Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
ULFA RAHMI
020802026
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2006
ABSTRAK
Residu gliserol yang merupakan limbah dari industri-industri oleokimia seperti pada
pabrik biodiesel, dapat di gunakan kembali . Teknik-teknik pengambilan kembali yang
melibatkan proses ekstraksi asam-basa telah dikembangkan sehingga residu gliserol
terpisah menjadi tiga komponen yaitu gliserol kasar, asam-asam lemak dan garam-
garam anorganik. Gliserol kasar yang mengandung sabun diasidifikasi dengan
penambahan asam untuk menguraikannya menjadi asam-asam lemak yang kemudian
dilakukan netralisasi untuk kelebihan asam. Untuk menghasilkan kualitas dan kuantitas
maksimum dari gliserol maka dilakukan penelitian pengaruh jenis asam dan pH
terhadap pemurnian residu gliserol dengan menggunakan H2SO4 dan H3PO4 dan variasi
pH 2; 3; dan 4. Karakterisasi kualitas produk dilakukan melalui uji kadar gliserol
menggunakan kromatografi gas, uji kadar asam lemak bebas dengan metode titrasi
asidimetri, uji kadar air dengan metode pemanasan, uji kadar abu dengan metode
pemanasan dengan tanur, uji densitas dengan menggunakan piknometer dan hasil akhir
produk gliserol dengan penimbangan berat produk. Dan dari data hasil penelitian yang
diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penggunaan H3PO4 menghasilkan kualitas dan
kuantitas produk yang lebih baik daripada H2SO4. Dan produk maksimum diperoleh
pada penggunaan H3PO4 pada pH 3 yang menghasilkan kadar gliserol 89,2446%; kadar
asam lemak bebas 2,6347%; kadar air 4,417%; kadar abu 5,4667%; densitas 1,3030;
dan hasil akhir gliserol yang diperoleh sebesar 47,58%
vii
ABSTRACT
The glycerol residue is one of the waste generated by oleochemicals industry such as in
biodiesel plant, and can be recovered. A recovery technique which involves an acid-
based extraction was developed in which the glycerol residue was separated into three
components, crude glycerol, fatty acids and inorganic salts. The crude glycerol which
contains soaps, was acidified with the addition of acid to crack the soap to become the
fatty acids and then was neutralized for the acids residues. For having the maximum
quality and quantity of glycerol, the research has been done about the effect of kinds of
acid and pH in glycerol residue purification by using H3PO4 and H2SO4 and the pH
variety 2; 3; 4. The characterization of product’s quality was done by measuring glycerol
content by gas chromatography, the free fatty acid content by acidimetric titration, the
moisture content by heating methode, the ash content by destruction methode in muffle
furnace, the density test by using picnometer, and the yield by measurement the weight of
product The result in this research, could be summarized that H3PO4 produce a better
product than H2SO4. And the maximum product was got by using H3PO4 in pH 3 which
was produce glycerol content 89,2446%; 2,6347% ffa; 4,417% moisture; 5,4667% ash;
1,3030 gr/ml density; and 47,58% yield.
viii
PENGHARGAAN
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, serta salawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW,
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi penelitian dan penulisan skripsi ini.
Melalui kesempatan ini juga, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus
kepada Bapak Prof.Basuki Wirjosentono, MS, Phd dan Bapak Dr. Ir. Tjahjono Herawan
MSc selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak memberikan
pengarahan dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini, kepada Ibu Dr. Rumondang
Bulan, MSc dan Bapak Drs. Firman Sebayang, MS, selaku ketua dan sekretaris
Departemen Kimia yang telah mensyahkan skripsi ini, semua Bapak/Ibu Staf
Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan
saran kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini, juga kepada Bapak Drs.
J.H Simorangkir, MS. selaku dosen wali, seluruh staf dosen Departemen Kimia FMIPA-
USU yang telah membimbing dan memberikan disiplin ilmu selama di bangku
perkuliahan, seluruh rekan-rekan Asisten Laboratorium Kimia Fisika juga kepada Kak
Mas sebagai laboran dan Bang Edi sebagai teknisi, terima kasih atas bantuan dan
dukungannya, serta kepada seluruh teman-temanku, menik, eva, yuli, juli, marlina dan
teguh serta mahasiswa Departemen Kimia khususnya stambuk 2002, terima kasih atas
dukungan semangat selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
keterbatasan penulis baik dalam literatur maupun pengetahuan yang dimiliki penulis.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua. Amin.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
Daftar Istilah xii
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Metodologi Penelitian 4
a. Populasi 4
b. Sampling 4
c. Variabel 5
1.7 Lokasi Penelitian 6
Daftar Pustaka 44
Lampiran 46
xi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
BAB I
PENDAHULUAN
Kelapa sawit adalah salah satu komoditas perkebunan yang sangat penting bagi
Indonesia, karena Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit kedua setelah
Malaysia.(Meffert, 1984). Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk
digunakan di industri-industri pangan, industri non pangan, industri farmasi, dan industri
oleokimia. Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati,
temasuk diantaranya adalah crude palm oil (CPO) dan crude palm kernel oil (CPKO).
Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak, lemak
alkohol, gliserin dan metil ester.
Hasil samping proses pembuatan biodiesel berbahan baku RBDPO dan metanol
dengan katalis basa diperoleh dalam bentuk residu gliserol yang jumlahnya dapat
16
mencapai lebih kurang 20% dari jumlah produk (Ahn.et al, 1995). Residu gliserol ini
masih mengandung komponen selain gliserol, seperti senyawa lemak, sabun, KOH dan
lain-lain. Sebagai perbandingan, gliserol yang berasal dari Palm Kernel Oil Methyl Ester
Plant mengandung 20,3% gliserol, 6,6% asam lemak (dalam bentuk senyawa sabun) dan
64,3% garam-garam (Yong.et al, 2001).
Residu gliserol ini bersifat sangat basa (pH›10) merupakan cairan kental dengan
warna yang sangat gelap. Untuk dapat dimanfaatkan, residu gliserol terlebih dahulu
dilakukan pengolahan awal untuk menghilangkan bahan-bahan lain selain gliserol,
sehingga diperolah gliserol dalam bentuk gliserol kasar (crude glycerol). Pemurnian
gliserol kasar dapat dilakukan dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida.
Kemudian dilakukan pengolahan selanjutnya untuk menghilangkan asam dengan
penambahan basa. Dan untuk memperoleh gliserol dengan warna yang bening maka
dilakukan proses penghilangan warna dengan penambahan arang aktif.
Asam posfat juga digunakan pada penelitian ini untuk membandingkannya dengan asam
sulfat yang telah digunakan oleh Hazimah dkk. Diketahui bahwa asam sulfat lebih efektif
untuk memecah sabun namun juga bersifat dehidrator dan juga oksidator sehingga akan
menurunkan kualitas produk.
17
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dalam pemurnian crude gliserol
menjadi gliserol murni, yaitu:
1. untuk mengetahui pengaruh penggunaan asam sulfat dan asam posfat pada
proses pemurnian gliserol.
2. untuk mengetahui pengaruh penggunaan pH yang berbeda pada proses
pemurnian gliserol.
3. untuk mengetahui penggunaan jenis aasam dan pH yang paling sesuai untuk
menghasilkan produk yang maksimum.
18
Dengan diperolehnya gambaran atau hubungan yang jelas tentang penggunaan jenis asam
dan pH terhadap proses pemurnian gliserol dari hasil samping industri biodiesel maka
diharapkan dapat diketahui jenis asam dan pH yang paling baik dalam menghasilkan
gliserol murni serta diharapkan dapat memberikan manfaat bagi industri biodiesel dalam
meningkatkan diversifikasi produknya.
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Metode penelitian dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Populasi
Populasi adalah crude gliserol yang diperoleh dari proses pembuatan biodisel yang
berbahan baku RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) pada pabrik
biodiesel PPKS yang kemudian diasidifikasi dengan menggunakan asam posfat
(H3PO4) atau asam sulfat (H2SO4). Populasi yang digunakan bersifat homogen.
b. Sampling
Berdasarkan sifat populasi yang homogen dan dengan perlakuan kelompok maka
teknik sampling yang digunakan adalah teknik sampling acak kelompok, yaitu sampel
crude gliserol diasidifikasi dengan menggunakan variasi asam dan pH yang kemudian
di netralisasi. Hasil dari tahapan proses pemurnian kemudian dianalisa dan replikasi
dilakukan dua kali secara acak untuk setiap perlakuan dari masing-masing sampel.
19
c. Variabel
2. Variabel terikat
- Kadar gliserol
- Asam lemak bebas bebas
- Kadar air
- Kadar Abu
- Densitas
- % hasil akhir produk gliserol
3. Variabel tetap
- jenis zat netaralisasi ( NaOH 32%)
- bleaching dengan menggunakan arang aktif (2% dari produk gliserol)
d. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan dengan:
1. Data penentuan kadar gliserol diperoleh dengan menggunakan Gas
Chromatography
2. Data penentuan kadar asam lemak bebas diperoleh dengan menggunakan
metode titrasi asidimetri
3. Data penentuan kadar air diperoleh dengan metode penguapan
4. Data penentuan kadar abu diperoleh dengan menggunakan tanur
5. Data penentuan densitas diperoleh dengan menggunakan piknometer
6. % hasil produk gliserol dihitung dengan penimbangan.
