You are on page 1of 24

EFEK SAMPING EKSTRAPIRAMIDAL

DAN
REAKSI DISTONIA AKUT

Ananda D. Damanik
04-004
PENDAHULUAN
 Gejala psikosis  hiperaktivitas dari neurotransmiter dopamin.

 Obat-obat yang digunakan untuk mengurangi gejala psikosis 


memblok reseptor dari dopamin, khususnya reseptor D2
dopamin.

 Ada efek samping dari penghambatan reseptor dopamin  efek


ekstrapiramidal.

2
4 JALUR DOPAMIN DALAM OTAK
 Jalur dopamin mesolimbik
mengatur perilaku dan terutama menciptakan delusi dan halusinasi
jika dopamin berlebih. Dengan jalur ini ‘dimatikan’ maka
diharapkan delusi dan halusinasi dapat dihilangkan.

 Jalur dopamin nigrostriatal


mengatur gerakan. Reseptor dopamin pada jalur ini dihambat 
gangguan gerakan yang muncul serupa dengan penyakit Parkinson
(drug-induced Parkinsonism). Jalur nigrostriatal ini merupakan
bagian dari sistem ekstrapiramidal  disebut juga reaksi
ekstrapiramidal.
3
 Jalurdopamin mesokortikal
masih merupakan perdebatan bahwa blokade reseptor
dopamin pada jalur ini akan menyebabkan timbulnya
gejala negatif dari psikosis, yang disebut neuroleptic-
induced deficit syndrome.

 Jalurdopamin tuberoinfundibular
mengontrol sekresi dari prolaktin. Blokade dari pada
jalur ini  peningkatan level prolaktin sehingga
menimbulkan galaktorea.

4
EFEK SAMPING EKSTRAPIRAMIDAL
PADA OBAT ANTIPSIKOSIS

Istilah sindrom ekstrapiramidal (EPS)  suatu


kelompok reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan
jangka pendek atau panjang dari medikasi
antipsikotik.

Istilah ini dibuat karena banyak gejala


bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme
atau rigiditas, tetapi gejala-gejala itu di luar kendali
traktus kortikospinal (piramidal). 5
Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa
kategori yaitu :
 tardive diskinesia

 akatisia

 parkinsonism (Sindrom Parkinson).

 reaksi distonia akut

6
TARDIVE DISKINESIA

 Sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk gerakan


koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal,
involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik.

 Halini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif


oleh karena supersensitif reseptor dopamine akibat
blokade kronik.

7
 Prevalensi
bervariasi, diperkirakan terjadi 20-40%
pasien yang berobat lama.

 Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut,


jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis
tinggi atau jangka panjang.

8
AKATISIA
 Terdiridari perasaan dalam yang gelisah, gugup
atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga
telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot.

 Pasiendapat mengeluh karena anxietas atau


kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan
sebagai gejala psikotik yang memburuk.

9
SINDROM PARKINSON
Manifestasinya meliputi berikut :
 Akinesia : meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan
spontan, penurunan ayunan lengan pada saat berjalan,
penurunan kedipan, dan penurunan mengunyah yang dapat
menimbulkan pengeluaran air liur.
Pada bentuk yang yang lebih ringan : suatu status perilaku
dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran
untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan
dengan gejala negatif skizofrenia.
10
 Tremor : khususnya saat istirahat. Tremor dapat
mengenai bibir dan otot-otot perioral yang disebut
sebagai “sindrom kelinci”.
Keadaan ini dapat dikelirukan dengan tardive
diskinesia, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih
ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang
daripada lidah dan responnya terhadap medikasi
antikolinergik.

