You are on page 1of 16

Tugas Tari

Identifikasi Jenis-Jenis Tari

Ni’matul Azizah Raharjanti


X-3
25
A. TARI KLASIK
1. Tari Bedhoyo Ketawang

Menurut kitab Wedbapradangga yang dianggap pencipta tarian Bedhoyo


Ketawang adalah Sultan Agung (1613-1645) raja ke-1 dan terbesar dari kerajaan
Mataram bersama Kanjeng Ratu Kencanasari, penguasa laut selatan yang juga disebut
Kanjeng Ratu Kidul. Sebelum tari ini diciptakan, terlebih dahulu Sultan Agung
memerintahkan para pakar gamelan untuk menciptakan sebuah gendhing yang
bernama Ketawang. Konon penciptaan gendhingpun menjadi sempurna setelah Sunan
Kalijaga ikut menyusunnya. Tarian Bedhoyo Ketawang tidak hanya dipertunjukan
pada saat penobatan raja yang baru tetapi juga pertunjukan setiap tahun sekali
bertepatan dengan hari penobatan raja atau "Tingalan Dalem Jumenengan".
Busana Tari Bedhoyo Ketawang menggunakan Dodot Ageng dengan motif
Banguntulak alas-alasan yang menjadikan penarinya terasa anggun. Gamelan yang
mengiringinya pun sangat khusus yaitu gamelan "Kyai Kaduk Manis" dan "Kyai
Manis Renggo". Instrumen gamelan yang dimainkan hanya beberapa yakni Kemanak,
Kethuk, Kenong, Kendhang Ageng, Kendhang Ketipung dan Gong Ageng. Istrumen-
istrumen tersebut selain dianggap khusus juga ada yang mempunyai nama keramat.
Dua buah Kendang Ageng bemama Kanjeng kyai Denok dan Kanjeng Kyai Iskandar,
dua buah rebab bemama Kanjeng Kyai Grantang dan Kanjeng Kyai Lipur serta sehuah
Gong ageng bernama Kanjeng Nyai Kemitir. Pertunjukan Bedhoyo Ketawang pada
masa Sri Susuhunan Paku Buwana XII diselenggarakan pada hari kedua bulan Ruwah
atau Sya'ban dalam Kalender Jawa.  
2. Tari Gambyong

2|Page
Tari Gambyong berasal dari Surakarta yang disajikan untuk penyambutan tamu
atau mengawali suatu resepsi perkawinan. Konon Tari Gambyong tercipta berdasarkan
nama seorang penari jalanan (tledhek) yang bernama si Gambyong yang hidup pada
zaman Sinuhun Paku Buwono IV di Surakarta (1788-1820). Sosok penari ini dikenal
sebagai seorang yang cantik jelita dan memiliki tarian yang cukup indah. Tak heran,
dia terkenal di seantero Surakarta dan terciptalah nama Tari Gambyong.
Koreografi tari Gambyong sebagian besar berpusat pada penggunaan gerak kaki,
tubuh, lengan, dan kepala. Gerak kepala dan tangan yang halus dan terkendali
merupakan spesifikasi dalam tari Gambyong. Arah pandangan mata yang bergerak
mengikuti arah gerak tangan dengan memandang jari-jari tangan menjadikan faktor
dominan gerak-gerak tangan dalam ekspresi tari Gambyong. Hal ini dapat diamati
pada gerak ukel asta (memutar pergelangan tangan) sebagai format gerak yang sering
dilakukan.
Gerak kaki pada saat sikap berdiri dan berjalan mempunyai korelasi yang
harmonis. Sebagai contoh, pada gerak srisig (berdiri dengan jinjit dan langkah kecil-
kecil), nacah miring (kaki kiri bergerak ke samping, bergantian atau disusul kaki
kanan di letakkan di depan kaki kiri), kengser (gerak kaki ke samping dengan cara
bergeser/posisi telapak kaki tetap merapat ke lantai). Gerak kaki yang spesifik pada
tari Gambyong adalah gerak embat atau entrag, yaitu posisi lutut yang membuka
karena mendhak (merendah) bergerak ke bawah dan ke atas.
Penggarapan pola lantai pada tari Gambyong dilakukan pada peralihan
rangkaian gerak, yaitu pada saat transisi rangkaian gerak satu dengan rangkaian gerak
berikutnya. Sedangkan perpindahan posisi penari biasanya dilakukan pada gerak
penghubung, yaitu srisig, singget ukel karna, kengser, dan nacah miring. Selain itu
dilakukan pada rangkaian gerak berjalan (sekaran mlaku) ataupun gerak di tempat
(sekaran mandheg).
Ciri khas pertunjukan Tari Gambyong, sebelum dimulai selalu dibuka dengan
gendhing Pangkur. Tariannya terlihat indah dan elok apabila si penari mampu
menyelaraskan gerak dengan irama kendang. Sebab, kendang itu biasa disebut otot
tarian dan pemandu gendhing.
Pada zaman Surakarta, instrumen pengiring tarian jalanan dilengkapi dengan
bonang dan gong. Gamelan yang dipakai biasanya meliputi gender, penerus gender,
kendang, kenong, kempul, dan gong. Semua instrumen itu dibawa ke mana-mana
dengan cara dipikul.