20
BAB 2
21
TINJAUAN PUSTAKA
Industri kelapa sawit nasional mengalami perkembangan yang sangat pesat. Terbukti
dalam 20 tahun terakhir (1985-2005), pertambahan kebun kelapa sawit mencapai lima
juta hektare atau meningkat 837 persen. Pasokan CPO untuk produksi dalam negeri juga
meningkat menjadi 12,8 juta ton pada tahun 2005, bila dibandingkan dengan 12,5 juta ton
pada tahun 2004 (Fauzi, 2006)
Minyak yang berasal dari tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineensis) terdiri atas 2
jenis. Pertama adalah minyak sawit kasar yang dikenal dengan istilah CPO, yaitu minyak
yang diperoleh dari ekstraksi bagian mesokarp buah sawit. Kedua adalah minyak inti
sawit yang dikenal dengan PKO adalah minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi inti
sawit. Minyak inti sawit berwarna kuning pucat, hal ini dikarenakan kandungan
karotenoidnya yang sangat rendah. Akan tetapi minyak sawit berwarna kuning merah
yang disebabkan kandungan karotenoidnya relatif lebih besar.
Substances Content
Asam lemak bebas 3 - 5%
Getah (fofatida dan fosfolipid) 300 ppm
Kotoran 0.01%
Cangkang Trace
Kadar air 0.15%
Kandungan logam 0.50%
Produk oksidasi Trace
Karotenoid total 500 - 1000 ppm
RBD Palm Oil dihasilkan dari minyak kelapa sawit (CPO). Proses pengolahan buah
kelapa sawit menjadi CPO dan kemudian dilanjutkan dengan pembuatan RBDPO adalah
sebagai berikut:
Minyak kelapa sawit mentah (CPO) dapat diolah menjadi minyak goreng (RBD palm
olein) dan RBD Stearin. Dalam proses pengolahan tersebut zat-zat pengotor seperti air,
mineral-mineral logam, zat-zat lendir dan asam lemak bebas perlu dihilangkan melalui
proses pemurnian. Demikian juga dalam CPO masih terdapat campuran antara gliserida
padat dan gliserida cair, maka perlu dilakukan pemisahan secara kristalisasi fraksinasi.
Langkah-langkah proses yang dilakukan untuk RBDPO adalah sebagai berikut:
1. Proses Degumming
23
Pada proses ini zat-zat lendir (gum) didalam CPO perlu dihilangkan. Dalam hal
ini dilakukan dengan penambahan asam pospat (H3PO4) untuk mengendapkan zat
lendir tersebut dan akan menghasilkan Degumming Palm Oil (DP Oil).
2. Proses Bleaching
Pada tahap ini dilakukan pemucatan sekaligus penghilangan mineral-mineral
logam pengotor dengan penambahan bahan pemucat bleaching earth untuk
mendapatkan Bleaching Palm Oil (BP Oil).
3. Proses Deodorization
Pada tahap ini dilakukan penghilangan bau sekaligus juga penghilangan asam
lemak bebas melalui destilasi vakum. Zat-zat yang bersifat steam volatile akan
keluar bersama asam lemak bebas sehingga sebagai residu dihasilkan Refinery
Bleaching Deororization Palm Oil (RBDPO).(Anonimous II, 2006)
CPO
Degumming (H3PO4)
bleaching
filter
BP Oil residu
Kristalisasi fraksinasi
Adapun kualitas yang harus diketahui dalam proses pengolahan minyak CPO dan
RBDPO dapat dilihat pada table 2.2 ( Rahmi.et al, 2001)
2.2 Oleokimia
Oleokimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari tentang proses
pengolahan asam lemak dan gliserin serta derivatnya baik yang dihasilkan dari minyak
seperti gliserida juga hasil sintesis dari produksi etilena dan propilena serta industri
petrokimia.(Richtler.et al, 1984).
lemak bebas dan gliserol. Produk oleo kimia dasar yang utama adalah asam lemak, ester
asam lemak, alkohol asam lemak, amina asam lemak, serta gliserol yang merupakan
produk samping yang juga tidak kalah pentingnya. Sedangkan oleokimia sintetis yang
berasal dari petrokimia misalnya pembuatan alkohol asam lemak dari etilena serta gliserin
dari propilena. (Brahmana,H.R, 1991).
