You are on page 1of 46

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kubis merupakan tanaman sayur famili Brassicaceae berupa tumbuhan

berbatang lunak yang dikenal sejak jaman purbakala (2500-2000 SM) dan

merupakan tanaman yang dipuja dan dimuliakan masyarakat Yunani Kuno.

Mulanya kubis merupakan tanaman pengganggu (gulma) yang tumbuh liar

disepanjang pantai laut Tengah, di karang-karang pantai Inggris, Denmark dan

pantai Barat Prancis sebelah Utara. Kubis mulai ditanam di kebun-kebun Eropa

kira-kira abad ke 9 dan dibawa ke Amerika oleh emigran Eropa serta ke Indonesia

abad ke 16 atau 17 (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Sayur kubis, disamping harganya relatif murah dari sudut gizi juga

memiliki kandungan zat gizi tinggi, seperti karbohidrat, gula, serat, protein dan

beberapa jenis vitamin diantaranya vitamin C, thiamin, riboflavin, niacin, vitamin

B-6, vitamin B5 dan folat serta beberapa jenis mineral seperti Ca, Fe, Mg, P, dan

K (USDA Nutrient Database, 2008 dalam andsgabe.blogspot.com, 2010).

Sampai saat ini kubis lebih banyak diolah dalam bentuk yang sederhana

seperti karedok, sayur, dan lalapan. Karena pengolahannya yang masih sederhana,

umur simpan produk olahan dari kubis masih sangat singkat. Untuk itu kubis

perlu diolah dengan cara yang lebih baik untuk memperpanjang umur simpannya

salah satunya diolah menjadi produk asinan sayur / sayur asin.

Produk sayur asin cukup dinikmati terbukti dari macam- macam jenisnya

yang tersedia di pasaran, baik pasar lokal maupun mancanegara. Di Indonesia

misalnya, asinan dari sayur banyak dijumpai terutama di Bogor dan ada juga di

1
pasar – pasar tradisional bahkan kini telah memasuki pasar swalayan besar

maupun kecil. Produk asinan dari sayur yang terdapat di daerah mancanegara

misalnya berupa kimchi dari Korea dan sauerkraut dari Jerman.

Di Jerman, sauerkraut dengan rasanya yang asam-asam segar disajikan

dengan hidangan utama makanan berupa sosis bratwurst atau roti (Devita Sari

dalam Detikfood, 2010). Sauerkraut merupakan produk hasil fermentasi sayur

kubis/kol yang memiliki karakteristik warna, tekstur, dan aroma khas yang

diperoleh dari proses fermentasi dengan cara mengiris – iris kubis dan dicampur

dengan larutan garam (Frazier dan Westhoff, 1988). Sama dengan produk sayur

asin lainnya, sauerkraut merupakan sayuran yang telah diberi asam, akan tetapi

asam nya diperoleh dari proses fermentasi sakarida (gula) yang terdapat dalam

bahan baku oleh bakteri asam laktat. Asam yang dihasilkan berkisar pada rentang

1,5 – 2,0 % pada akhir fermentasi dan diidentifikasi berupa asam laktat

(Desrosier, 1988).

Pada proses fermentasi, kondisi fermentasi harus diatur sedemikian rupa

sehingga mikroorganisme yang diinginkan dapat tumbuh dengan baik dan

mikroorganisme perusak dapat dihambat pertumbuhannya. Kondisi fermentasi

yang sangat berpengaruh antara lain antara lain pH, suhu, ketersediaan oksigen

dan kadar garam.

Dalam pembuatan produk asinan dari sayur (termasuk sauerkaraut)

penambahan garam merupakan bahan yang sangat penting karena mempengaruhi

kualitas sayur asin yang dihasilkan. Penambahan garam pada pembuatan sayur

asin dan produk fermentasi sayuran lain bertujuan untuk menarik air dari bahan

serta memecah jaringan sel sehingga nutrisi dalam bahan akan keluar yang

2
nantinya akan digunakan sebagai substrat bagi pertumbuahan bakteri. Garam

dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme tertentu. Mikroorganisme

pembusuk dan mikroorganisme pembentuk spora akan dihambat pertumbuhannya

oleh kadar garam 6%, sedangkan mikroorganisme patogen (Clotridium

botulinum) dapat dihambat pertumbuhannya oleh konsentasi garam 10% - 12%

(Buckle et al., 1987). Garam dalam proses fermentasi akan menghambat

pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan merangsang pertumbuhan bakteri

asam laktat (Pederson, 1971).

Oleh karena garam sangat berpengaruh terhadap kualitas produk yang

dihasilkan, penambahan konsentrasi garam dalam pembuatan sauerkraut harus

disesuaikan agar memperoleh karakteristik yang baik. Larutan garam yang

mengandung 5% - 15% garam (200 – 600 salometer) sesuai dengan perumbuhan

bakteri asam laktat tetapi tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme yang

tidak diinginkan (Laguna et al., 1977 dikutip Purtra 2004). Konsentrasi garam

kurang dari 5% akan mengakibatkan pelunakan, terutama pada kondisi fermentasi

yang menggunakan suhu tinggi (Prescott dan Dunn, 1982 dikutip Putra, 2004).

Sedangkan konsentrasi garam lebih dari 15% akan menurunkan produksi asam

dan pH asinan akan semakin tinggi melebihi 4,6 menyebabkan bakteri asam laktat

kurang dapat mengkonversi karbohidrat dan menyebabkan pertumbuhan khamir

(Etchells et al., 1975 dalam Carr et al., 1975 dikutip Putra, 2004).

I.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai

berikut : “ Bagaimana Kualitas Sauerkraut (sayur kubis asin) yang di Fermentasi

dengan Berbagai Konsentrasi Larutan Garam ?”

3
I.3. Maksud dan Tujuan Penulisan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui

kualitas Sauerkraut (sayur kubis asin) yang dibuat dengan berbagai konsentrasi

larutan garam

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan konsentrasi garam yang

tepat agar dapat menghasilkan Sauerkraut (sayur kubis asin) dengan kualitas yang

baik.

I.4. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai

proses pembuatan Sauerkraut (sayur kubis asin) dan kualitas Sauerkraut yang

dibuat dengan berbagai konsentrasi larutan garam khususnya bagi para peneliti

serta secara umum memberikan informasi tentang konsentrasi larutan garam yang

cocok untuk menghasilkan Sauerkraut dengan kualitas baik.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kubis

2.1.1. Botani Kubis dan Jenis – Jenis Kubis

Kubis merupakan tanaman sayur famili Brassicaceae berupa tumbuhan

berbatang lunak yang dikenal sejak jaman purbakala (2500-2000 SM) dan

merupakan tanaman yang dipuja dan dimuliakan masyarakat Yunani Kuno.

Mulanya kubis merupakan tanaman pengganggu (gulma) yang tumbuh liar

disepanjang pantai laut Tengah, di karang-karang pantai Inggris, Denmark dan

pantai Barat Prancis sebelah Utara. Kubis mulai ditanam di kebun-kebun Eropa

kira-kira abad ke 9 dan dibawa ke Amerika oleh emigran Eropa serta ke Indonesia

abad ke 16 atau 17. Pada awalnya kubis ditanam untuk diambil bijinya (Rubatzky

dan Yamaguchi, 1998).

Di Indonesia kubis banyak ditanam di dataran tinggi dengan sentra

terdapat di Dieng, Wonosobo, Tawangmangu, Kopeng, Salatiga, Bobot Sari,

Purbalingga, Malang, Brastagi, Argalingga, Tosari, Cipanas, Lembang, Garut,

Pengalengan dan beberapa daerah lain di Bali, Timor Timur, Nusa Tenggara

Timur dan Irian Jaya, tetapi beberapa varietas dapat ditanam di dataran rendah.

Gambar 1. Tanaman Kubis


Sumber: Dokumentasi Pribadi (2010)

5
Tanaman kubis dapat tumbuh optimal pada ketinggian 200-2000 m dpl.

Untuk varietas dataran tinggi, dapat tumbuh baik pada ketinggian 1000-2000 m

dpl. Suhu udara 10-240C dengan suhu optimum 170C merupakan suhu yang cocok

untuk pertumbuhan kubis . Untuk waktu singkat, kebanyakan varietas kubis tahan

dingin (minus 6-100C), tetapi untuk waktu lama, kubis akan rusak kecuali kubis

berdaun kecil , merupakan racun bagi akar-akar tanaman. Kandungan air tanah

yang baik adalah pada kandungan air tersedia, yaitu pF antara 2,5-4. Dengan

demikian lahan tanaman kol memerlukan pengairan yang cukup baik (irigasi

maupun drainase).