3|Page
Umum dikenal di kalangan penabuh instrumen Tari Gambyong, memainkan
kendang bukanlah sesuatu yang mudah. Pengendang harus mampu jumbuh dengan
keluwesan tarian serta mampu berpadu dengan irama gendhing. Maka tak heran,
sering terjadi seorang penari Gambyong tidak bisa dipisahkan dengan pengendang
yang selalu mengiringinya. Begitu juga sebaliknya, seorang pengendang yang telah
tahu lagak-lagu si penari Gambyong akan mudah melakukan harmonisasi.

3. Tari Srimpi
Tari Srimpi Ludiramadu diciptakan oleh Paku Buwana V. Tari ini hidup dalam
lingkungan keraton. Srimpi Ludiramadu pada awalnya bernama ludira Madura yang
berarti darah keturunan Madura . Hal ini dikaitkan dengan Paku Buwana yang
keturunannya Madura.
Tari Srimpi Ludiramadu pertama kali dipentaskan dengan memakai durasi waktu
45 menit. Namun karena perubahan jaman sekitar tahun 1977 A. Tasman
memadatkannya menjadi kurang lebih menjadi 15 menit dengan mengurangi sekaran-
sekaran yang di ulang.
Garap isi tari Srimpi Ludiramadu ini adalah tari yang memiliki rasa seperti
agung ,gagah, antep, tenang tapi juga ada rasa kenesnya.Rasa agung, gagah, dan antep
terlihat dari gerakan laras sawit dan engkyek dalam pola lantai jejer wayang.
Sedangkan untuk rasa kenesnya terdapat atau terlihat dari gerakan lincak gagak.
Dalam tari Srimpi Ludiramadu mempunyai garap bentuk yang diantaranya garap
bentuk srimpen dengan susunan sebagai berikut :
 Maju Beksan
Dalam maju beksan ini diawali dengan gerak kapang-kapang memasuki ruang
diiringi pathetan wantah laras pelog pathet barang.
 Beksan
Pada bagian beksan ini diawali dengan gerakan sembahan ,kamudian sekaran
laras sawit jengkeng ,laras sawit berdiri ,sekar suwun ,lincak gagak
,panahan,lembehan wutuh ,engkyek, sekar suwun, sampai pendhapan asto.
Iringan yang digunakan adalah gendhing Ludiromadu kethuk papat minggah
kinanthi pathetan laras pelog pathetbarang dan ladrang mijil laras pelog pathet
barang.
 Mundur Beksan

4|Page
Pada bagian ini penari berjalan kapang-kapang meningalkan ruang .Iringan
yang digunakan ialah ladrang singa-singa laras pelog pathet barang.
4. Tari Bondan

Tari ini dibagi menjadi :


o Bondan Cindogo
o Bondan Mardisiwi
o Bondan Pegunungan atau tani
 Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan
rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya
anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan
Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti
pada Bondan Cindogo.
Ciri pakaiannya :
o Memakai kain wiron
o Memakai jamang
o Memakai baju kotang
o Menggendong boneka, memanggul payung
o Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang
Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi
sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan
Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik
menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi
sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap.
Ciri pakaiannya :
o Mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai
caping adan membawa alat pertanian
o Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya
tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika

5|Page
memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai
dimasukkan tenggok.
o Bentuk tariannya ; pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian
bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu
dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan
Cindogo / Mardisiwi.
5. Tari Topeng
 Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang
pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu
dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari
Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam
masuk terutama oleh Suann Kalijaga yang menggunakannnya sebagai penyebaran
agama.
Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu :
o Topeng Panji Ksatrian
o Condrokirono
o Gunung sari
o Handoko
o Raton
o Klono
o Denowo
o Benco(Tembem)
o Turas (Penthul)
Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada
kepala.
Tari Topeng yang berasal dari Malang sangat khas karena merupakan hasil
perpaduan antara budaya Jawa Tengahan, Jawa Kulonan dan Jawa Timuran
(Blambangan dan Osing) sehingga akar gerakan tari ini mengandung unsur kekayaan
dinamis dan musik dari etnik Jawa, Madura dan Bali. Salah satu keunikannya adalah
pada model alat musik yang dipakai seperti rebab (sitar Jawa) seruling Madura (yang
mirip dengan terompet Ponorogo) dan karawitan model Blambangan.
Tari Topeng sendiri diperkirakan muncul pada masa awal abad 20 dan
berkembang luas semasa perang kemerdekaan. Tari Topeng adalah perlambang bagi
sifat manusia, karenanya banyak model topeng yang menggambarkan situasi yang

6|Page
berbeda, menangis, tertawa, sedih, malu dan sebagainya. Bisanya tari ini ditampilkan
dalam sebuah fragmentasi hikayat atau cerita rakyat setempat tentang berbagai hal
terutama bercerita tentang kisah2 panji.
Tari Topeng masih bertahan hingga saat ini. Biasanya digelar pada acara-acara-
acara penting kesenian tradisional tingkat nasional. Dengan demikian walaupun masih
bertahan namun Tari Topeng sudah mendekati kepunahan walaupun masih tetap
mengikuti acara-acara penting kesenian tradisional tingkat nasional.

7|Page
B. TARI TRADISIONAL (TARI RAKYAT)
1. Tari Dolalak dari Purworejo

Kesenian tari Dolalak merupakan sabuah tarian rakyat yang menjadi primadona
tari tradisional di Purworejo. Tarian yang sudah eksis sejak sekitar 85 tahunan ini telah
merebak hampir di setiap desa di wilayah Purworejo.
Sejarah terciptanya tarian Dolalak yang menjadikan tarian khas dari Purworejo
ini konon bermula dari peniruan oleh beberapa pengembala terhadap gerakan tarian
dansa serdadu Belanda. Penamaan Dolalak diambil dari dari dominannya notasi nada
do – la – la yang dinyanyikan serdadu Belanda untuk tarian dansa mereka.
Ketika pertama kali tercipta, tarian Dolalak tidak diiringi dengan peralatan
instrumen musik, namun menggunakan nyanyian yang dilagukan oleh para
pengiringnya. Lagu-lagu yang dicipta biasanya bernuansa romantis bahkan ada yang
erotis. Nyanyian tersebut dinyanyikan silih berganti atau terkadang secara koor
bersama.
Dalam perkembangannya, iringan musik tarian Dolalak menggunakan instrumen
musik jidur, terbang, kecer, dan kendang. Sedang untuk iringan nyanyian
menggunakan syair-syair dan pantun berisi tuntunan dan nasehat. Isi syair dan pantun
yang diciptakan, campuran dari Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia sederhana.
Untuk kostum penari Dolalak, mengenakan layaknya pakaian serdadu Belanda,
pakaian lengan panjang hitam dengan pangkat di pundaknya, mengenakan topi pet,
dan berkacamata hitam.
Yang unik dan paling menarik dari tari Dolalak adalah ketika penari memasuki
tahap tarian trance ( kemasukan roh halus ). Saat penari mengalami trance yang
ditandai dengan mengenakannya kaca mata hitam, penari akan mampu menari berjam-

