You are on page 1of 4

Ridho Pang Umardanu

13409094
Tugas III Pengantar Ergonomi

1. Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data-data yang diperoleh sudah ada dalam
keadaan terkendali atau belum. Data yang berada dalam batas kendali yang ditetapkan yaitu BKA (Batas
Kendali Atas) dan BKB (Batas Kendali Bawah) dapat dikatakan berada dalam keadaan terkendali,
sebaliknya jika suatu data berada di luar BKA dan BKB, maka data tersebut dikatakan tidak terkendali.
Data yang berada dalam keadaan tidak terkendali harus dibuang untuk kemudian diuji kembali
keseragamannya hingga tidak ada lagi data yang berada di luar BKA dan BKB. Rumus-rumus yang
digunakan untuk menentukan BKA dan BKB adalah sebagai berikut:

BKA = x́ + k σ

BKB = x́ - k σ

Dengan

x́ = rata-rata waktu yang diukur

k = konstanta tingkat keyakinan

σ = standar deviasi

Contohnya, waktu penyelesaian suatu tahap produksi pasti selalu berubah-ubah karena bagaimanapun
suatu sistem tidak bisa mempertahankan keadaannya selalu dalam keadaan yang tepat sama. Waktu
penyelesaian tersebut boleh berubah-ubah, namun tetap harus ada dalam interval BKA dan BKB.

2. Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui jumlah data yang diperoleh telah memenuhi jumlah
pengamatan yang dibutuhkan dalam pengukuran atau belum, sesuai dengan tingkat ketelitian yang
diinginkan. Rumus yang digunakan untuk melakukan uji kecukupan data adalah sebagai berikut:

Jika N < 30, maka


2
s.t
N '= ( ) k . x́

Jika N ≥ 30, maka


2
k
√ N ∑ x 2−(∑ x)2
'
N=
s
( ∑x )
Dengan
Ridho Pang Umardanu
13409094
Tugas III Pengantar Ergonomi

N = jumlah data pengamatan yang diperoleh

N’ = jumlah data pengamatan yang diperlukan

s = standar deviasi

t = nilai distribusi t sesuai dengan tingkat keyakinan

k = tingkat ketelitian data

x́ = rata-rata

x = data pengamatan ke-n (n=1,2,3,…,N)

Jika dari uji kecukupan didapat jumlah data pengamatan yang diperlukan lebih besar daripada jumlah
data yang diperoleh maka perlu dilakukan pengambilan data lagi sampai data yang diperoleh sampai
N≥N’.

Misalnya untuk memperoleh rata-rata waktu penyelesaian suatu tahap produksi dilakukan pengukuran
sebanyak dua puluh kali. Lalu data yang didapat diproses dengan rumus uji kecukupan data untuk N<30
dengan tingkat ketelitian dan kepercayaan tertentu. Jika didapatkan hasil N’≤20 maka pengukuran yang
dilakukan dianggap telah cukup, namun jika sebaliknya (N>20) maka perlu dilakukan pengukuran lagi
sampai N≥N’.

3. Rumus Kecukupan Data untuk Tingkat Ketelitian 4% dan Tingkat Kepercayaan 95%

Untuk tingkat kepercayaan 95%, k = 1.95 ≈ 2

Tingkat ketelitian 4%, s = 0.04

Jadi, rumusnya adalah:


2
k
N ∑ x 2−(∑ x)2
N '= (
s

∑x )
2
2
√ N ∑ x 2−( ∑ x)2
¿(0.04
∑x )
2
50 √ N ∑ x 2−(∑ x)2
¿
( ∑x )
Ridho Pang Umardanu
13409094
Tugas III Pengantar Ergonomi

4. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Kepercayaan

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum yang boleh terjadi dari rata-rata sebenarnya,
misalnya pada pengukuran waktu, tingkat ketelitian menunjukkan penyimpanagan maksimum dari
waktu sebenarnya. Tingkat ketelitian biasanya dinyatakan dalam persen.

Tingkat kepercayaan menunjukkan besarnya keyakinan/kepercayaan pengukur bahwa hasil yang


diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi, seperti tingkat ketelitian, tingkat kepercayaan biasa
dinyatakan dalam persen.

Contohnya, data waktu penyelesaian suatu pekerjaan memiliki tingkat ketelitian 10% dan tingkat
keyakinan 95%. Tingkat ini menyatakan bahwa rata-rata hasil pengukuran diperbolehkan menyimpang
sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya dan kemungkinan hal tersebut berhasil adalah 95%. Rata-rata
pengukuran hanya diperbolehkan menyimpang lebih dari 10% dengan kemungkinan 5% (100%-95%).
Misalnya rata-rata waktu penyelesaian suatu pekerjaan sebenarnya adalah 100 detik, dengan hanya
melakukan sejumlah pengukuran mungkin rata-rata yang didapat menunjukkan harga lain, misalnya 88,
96, atau 105 detik. Katakanlah rata-rata pengukuran yang didapat 96 detik. Walaupun rata-rata
sebenarnya (100 detik) belum diketahui, jika berdasarkan uji kecukupan pengukuran yang dilakukan
telah mencukupi untuk ketelitian 10% dan keyakinan 95%, maka pengukuran mempunyai keyakinan 95%
bahwa 96 detik itu terletak pada interval harga rata-rata sebenarnya dikurangi 10% dari rata-rata ini,
dan rata-rata sebenarnya ditambah 10% dari rata-rata ini.

5. Kemampuan Penglihatan Spasial

Pada gambar (a) dimana kepala


dan mata diam, area penglihatan
dua mata (binocular vision)
terletak pada sudut 62o – 70o.
Area penglihatan satu mata
(monocular vision) terletak pada
sudut 94o –104o. Area diluar itu
merupakan area buta (blind spot).

Jika kedua mata boleh digerakkan


tetapi kepala tetap diam, maka
area penglihatan akan berubah
sebagaimana terlihat pada
gambar (b). Pada kondisi ini, area
binokuler tetap terletak pada
Ridho Pang Umardanu
13409094
Tugas III Pengantar Ergonomi

sudut 62o – 70o, tetapi area monokuler berubah hingga mencapai sudut 166 o, sehingga area buta
berkurang. Walaupun area binokuler terletak hingga sudut 70 o, tetapi pada posisi kepala lurus
disarankan optimum pada sudut 30o.

Pada kasus dimana mata dan kepala boleh bergerak, sehingga memungkinkan posisi leher dan kepala
yang lebih fleksibel, maka area binokuler bisa mencapai 100 o – 120o, sedangkan area monokuler bisa
menjangkau seluruh sudut 360 o sehingga menghilangkan area buta (blind spot). Sudut maksimum yang
direkomendasi adalah 95o sedangkan sudut rekomendasi optimum berada pada posisi sudut 15o.

Referensi:

1. http://digilib.petra.ac.id
2. Husein, Torik. Analisa Peancangan Kerja. Pusat Pengembangan Bahan Ajar UMB
3. elista.akprind.ac.id

You might also like