Berdasarkan klasifikasinya diantara jenis sayuran dalam kelompok

Brassica, kubis termasuk dalam Divisi Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae,

Kelas Dicotyledonae, Famili Cruciferae, Genus Brassica, dan Spesies Brassica

oleraceae. (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Bentuk B.oleracea yang

dibudidayakan yakni berupa : Brassica oleracea L.var.capitata L. (grup

Capitata ),Brassica oleracea L.var.costata DC. (grup Capitata), Brassica oleracea

L.var.botrytis L. (grup Botrytis), Brassica oleracea L.var.italica Plenck (grup

italica), Brassica oleracea L.var.gemmiferae Zenk. (grup Gemmiferae), Brassica

oleracea L.var.gongylodes L. (grup Gongylodes), Brassica oleracea

L.var.acephala DC. (grup Acephala), dan Brassica oleracea L.var.alboglabra

Bailey. (grup Alboglabra).

2.2.2. Budidaya dan Kriteria Panen Kubis

Berdasarkan klasifikasi jenis – jenis kubis yang telah dibuat pada sub bab

sebelumnya, maka kubis/ kol grup Capitata dapat dibedakan menjadi tiga jenis

6
yakni kubis putih, kubis merah, dan kubis savoy. Masing - masing jenis kubis/ kol

tersebut memiliki varietas tertentu yang dibudidayakan dengan umur panen yang

berbeda.(Cahyono dalam dimasadityaperdana.blogspot.com, 2009)

1. Kubis putih (B.o. var. capitata L. f.alba DC.)

a) Kubis kepala bulat: krop bulat dan kompak, ukuran daun kecil sampai

sedang, mempunyai daun luar berwarna hijau muda, memiliki teras atau hati

kecil dan mempunyai batang pendek. Beberapa varietas unggul kubis putih

kepala bulat:

 Globe Master: umur panen 75 hari, produksi 2-2,5 kg/tanaman

 Emerald Cross Hybrid: umur panen 45 hari, produksi 1,2 kg/tanaman

 Copenhagen Market: umur panen 72 hari, produksi 1,8-2 kg/tanaman

 K-K Cros: umur panen 58 hari, produksi 1,6 kg/tanaman

 Green Cup: umur panen 73 hari, produksi 1,5 kg/tanaman

 Ecarliana: umur panen 60 hari, produksi 1 kg/tanaman

b) Kubis kepala bulat runcing: Krop kubis berbentuk bulat dengan ujung

bagian atas meruncing sehingga nampak berbentuk elips. Contoh varietas

komersial:

 Early Jersey Wakefield: umur panen 63 hari, produksi 1 kg/tanaman

 Green point: umur panen 50 hari, produksi 1 kg/tanaman

3. Kubis kepala bulat datar: Krop kubis berbentuk bulat, bagian atasnya

mendatar dan nampak gepeng, krop kurang kompak dan berongga, ukuran

sedang sampai besar dan memiliki daun luar yang melengkung ke arah

dalam menutupi kepala. Beberapa jenis komersial adalah:

7
 Premium Flat Dutch: umur panen 100 hari, produksi 4,5 kg/tanaman.

 Early Flat Dutch: umur panen 83 hari, produksi 2,4-2,7 kg/tanaman.

 O-S Cross: umur panen 80 hari, produksi 2 kg/tanaman.

 Surehead: umur panen 93 hari, produksi 3-4,5 kg/tanaman.

 Kubis 632 Spring Light: umur panen 65 hari, produksi 1,8 kg/tanaman.

 Kubis 633 Summer Autumn: umur panen 60 hari, produksi 2 kg/tanaman.

 Kubis 634 Good Season: umur panen 45 hari, produksi 1,8 kg/tanaman.

 Kubis 635 Summer Summit: umur panen 50 hari, produksi 2 kg/tanaman.

 Kubis 636 Tropical Delight: umur panen 50-55 hari, produksi 2

kg/tanaman.

 Kubis 637 Summit: umur panen 50 hari, produksi 1,5 kg/tanaman.

2. Kubis merah (B.o. var. capitata L. f. rubra.)

Krop berbentuk bulat kompak berwarna merah keunguan dan permukaan

luar daun tertutup lapisan. Beberapa varietas yang mempunyai nilai

ekonomi:

 Ruby perfection: warna krop merah cerah, umur panen 80 hari, produksi

1,6 kg/tanaman.

 Mammoth Red Rock: warna krop merah tua keunguan dan keras, umur

panen 100 hari, produksi 3,4 kg/tanaman.

 Rubby ball: warna krop merah tua, umur panen 65 hari, produksi 1,5

kg/tanaman.

 Res Acre: warna krop merah tua, umur panen 76 hari, produksi 1,8

kg/tanaman.

8
3. Kubis Savoy (B.o. var. sabauda L.)

Ciri-ciri memiliki daun keriting berbentuk babad/perut daging sapi,

berwarna hijau, krop berbentuk bermacam-macam, bulat dan kerucut. Kubis

ini biasa disebut kubis keriting/kubis babat. Contoh beberapa varietas

komersial:

 Perfection Drumhead: umur panen 90 hari, produksi 2,7-3,2 kg/tanaman.

 Vorbote: produksi 1-2 kg/tanaman.

 Savoy King Hybrid: umur panen 80 hari, produksi 1,8 kg/tanaman.

 Savoy Ace: umur panen 80 hari, produksi 1,6 kg/tanaman.

 Langedijk Early Yellow: produksi 1,5-2 kg/tanaman.

 Langedijk Storage Yellow: produksi 2-3 kg/tanaman.

Kriteria panen kubis dapat ditentukan berdasarkan pada umur panen nya.

Selain itu ciri kematangan komoditi juga dapat digunakan sebagai tolok ukur

pemanenan. Ciri-ciri kematangan kubis adalah : Krop kubis mengeras dengan

cara menekan krop kubis, daun berwarna hijau mengkilap, daun paling luar sudah

layu dan besar krop kubis telah terlihat maksimal.

Pada saat panen cara pemetikan kubis harus diperhatikan karena akan

memengaruhi kualitas bahan baku dan produk olahan yang dihasilkan. Pemetikan

yang kurang baik akan menimbulkan kerusakan mekanis yang menyebabkan krop

kubis terinfeksi patogen sehingga mudah pembusukan. Langkah-langkah dalam

memetik kubis adalah sebagai berikut :

9
a) Pilih kubis yang telah tua dan siap dipetik.

b) Petik kubis dengan menggunakan pisau yang tajam dan bersih. Pemotongan

dilakukan pada bagian pangkal batang kubis.

c) Urutan pemetikan adalah dimulai dengan kubis yang sehat baru kemudian

dilakukan pemetikan pada kubis yang telah terkena infeksi patogen.

2.2.3. Komposisi , Nilai Gizi dan Pemanfaatan

Sayur kubis memiliki komposisi dan nilai gizi yang berbeda tergantung

pada varietas kubis yang dibudidayakan, kondisi lingkungan tempat tumbuh yakni

keadaan iklim dan tanah, cara budidaya, dan perlakuan pasca panen. Namun

secara umum komposisi dan nilai zat gizi pada sayur kubis dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 1. Komposisi dan Nilai Gizi Gizi Kubis mentah per 100 g (3.5 oz)

Komponen Jumlah
Air 11,53 g
Energi 103 kJ (25 kcal)
Total Lemak 0,1 g
Protein 1,28 g
Karbohidrat 5,8 g

Serat 2,5 g
Gula 3,2 g

10
Mineral

Kalsium, Ca 40 mg

Besi, Fe 0,47 mg

Magnesium, Mg 12 mg

Phospor, P 26 mg

Potassium, K 170 mg

Vitamin

Vitamin C, asam ascorbic 4 mg

Thiamin 0,061 mg

Riboflavin 0,040 mg

Niacin 0,234 mg

Asam Pantothenic 0,212 mg

Vitamin B-6 0.124 mg

Folate 53mg

Vitamin C 36,6mg

Sumber: USDA Nutrient database (2008)

Pemanfaatan kubis cukup luas oleh masyarakat baik sebagai sumber bahan

pangan dan zat gizi khususnya vitamin dan mineral, serta dalam dunia kesehatan

dan pengobatan. Sebagai bahan pangan untuk keperluan masakan seperti sup,

sayur lodeh, pecel, lotek dan lain-lain atau dimakan langsung (lalapan) bersama

menu lain. Manfaat lain dapat dibuat produk makanan instan seperti mie, makanan

ringan dan makanan cepat saji lainnya.

