Professional Documents
Culture Documents
“Kalau Anda hanya melihat riak gelombang, Etnografi menyelami dalamnya dasar
lautan”(James P. Spradly)
Seorang gadis memasuki bar dan berkata pada bartender, “Berikan saya Diet Coke.
Tolong saya jangan diganggu, karena saya ingin mengamati cowok - cowok yang
sedang meminum bir di pojok sana.”. Bukan, ini bukan kalimat awal dari sebuah
lelucon. Bila Anda adalah bartender tersebut, yang sedang Anda hadapi kemungkinan
adalah seorang etnografer (praktisi ilmu etnografi) yang dipekerjakan oleh perusahaan.
Saat ini mulai banyak desainer produk dan marketer yang mendengungkan istilah
etnografi sebagai pendekatan dalam mengembangnkan produk. Pendekatan ini
semakin menarik karena kita selama ini mengetahui bahwa etnografi merupakan salah
satu cabang dari ilmu antropologi yang yang banyak di gunakan dalam riset - riset
sosial untuk mengeksplorasi karakteristik budaya di suku - suku terasing. Etnografi
yang pada awalnya merupakan sebuah studi mengenai kehidupan bermasyarakat
memang dapat digunakan untuk mengamati konsumen bagaimana dan apa yang
membuat mereka menggunakan produk serta mensosialisasikan produk dalam
lingkungan sosialnya.
Etnografi sendiri tidak fokus pada ”what people say” tapi lebih pada ”what people do”.
Secara lebih taktikal pengambilan data akan dilakukan dengan menggunakan beberapa
customer Insight via Ethnography
kombinasi antara lain observasi, diary, video tape, photography, catatan - catatan kecil,
dan diperkaya pula dengan foto, gambar –gambar, ataupun video hasil pengamatan.
Dengan menggunakan etnografi di harapkan desainer produk mendapatkan
mendapatkan customer insight dari konsumen. Customer insight seperti inilah yang
sebenarnya lebih diperlukan oleh para desainer produk ketimbang sekadar data atau
informasi. Dengan pendekatan ini di harapkan desainer produk lebih bisa menemukan
pendapat dan persepsi sesungguhnya dari konsumen, sehingga hidden need atau
unspoken need dari konsumen bisa terungkap. Pendekatan ini memberikan
kesempatan bagi para desainer produk untuk mendalami dan menyelami latar belakang
konsumen ketika berinteraksi dengan suatu produk dalam kesehariannya dengan apa
adanya dan tanpa kepalsuan.
Berbeda dengan metoda FGD (Focus Group Discussion), dalam riset etnografi ini
responden tetap berada pada habitat aslinya tanpa kepalsuan dan kepura-puraan,
sehingga Voice of Customer dapat lebih mudah teridentifikasi secara lebih aktual,
tajam, dan mendalam. Sebagai contoh, Ibu Rumah Tangga diwawancarai dan diamati
perilakunya ketika berada di rumah sedang memasak, membersihkan rumah atau
mencuci baju. Seorang eksekutif diamati perilakunya ketika berada di kantor tempat ia
bekerja untuk merekam pola penggunaan telepon selulernya. Remaja diamati dan
diwawancarai di lingkungan teman-temannya di mall. Kafe, atau Lapangan Basket.
Tindakan (actions) yang dikerjakan responden merupakan insights tersendiri yang
jarang bisa terekam pada saat Marketer Researcher melakukan metode FGD (Focus
Group Discussion), survey, dan metode lainnya.
Focus Group Discussion tidak mempunyai ‘human touch’ yang dimiliki oleh metoda
etnografi. Selain tidak adanya privacy, FGD juga dibatasi oleh waktu dan latar
lingkungan yang bersifat artificial sehingga jika dilakukan metoda FGD para desainer
produk kurang dapat mengidentifikasi need dan wants Customer. Padahal mengamati
responden dalam kesehariannya mengamati pemakaian produk dengan latar belakang
sesungguhnya adalah sangat penting dalam menggali consumer insights. Berada
dalam lingkungannya sendiri tercipta rasa nyaman bagi responden. Ia dengan leluasa
dapat menceritakan pendapatnya secara spontan tanpa khawatir penilaian dari
responden lainnya.