Diantara produk-produk tersebut asam lemak merupakan bahan oleokimia yang
terpenting yang digunakan dalam berbagai reaksi modifikasi kimia untuk menghasilkan
berbagai produk turunan dengan berbagai aplikasi industrial yang berbeda. Asam lemak
banyak digunakan dalam pembuatan sabun, produk-produk karet, kosmetika, lilin, dan
juga bahan baku untuk produksi turunan amina asam lemak. Disisi lain aplikasi gliserol
pada industri oleokimia juga sangat luas, yang digunakan pada produk kosmetika,
farmasi, bahan peledak, serta monogliserida yang digunakan sebagai bahan pengemulsi.
Hingga saat ini, umumnya sebagian produk oleokimia ini diaplikasikan sebagai surfaktan
pada produk-produk kosmetika, toileteris, serta produk pencuci/pembersih, baik untuk
kebutuhan rumah tangga, maupun industri seperti tekstil, plastik, pertambangan, dan
pengolahan limbah cair pabrik. Tabel 2. menunjukkan bidang aplikasi minyak dan lemak
pada industri kimia secara luas (Elisabeth J, 1999)
Tabel 2.3 Bidang aplikasi minyak dan lemak pada industri kimia
Asam lemak dan turunannya Plastik, sabun, kosmetika, bahan
pencuci/pembersih, cat, tekstil, industri
kulit dan kertas, karet, lubrikan/pelumas.
Ester metal asam lemak Kosmetika, bahan pembersih/pencuci
Gliserol Kosmetika, pasta gigi, farmasitikal,
perekat, plastik, resin sintetik, peledak,
tembakau.
Amina asam lemak dan turunannya Kondisioner, industri pabrik dan serat,
biosida aditif minyak mineral
Minyak netral dan turunannya Sabun
Minyak pengering Perekat, cat vernis
26
2.3 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang serupa dengan bahan bakar fosil.
Biodiesel dapat diproduksi dari minyak nabati, minyak/lemak hewani. Biodiesel adalah
golongan monoalkil ester dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 20 yang
mengandung oksigen. (Darnoko, 2004).
Proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati disebut transesterifikasi. Transesterifikasi
merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi bentuk ester yang lain. Suatu
ester merupakan suatu rantai hidrokarbon yang akan terikat dengan molekul yang lain.
Sedangkan satu molekul minyak nabati terdiri dari tiga ester pada satu molekul gliserol.
Sekitar 20% molekul minyak nabati adalah gliserol.
Ada tiga cara untuk memproduksi biodiesel dari minyak dan lemak, yaitu:
- Transesterifikasi minyak dengan katalis basa
- Transesterifikasi minyak dengan katalis asam
- Konversi minyak ke bentuk asam-asam lemak kemudian ke bentuk biodiesel
Dalam suatu reaksi transesterifikasi atau reaksi alkoholisis pada dasarnya adalah
mereaksikan minyak nabati dengan metanol atau etanol, yang dibantu dengan katalisator
soda api (NaOH) atau KOH, yaitu satu mol trigliserida bereaksi dengan tiga mol alkohol
untuk membentuk satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester asam lemak. Proses tersebut
merupakan suatu rangkaian dari reaksi reversible (dapat balik), yang mana molekul
trigliserida tersebut diubah satu tahap demi tahap menjadi digliserida, monogliserida dan
gliserol.
27
Alkohol yang paling umum untuk digunakan dalam proses tranesterifikasi adalah
metanol, karena harganya lebih murah dan daya reaksinya lebih tinggi dibandingkan
dengan alkohol yang berantai panjang. Proses metanolisis berkatalis basa dapat dilakukan
pada suhu ruangan dan akan menghasilkan ester lebih dari 80%. Pemisahan fase ester dan
gliserol pun dapat berlangsung cepat dan sempurna. Penggunaan katalis KOH lebih
dianjurkan karena akan bekerja seperti atau lebih baik daripada NaOH. Dibandingkan
dengan NaOH, racun pada KOH lebih sedikit. Produk samping dari biodiesel yang dibuat
dengan KOH adalah gliserol yang mengandung kalium. Produk samping ini dapat
dimanfaatkan untuk digunakan baik dalam bidang kosmetik maupun sebagai komponen
pembuatan pupuk kalium fosfat.(Syah, 2006)
2.4 Gliserol
Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa yang manis, tidak berwarna,
cairan kental dengan titik lebur 20 oC dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu 290oC.
Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tapi tidak dalam minyak.
Sebaliknya, banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air
maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupkan pelarut yang baik.(Anonimous IV,
2006).