11
Di bidang kesehatan, dapat digunakan sebagai pencegah dan obat

sariawan, penyakit beri-beri, penyakit Xerophthalmia, radang syaraf, lemahnya

otot-otot, luka-luka pada tepi mulut, dermatitis bibir menjadi merah dan radang

lidah, kandungan niacin dapat mencegah penyakit palagra dan pembentuk tulang

dan gigi.

Dalam usaha pengawetan makanan dan diversifikasi / penganekaragaman

produk olahan pangan, kubis juga sudah dijadikan sebagai salah satu bahan baku

olahan sayur asin. Sayur asin merupakan sayuran yang telah diberi asam, akan

tetapi asam nya (biasanya asam laktat) diperoleh dari proses fermentasi sakarida

(gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat (Tjahjadi, 2010) .

Produk sayur asin bermacam-macam tersedia di pasaran, baik pasar lokal maupun

mancanegara. Di Indonesia misalnya, asinan dari sayur banyak dijumpai terutama

di Bogor dan ada juga di pasar – pasar tradisional bahkan kini telah memasuki

pasar swalayan besar maupun kecil. Produk asinan dari sayur yang terdapat di

daerah mancanegara misalnya berupa kimchi dari Korea dan sauerkraut dari

Jerman.

Pembuatan sayur asin seperti asinan bogor dan kimchi dapat menggunakan

sayuran selain kubis sebagai bahan baku misalnya sawi hijau, sawi putih, sawi

pahit, dan sayuran lainnya sesuai kesukaan dan kebiasaan tiap daerah, namun

untuk pembuatan sauerkraut, digunakan kubis putih yang berasal dari varietas

Brassica oleraceae L. var.capitata L .

12
2.2. Sauerkraut

2.2.1. Pengertian Sauerkraut

Sauerkraut merupakan produk hasil fermentasi sayur kubis yang memiliki

karakteristik warna, tekstur, dan aroma khas yang diperoleh dari proses fermentasi

dengan cara mengiris – iris kubis dan dicampur dengan larutan garam (Frazier dan

Westhoff, 1988). Sama dengan produk sayur asin lainnya, sauerkraut merupakan

sayuran yang telah diberi asam, akan tetapi asam nya diperoleh dari proses

fermentasi sakarida (gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam

laktat. Asam yang dihasilkan berkisar pada rentang 1,5 – 2,0 % pada akhir

fermentasi dan diidentifikasi berupa asam laktat (Desrosier, 1988).

Di Jerman, sauerkraut dengan rasanya yang asam-asam segar disajikan

dengan hidangan utama berupa sosis bratwurst atau roti (Devita Sari dalam

Detikfood, 2010).

Gambar 2. Sosis dan Sauerkraut disajikan di atas piring

(Sumber : Wikipedia.or.id)

Gula yang terkandung dalam sayur kubis terdiri dari 85% glukosa dan

15% fruktosa (Frazier dan Westhoff). Komposisi zat gizi termasuk gula dalam

kubis / kol bervariasi tergantung pada varietas dan kondisi lokasi penanaman

13
selama pertumbuhannya. Dalam pembuatan sauerkraut, kandungan gula

memainkan peranan yang penting karena pengaruhnya terhadap keasaman

maksimal yang dihasilkan saat fermentasi. Menurut Frazier dan Westhoff (1988)

perbedaan kandungan gula dengan kisaran 2,9 % - 6,4% pada kebanyakan jenis

kubis, menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan gula maka produk yang

dihasilkan juga akan mengandung kadar asam yang tinggi, jika tidak dilakukan

proses penghentian fermentasi yakni dengan cara pendinginan atau pengalengan

(Frazier dan Westhoff, 1988)

Kadar garam yang ditambahkan dalam pembuatan sauerkraut berkisar

antara 2,25 -2,5 % berat kubis untuk menghasilkan kraut dengan kualitas yang

baik dan garam harus terdistribusi secara merata (Peiderson, 1971). Namun

Laguna et al., (1977) dikutip Putra (2004) dan Tjahjadi (2010) menyebutkan

bahwa kadar garam untuk pembuatan produk asinan juga dapat berkisar antara 5-

15%. Garam yang ditambahkan akan menarik keluar cairan dari jaringan sayur

yang mengandung gula dan nutrisi lain, yang mengontrol mikroflora yang

tumbuh. Garam juga akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dan

mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk.

2.2.2. Proses Pembuatan Sauerkraut

Bahan yang digunakan dalam pembuatan sauerkraut adalah kubis , garam,

dan air. Kubis yang digunakan dalam pembuatan sauerkraut adalah kubis / kol

yang masih muda dan segar dengan umur panen 45 – 100 hari (tergantung kultivar

nya) sehingga produk jadi memiliki warna dan tekstur yang baik.

14
Tahapan pembuatan sauerkraut adalah penyiapan bahan baku berupa kubis

yang matang penuh, pelayuan selama 1- 2 hari agar air dari jaringan keluar,

pemisahan bagian yang tidak terpakai (triming), pencucian, penirisan, penyiapan

larutan garam dengan berbagai konsentrasi (5%, 7,5%, 10%, 12,5%, dan 15%),

pemasukan kubus ke dalam jar yang bersih dan steril , penuangan larutan garam

ke dalam jar yang telah diisi kubis , dan inkubasi pada suhu ±21-240C selama 20

hari . Diagram alir pembuatan sauerkraut dapat dilihat pada gambar 2.

Kubis / kol
(matang penuh)

Dilayukan
(1-2 hari)

Daun cacat, rusak,


Triming dan busuk

Bagian inti / Lembaran


kepala daun

Air bersih Air kotor


Pencucian

Diiris / Dipotong
2-3 mm

15
Pemasukan ke
dalam jar/baskom

Penambahan larutan
garam
5 % - 15%

Penutupan wadah
(Tutup ditimpa dengan
Pemberat)

Fermentasi di ruang
gelap/lemari
21 hari dan suhu < 300C
(210-210C)

Sauerkraut

Gambar 2. Diagram alir pembuatan Sauerkraut (Frazier dan Westhoff, 2010)

16
2.2.3. Karakteristik Sauerkraut

Sauerkraut dengan kualitas baik harus memiliki warna yang cerah dan

tekstur yang renyah, dengan aroma asam yang khas akibat kadar asam yang

terbentuk setelah fermentasi kurang lebih 1,5 – 2,0 % (Frazier dan Westhoff,

1988). Menurut Pederson (1971), rata – rata dari kraut yang telah selesai

difermentasi memiliki pH berkisar antara 3,4 – 3,6 , kadar asam laktat 1,25 %,

kadar asam asetat 0,3 %, dan kadar etil alkohol 0,58%.

2.3. Fermentasi Sauerkraut

2.3.1. Prinsip Fermentasi Asam Laktat

Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi-reduksi dalam suatu sisitem

biologi yang menghasilkan energi dimana senyawa-senyawa organik berperan

sebagai donor dan aseptor elektron. Dalam proses fermentasi terjadi perubahan-

perubahan kimia pada substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan

oleh mikroorganisme baik dalam kondisi aerobik maupun anaerobik walaupun

dalam beberapa hal dapat juga terjadi tanpa adanya mikroorganisme.

Mekanisme pembuatan produk sayur asin termasuk dalam hal ini

sauerkraut adalah memperbanyak pertumbuhan bakteri asam laktat yang

dirangsang aktivitasnya melalui penambahan garam. Bakteri asam laktat dapat

mengubah gula menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis secara anaerob.

Selama proses fermentasi berlangsung, keadaan anaerob harus tetap terjaga agar

pembentukan asam laktat oleh bakteri asam laktat dapat berlangsung dengan baik.

Kondisi anaerob dapat dicapai dengan cara menutup mulut jar dengan rapat

17
sehingga oksigen yang terdapat dalam wadah segera habis oleh aktivitas respirasi

dari mikroorganisme.

Pada fermentasi sayuran selalu ditambahkan garam, karena garam

berperan dalam hal :

1. Mengatur proses fermentasi.

- Pada kadar NaCl tinggi : laju fermentasi rendah yakni pertumbuhan inokulum

lambat, produksi asam lambat

- Pada kadar NaCl rendah : laju fermentasi tinggi yakni pertumbuhan inokulum

cepat, produksi asam cepat.

2. Mencegah melunaknya tekstur.

3. Mencegah pembusukan sayur, karena pertumbuhan mikroorganisme selain

inokulum dihambat.

2.3.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fermentasi

Faktor-faktor yang utama dalam fermentasi sayuran adalah konsentrasi

garam yang cukup, distribusi garam yang merata, terciptanya keadaan

mikroaerofilik, suhu yang sesuai, dan tersedianya bakteri asam laktat (Buckle et

al., 1987). Selanjutnya disebutkan bahwa kebersihan bahan baku juga merupakan

salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam fermentasi sayuran (Keipper et al.

1932 dalam Frazier dan Westhoff,1988).

Mikroorganisme membutuhkan nutrien untuk kehidupan dan

pertumbuhannya yang terdiri dari sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi

dan faktor pertumbuhan yaitu vitamin dan mineral. Nutrien tersebut dibutuhkan

untuk menghasilkan energi kimia dan untuk menyusun komponen-komponen sel.

18
Setiap mikroorganisme bervariasi dalam kebutuhan akan zat-zat nutrisi tersebut

(Fardiaz, 1992).

Mikroorganisme membutuhkan air untuk hidup dan berkembang biak.

Oleh karena itu, pertumbuahan sel jasad renik di dalam suatu makanan

dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia. Selain merupakan bagian terbesar dari

komponen sel (70 - 80%), air juga dibutuhkan sebagai reaktan dalam berbagai

reaksi biokimia (Fardiaz, 1992).

Nilai pH medium sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat

tumbuh. Makanan yang mempunyai pH rendah (di bawah 4,5) biasanya tidak

dapat ditumbuhi oleh bakteri, akan tetapi menjadi rusak oleh pertumbuahan

khamir dan kapang. Oleh karena itu, makanan yang mempunyai pH rendah relatif

lebih tahan selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang mempunyai

pH netral atau mendekati netral (Fardiaz, 1992).

Setiap mikroorganisme memiliki suhu optimum, minimum, dan

maksimum untuk pertumbuhannya. Dalam pembuatan asinan, fermentasi asam

laktat dapat dilakukan pada suhu 210C – 240C. jika suhu lebih rendah dari 15,60C,

fermentasi akan berjalan lambat dan tidak sempurna, sedangkan suhu antara 26 0C

– 290C terjadi fermentasi yang tidak normal (Frazier dan Westhoff, 1978).

Suhu yang biasa digunakan dalam fermentasi asinan berkisar antara 18,30C

– 21,10C. Suhu yang terlalu tinggi pada proses fermentasi akan menghasilkan

persentase asam laktat yang lebih rendah, serta tidak akan mencapai total asam

yang tinggi meskipun pH-nya rendah. Selama proses fermentasi berlangsung,

suhu terus meningkat, hal ini akan mengakibatkan warna produk menjadi gelap.

Pada suhu 320C laju fermentasi akan berlangsung dengan cepat (Pederson, 1971).

19
Pertumbuhan mikroorganisme dalam fermentasi sayuran dipengaruhi oleh

konsentrasi garam yang ditambahkan. Garam dan kombinasinya dengan asam

yang dihasilkan dari proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan bakteri

yang tidak diinginkan dan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat

(Pederson, 1971). Penambahan garam pada proses pembuatan produk (sayur)

asinan harus tepat, apabila konsentrasi garam yang ditambahkan terlalu tinggi

maka akan memicu pertumbuhan bakteri halofilik (bakteri tahan konsentrasi

garam tinggi), dan apabila terlalu rendah maka akan memicu pertumbuahan

bakteri proteolitik (pemecah protein). Pada konsentrasi tertentu, garam memegang

peranan penting dalam menseleksi mikroorganisme mana yang dapat rumbuh

pada media tersebut. Larutan garam yang mengandung 5% - 15% garam (20 0 –

600 salometer) sesuai dengan pertumbuhan bakteri asam laktat tetapi tidak sesuai

untuk pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan (Laguna et al., 1977).

Lama fermentasi dimaksudkan untuk memberikan waktu pada

mikroorganisme di dalam mengubah gula menjadi asam laktat (Fardiaz, 1992).

Nilai pH akan terus menurun dan kemudian cenderung stabil sejalan dengan

lamanya fermentasi. Semakin lamanya fermentasi juga menyebabkan total asam

mengalami kenaikan, sedangkan pertumbuhan bakteri asam laktat mula-mula

meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke-10 lalu menurun lagi dan

kemudian cenderung stabil mulai hari ke-20 (Hidayat, 2004 dikutip Putra, 2004).

2.3.3. Mikroorganisme dalam Fermentasi Sayuran

20
Proses pembuatan sauerkraut termasuk ke dalam fermentasi spontan.

Bakteri yang dibutuhkan selama fermentasi telah tersedia dalam bahan pangan

tersebut. Dalam fermentasi sayuran, bakteri yang mula-mula tumbuh adalah

Enterobacter aerogenes, dan Erwinia herbicoia. Kemudian dilanjutkan dengan

pertumbuahan Leuconostoc mesenteroides dan pada tahap akhir adalah

perumbuhan Lactobacillus plantarum (Fardiaz, 1992).

Lactobacillus sp. merupakan bakteri asam laktat yang berperan penting

dalam fermentasi sayuran karena berperan dalam produksi asam laktat.

Lactobacillus merupakan bakteri berbentuk batang yang panjang, anaerobik

fakultatif, dan katalase negatif. Lactobacillus banyak yang bersifat termodurik,

yaitu tahan suhu pasteurisasi. Lactobacillus sering ditemukan pada makanan,

misalnya pada permukaan sayuran yang nantinya berperan dalam fermentasi

pikel, dan pada susu serta produk-produk susu (Fardiaz, 1992).

Jenis Lactobacillus dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu: (1) bersifat

homofermentatif, dan (2) bersifat heterofermentatif. Bakteri homofermentatif

memecah gula terutama menjadi asam laktat, dan dapat tumbuh pada suhu 37 0C

atau lebih. Species yang tergolong homofermentatif misalnya L. bulgaricus, L.

lactis, L. thermophilus, dan lain-lain. Lactobasilli yang bersifat homofermentatif

dan mempunyai suhu optimum pertumbuhan yang lebih rendah misalnya L. casei,

L. plantarum dan L. leichmanii. Bakeri yang tergolomg heterofermentatif dapat

memecah gula menjadi asam laktat dan produk-produk lain seperti alcohol, asam

asetat, dan karbondioksida. Species yang tergolong heterofermentatif misalnya L.

fermentum, L. brevis, dan beberapa species lainnya (Fardiaz, 1992).

21
Tabel 2. Jenis Mikroorganisme Yang Tumbuh Pada Berbagai Tahap

Fermentasi Alami Sayuran

Tahap Fermentasi Jenis Mikroorganisme


Bermacam-macam bekteri gram
Inisiasi
negatif dan gram positif.
Bakteri asam laktat dan Khamir
Fermentasi primer
fermentative
Fermentasi sekunder Khamir fermentative
Khamir oksidatif, kapang, bakteri
Pasca fermentasi
anaerob
Sumber: Flemming (1982) dalam Tjahjadi (2010)

Menurut Fardiaz (1992), laktobasilli memiliki beberapa sifat yang

menjadikan bakteri ini penting dalam mikrobiologi pangan, yaitu:

1. Dapat memfermentasi gula menghasilkan asam laktat sehingga dapat

digunakan dalam produksi makanan-makanan fermentasi.

2. Laktobasilli heterofermentatif memproduksi gas dan senyawa volatil lainnya

sebagai pembentuk cita rasa dalam makanan fermentasi, seperti L. fermentum

pada keju Swiss.

3. Ketidakmampuan untuk mensintesis vitamin-vitamin yang dibutuhkan

menyebabkan bakteri ini tidak dapat tumbuh pada makanan-makanan yang

kandungan vitaminnya rendah.