Kelemahan - kelemahan FGD di atas yang coba direduksi oleh etnografi dengan
melakukan pengamatan dan bertanya langsung kepada konsumen di habitat aslinya
(rumah, kantor, sekolah, pabrik, taman bermain). Sebenarnya tidak ada yang baru atau
supercanggih dalam metode etnografi. Metode ini tetap menjalankan prinsip - prinsip
penelitian kualitatif pada umumnya. Bisa dikatakan metode etnografi merupakan
kombinasi dari metode - metode kualitatif yang telah ada, indepth interview, observasi
kualitatif, FGD, tehnik proyeksi, diary, life history, dll. Hanya saja kegiatan risetnya
harus dilakukan di lingkungan asli target konsumen. Dengan masuk dalam lingkungan
asli konsumen maka akan terungkap apa yang sebenarnya mereka lakukan terhadap
suatu produk bukan sekedar mengungkap apa yang mereka katakan mereka lakukan
terhadap produk tersebut..
Beberapa kelebihan dalam etnografi dibandingkan metode riset yang lainnya bukan
berarti etnografi akan menggantikan metode riset yang lain. Beberapa metode dapat
dikombinasikan untuk memperoleh data yang lengkap dan valid. Riset kuantitatif perlu
dilengkapi dengan riset kualitatif, dan sekarang riset kualitatif seperti Focus Group
Discussion, in-depth interview tidak mencukupi karena tidak mencakup observasi
seseorang di lingkungan alami mereka. Sebuah produk/ jasa kini tidak bisa hanya
sekedar ada dan mengikuti apa yang ada di pasar global, unsur emosional dan budaya
lokal harus mulai disesuaikan.
Etnografi tentu bukanlah obat ajaib untuk perusahaan yang ingin memahami
konsumennya lebih dalam. Ada sisi lain dibalik riset pengembangan produk ini, yaitu
lamanya menyelesaikan sebuah studi, proses pengumpulan data dan informasi yang
memakan waktu berbulan - bulan.Selain biayanya yang relatif tinggi, masih sedikit ahli
yang benar - benar mampu melakukannya dengan baik. Waktu yang dibutuhkan untuk
metode ini juga relatif lebih panjang. Hal ini menyebabkan timbulnya kritik, mengingat
agenda perusahaan yang padat dan ingin serba cepat dalam pengambilan
keputusannya. Sehingga dengan perkembangan teknologi modern dikembangkan
metoda netnography dan digital ethnography untuk memangkas lamanya waktu studi
etnografi.
Netnography adalah studi etnografi yang dikerjakan secara online. Observasi dilakukan
dalam diskusi - diskusi di mailing list yang diikuti responden dengan melakukan
eksplorasi secara lebih mendalam melalui online chatting. Sedangkan digital
ethnography adalah observasi dengan bantuan kamera digital baik berupa video
maupun foto yang digunakan untuk melengkapi data yang dikumpulkan periset. Dengan
metode digital ethnography ini, responden diminta mengirimkan cuplikan rekaman atau
foto - foto yang diambil dalam kaitannya dengan perilakunya, misalnya foto bagian
dalam lemari dapur akan menjelaskan banyak hal tentang produk - produk yang
digunakan dalam rumah tangga dan menjelaskan karakter pemiliknya. Atau misalnya
video tentang perilaku remaja ketika berkomunikasi dengan temannya dengan
menggunakan HP atau perilaku remaja yang sedang melakukan aktivitas SMS akan
menjelaskan bagaimana perilaku mereka ketika mengunakan kartu GSM atau CDMA.
Dengan penggunaan teknologi modern tersebut etnografi dapat dilakukan dalam
hitungan 1 – 2 bulan bahkan hitungan minggu.