28
Senyawa ini bermanfaat sebagai anti beku (anti freeze) dan juga merupakan
senyawa yang higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada
tembakau, pembuatan tinta dan parfum pada obat-obatan, kosmetik, makanan dan
minuman serta penggunaan lainnya. (Austin, 1985)
Gliserol yang diproduksi selama produksi biodiesel skala kecil dapat digunakan sebagai
sabun tanpa harus diproses lebih lanjut. Gliserol dapat juga dikomposkan atau diletakkan
di tanah sehingga cepat dikonsumsi oleh bakteri dan mikroba alami.
Gliserol murni digunakan untuk membuat ratusan produk dan harganya biasa
sangat mahal. Namun, gliserol yang diproduksi selama transesterifikasi berlangsung
mengandung banyak bahan tidak murni. Sebagian besar katalis dan alkohol yang tidak
bereaksi dalam reaksi biodiesel akan turun ke dalam lapisan gliserol (Syah, 2006)
Karakterisasi dari crude gliserol, dan gliserol yang dimurnikan ditunjukkan pada table
2.4. Sebagai perbandingan, karakterisasi dari gliserol komersial juga diberikan (Mohtar.et
al, 2001)
Tabel 2.4 Karakterisasi dari Crude gliserol, Gliserol ysng dimurnikan dari residu
gliserol dan gliserin komersial
Salah satu metode yang telah dikembangkan adalah dengan metode asidifikasi (pelepasan
ikatan sabun) dan netralisasi. (Yong.et al, 2001)
metanol
katalis alkali
transesterifikasi
Gliserin kasar
Destilasi
Gambar 2.2 Diagram transesterifikasi untuk menghasilkan gliserol dari palm kernel
metil ester plant metode asidifikasi
31
Kromatografi gas merupakan salah satu alat yang dipergunakan baik untuk analisa
kualitatif maupun analisan kuantitatif. Analisa kualitatif berarti penentuan sifat-sifat dari
suatu komponen atau campuran dari komponen dengan cara membandingkan waktu
retensinya. Sedangkan analisa kuantitatif berarti penentuan jumlah dari suatu komponen
dalam suatu campuran dengan cara perhitungan luas puncak
2. Tempat Injeksi
Cuplikan dimasukkan ke dalam kolom dengan cara menginjeksikan melalui
tempat injeksi dengan bantuan jarum injeksi yang sering disebut syringe. Suhu
dalam tempat injeksi selalu dipanaskan dan biasanya pengaturan suhu injeksi
sekitar 50oC lebih tinggi dari titik didih campuran dari cuplikan yang mempunyai
titik didih yang paling tinggi.
3. Kolom
Kolom merupakan tempat dimana proses kromatografi dasar berlangsung. Kolom
memiliki panjang 1 m sampai 3 m dengan diameter antara 0,3 mm hingga 5 mm.
Di dalam kolom terdapat padatan pendukung yang berfungsi untuk mengikat fasa
diam. Di dalam kromatografi gas fasa diam berupa cairan. Pada fasa cairan inilah
pemisahan komponen-komponen dari cuplikan terjadi. Suhu dalam kolom juga
diatur yaitu di atas titik lebur dari fasa cair tetapi di bawah suhu maksimum yang
diperbolehkan dari fasa cair.
4. Detektor
Komponen-komponen yang terpisahkan di dalam kolom kemudian dirubah
menjadi sinyal-sinyal listrik. Kuat lemahnya sinyal bergantung pada laju aliran
massa sampel dan bukan pada konsentrasi sampel gas penunjang. Detektor harus
terletak dekat kolom baik untuk menghindarkan kondensasi cairan maupun
dekomposisi sampel sebelum mencapai detektor. (Sastrohamidjojo, 1984)
33
BAB 3
3.2. Alat-alat
3.1 Bahan-bahan
Proses pemurnian gliserol pada prinsipnya dilakukan dengan cara ekstraksi asam dan basa
sehingga gliserol kasar yang mengandung sabun dapat diuraikan menjadi asam-asam
lemak dengan asidifikasi dengan asam sulfat atau posfat dan penambahan basa untuk
menetralisasi kelebihan asam (lihat skema penelitian hal 27)
Ditimbang 5,6108 gram KOH, kemudian dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 1L
sampai garis tanda dan dikocok sampai homogen, lalu di standarisasi.
Ditimbang 0,1 gram Kalium Hidrogen Ptalat (KHP), lalu ditambahkan 50 mL akuades.