8|Page
jam tanpa henti. Selain itu gerak tariannya pun berubah menjadi lebih energik dan
mempesona. Kesadaran penari akan pulih kembali setelah sang dukun “ mencabut “
roh dari tubuh sang penari.
Tarian Dolalak, semula ditarikan oleh para penari pria. Namun dalam
perkembangannya, tahun 1976 Dolalak ditarikan oleh penari wanita. Dan hampir
setiap grup Dolalak di Purworejo, kini semua penarinya adalah wanita. Jarang sekali
sekarang ini ditemui ada grup Dolalak dengan penari pria.
2. Obeg dari Cilacap
 Kesenian ini berkembang di Cilacap. Pemain Obeg ini terdiri dari beberapa
orang wanita atau pria dengan menunggang kuda yang terbuat dari anyaman bambu
(kepang), serta diiringi dengan bunyi-bunyian tertentu. Pertunjukan ini dipimpin oleh
seorang pawang atau dukun yang dapat membuat pemain dalam keadaan tidak sadar.
Varian lain dari jenis kesenian ini di daerah lain dikenal dengan nama kuda lumping
atau jaran kepang, ada juga yang menamakannya jathilan (Yogyakarta) juga reog
(Jawa Timur). Tarian ini menggunakan “ebeg” yaitu anyaman bambu yang dibentuk
menyerupai kuda berwarna hitam atau putih dan diberi kerincingan. Penarinya
mengenakan celana panjang dilapisi kain batik sebatas lutut dan berkacamata hitam,
mengenakan mahkota dan sumping ditelinganya. Pada kedua pergelangan tangan dan
kaki dipasangi gelang-gelang kerincingan sehingga gerakan tangan dan kaki penari
ebeg selalu dibarengi dengan bunyi kerincingan. Jumlah penari ebeg 8 oarang atau
lebih, dua orang berperan sebagai penthul-tembem, seorang berperan sebagai
pemimpin atau dalang, 7 orang lagi sebagai penabuh gamelan, jadi satu grup ebeg bisa
beranggotakan 16 orang atau lebih. Semua penari menggunakan alat bantu ebeg
sedangkan penthul-tembem memakai topeng. Tarian ebeg termasuk jenis tari massal,
pertunjukannya memerlukan tempat pagelaran yang cukup luas seperti lapangan atau
pelataran/halaman rumah yang cukup luas. Waktu pertunjukan umumnya siang hari
dengan durasi antara 1 – 4 jam. Peralatan yang dipergunakan anatara lain kendang,
saron, kenong, gong dan terompet. Untuk mengiringi tarian ini selalu digunakan lagu-
lagu irama Banyumasan seperti ricik-ricik, gudril, blendrong, lung gadung dan lain-
lain, dan yang unik adalah para pemainnya biasa memakan pecahan kaca (beling) atau
barang tajam lainnya sehingga menunjukkan keperkasaan sebagai Satria, demikian
pula pemain yang manaiki kuda kepang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda
dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukan ebeg dilengkapi dengan atraksi
barongan, penthul dan cepet. Dalam pertunjukannya, ebeg diiringi oleh gamelan yang
lazim disebut bendhe.
9|Page
Laisan adalah jenis kesenian yang melekat pada kesenian ebeg. Laisan dilakukan
oleh seorang pemain pria yang sedang mendem, badannya ditindih dengan lesung
terus dimasukkan ke dalam kurungan, biasanya kurungan ayam, di dalam kurungan
itulah Laisan berdandan seperti wanita. Setelah terlebih dulu dimantra-mantara,
kurunganpun dibuka, dan munculah pria tersebut dengan mengenakan pakaian wanita
lengkap. Laisan muncul di tengah pertunjukan ebeg. Pada pertunjukan ebeg komersial,
salah seorang pemain biasanya melakukan thole-thole yaitu menari berkeliling arena
sambil membawa tampah untuk mendapatkan sumbangan. Laisan juga dikenal di
wilayah lain (wetan) dan mereka biasa menyebutnya Sintren.
3. Tari Sintren dari Pekalongan

Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil
perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan
Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak
mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih
memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih
terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari
ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh
roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R.
Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti
dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan
apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).

10 | P a g e
Intren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan
diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan
budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).
Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain
dalam permainan Sintren, si pawang (dalang) sering mengundang Roh Dewi Lanjar
untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bila, roh Dewi Lanjar berhasil diundang,
maka penari Sintren akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian lebih lincah
dan mempesona.
4. Kubro Siswo dari Magelang
Kubrosiswo berasal dari daerah Borobudur, kesenian ini selain berisi pesan-
pesan dakwah juga bercerita tentang masa penjajahan dahulu hingga kemerdekaan.
Dalam ceritanya disebutkan bagaimana para pejuang megorbankan harta, keluarga
bahkan nyawanya untuk merebut kemerdekaan yang merupakan cita-cita bangsa sejak
dahulu.
Dalam setiap pementasan Kesenian Kubrosiswo memerlukan pemain sekitar 40
orang, yang terdiri dari 25 orang penari, 24 orang sebagai anggota, dan satu orang
sebagai master atau komandannya yang bertugas memberi aba-aba, semua pemainnya
laki-laki. Sedangkan yang memegang peralatan musiknya sebanyak 5 orang, yang
kesemuanya juga laki-laki dan 2 orang yang melagukan syairnya, kadang dimainkan
laki-laki kadang perempuan, Selebihnya sebagai pemain pengganti. Peralatan musik
yang dipakai masih alat musik tradisional, yan terdiri atas satu tanjidor (bedug
tanggung), tiga Bende, dan satu gendang.
Kesenian Kubrosiswo mempunyai beberapa unsur pembentuk, salah satu unsur
pembentuk tersebut adalah lagu atau nyanyian, dan lagu atau nyanyian itu diantaranya
terdapat beberapa pesan dakwah, dimana pesan-pesan dakwah itu meliputi tiga hal,
yakni aqidah, syariah dan budi pekerti, dan kesemuanya itu sesuai dengan ajaran Islam
yang bersumberkan Alqur’an dan Hadis.
5. Tari Lengger-Calung dari Banyumas

