yang harus
digunakan yaitu variabel efisiensi modal kerja (WCT), likuiditas (CR), dan solvabilitas
konsumsi di BEJ.
63
Hal ini dapat dilihat dari nilai F yang dihasilkan yaitu 1735 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,169 yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan
yaitu 0,005. Nilai Adjusted R Square hanya sebesar 0,032 yang memiliki arti bahwa
oleh variabel independen yaitu efisiensi modal kerja (WCT), likuiditas (CR), dan
solvabilitas (DTA) yaitu sebesar 3,2 persen saja. Sedangkan sisanya sebesar 94,8 persen
dijelaskan oleh variabel lain diluar model.Hal ini tidak konsisten dengan teori yang
menyatakan bahwa profitabilitas (ROI) dipengaruhi oleh efisiensi modal kerja (WCT),
BAB V
5.1 Simpulan
1. Secara parsial efisiensi modal kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
profitabilitas pada perusahaan industri barang konsumsi yang terdafatar di BEJ dari
tahun 2002-2005.
perusahaan industri barang konsumsi yang terdafatar di BEJ dari tahun 2002-2005.
perusahaan industri barang konsumsi yang terdafatar di BEJ dari tahun 2002-2005.
4. Secara simultan efisiensi modal kerja, likuiditas dan solvabilitas tidak berpenagruh
5.2 Saran
bisa dibedakan dari penelitian ini. Mungkin dengan berbedanya sampel penelitian
yang diambil, maka variabel likuiditas, dan solvabilitas bisa berpengaruh terhadap
secara efisien. Karena apabila modal kerja dalam perusahaan menunjukkan tingkat
Untuk itu manajemen perusahaan harus menjaga modal kerja, likuiditas dan
DAFTAR PUSTAKA
Dani. 2003. ”Pengaruh Likuiditas, Leverage dan Efisiensi Modal Kerja Terhadap
Profitabilitas (Studi Kasus Pada PT Modern Toolsindo Bekasi)”.
Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariante dengan Program SPSS Edisi 2.
Semarang: UNDIP.
Hanafi, M, Mamduh, Dr, MBA dan Halim, Abdul, Prof, Dr, MBA., Akt. 2005. Analisis
Laporan Keuangan. Yogyakarta: AMP-YKPN.
Husnan, Suad. 1997. Manajemen Keuangan teori dan Penerapan (Keputusan Jangka
Panjang). Yogyakarta: BPFE.
Nurgraeni, Siwi. 2005. ”Analisis Pengaruh Efisiensi Modal Kerja, Likuiditas, dan
Solvabilitas Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Property And Real Estate
Yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta”.
Rangkuti, Freddy. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Santoso, Singgih. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo
Sartono, Agus, R. Drs, MBA. 1998. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: BPFE.
67
Usman, Husaini, M.Pd. dan Akbar, Setiadi, Purnomo, S.Pd, M. Pd. 2003. Pengantar
Statistika. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Van Horne, James, C dan John, M, Machowicz, Jr. 1998. Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan.