Professional Documents
Culture Documents
Trauma Pelvis
• Merupakan 5 % dari seluruh fraktur
• 2/3 trauma pelvis terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
• 10% diantaranya disertai trauma pada alat – alat dalam rongga panggul seperti
uretra, buli – buli, rektum serta pembuluh darah
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar
atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan
osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas:
o Kompresi anteroposterior
Hal ini biasanya akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan
kendaraan. Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan
mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut
sebagai open book injury.
o Kompresi lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal
ini terjadi apabila ada trauma samping karena kecalakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua
sisinya mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi
sakroiliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi
yang sama.
o Trauma vertikal
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai
fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakroiliaka pada sisi yang sama. Hal ini
terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai
o Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas
Dalam menilai klasifikasi maka yang paling penting adalah stabilitas panggul
apakah bersifat stabil atau tidak stabil, karena hal ini penting dalam
penanggulangan serta prognosis.
Anamnesis:
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
Pemeriksaan klinik:
a. Keadaan umum
- Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
- Lakukan survei kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
- Pemeriksaan nyeri:
Tekanan dari samping cincin panggul
Tarikan pada cincin panggul
- Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan, pembengkakan
dan deformitas
- Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus
dan simfisis pubis
- Pemeriksaan colok dubur
Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat
berdiri, serta juga tidak dapat kencing. Kadang – kadang terdapat darah di meatus
eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan jika
menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan sangat nyeri.
TRAUMA URETHRA
Trauma urethra biasanya terjadi pada pria dan jarang terjadi pada wanita. Sering ada
hubungan dengan fraktur pelvis dan straddle injury. Urethra pria terdapat dua bagian
yaitu:
a. Anterior, terdiri dari: urethra pars glanularis, pars pendulans dan pars bulbosa
b. Posterior, terdiri dari pars membranacea dan pars prostatika
Secara klinis “keadaan bangun” dapat ditandai dengan kemampuan membuka mata, baik
secara spontan maupun setelah diberi ransangan, sedangkan indikator klinis dari “isi
kesadaran: adalah dari fungsi bicara dan bahasanya. Akan tetapi, gangguan kesadaran
lebih ditekankan pada gangguan terhadap keadaan bangun.
Maruzzi dan Maquon pada tahun 1940 menemukan struktur anatomi yang bertanggung
jawab terhadap sistem kesadaran. Bangunan tersebut terletak dibagian tengah batang otak
dan memanjang ke hipotalamus dan talamus yang disebut dengan “Ascending Reticular
Activating System” / ARAS atau lebih sering disebut Formatio Reticularis.
Arousal merupakan hasil interaksi timbal balik dari ARAS dengan korteks bilateral.
ARAS terdapat mulai dari medula oblongata sampai hipotalamus. Fungsi ARAS adalah
meransang korteks untuk tetap terjaga (arousal). Hal tersebut tercermin dari pemeriksaan
bila:
1. Bila ditusuk jarum maka mata terbuka
2. Refleks kornea menimbulkan reaksi pupil
3. Pergerakan bola mata (spontan dan refleks)
4. Keadaan terjaga dan tidur
Koma diensefalik
1. Lesi infratentorial
Pada umunya berbentuk proses desak ruang (PDR) atau space occupying process
(SOP), misalnya gangguan peredaran darah otak (GPDO / stroke) dalam bentuk
perdarahan, neoplasma, abses, edema otak, dan hidrosefalus obstrukstif. PDR
mengakibatkan peningkatan TIK dan terjadi penekanan formatio retikularis
dimesensefalon dan diensefalon (herniasi otak).
2. Herniasi sentral
Disebabkan peningkatan TIK secara menyeluruh. Terjadi herniasi otak melalui
tentorium serebelli secara simetris. Penyebab tersering: perdarahna talamus,
edema otak akut, dan hidrosefalus obstruktif akut.
3. Herniasi unkus
Merupakan herniasi lobus temporalis bagian mesensial terutama unkus. Herniasi
disebabkan oleh kompresi rostrokaudal progresif melalui emapat tahap yaitu:
a. Penekanan terhadap diensefalon dan nukleus hipotalamus
b. Penekanan mesensefalon sehinga mengakibatkan N.III ispilateral akan
terjepit diantara arteri serebri posterior dan arteri serebelli superior
sehingga terjadi oftalmoplegi ipsilateral.
c. Pons akan tertekan dilanjutkan dengan penekanan terhadap medula
oblongata
d. Tahap agonia
Faktor penyebab: GPDO, neoplasma, abses dan edema otak.
4. Herniasi cinguli
Terjadi dibawah fakls serebri yang disebabkan oleh penekanan dari satu sisi
hemisfer otak. Akibatnya, sistem arteri dan vena serebri tertekan sehingga
mengganggu lobus frontalis bagian puncak dan medial. Keadaan ini akan
menimbulkan inkontinensia urin dan alvi serta gejala gegenhalten dan
negativisme motorik atau paratonia (setiap ransangan akan timbul gerakan
melawan secar reflektorik).
5. Lesi infratentorial
Meliputi dua macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii
posterior) yaitu pertama, proses diluar batang otak atau serebellum yang
mendesak sistem retikularis, dan yang kedua merupakan proses didalam batang
otak yang secara langsung mendesak dan merusak sistem retikularis batang otak.
Proses yang timbul berupa:
a. Penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon (formatio
retikularis).
b. Herniasi serebellum dan batang otak ke rostral melewati tentorium
serebelli yang kemudian menekan formatio retikularis di mesensefalon.
c. Herniasi tonsilo-serebellum kebawah melalui foramen magnum dan
sekaligus menekan medulla oblongata.
Penyebab: GPDO di batang otak atau serebellum, neoplasma, abses, atau edema
otak.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini
adalah: l ka bakar kimia (luka bakar kerena alkali/basa dan luka bakar asam)
2. Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan "gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien
memerlukan penegakan diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan
dalam waktu satu atau beberapa jam.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah:
a.Laserasi kelopak mata
b. Konjungtivitis gonorhoe
c.Erosi kornea
d. Laserasi kornea
e.Benda asing di kornea
f. Descemetokel
g. Tukak kornea
Tukak atau ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea
akibat kematian jaringan kornea.
h. Hifema
Hifema atau timbunan darah di dalam bilik mata depan. Terjadi akibat
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
i. Skleritis (peradangan pada sklera)
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata. Sklera bersama dengan jaringan uvea dan retina berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung bola mata.
j. Iridosiklitis akut
k. Endoftalmitis
Endoftalmitis merupakan infeksi intraokular yang umumnya melibatkan
seluruh jaringan segmen anterior dan posterior mata. Umumnya didahului
oleh trauma tembus pada bola mata, ulkus kornea perforasi, riwayat operasi
intraokuler (misalnya: ekstraksi katarak, operasi filtrasi, vitrektomi). Gejala
klinis endoftalmitis adalah penurunan tajam penglihatan (visus menurun),
mata merah, bengkak, nyeri.
l. Glaukoma kongestif
m. Glaukoma sekunder
Ablasi retina (retinal detachment)Yaitu suatu keadaan terpisahnya (separasi)
sel kerucut dan batang atau lapisan sensorik retina dengan sel epitel pigmen
(retinal pigment epithelium atau RPE).
n. Selulitis orbita
o. Trauma tumpul mata
p. Trauma tembus mata
q. Trauma radiasi
3. Semi Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan "semi gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien
memerlukan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa hari
atau minggu.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah:
1. Defisiensi (kekurangan) vitamin A
Sinonim (nama lain) untuk kondisi ini adalah: vitaminosis A, hypovitaminosis
A.
2. Trakoma yang disertai dengan entropion.
3. Entropion adalah keadaan kelopak mata yang terbalik atau membalik ke
dalam tepi jaringan, terutama tepi kelopak bawah. Namun pada trakoma,
entropion terdapat pada kelopak atas.
4. Oftalmia simpatika
Yaitu peradangan granulomatosa yang khas pada jaringan uvea, bersifat
bilateral, dan didahului oleh trauma tembus mata yang biasanya mengenai
badan siliar, bagian uvea lainnya, atau akibat adanya benda asing dalam mata.
5. Katarak kongenital
Yaitu kekeruhan lensa mata yang timbul sejak lahir, dan merupakan salah satu
penyebab kebutaan pada anak yang cukup sering dijumpai. Gejalanya:
leukokoria (bercak putih), fotofobia (silau, dapat disertai atau tanpa rasa
sakit), strabismus (juling), nystagmus (pergerakan bola mata yang involunter.
Involunter maksudnya: tanpa sengaja, diluar kemauan; dapat teratur, bolak-
balik, dan tidak terkendali).
6. Glaukoma kongenital
7. Glaukoma simpleks
8. Perdarahan badan kaca
9. Retinoblastoma (tumor ganas retina)
Yaitu jenis tumor ganas mata yang berasal dari neuroretina (sel kerucut dan
batang).
10. Neuritis optika / papilitis
11. Eksoftalmus (bola mata menonjol keluar) atau lagoftalmus (kelopak mata
tidak dapat menutup sempurna).
12. Tumor intraorbita
13. Perdarahan retrobulbar
TRAUMA ORBITA
1. Trauma tumpul pada mata
Dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak keras, dimana benda
tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) atau lambat
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata
maka akan terlihat tanda – tanda trauma bola mata tembus:
a. Tajam penglihatan yang menurun
b. Tekanan bola mata rendah
c. Bilik mata dangkal
d. Bentuk dan letak pupil yang berubah
e. Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera
f. Terdapat jaringan yang diprolaps seperti cairan mata, iris, lensa dan badan
kaca atau retina
g. Konjungtiva kemotis
3. Trauma kimia
a. Trauma Asam
Bahan asam yang merusak mata terutama bahan anorganik, organik
(asetat,forniat) dan organik anhidrat. Bila asam mengenai mata maka akan
segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan protein permukaan
sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka akan bersifat destruktif seperti
trauma alkali. Biasanya akan terjadi kerusakan di daerah superfisial saja.
Bahan asam dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi terhadap trauma
basa sehingga kerusakan yang diakibatkannya lebih dalam.
b. Trauma Alkali
Trauma akibat bahan kimia alkali akan memberikan akibat yang sangat
gawat kepada mata. Alkali akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik
mata depan dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat
koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi.
Bahan akustik soda dapat menembus kedalam bilik mata dalam waktu 7
detik.
Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah
bertambah kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam
bola mata akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan
penderita.
4. Trauma radiasi
a. Sinar inframerah
b. Sinar ultraviolet
c. Sinar X dan terionisasi
HIFEMA
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat berkumpul di
bagiam bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang BMD.
Kadang – kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.
Pengobatan dengan merawat pasien di tempat tidur yang ditinggikan 30o pada kepala,
diberi koagulasi dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah dapat diberikan obat penenang.
Azetazolamid diberika bila terjadi Glaukoma.
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Parasintesis atau mengeluarkan darah dari bilik
mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda – tanda imbibisi
kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari
tidak terlihat tanda – tanda hifema akan berkurang.
Kadang – kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi
perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih
hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.
Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses
sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.
Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan
dapat menimbulkan ptisis bulbi dan kebutaan.