4. Sifat tahan panas atau termodurik dari kebanyakan spesies laktobasilli yang

tumbuh pada suhu tinggi menyebabkan bakteri ini tahan terhadap proses

pasteurisasi.

Pada proses fermentasi, asam piruvat akan diubah menjadi produk-produk

akhir yang spesifik untuk berbagai proses fermentasi, menggunakan atom

22
hydrogen yang diproduksi pada tahap pertama fermentasi. Pada bakteri asam

laktat, asam piruvat yang terbentuk dari jalur glikolisis (EMP) bertindak sebagai

penerima hydrogen, dimana reduksi asam piruvat oleh NADH 2 menghasilkan

asam laktat dengan reaksi sebagai berikut:

EMP
Glukosa 2 Asam piruvat

2 NAD 2 NADH + H+

2CH3CHOHCOOH
Asam laktat

Gambar 3 . Pemecahan Gula Menjadi Asam Laktat (Fardiaz, 1992)

Fermentasi tersebut merupakan fermentasi homolaktat karena satu-satunya

produk fermentasi yang dihasilkan adalah asam laktat, dan bakteri yang

melakukan fermentasi demikian disebut bakteri asam laktat homofermentatif.

Bakteri tersebut sering digunakan dalam pengawetan makanan, karena produksi

asam laktat dalam jumlah tinggi dalam makanan dapat menghambat pertumbuhan

bakteri lainnya yang dapat menyebabkan kebusukan makanan.

Mekanisme utama dari proses fermentasi sayuran adalah memperbanyak

pertumbuhan bakteri asam laktat yang telah dirangsang aktivitasnya dengan

mengatur kondisi pertumbuhannya. Jumlah bakteri asam laktat yang dihasilkan

akan menentukan mutu mikrobiologisnya. Mutu mikrobiologis ini menentukan

ketahanan simpan dari produk tersebut ditinjau dari kerusakan oleh

mokroorganisme, dan keamanan pangan produk ditentukan oleh jumlah bakteri

23
patogenik yang terdapat dalam bahan pangan. Jadi kemampuan yang tepat untuk

mengukur jumlah mikroorganisme spesifik yang terdapat dalam produk pangan

merupakan dasar yang penting bagi mikrobiologi pangan (Fardiaz, 1992).

Oleh karena itu, analisis kuantitaif mikrobiologi dalam produk pangan sangat

penting dalam menentukan mutu mikrobiologis dan menghitung proses

pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut.

2.3.4. Metode Perhitungan Mikroorganisme

Metode yang dapat digunakan dalam analisis kuantitatif mikroorganisme

dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan perhitungan mikroskopik secara

langsung (Direct Microscopic Counts), hitungan cawan (Total Plate Count), dan

MPN (Most Probable Number).

Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel jasad renik yang masih

hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan

berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung

dengan mata tanpa mengunakan mikroskop.

Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk

menentukan jumlah jasad renik karena beberapa hal yaitu:

1. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung

2. Beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus

3. Dapat digunakan untik isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang

terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai

penampakan pertumbuahan spesifik.

Dalam metode hitungan cawan, bahan pangan yang diperkirakan

mengandung lebih dari 300 sel jasad renik per mL atau per gram, memerlukan

24
perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium agar di dalam cawan

petri. Setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah

yang dapat dihitung, dimana jumlah yang terbaik adalah di antara 30 sampai 300

koloni (Fardiaz, 1992). Jumlah koloni dalam contoh dapat dihitung sebagai

berikut:

1
¿
Koloni per mL/gram = Junlah koloni per cawan Faktor pengenceran

Menurut Fardiaz (1992), untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi

dengan cara hitungan cawan digunakan suatu standar yang disebut Standard Plate

Count (SPC) sebagai berikut:

1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni

antara 30 dan 300.

2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan

koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung sebagai

satu koloni.

3. Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung satu

koloni.

Berbeda dengan metode hitungan cawan dimana digunakan media padat,

dalam metode MPN (Most Probable Number) digunakan medium cair di dalam

tabung reaksi, dimana perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang

positif yaitu yang ditumbuhi oleh jasad renik setelah inkubasi pada suhu dan

waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati

timbulnya kekeruhan, atau terbentuknya gas di dalam tabung durham (Fardiaz,

1992).

25
Pengenceran dalam metode MPN harus dilakukan lebih tinggi

dibandingkan dengan metode cawan. Pengenceran dapat dilakukan dengan

menggunakan 3 atau 5 seri tabung dan nilai MPN dapat dihitung sebagai berikut:

1
x
MPN contoh = Nilai MPN dari tabel pengenceran tabung tengah

2.3.5. Masalah – Masalah Dalam Fermentasi

Masalah yang sering dihadapi dalam fermentasi sayuran yaitu :

1. Penggembungan / bloat :

 Penyebab : gas CO

 Faktor yang menimbulkan CO

a) Respirasi jaringan

b) Mikroorganisme

Cara pengendalian :

 Seleksi varietas yakni :

a) Jenis-jenis dengan sambungan karpel kuat

b) Jenis-jenis dengan kadar sakarida rendah

 Mengurangi kerusakan mekanis pada panen, sortasi, grading

 Purgasi tanki secara periodik dengan gas N2 udara

2. Pertumbuhan ragi pada permukaan :

Cara pengendalian :

 tanki terbuka sehingga terkena efek sinar UV

 melapisi permukaan dengan minyak mineral

26
 menambahkan garam Benzoat 0.1%.

2.4. Garam

2.4.1. Pengertian Garam dan Sumber Garam

Garam merupakan benda berbentuk bongkahan atau berupa serbuk kristal

yang merupakan pengabungan berbagai mineral dalam wujud molekul. Pada

umumnya garam memiliki warna putih, namun ada kalanya bercampur dengan zat

pengotor misalnya pasir, kerikil, dan bahan lainnya sehingga menjadi tidak putih

bersih.

Garam merupakan salah satu bahan – bahan pembantu yang sangat

berharga bagi manusia, dan sudah digunakan untuk mengendalikan manusia

dengan adanya pajak garam di India. Kini, bangsa – bangsa berusaha untuk

mencukupi sendiri dalam produksi garam, sebagai mana mereka melakukannya

lima ribu tahun yang lalu. Kebutuhan manusia akan garam tidak pernah

berkurang.

Ada tiga sumber utama garam. Garam solar ialah yang diperoleh dengan

jalan penguapan dari air garam baik yang dari laut maupun dari danau garam

daratan. Tambang garam, ialah biasanya dinyatakan sebagai batu garam, diperoleh

dari pertambangan, beroperasi sedalam seribu kaki atau lebih dibawah permukaan

bumi. Sebagian garam dipompa dari endapan – endapan garam dibawah tanah

yang lebih dalam, dengan menggunakan air sebagai medium pembawa, dan

disebut sebagai garam sumber.

Garam yang diperoleh dari penguapan dengan sinar matahari mengandung

kotoran kimia dan mikrobia halofilik yang toleran terhadap garam. Garam

27
tambang atau garam sumber pada umumnya bebas dari kontaminasi organisme

ini. (Desrosier, 1988)

2.4.2. Jenis – Jenis Garam dan Penyiapan Larutan Garam

Jenis – jenis garam menurut yang ada di alam adalah sebagai berikut :

1. Yodium / Iodium / I

Zat mineral yodium biasanya terdapat pada garam dapur yang tersedia

bebas di pasaran, namun tidak semua jenis dan merk garam dapur

mengandung yodium. Yodium berperan penting untuk membantu

perkembangan kecerdasan atau kepandaian pada anak. Yodium juga dapat

membatu mencegah penyakit gondok, gondong atau gondongan. Yodium

berfungsi untuk membentuk zat tirosin yang terbentuk pada kelenjar tiroid.

2. Phospor / Fosfor / P

Fosfor berfungsi untuk pembentukan tulang dan membentuk gigi.

4. Cobalt / Kobal / Kobalt / Co

Cobalt memiliki fungsi untuk membentuk pembuluh darah serta

pembangun B.

4. Chlor / Klor / Cl

Chlor digunakan tubuh kita untuk membentuk HCl atau asam klorida pada

lambung. HCl memiliki kegunaan membunuh kuman bibit penyakit dalam

lambung dan juga mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin.

5. Magnesium / Mg

28
Fungsi atau kegunaan dari magnesium adalah sebagai zat yang membentuk

sel darah merah berupa zat pengikat oksigen dan hemoglobin.

