You are on page 1of 5

Kebijakan Pemerintah yang Dinilai Kurang Pro-Rakyat

Berikut ini adalah bagaimana kita menyikapi bagaimana kebijakan


tersebut diberlakukan dan dampaknya dari berbagai aspek, seringkali bila
dinilai dari masyarakat tentu hal itu bisa saja merugikan banyak kalangan
namun dilihat dari sudut pemerintah hal tersebut menguntungkan dalam
meningkatkan mutu hidup yang merata dan nantinya juga berimbas kepada
masyarakat itu sendiri. Contohnya saat mendengar tentang kebijakan yang
diberlakukan bagi serbuan produk cina dan hanya yang terdaftar saja yang
bisa masuk dalam Indonesia. melihat sekilas hal ini tidak berdampak apa-apa
bagi dan justru menguntungkan karena sebagian orang menilai produk
tersebut mengandung bahan-bahan berbahaya dan hanya berupa barang
buangan dari negeri bambu tersebut, namun bagi pedagang yang tidak tahu
apa-apa mereka justru harus mencari lapangan pekerjaan baru karena modal
yang diperoleh sejak awal memang bersifat ilegal.

Memang dalam seluruh keputusan tidak semua masalah dapat teratasi


dengan baik namun diharapkan dapat meminimalisir dan menawarkan
beberapa solusi bagi mayoritas masyarakat. Berikut ini adalah beberapa
kebijakan yang sering mengalami kontra oleh masyarakat tetapi memiliki sisi
pengaruh yang cukup baik dalam perkembangannya, antara lain ialah:

•Kebijakan Tarif Dasar Listrik

Keadaan sektor listrik yang cukup mengkhawatirkan saat ini


mengundang pemerintah turut campur dalam penanganannya, hal ini
dibuktikan dengan adanya kebijakan untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik
(TDL) pada pelanggan yang berdaya 1300 VA ke atas.

Alasan pemerintah memberlakukan kebijakan ini karena beban


operasional PLN makin berat dan subsidi listrik yang didapat dari PLN dari
pemerintah tidak bertambah sehingga harga listrik dipandang belum
mencapai harga perekonomian yang sebenarnya. Selain itu alasan lain ialah
guna menutup kekurangan subsidi listrik yang mencapai 60 triliun, padahal
tanggal 8 maret 2010 lalu menteri keuangan saat itu Sri Mulyani menuturkan
bahwa alasan kenaikan tersebut dikarenakan pemerintah menaikkan marjin
keuntungan PT PLN dari 5% menjadi 8%.
(http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2010/03/09/brk,20
100309-231149,id.html)

Perincian kenaikan TDL sendiri ialah sebagai berikut:

1.Sosial, naik rata-rata 10%

2.Rumah Tangga, naik rata-rata 18%


3.Bisnis, naik rata-rata 16%

4.Industri, naik rata-rata 6% - 12%

5.Bangunan Pemerintah, naik rata-rata 15% - 18%

6.Traksi, curah, dan layanan khusus, naik rata-rata 9% - 20%

Hal diatas tersebut sesuai dengan yang telah disampaikan pemerintah


diwakili menteri ESDM serta diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 07
tahun 2010 tanggal 30 Juni 2010 tentang tarif Tenaga Listrik yang disediakan
oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara. hal ini
baru berlaku mulai Juli 2010 dan sudah mendapat persetujuan DPR dalam
Rapat Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Komisi VII
DPR RI pada tanggal 15 Juni 2010.

Masyarakat awalnya menganggap keputusan sepihak pemerintah ini


sebagai "serangan fajar" yang datang tiba-tiba tanpa kesiapan yang matang
terlebih dahulu, hal itu juga dituturkan oleh sebagian orang yang bisa
dikatakan berada pada kalangan menengah ke bawah. Mereka berpendapat
bahwa kenaikan ini tentu saja memberatkan mereka karena selain listrik naik
mereka juga harus menyisihkan dana lebih dalam memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari karena tentu saja tidak mungkin pada jaman modern
seperti ini untuk memasang daya berkisar antara 450 - 900 VA, meskipun
ingin memasangnya PLN seperti mempersulit prosedur dengan adanya
pungutan atau uang jalan dari pihak-pihak tertentu.