11 | P a g e
Kesenian tradisional lengger-calung tumbuh dan berkembang diwilayah ini.
Sesuai namanya, tarian lengger-calung terdiri dari lengger (penari) dan calung
(gamelan bambu), gerakan tariannya sangat dinamis dan lincah mengikuti irama
calung. Diantara gerakan khas tarian lengger antara lain gerakan geyol, gedheg dan
lempar sampur.
Dulu penari lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita, kini penarinya
umumnya wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalah sebagai badut pelengkap
yang berfungsi untuk memeriahkan suasana, badut biasanya hadir pada pertengahan
pertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang, mereka harus berdandan
sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik, rambut kepala disanggul, leher
sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur atau selendang biasanya
dikalungkan dibahu, mengenakan kain/jarit dan stagen. Lengger menari mengikuti
irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan didominasi oleh gerakan
pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan. Peralatan gamelan calung terdiri dari
gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong dan gong yang semuanya
terbuat dari bambu wulung (hitam), sedangkan kendang atau gendang sama seperti
gendang biasa. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lebih dikenal sebagai
sinden. Satu grup calung minimal memerlukan 7 orang anggota terdiri dari penabuh
gamelan dan penari/lengger.
Calung adalah suatu bentuk kesenian rakyat dengan menggunakan bunyi-
bunyian semacam gambang yang terbuat dari bambu, lagu-lagu yang dibawakan
merupakan gending Jawa khas Banyumas. Juga dapat untuk mengiringi tarian yang
diperagakan oleh beberapa penari wanita. Sedangkan untuk Begalan biasanya
diselenggarakan oleh keluarga yang baru pertama kalinya mengawinkan anaknya.
Yang mengadakan ini adalah dari pihak mempelai wanita.

12 | P a g e
C. TARI KREASI BARU
1. Tari Jaipongan
Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang
seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang
salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul
perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau
Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak
mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan
tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan
merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari
pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari
pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara
gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang
mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu
dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916.
Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur
sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah
ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola
gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran
(penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub)
beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara
Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan
sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya
mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub).
Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya
di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam
Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi
13 | P a g e
(Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan
beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari
Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing
Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu
perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari
Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing
Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu
menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
2. Tari Merak

Tari Merak merupakan tarian kreasi baru dari tanah Pasundan yang diciptakan
oleh Raden Tjetjep Somantri pada tahun 1950an dan dibuat ualng oleh dra. Irawati
Durban pada tahun 1965 .
Banyak orang salah kaprah mengira jika tarian ini bercerita tentang kehidupan
dan keceriaan merak betina, padahal tarian ini bercerita tentang pesona merak jantan
yang terkenal pesolek untuk menarik hati sang betina.
Sang jantan akan menampilkan keindahan bulu ekornya yang panjang dan berwarna-
warni untuk menarik hati sang betina. Gerak gerik sang jantan yang tampak seperti
tarian yang gemulai untuk menampilkan pesona dirinya yang terbaik sehingga sang
betina terpesona dan melanjutkan ritual perkawinan mereka. Setiap gerakan penuh
makna ceria dan gembira, sehingga tarian ini kerap digunakan sebagai tarian
persembahan bagi tamu atau menyambut pengantin pria menuju pelaminan.
Kostumnya yang berwarna warni dengan aksen khas burung merak dan ciri khas yang
paling dominan adalah sayapnya dipenuhi dengan payet yang bisa dibentangkan oleh
sang penari dengan satu  gerakan yang anggun menambah indah pesona tarian ini,
serta mahkota yang berhiaskan kepala burung merak  yang disebut singer yg akan
bergoyang setiap penari menggerakkan kepalanya.