6. Mangaan / Mangan / Mn

Mangaan berfungsi untuk mengatur pertumbuhan tubuh kita dan sistem

reproduksi.

7. Tembaga / Cuprum / Cu

Tembaga pada tubuh manusia berguna sebagai pembentuk hemoglobin

pada sel darah merah.

8. Kalsium / Calcium / Ca

Kalsium atau disebut juga zat kapur adalah zat mineral yang mempunyai

fungsi dalam membentuk tulang dan gigi serta memiliki peran dalam

vitalitas otot pada tubuh.

9. Kalium / K

Kalium kita butuhkan sebagai pembentuk aktivitas otot jantung.

10. Zincum / Zinc / Seng / Zn

Seng oleh tubuh manusia dibutuhkan untuk membentuk enzim dan hormon

penting. Selain itu zinc juga berfungsi sebagai pemelihara beberapa jenis

enzim, hormon dan aktifitas indera pengecap atau lidah kita.

11. Sulfur atau Belerang

Zat ini memiliki andil dalam memembentuk protenin di dalam tubuh

12. Natrium / Na

Natrium adalah zat mineral yang kita andalkan sebagai pembentuk garam

di dalam tubuh dan sebagai penghantar impuls dalam serabut syaraf dan

29
tekanan osmosis pada sel yang menjaga keseimbangan cairan sel dengan

cairan yang ada di sekitarnya.

13. Flour / F

Flour berperan untuk pembentuk lapisan email gigi yang melindungi dari

segala macam gangguan pada gigi. (Anonim dalam www.ubb.ac.id, 2009)

Dalam pembuatan sauerkraut dan produk asinan harus digunakan garam

yang murni dan kasar. Tidak boleh menggunakan garam yang diberi tambahan

bahan kimia seperti I2 dan anticracking agent dan air yang sadah (mengandung

mineral) karena akan menyebabkan fermentasi terhambat akibat produksi asam

berkurang, sehingga tekstur yang dihasilkan akan lunak. Selain itu, Fe yang

terdapat dalam air, akan mengakibatkan warna pikel menjadi gelap.

Garam tanpa yodium ini contohnya adalah garam ikan yang dapat

diperoleh dari toko penjual ikan hias dan perlengkapan akuarium (Tjahjadi,

2010) . Benda berupa kristal berwarna putih ini sudah sangat lama dikenal oleh

para akuaris. Garam yang dimaksud adalah garam NaCl, yaitu garam seperti yang

kita kenal pada umumnya sebagai garam dapur dalam kehidupan sehari-hari. Rupa

dan rasanya sama. Perbedaan utama antara garam ikan dengan garam dapur atau

garam meja adalah pada kemurniannya. Garam ikan diharapkan hanya

mengandung NaCl saja, karena kehadiran bahan lain pada garam ini

dikhawatirkan akan mempunyai dampak yang tidak diinginkan pada ikan yang

bersangkutan. Sedangkan garam dapur sering telah mengalami pengkayaan

dengan berbagai bahan lain yang diperlukan oleh manusia, seperti Iodium, atau

bahan lainnya. Oleh karena itu sering kali secara umum disebutkan bahwa garam

30
yang digunakan untuk ikan adalah garam tidak beryodium (Anonim dalam

www.ubb.ac.id, 2009)

Untuk menyiapkan larutan garam yang tepat pertama kali harus diketahui

berat kubis / kol yang akan digunakan sebagai bahan baku dan konsentrasi larutan

yang ingin dibutuhkan . Sebagai contoh apabila berat kubis / kol yang dimiliki

1000 gram dan konsentrasi larutan garam yang dibutuhkan adalah 5 % maka berat

garam yang diperlukan adalah 5 % x 100 gram = 5 gram. Sedangkan bila

konsentrasi garam yang diperlukan adalah 7,5 % maka yang diperlukan adalah

7,5% x 100 gram =7,5 gram.

2.4.2. Penghilangan Kelebihan Garam (Desalting)

Setelah proses fermentasi selesai dilakukan, maka pada produk yang

dihasilkan akan terdapat sisa / residu dari larutan garam yang ditambahkan. Untuk

menghilangkan residu larutan garam, maka dapat dilakukan cara – cara sebagai

berikut :

1. Rendam produk dalam air dingin dengan rasio 1/1.

2. Simpan 3 hari atau sampai terjadi ekuiliberasi (kadar NaCl 8%)

3. Tiriskan.

4. Rendam dalam air panas 600 - 680C yang mengandung tawas 0.1%. 5.

Simpan sampai terjadi ekuiliberasi y.i. kadar NaCl 4%.

Catatan :

 Tawas diperlukan untuk mengeraskan tekstur dan Memflokulasi

bakteri

31
 Air panas untuk menonaktifkan enzim

 Pembuangan limbah larutan garam :

a) Recycle yang diperoleh dapat digunakan lagi

b) Ke pengolahan limbah.

2.4.4. Pengaruh Garam Terhadap Fermentasi Sayuran

Garam merupakan komponen penting dalam produk pangan baik produk

olahan ataupun produk segar. Dalam pembuatan sayur asin penambahan garam

merupakan bahan yang sangat penting karena mempengaruhi kualitas sayur asin

yang dihasilkan. Garam yang dilarutkan dalam air akan mengahasilkan ion Na+

dan Cl-. Ion-ion tersebut kemudian terhidrasi dan diungsikan oleh molekul-

molekul air (Winarno, 1997). Dengan kata lain, ion-ion ini akan mengikat

molekul-molekul air dari bahan sehingga mengakibatkan Aw dalam bahan rendah.

Penambahan garam pada pembuatan sayur asin dan produk fermentasi

sayuran lain bertujuan untuk menarik air dari bahan serta memecah jaringan sel

sehingga nutrisi dalam bahan akan keluar yang nantinya akan digunakan sebagai

substrat bagi pertumbuahan bakteri. Garam dapat mengahambat pertumbuhan

mikroorganisme tertentu. Mikroorganisme pembusuk dan mikroorganisme

pembentuk spora akan dihambat pertumbuhannya oleh kadar garam 6%,

sedangkan mikroorganisme patogen (Clotridium botulinum) dapat dihambat

pertumbuhannya oleh konsentasi garam 10% - 12% (Buckle et al., 1987). Garam

dalam proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak

diinginkan dan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat (Pederson, 1971).

32
Penambahan konsentrasi garam dalam pembuatan sayur asin harus

disusaikan agar memperoleh karakteristik yang baik. Larutan garam yang

mengandung 5% - 15% garam (200 – 600 salometer) sesuai dengan perumbuhan

bakteri asam laktat tetapi tidak sesuai untuk pertumbuahan mikroorganisme yang

tidak diinginkan (Laguna et al., 1977 dikutip Putra, 2004). Penambahan garam

dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari 15% akan menurunkan jumlah asam

laktat yang dihasilkan dan nilai pH pikel akan meningkat. Hal ini akan berakibat

pada rendahnya aroma asam dari sauerkraut serta menjadikan tekstur sauerkraut

menjadi lunak.

Tabel 4. Pengaruh Garam Terhadap Pertumbuhan Bakteri dan Asam yang

Terbentuk pada Fermentasi Asinan

Kadar garam Lama fermentasi Total Plate Count Total asam

(%) (hari) (CFU/g) (% asam laktat)

1 4,7 x 10-8 0,38

5 6,3 x 10-7 1,21


1
10 1,1 x 10-8 1,55

21 1,3 x 10-7 1,91

1 1,3 x 10-8 0,15

5 1,3 x 10-8 1,19


2,25
10 2,3 x 10-8 1,57

21 2,5 x 10-7 1,78

3,50 1 4,3 x 10-7 0,08

5 1,1 x 10-8 1,25

10 1,2 x 10-8 1,55

33
21 5,7 x 10-6 1,91

Sumber: Pederson dan Albury (1954) dikutip Desrosier (1988)

Menurut Lagua et al., (1977), kecepatan fermentasi dipengaruhi oleh kadar

garam. Semakin rendah konsentrasi larutan garam yang ditambahkan maka

semakin cepat laju fermentasi, semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang

ditambahkan maka semakin lambat laju fermentasi. Pengaruh konsentrasi garam

terhadap laju fermentasi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Konsentrasi Garam dan Kecepatan Fermentasi

Derajat Salometer Larutan Garam (%) Kecepatan Fermentasi

20 5,3 Cepat

40 10,5 Sedang

60 15,9 Lambat

80 21,2 Fermentasi berhenti

Sumber: Lagua et al., 1977 dikutip Putra 2004

III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS

4.1. Kerangka Pikiran

34
Garam dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme tertentu.

Mikroorganisme pembusuk dan mikroorganisme pembentuk spora dapat dihambat

pertumbuhannya oleh kadar garam 6%, sedangkan mikroorganisme patogen

(Clostridium botulinum) dapat dihambat pertumbuhannya oleh kadar garam 10%-

12% (Buckle et al., 1987). Garam dalam proses fermentasi akan menghambat

pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan merangsang pertumbuhan bakteri

asam laktat (Pederson, 1973).