Dampaknya sendir dapat kita rasakan dalam berbagai aspek namun


tidak melulu hanya berbau negatif dan bersifat merugikan saja tetapi ada
kalannya kenaikan ini justru memicu masyarakat agar dapat berpikir lebih
maju dengan segala keterbatasannya. berikut ini beberapa akibat yang dapat
dirasakan:

7.kenaikan harga kebutuhan pokok yang melonjak drastis.

8.melemahnya daya saing IKM (Industri Kecil Menengah) dan UKM (Usaha
Kecil Menengah) karena biaya produksi yang semakin tinggi.

9.Terjadi lonjakan pengangguran untuk mengurangi hambatan biaya


produksi.

10.Adanya kesadaran pengurangan pemakaian listrik secara berlebihan


dari masyarakat, sehingga hal tersebut dinilai lebih ramah lingkungan.

11.Beberapa masyarakat menjadi kreatif untuk menciptakan sumber


penghasil listrik yang lain, seperti mulai adanya pembangkit listrik
tenaga surya atau yang lebih dikenal dengan cell surya dalam lingkup
perumahan serta pembangunan pembangkit listrik tenaga air dengan
memanfaatkan derasnya air terjun atau lainnya.

Tentu peran pemerintah tidak hanya berhenti sampai disini saja tapi dapat
berusaha menemukan sumber energi lain yang bisa digunakan dalam lingkup
yang lebih luas. Harapan masyarakat setelah hal ini diberlakukan ialah
sebaiknya pada beberapa wilayah tidak langsung diterapkan secara
gamblang namun bertahap setidaknya minimal 2 kali, lalu PLN yang memiliki
fungsi utama menyalurkan energi tersebut juga sebaiknya tidak terlalu sering
melakukan pemadaman tanpa alasan yang jelas atau tidak adanya
pemberitahuan lebih dulu.

Setelah ini masyarakat hanya harus lebih bisa menghemat berbagai energi
yang sifatnya sulit diperbaharui dengan hati-hati mengingat saat ini
maraknya aksi penerapan hemat energi atau go green agar kita melihat
lingkungan yang lebih ramah dan terbebas dari polusi.

•Kebijakan Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji

Berdalih pada kelangkaan minyak tanah saat ini, pemerintah mulai


mencanangkan sebuah kebijakan baru yang tidak kalah hebohnya dengan
bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Kali ini pemerintah berniat
untuk mengubah kebiasaan masyarakat dalam hal memakai minyak tanah
sehari-hari untuk memasak digantikan dengan tabung gas elpiji. Dengan
tujuan tersebut, awalnya pemerintah membagikan secara cuma-cuma
beberapa alat guna melengkapi kebutuhan masyarakat, diantaranya ialah
kompor, tabung gas elpiji, dan alat lain yang menunjang kebijakan tersebut.
Namun dalam beberapa waktu, hal ini mulai dipertanyakan kualitas dan
asuransi yang dijamin bilamana terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Memberikan sosialisasipun berjalan dalam jangka waktu yang lama


dan sepertinya cukup efektif karena kebanyakan orang mulai beralih
memakai tabung gas dan mulai memahami bagaimana cara
pengoperasiannya. Akibat yang ditimbulkan pun beraneka ragam,
diantaranya:

12.Masih banyaknya masyarakat yang masih bingung tentang bagaimana


pengoperasian tabung gas.

13.Para penjual minyak tanah mendadak sepi dan kurang diminati lagi.

14.Permintaan elpiji yang menigkat dari tahun ke tahun.

15.Masyarakat mulai belajar untuk memakai sumber bahan bakar selain


minyak tanah.
16.Adanya solusi bagi pemerintah maupun masyarakat untuk menghemat
anggaran.

17.banyaknya sumber energi yang dapat ditemukan.