Ditambahkan 3 tetes indikator fenoftalein lalu dititrasi dengan larutan yang telah dibuat
Perhitungan:
4,891 x gram KHP
N KOH
mL KOH
Ditimbang 1,0019 gram fenoftalein dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL,
kemudian ditambahkan 100 mL etanol absolute 95% dan diaduk sampai homogen
36
Disiapkan 500 mL etanol teknis, ditambahkan 5 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi
dengan larutan KOH 0,1N sehingga larutan berwarna merah muda
- 200 gram gliserol kasar yang telah dipisahkan metanolnya ditimbang dalam gelas
beaker kemudian ditambahkan 300 mL akuades, aduk dengan pengaduk magnetik
tanpa panas
- Diatur pH = 2 dengan menggunakan asam fosfat 85% (setetes demi setetes)
sambil terus diaduk kemudian didiamkan salama 30-45 menit lalu disaring
- Filtrat dinetralisasi dengan NaOH 30% sampai pH = 7
- Diuapkan air dengan rotarievaporator (vakum) pada suhu 100oC sampai airnya
habis
- Ditambahkan 80 mL metanol teknis yang telah didinginkan, biarkan pada suhu
ruang selama 30 menit, lalu dinginkan di dalam kulkas selama 30 menit
- Saring dengan kertas saring whatman yang telah ditimbang, bilas dengan metanol
dingin
37
Sebanyak 0,005 gram sampel dimasukkan dalam tabung reaksi bertutup. Ditambahkan
100 µL n-metil-n-(trimetilsilil)trifloroasetamida (MSTFA) dan 0,1 mL tetrahidrofuran
kemudian ditambahkan 100 µL internal standard trikaprin. Campuran dikocok vorteks
kemudian dibiarkan selama 10 menit di tempat yang tidak terdapat cahaya. Kemudian
ditambahkan 2,5 mL heptan p.a, dikocok lalu didiamkan hingga terbentuk dua lapisan.
Diambil 1 µL lapisan atas dengan menggunakan syringe kemudian diinjeksikan ke dalam
kromatograf gas dan diperoleh data
Kadar asam lemak bebas yang terkandung dari sample dihitung berdasarkan persamaan
berikut:
Sebanyak 10,0000 gram sampel dan duplikatnya ditimbang dalam cawan penguap yang
telah di panaskan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 60 menit dan didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang berat kosongnya. Kemudian sampel
dalam cawan tersebut dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 oC selama ± 3 jam lalu
didinginkan di dalam desikator yang berisi silica gel selama 30 menit dan ditimbang
beratnya sampai menunjukkan angka timbangan yang konstan
Kadar air dari sample dihitung dengan persamaan berikut:
Sebanyak 10,0000 gram sampel dan duplikatnya ditimbang dalam cawan penguap yang
telah di panaskan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 60 menit dan didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang berat kosongnya. Sampel dipanaskan
diatas hotplate sampai semua airnya habis. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam oven
tanur pada suhu 550-650 oC selama 3 jam lalu didinginkan dan dimasukkan ke dalam
desikator selama 30 menit. Ditimbang beratnya sampai menunjukkan angka timbangan
yang kostan.
39
Residu gliserol
Crude gliserol
40
Air Ekstrak
Gliserol Metanol
0,0050g sampel
Lapisan Lapisan
Atas Bawah
Hasil
42
1g sampel
Larutan Sampel
Hasil
43
10 g sampel
Hasil
44
10 g sampel
Hasil
sampel
Hasil
45
BAB IV
4.1. Hasil
Data hasil analisa pengaruh jenis asam dan pH terhadap pemurnian residu gliserol
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Hasil Analisa Kadar Gliserol dengan Variasi Jenis Asam dan pH
terhadap Produk Pemurnian Gliserol
Kadar Gliserol (%)
No Jenis Asam pH
A B rata-rata
2 85.0788 86.767 85.9229
1 H2SO4 3 88.1509 87.9590 88.0549
4 88.3381 87.2689 87.8035
2 77.2414 79.0245 78.1329
2 H3PO4 3 89.2446 90.9601 90.1023
4 84.652 86.1854 85.4187
Tabel 4.2 Data Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas dengan Variasi Jenis
Asam dan pH terhadap Produk Pemurnian Gliserol
Tabel 4.3 Data Hasil Analisa Kadar Air dengan Variasi Jenis Asam dan pH