14 | P a g e
3. Tari Angguk
Tarian ini berasal dari Banyumas. Tarian jenis ini sudah ada sejak abad ke 17
dibawa para mubalig penyebar agama Islam yang datang dari wilayah Mataram-
Bagelen. Tarian ini disebut angguk karena penarinya sering memainkan gerakan
mengangguk-anggukan kepala. Kesenian angguk yang bercorak Islam ini mulanya
berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyiarkan agama Islam. Sayangnya jenis
kesenian ini sekarang semakin jarang dipentaskan. Angguk dimainkan sedikitnya oleh
10 orang penari anak laki-laki berusia sekitar 12 tahun. Pakaian para penari umumnya
berwarna hitam lengan panjang dengan garis-garis merah dan kuning di bagian
dada/punggung sebagai hiasan. Celana panjang sampai lutut dengan hiasan garis
merah pula, mengenakan kaos kaki panjang sebatas lutut tanpa sepatu, serta memakai
topi pet berwarna hitam. Perangkat musiknya terdiri dari kendang, bedug, tambur,
kencreng, 2 rebana, terbang (rebana besar) dan angklung. Syair lagu-lagu tari angguk
diambil dari kitab Barzanji sehingga syair-syair angguk pada awalnya memang
menggunakan bahasa Arab tetapi akhir-akhir ini gerak tari dan syairnya mulai
dimodifikasi dengan menyisipkan gerak tari serta bahasa khas Banyumasan tanpa
merobah corak aslinya. Bentuk lain dari kesenian angguk adalah “aplang”, bedanya
bila angguk dimainkan oleh remaja pria maka “aplang” atau “daeng” dimainkan oleh
remaja putri.
4. Tari Rengkong
Rengkong adalah kesenian yang menyajikan bunyi-bunyian khas bagai suara
kodok mengorek secara serempak yang dihasilkan dari permainan pikulan bambu.
Pikulan bambu tersebut berukuran besar dan kuat tetapi ringan karena dibuat dari
bambu yang sudah cukup tua, biasanya menggunakan bambu tali dengan panjang
sekitar 2,6 meter. Pada kedua ujung bambu dibuat lobang persegi panjang selebar 1
cm, sekeliling bambu melintasi lobang tersebut diraut sekedar tempat bertengger tali
penggantung ikatan padi. Dua ikat padi seberat ± 15 kg digayutkan dengan tali ijuk
mengalungi sonari (badan rengkong bambu di tempat yang diraut). Di tengah masing-
masing ikatan padi ada sunduk (tusuk) bambu sepanjang hampir 2 meter. Ujung atas
sunduk bambu dimasukkan ke badan bambu rengkong dekat gantungan tali ijuk. Cara
memainkannya, pikulan bambu rengkong yang berisi muatan padi diletakkan pada
bahu kanan (dipikul). Pemikul mengayun-ayunkan ke kiri dan ke kanan dengan
mantap dan teratur. Tali ijuk dengan beban padi yang menggantung pada badan bambu
rengkong pun bergerak-gerak, gesekan tali ijuk yang keras inilah yang menimbulkan
suara berderit-derit nyaring. Kalau ada beberapa rengkong yang dimainkan serempak
15 | P a g e
maka akan timbul suara yang mengasyikan, khas alam petani, terlebih bila dimainkan
dengan berbaris berarak-arakan maka suasananya akan lebih semarak. Kesenian
tradisional para petani ini biasanya diadakan pada pesta perayaan panen atau pada
hari-hari besar nasional.
5. Tari Tayuban
Tari Tayuban adalah salah satu jenis tari masyarakat Jawa. Tarian ini juga dikenal di
seluruh Nusantara, tetapi dengan versi yang berbeda. Tayuban digelar sebagai bagian
dari upacara sakral yang berhubungan dengan kesuburan ( kesuburan perkawinan dan
kesuburan pertanian/tanah ). Di daerah tertentu tarian ini digelar sebagai bagian dari
upacara pembersihan ( bala atau malapetaka ) dan biasanya juga digelar dalam
penyambutan tamu-tamu agung, sedekah desa, sedekah bumi, khitanan, perkawinan,
dan lain-lain.
Pada zaman dahulu tarian ini mempunyai nilai hiburan dan sensual karena tarian ini
menggambarkan keakraban hubungan lelaki ( pengibing ) dan perempuan
( ronggeng ). Makanya ada yang beranggapan bahwa Tayuban itu berasal dari kata
”tayub” ( ditata guyub ).Guyub antara lelaki dan perempuan. Di daerah tertentu, penari
perempuan menggunakan sampur atau selendang. Nantinya selendang itu diberikan
kepada laki-laki ( ketiban sampur ). Dan yang menerima selendang itu mendapat
kehormatan untuk menari bersama dengan penari perempuan tadi.

16 | P a g e

You might also like