Pada proses fermentasi, garam menarik cairan yang berasal dari jaringan

tanaman. Cairan yang ditarik dari sayuran mengandung padatan terlarut seperti

protein, karbohidrat, mineral. dan vitamin serta zat lain yang dibutuhkan untuk

menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat dan menghambat bakteri gram

negatif. Garam juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang berasal dari

tanah atau yang ada di permukaan tanaman. Flavor dan tekstur produk asinan juga

dipengaruhi oleh garam (Ayres, Mundt dan Sandine, 1980 dikutip Putra, 2004).

Kadar garam yang biasa digunakan untuk proses fermentasi sayur-sayuran

berkisar antara 5%-15%. Konsentrasi garam kurang dari 5% akan mengakibatkan

pelunakan, terutama pada kondisi fermentasi yang menggunakan suhu tinggi

(Prescott dan Dunn, 1982 dikutip Putra, 2004). Sedangkan konsentrasi garam

lebih dari 15% akan menurunkan produksi asam dan pH asinan akan semakin

tinggi melebihi 4,6 menyebabkan bakteri asam laktat kurang dapat mengkonversi

karbohidrat dan menyebabkan pertumbuhan khamir (Etchells et al., 1975 dalam

Carr et al., 1975 dikutip Putra, 2004).

35
Kecepatan fermentasi pada produk asinan dipengaruhi oleh konsentrasi

garam. Konsentrasi larutan garam 5% menghasilkan laju fermentasi yang lebih

cepat dibandingkan dengan konsentrasi larutan garam 10% dan 15%. Konsentrasi

larutan garam diatas 20% dapat menyebabkan fermentasi berhenti (Lagua et al.,

1977 dikutip Putra, 2004).

Menurut Hidayat (2004) dikutip Putra, (2004), semakin lama waktu

fermentasi, maka produksi asam akan meningkat dan nilai pH asinan akan rendah

mencapai 4,6 dan sebaliknya. Produksi asam yang meningkat akan menyebabkan

aroma asam dari produk asinan, dalam hal ini sauerkraut akan tinggi.

Berdasarkan uraian pustaka yang ada, maka perlakuan yang akan

digunakan pada penelitian yaitu konsentrasi garam 5%; 10%; 12,5%; 15%; dan

20%. Lama fermentasi adalah 20 hari yang diamati setiap 5 hari sekali.

3.2. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka dapat disusun hipotesis sebagai

berikut : “Konsentrasi garam 5%, 10%, dan 12,5% akan menghasilkan sauerkraut

dengan kualitas yang baik meskipun nantinya setiap konsentrasi akan

menghasilkan karakteristik tersendiri yang membedakan satu dengan yang lain,

sedangkan konsentrasi garam 15%, dan 20% akan menghasilkan sauerkraut yang

memiliki kualitas kurang baik terutama dilihat dari tekstur yang dihasilkan.

IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat Percobaan

36
Waktu percobaan dilakukan pada bulan November 2010. Percobaan

dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Jurusan Teknologi Industri

Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran.

4.2. Bahan dan Alat Percobaan

4.2.1. Bahan Percobaan

Bahan utama dalam penelitian ini adalah garam tanpa yodium, air masak

dan kubis yang setelah di trimming tidak cacat, tidak rusak, dan tidak busuk.

Bahan-bahan untuk analisis adalah akuades, NaCl fisiologis 0,85%, alkohol, dan

media MRS agar (de Man Rogosa Sharpe Agar).

4.2.2. Alat percobaan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoclave model 1941X,

incubator VWR Scientific Model Model 1510E, hand refractometer, kompor gas,

pH meter, colony counter, neraca analitik, botol/jar, panci, baskom, sendok kayu ,

pisau Stainless Steel (SS) , termometer, kain saring, gelas ukur, bunsen, tabung

reaksi, cawan petri, labu erlenmeyer, pipet volume 10 mL, pipet tetes, dan kapas.

4.3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode percobaan

(Experimental Method) dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

(RAK). Percobaan terdiri dari 5 perlakuan dan masing-masing diulang sebanyak 3

kali. Adapun perlakuannya adalah konsentrasi garam dengan yang terdiri dari 5

taraf:

A = konsentrasi garam NaCl 5% (b/b)

B = konsentrasi garam NaCl 7,5% (b/b)

37
C = konsentrasi garam NaCl 10% (b/b)

D = konsentrasi garam NaCl 12,5% (b/b)

E = konsentrasi garam NaCl 15% (b/b)

Model Linier Rancangan Acak Kelompok (RAK) percobaan tersebut

adalah :

Xij = μ + Pi + Rj + εij

Dimana :

Xij = Nilai pengamatan yang diukur pada perlakuan P taraf ke-i pada ulangan ke-j

μ = Rata-rata umum

Pi = Pengaruh perlakuan konsentrasi garam pada taraf ke-i

Rj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh faktor random yang berhubungan dengan data pengamatan ke-ij

Dari model linier tadi dapat disusun tabel sidik ragam seperti tercantum pada

Tabel 6.

Tabel 6. Tabel Sidik Ragam

Sumber
No DB JK KT Fh F05
Ragam
∑ X j .2 − ∑ X ..2
1 Ulangan r-1 = 2 5 15 JK(1)/2 KT(1)/KT(3)

∑ X i.2 − ∑ X ..2
2 Perlakuan t-1 = 4 3 15 JK(2)/4 KT(2)/KT(3)

JK(4)-
3 Galat (r-1)(t-1)= 8 JK(3)/8
(JK(1)+JK(2))

38
−∑ X ..2
4 Total rt-1 = 14 ∑Xij2
15

Selanjutnya nilai rata-rata perlakuan dianaliasis dengan uji jarak berganda

Duncan pada taraf 5 % dengan tata cara sebagai berikut :

KT Galat
1. Mencari nilai Sx dengan menggunakan rumus S x =
√ r

2. Mencari nilai SSR dari Tabel Uji Duncan

3. Mencari nilai LSR dengan rumus SSR x S x

4. Menyusun data rata-rata tiap perlakuan dari yang terkecil sampai yang

terbesar.

5. Angka hasil selisih dari rata-rata tiap perlakuan dengan data LSR diatasnya

dibandingkan dengan data rata-rata tiap perlakuan, jika angka hasil selisih

lebih besar dari data rata-rata tiap perlakuan maka karakterisrik kedua

produk yang dibandingkan berbeda nyata, dan jika lebih kecil atau sama

maka karakteristik kedua produk tidak berbeda nyata.

6. Melakukan perbandingan seperti pada poin 5 sampai data terkecil.

7. Memberikan penilaian dengan huruf yang sama untuk data yang tidak

berbeda nyata dan huruf yang berbeda untuk data yang berbeda nyata.

4.4. Pelaksanaan Percobaan

Pembuatan sauerkraut adalah: Sterilisasi jar, penyiapan bahan baku berupa

kubis yang matang penuh, pelayuan selama 1- 2 hari agar air dari jaringan keluar,

pemisahan bagian yang tidak terpakai (triming), pencucian, penirisan, penyiapan

larutan garam dengan berbagai konsentrasi (5%, 7,5%, 10%, 12,5%, dan 15%),

39
pemasukan kubis ke dalam jar yang bersih , penuangan larutan garam ke dalam jar

baskom yang telah diisi kubis , dan inkubasi pada suhu ± 21-240C selama 20 hari.

- Sterilisasi jar

Jar disikat, dicuci dengan sabun dan dibilas sampai bersih, kemudian

dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1700C selama 2 jam. Untuk tutup

direbus dalam air mendidih selama 15 menit.