11
 Kekakuan otot/rigiditas : merupakan gangguan pada
tonus otot, yaitu derajat ketegangan yang ada pada
otot. Gangguan tonus otot dapat menyebabkan
hipertonia. Hipertonia yang berhubungan dengan
parkinsonisme akibat neuroleptik adalah tipe pipa besi
(lead-pipe type) atau tipe roda gigi (cogwheel type).
Istilah tersebut menggambarkan kesan subjektif dari
anggota gerak atau sendi yang terkena.
12
PENANGANAN EFEK SAMPING
EKSTRAPIRAMIDAL
 Medikasi anti-EPS yang digunakan terutama
adalah antikolinergik.

 Reaksireciprocal (berlawanan) antara dopamin


dan asetilkolin pada jalur dopamin nigrostriatal.
Neuron-neuron dopamin pada jalur nigrostriatal
mempunyai koneksi postsinaps dengan neuron
kolinergik.

13
 Secara normal, dopamin menghambat pelepasan
asetilkolin dari postsinaps jalur kolinergik
nigrostriatal. Obat antipsikosis menghambat dopamin
sehingga menyebabkan aktivitas asetilkolin yang
berlebih.

 Untuk mengurangi efek asetilkolin yang berlebih ini,


digunakan antikolinergik. Sehingga untuk setiap
pemberian obat antipsikosis diberikan antikolinergik
untuk mencegah adanya efek samping
ekstrapiramidal.
14
REAKSI DISTONIA AKUT
(ACUTE DYSTONIA REACTION)

 Distonia  kontraksi otot yg singkat atau lama,


biasanya menyebabkan gerakan atau postur yang
abnormal, termasuk krisis okulorigik, prostrusi lidah,
trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur
distonik pada anggota gerak dan batang tubuh.

15
KRITERIA DIAGNOSTIK DAN RISET
UNTUK DISTONIA AKUT AKIBAT
NEUROLEPTIK MENURUT DSM IV

16
A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang
berkembang berhubungan dengan medikasi
neuroleptik :
1. Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya
dengan tubuh
2. Spasme otot rahang
3. Gangguan menelan, bicara, atau bernafas (spasme laring-
faring, disfonia)
4. Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau
membesar
5. Penonjolan lidah atau disfungsi lidah
6. Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping
7. Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh
17
B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang
dalam 7 hari setelah memulai atau dengan cepat
menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau
menurunkan medikasi yang digunakan untuk
mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal
akut (misalnya obat antikolinergik).

18
C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik
oleh gangguan mental (misalnya gejala katatonik pada
skizofrenia).
Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental dapat berupa berikut : gejala
mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik
atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis
(misalnya tidak ada perbaikan setelah menurunkan
neuroleptik atau pemberian antikolinergik).

19
D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat
nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau medis
umum.
Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi
medis umum dapat berupa berikut : gejala mendahului
pemaparan dengan medikasi neuroleptik, terdapat
tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan,
atau gejala berkembang tanpa adanya perubahan
medikasi.

20
TERAPI DISTONIA
 Untuk terapi distonia akut akibat neuroleptik,
diberikan 1-2 mg benztropine IM. Jika dosis
tersebut tidak efektif dalam 20-30 menit, obat
harus diberikan lagi.
 Jikapasien masih tidak membaik dalam 20-30
menit lagi, suatu benzodiazepin (contohnya 1 mg
lorazepam IM/IV) harus diberikan.

21
 Distonia laring merupakan kegawatdaruratan medis
dan harus diberikan 4 mg benztropine dalam 10 menit,
diikuti dengan 1-2 mg lorazepam, diberikan perlahan
melalui jalur IV.

22
 Profilaksis
terhadap distonia diindikasikan pada
pasien yg pernah memiliki satu episode atau pada
pasien yg berada dalam resiko tinggi (laki-laki muda
yg menggunakan antipsikotik potensi tinggi).

 Profilaksis
diberikan selama 4-8 mg dan selanjutnya
diturunkan perlahan selama periode 1-2 mg untuk
memungkinkan pemeriksaan ttg kebutuhan untuk
melanjutkan terapi profilaksis.

23
TERIMA KASIH

24

You might also like