Hal ini menunjukkan tidak semua kebijakan yang awalnya membuat resah
menjadi sangat merugikan namun dapat diperoleh sisi baik juga. Sementara
pemerintah sudah mencanangkan kebijakan tersebut, masyarakat memiliki
solusi atau harapa tentang bagaimana kedepannya nanti, yaitu:

18.Sosialisasi dari pemerintah dapat diteruskan sampai ke daerah-daerah


terpencil.

19.Lebih mudah didapat dan murahnya tabung elpiji yang dijual sehingga
kebijakan konversi dapat menguntungkan kedua pihak.

20.Tidak adanya tabung gas yang mengalami kebocoran sehingga mampu


meminimalisir korban akibat ledakan tabung gas.

Saat inipun badan-badan yang digawangi oleh pemerintah sedang berusaha


membuat alternatif sumber bahan bakar yang melimpah yaitu batu bara
putih, konon batu bara putih di Indonesia dapat bertahan sekitar 100 tahun
kedepan sehingga sedikit melegakan tentang kelangkaan dalam jangka
waktu lama.

•Kebijakan Raskin (Beras Miskin)

Kurangnya sektor lahan pertanian mengakibatkan pemerintah harus


mengimpor beras dari tempat lain, hal ini demi mengurangi tingginya harga
beras yang masih stabil. Selain itu tidak semua beras tersebut memiliki
kualitas yang cukup baik, jadi diharapkan masyarakat dapat memilah-milah
sendiri. Tentang alasan pemerintah membuat kebijakan ini cukuplah
sederhana, menilai bahwa kebutuhan pangan cukup tinggi dan tidak semua
lapisan masyarakat dapat memenuhi hal itu maka beras bagi rakyat miskin
adalah solusi yang setidaknya dapat dilakukan dalam jangka waktu dekat ini.

Di tahun 2010 pemerintah melakukan revisi tentang kebijakan ini,


yaitu:

21.Angka Rumah Tangga Sasaran (RTS) dari sekitar 18,5 juta menjadi
17,7 juta RTS.

22.Alokasi raskin dari 15 kilogram/bulan menjadi 13 kilogram/bulan.

Mungkin saja pemerintah menilai sebagian masyarakat sudah terlepas dari


kemiskinan dan bisa memiliki taraf hidup yang lebih baik, tentu saja itu
berarti program ini cukup berhasil mengingat anggaran yang dikeluarkan
pemerintah cenderung berkurang dengan pengurangan RTS sehingga dapat
dialokasikan pada hal lain. Padahal sosialisasi serta pelaksanaan tahun lalu
kurang begitu baik, hal itu dikarenakan durasi yang tidak konsisten dalam
penyalurannya dikarenakan jumlah RTS yang tidak konsisten sehingga
sasaran tujuan yang diharapkan tidak tercapai.

Tidak terlepas dari pro-kontra, kebijakan ini memiliki keduanya yang


pada nantinya berfungsi sebagai penilai apakah kebijakan tersebut
hendaknya direvisi atau dihentikan saja. Hal ini dilihat dari berbagai
pendapat masyarakat:

23.Bagi masyarakat papua dan maluku yang mengkonsumsi sagu dan ubi-
ubian selama berabad-abad tentu sulit untuk menerima kebijakan ini
sebab ada banyak tari-tarian dan ritual adat yang menggunakan bahan
makanan pokok tradisional tersebut.

24.Beberapa beras yang dikelola dengan tidak baik malah menimbulkan


masalah bagi penerima subsidi, seperti mutu beras yang kurang baik
membuat penyakit bagi penerima raskin.

25.Kebutuhan masyarakat akan pangan menjadi lebih terpenuhi.

26.Berkurangnya gizi buruk di Indonesia seiring kebijakan ini


diberlakukan.

Pendapat inilah yang kemudian menjadi PR bagi pemerintah dalam


menentukan tujuan kebijakan apakah menuju ke arah yang lebih baik atau
hanya menyusahkan saja.

Terlepas dari semua itu, hal yang dapat dijadikan solusi ialah
menumbuhkan kembali sektor pertanian pada daerah-daerah yang justru
membutuhkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri
dan dapat dikelola dengan baik.

You might also like