- Triming

Kubis yang dipilih adalah kubis segar dengan umur 45 – 100 hari , bertekstur

keras dan tidak cacat, yang telah dibuang bagian busuk, lecet, memar, dan

bagian yang tidak perlu.

- Pelayuan

Pelayuan dilakukan dengan cara menyimpan kubis pada suhu ruang sehingga

air pada jaringan kubis menguap keluar. Jaringan kubis akan menjadi mudah

di penetrasi oleh garam ketika dilakukan fermentasi.

- Pencucian kubis dan Penirisan

Kubis dicuci dengan air bersih agar kotoran yang terdapat pada kubis hilang.

Selanjutnya kubis ditiriskan dan diangin – anginkan agar air permukaan dan

di dalam jaringan kubis keluar.

- Penyiapan larutan garam

Larutan garam yang digunakan terdiri dari larutan garam 5%, 7,5 %, 10%,

12,5%, dan 15% . Untuk pembuatan garam, misal larutan garam 5% sebanyak

100 g, diperlukan garam sebanyak 5 g yang kemudian dimasukan ke dalam

wadah kemudian ditambahkan air sampai berat menunjukan 100 g. setelah itu

larutan garam disaring dengan 2 lapis kain saring.

40
- Pemasukan ke dalam jar dan penambahan larutan garam

100±10 gram kubis dimasukan ke dalam botol. Kemudian tuangkan larutan

garam dengan konsentrasi garam yang sesuai dengan perlakuan ke dalam

botol. Botol ditutup kemudian diberi pemberat berupa plastik yang berisi

larutan garam dengan konsentrasi garam yang sama dengan perlakuan agar

kubis tetap terendam dalam larutan garam.

- Inkubasi

Botol ditempatkan pada ruang gelap karena bakteri asam laktat akan mati

karena adanya cahaya. Inkubasi dilakukan selama 20 hari pada suhu kamar

(21-240C).

4.5. Kriteria Pengamatan

Pengamatan yang akan dilakukan adalah:

1. Jumlah bakteri pada sauerkraut dengan metode agar cawan. Pengamatan

dilakukan pada hari ke-0, ke-5, hari ke-10, hari ke-15, dan hari ke-20

disajikan dalam bentuk grafik (Fardiaz, 1992)

41
2. Pengukuran pH sauerkraut dengan menggunakan pH meter pada hari ke-0,

ke-5, hari ke-10, hari ke-15, dan hari ke-20 disajikan dalam bentuk grafik

(AOAC. 1995).

3. Pengukuran kadar asam sauerkraut pada hari ke-0, ke-5, hari ke-10, hari ke-

15, dan hari ke-20 disajikan dalam bentuk grafik (AOAC. 1995).

4. Pengukuran kadar padatan terlarut sauerkraut dengan menggunakan hand

refractometer pada hari ke-0, ke-5, hari ke-10, hari ke-15, dan hari ke-20

disajikan dalam bentuk grafik (AOAC, 1995).

5. Uji organoleptik sauerkraut meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, dan

penampakan dengan menggunakan 15 orang panelis dengan uji peringkat

dengan nilai 1= sangat disenangi, 2= disenangi, 3= agak disenangi, 4= netral,

5= agak tidak disenangi, 6=tidak disenangi, dan 7= sangat tidak disenangi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Jenis, Manfaat, dan Bahaya Garam . (On-line) available at :


www.ubb.ac.id (diakses tanggal 1 November 2010).

Anonim. 2010. Sauerkraut. (On-line) available at : www.wikipedia.ac.id (diakses


tanggal 1 November 2010)

42
Buckle, Edwards, Fleet, dan Wotton. 1985. Ilmu Pangan (terjemahan) Cetakan
Pertama. UI Press, Jakarta.

Cahyono. 1995. Budidaya Kol/Kubis . (On-line) available at :


dimasadityaperdana.blogspot.com (diakses tanggal 1 November 2010).

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah : Muchji


Muljohardjo. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) , Jakarta.

Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. McGraw.Hill, Inc,
New York.

Pederson, C. S. dan B. S. Luh. 1988. Pickling and Fermenting of Vegetables.


Dalam Luh, B. S. dan J. G. Woodroof (editor). Commercial Vegetables
Proccesing. AVI Publishing Co., Westport, Connecticut.

Putra, R. R. 2004. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhdap Jumlah Bakteri


Lactobacillus sp. dan Beberapa Karakteristik Pikel Mentimun (Cucumis
sativus L.) Salt Stock. Skripsi S-1 Program Sarjana, Fakultas Teknologi
Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Rubatzky, E. V dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Penerbit ITB,


Bandung.

Tjahjadi, C.2010. Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah Volume II. Penerbit
Widya Padjadjaran, Bandung.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

LAMPIRAN. Prosedur Analisis

1. Perhitungan Jumlah Bakteri

43
1. Sauerkraut dimortar dan diambil 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam 9

ml larutan pengencer NaCl fis dalam tabung reaksi, didapat pengenceran

10-1.

2. Ambil 1 ml dari pengenceran 10-1, dimasukkan ke dalam tabung reaksi

yang berisi 9 ml larutan pengencer sehingga diperoleh pengenceran 10-2.

3. Dengan cara yang sama dibuat pengenceran sampai 10-4.

4. Dari setiap tabung pengencer dipipet 1 ml contoh dan dimasukkan dalam

cawan petri steril kemudian ditambah media agar MRS sebanyak 10 ml.

Segera setelah penuangan media cawan petri digerak-gerakkan agar sel-sel

mikroorganisme merata.

5. Apabila medium sudah memadat, cawan petri dimasukkan ke dalam

inkubator dalam posisi terbalik dengan suhu 370C selama 2 hari.

6. Setelah inkubasi dilakukan perhitungan jumlah koloni yang terbentuk.

Hanya petridis yang berisi 30-300 koloni dimasukkan ke dalam

perhitungan karena dianggap merupakan penyebaran yang paling

mewakili.

1
¿
7. Koloni per mL/gram = Jumlah koloni per cawan Faktor pengenceran

Jumlah Koloni pada “Standar Plate Keterangan

Pengenceran Count”
10-3 10-4 10-5
… … … …
… … … …

44
2. Prosedur Pengukuran Nilai pH

Pengukuran nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH meter, pH meter

dikalibrasi dengan mencelupkan elektrodanya ke dalam buffer pH 4 dan 7,

sehingga alat menunjukkan angka 7,0 (netral). Kemudian elektroda pH meter

dicelupkan ke dalam larutan sampel beberapa saat sehingga elektrodanya

menunjukkan nilai pH sampel.

Sauerkraut yang akan dihitung nilai pH-nya dihancurkan dengan mortar

sampai lembut sedangkan cairannya diukur langsung. Angka pengaturan

dipertimbangkan berdasarkan nilai rata-rata dua kali pengulangan.

3. Prosedur Pengukuran Kadar Asam

Pengukuran kadar asam laktat pada sauerkraut dilakukan dengan metode

titrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Sauerkraut diblender sebanyak 10

gram, kemudian sebanyak 25 ml filtrate dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml

dan ditambahkan akuades sampai tanda batas. Sebanyak 25 ml filtrate dimasukkan

ke dalam labu erlenmeyer , ditambah 3 tetes phenolftalein, kemudian dititrasi

dengan NaOH 0,1 N sampai warna larutan berubah warna dari merah muda

menjadi bening. Perhitungan kadar asam dilakukan dengan rumus:

ml NaOH x N NaOH x Fp x 90
Kadar asam (%) = Berat sampel ( gram) x 1000 x 100%

Keterangan : Fp = Faktor Pengenceran

4. Prosedur Pengukuran Kadar Padatan Terlarut

45
Pengukuran kadar padatan terlarut pikel dilakukan dengan menggunakan

handrefraktometer. Larutan yang akan diukur diteteskan pada Kristal

refraktometer, tutup lalu dilihat derajat brix-nya.

5. Prosedur Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dengan cara menggunakan 15 orang panelis.

Sauerkraut yang akan diuji diletakkan di atas meja, kemudian para panelis

mengamati dalam hal warna, aroma, tekstur, rasa, dan penampakan. Uji peringkat

dengan nilai 1= sangat disenangi, 2 = disenangi, 3 = agak disenangi, 4 = netral, 5

= agak tidak disenangi, 6 = tidak disenangi, 7 = sangat tidak disenangi.

46

You might also like