terhadap Produk Pemurnian Gliserol
Tabel 4.4 Data Hasil Analisa Kadar Abu dengan Variasi Jenis Asam dan pH
terhadap Produk Pemurnian Gliserol
Tabel 4.5 Data Hasil Analisa Densitas dengan Variasi Jenis Asam dan pH terhadap
Produk Pemurnian Gliserol
Densitas
No Jenis Asam pH
A B rata-
1 2 1 2 rata
Tabel 4.6 Data % Hasil Akhir Produk (Yield) dengan Variasi Jenis Asam dan pH
terhadap Produk Pemurnian Gliserol
Adapun data hasil analisa pengaruh jenis asam dan pH terhadap pemurnian gliserol juga
dapat dibuat dalam bentuk kurva sebagai berikut:
90
88
Kadar Gliserol (%)
86
84 H2SO4
82 H3PO4
80
78
76
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
pH
Gambar 4.1 Kurva Pengaruh Variasi Jenis Asam dan pH terhadap Kadar Gliserol
Produk Pemurnian Gliserol
5
4.5
4
Kadar ALB (%)
3.5
3
H2SO4
2.5
H3PO4
2
1.5
1
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
pH
Gambar 4.2 Kurva Pengaruh Variasi Jenis Asam dan pH terhadap Kadar ALB
Produk Pemurnian Gliserol
45
9
8
7
Kadar Air (%)
6
5 H2SO4
4 H3PO4
3
2
1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
pH
Gambar 4.3 Kurva Pengaruh Variasi Jenis Asam dan pH terhadap Kadar Air
Produk Pemurnian Gliserol
5
Kadar Abu (%)
4
H2SO4
3
H3PO4
2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
pH
Gambar 4.4 Kurva Pengaruh Variasi Jenis Asam dan pH terhadap Kadar Abu
Produk Pemurnian Gliserol
46
1.31
1.3
1.29
Densitas (gr/ml)
1.28
1.27 H2SO4
1.26 H3PO4
1.25
1.24
1.23
1.22
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
pH
Gambar 4.5 Kurva Pengaruh Variasi Jenis Asam dan pH terhadap Densitas Produk
Pemurnian Gliserol
48
47
46
45
Yield (%)
44 H2SO4
43 H3PO4
42
41
40
39
0 1 2 3 4 5
pH
Gambar 4.5 Kurva Pengaruh Variasi Jenis Asam dan pH terhadap Hasil Akhir
(yield) Produk Pemurnian Gliserol
Dari hasil penelitian yang diperoleh (seperti tertera diatas), diketahui bahwa jenis asam
dan pH sangat berpengaruh terhadap pemurnian gliserol dari hasil samping pabrik
biodiesel. Dari tabel 4.1 di atas diketahui bahwa penggunaan asam posfat dapat
47
menghasilkan kualitas dan kuantitas produk yang lebih tinggi daripada penggunaan asam
sulfat. Berarti efektifitas dan efisiensi asam posfat sebagai zat pengadifikasi lebih baik
daripada asam sulfat. Hal ini disebabkan sifat triprotik asam posfat dengan kemampuan
mengikat lemak lebih tinggi sedangkan asam sulfat yang bersifat diprotik lebih
cenderung bersifat sebagai zat dehidrator yang kuat.
Dari faktor jumlah katalis, sesuai dengan tabel diatas, secara umum dapat
disimpulkan bahwa besarnya pH berbanding lurus dengan kualitas dan kuantitas produk
yang dihasilkan, yaitu semakin tinggi pH yang digunakan maka semakin baik proses
asidifikasi yang menyebabkan semakin besar proses penguraian gliserol kasarl menjadi
asam-asam lemaknya, artinya gliserol kasar yang mengandung sabun dan sisa katalis
membentuk suatu campuran kental seperti emulsi yang menjerap gliserol dimana
campuran emulsi ini perlu untuk dipecah dimana untuk memecah emulsi ini dilakukan
proses asidifikasi (pengasaman) yang bertujuan untuk menguraikan sabun menjadi asam-
asam lemaknya sehingga gliserol dengan sendirinya akan mudah terpisah sehingga lebih
mudah untuk dimurnikan.
Dari hasil penelitian seperti yang terangkum pada tabel 4.1-4.5 diatas, diketahui
bahwa asam yang paling baik dan paling sesuai digunakan untuk pemurnian gliserol dari
hasil samping pabrik biodiesel adalah jenis asam posfat 87% dengan pH=3 yang
menghasilkan produk optimum dengan kadar gliserol 89,2446 % b/b, kadar ALB 2,6347
% b/b, kadar air 4,4717 % b/b, kadar abu 5,4667% b/b, densitas sebesar 1,3030 gr/mL,
dan hasil akhir 47,58%
4.2. Pembahasan
Penghilangan metanol dari residu gliserol menjadi gliserol kasar dengan metode
destilasi akan diperoleh metanol destilat dengan kadar 28,23%.
Gliserol kasar kemudian dimurnikan dengan mengasidifikasi dengan asam dimana dari
kedua jenis asam yang digunakan ternyata dengan kadar pH yang sama, H3PO4 mampu
48
Kemudian pada proses pemurnian dilakukan proses asidifikasi dan penurunan pH,
yang digambarkan seperti reaksi:
Berdasarkan reaksi diatas, sabun yang direaksikan dengan asam (asidifikasi) akan
terpecah kembali menjadi asam-asam lemaknya dan akan menghasilkan garam kalium
posfat jika menggunakan asam posfat dan akan menghasilkan kalium sulfat jika
menggunakan asam sulfat.
50
Dari 200 gram bahan baku awal (crude gliserol) yang digunakan akan diperoleh
hasil (yield produk) yang bervariasi, seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.6 Ini terjadi
karena adanya penggunaan jenis asam yang berbeda dan juga variasi penggunaan pH. Hal
ini dikarenakan adanya pengaruh pada proses asidifikasi dimana semakin besar terurainya
emulsi sabun menjadi asam lemak maka semakin besar pula yield yang diperoleh karena
gliserol yang terjerap dapat dengan mudah terpisah.
Pada dasarnya semakin rendah pH (kadar asam tinggi) maka akan lebih baik
karena proses asidifikasi emulsi menjadi asam lemak semakin besar sehingga dihasilkan
hasil yang lebih baik. Akan tetapi, masalah kemudian timbul yaitu terjadi asidifikasi yang
berlebih. Hal ini dapat menimbulkan stratum antara lemak dan lapisan gliserol yang
mengandung garam yang tidak akan bias mengendap. Oleh karena itu, pada pH 3 kadar
gliserol akan menunjukkan hasil yang optimum dimana pada pH 2 terjadi asidifikasi yang
berlebih dan pada pH 4 terjadi asidifikasi yang tidak sempurna. (Anonymous V, 2006)
Pada hasil analisa menunjukkan bahwa pengaruh jenis asam dan pH pada proses
pemurnian gliserol sangat nyata. Kadar gliserol dan yield mencapai hasil yang optimum
51
pada pH 3, dimana seperti yang telah dijelaskan bahwa pada pH 2 tejadi asidifikasi yang
berlebih sedangkan pada pH 4 terjadi asidifikasi yang belum sempurna.
Kadar Asam lemak bebas menunjukkan semakin menurunnya kadar asam lemak
bebas dengan semakin meningkatnya pH. Penurunan asam lemak bebas ini terjadi karena
semakin rendah jumlah asam yang digunakan, maka proses asidifikasi semakin rendah,
sehingga menyebabkan ikatan sabun yang terurai menjadi asam lemaknya lebih sedikit.
Pengaruh jenis asam dan pH pada proses pemurnian gliserol juga sangat
berpengaruh pada analisa kadar air dan kadar abu. Pada kadar air, dengan menggunakan
asam sulfat, kadar air akan menurun dengan meningkatnya pH. Hal ini dikarenakan asam
sulfat memiliki sifat selain sebagai oksidator tetapi juga merupakan dehidrator yang kuat
sehingga dalam reaksinya ia mampu menghasilkan banyak air. Semakin tinggi pH maka
semakin rendah kadar airnya karena asam yang digunakan semakin sedikit.
Pada hasil analisa kadar abu, menunjukkan bahwa kadar abu akan semakin tinggi
dengan meningkatnya pH. Hal ini dikarenakan semakin rendah pH maka semakin baik
proses penguraian sabun menjadi asam lemak sehingga sisa-sisa logam pun akan lebih
rendah.
Pada hasil analisa densitas, penggunaan asam posfat menunjukkan densitas yang
lebih besar daripada dengan penggunaan asam sulfat. Hal ini dipengaruhi oleh kadar air
yang terkandung di dalam produk. Semakin tinggi kadar air maka semakin rendah
densitasnya. Hasil pemurnian gliserol dengan menggunakan asam sulfat akan cenderung
menghasilkan gliserol p.a 87% karena densitasnya yang lebih rendah sedangkan hasil
pemurnian gliserol yang menggunakan asam posfat akan cenderung menghasilkan
gliserol teknis yang densitasnya lebih besar (lebih kental).
52
BAB 5
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
1. Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap proses pemurnian gliserol
kasar sehingga dapat diperoleh gliserol dengan kualitas dan kuantitas yang optimum.
2. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk menganalisa kadar sabun, keasaman,
kadar klorida dan fosfatida, kadar warna dan viskositas pada hasil pemurnian residu
gliserol dari pabrik biodiesel.
53
Kadar Endapan
No Jenis Asam pH
A B rata-rata
2 178.96 165.64 172.3
1 H2SO4 3 175.26 163.26 169.26
4 159.9 149.78 154.84
2 223.47 219.97 221.72
2 H3PO4 3 215.45 211.43 213.44
4 208.93 207.5 208.215