You are on page 1of 22

IMUNISASI

Penyakit menular merupakan salah satu masalah yang sulit diatasi, oleh karena penyakit
menular tidak mengenal batas wilayah suatu daerah atau negara, sehingga menyulitkan
pemberantasannya. Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular
tertentu, maka tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah
atau negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dan dengan hasil yang
efektif. Upaya pemberian vaksin ini adalah dengan imunisasi.
Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan
menderita penyakit tersebut. Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit
yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang
berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain
diperlukan imunisasi lainnya.
Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini merupakan
upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective. Dengan upaya imunisasi
terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit
cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program
Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus
serta hepatitis B. Dengan upaya imunisasi pula, kita sudah dapat menekan penyakit polio dan
sejak tahun 1995 tidak ditemukan lagi virus polio liar di Indonesia. Hal ini sejalan dengan
upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan Program Eradikasi Polio (ERAPO).
Penyakit lain yang sudah dapat ditekan sehingga perlu ditingkatkan programnya adalah
tetanus maternal dan neonatal serta campak. Untuk tetanus telah dikembangkan upaya
Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) sedang terhadap campak dikembangkan
upaya Reduksi Campak (RECAM). ERAPO, MNTE dan RECAM juga merupakan komitmen
global yang wajib diikuti oleh semua negara di dunia. Walaupun PD3I sudah dapat ditekan,
cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat
perlindungan yang tinggi dan merata dapat menimbulkan letusan (KLB) PD3I. Untuk itu,
upaya imunisasi perlu disertai dengan upaya surveilans epidemiologi agar setiap peningkatan
kasus penyakit atau terjadinya KLB dapat terdeteksi dan segera diatasi.
Penyelenggaraan program imunisasi mengacu pada kesepakatan-kesepakatan
internasional untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit, antara lain :
1. WHO tahun 1988 dan UNICEF melalui World Summit for Children pada tahun 1990
tentang ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi 80-80-80, Eliminasi Tetanus
Neonatorum dan Reduksi Campak;
2. Himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi
Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang;
3. Himbauan dari WHO bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi > 8% pada tahun
1997 diharapkan telah melaksanakan program imunisasi hepatitis B ke dalam program
imunisasi rutin;
4. WHO/UNICEF/UNFPA tahun 1999 tentang Joint Statement on the Use of Autodisable
Syringe in Immunization Services;
5. Konvensi Hak Anak: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tertanggal 25 Agustus 1990, yang berisi
antara lain tentang hak anak untuk memperoleh kesehatan dan kesejahteraan dasar;
6. Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) tahun 1988 dan tahun 2000
yang diperkuat dengan hasil pertemuan The Eight Technical Consultative Group Vaccine
Preventable Disease in SEAR tahun 2001 untuk mencapai Eradikasi Polio pada tahun
2004 untuk regional Asia Tenggara dan sertifikasi bebas polio oleh WHO tahun 2008;
7. The Millenium Development Goal (MDG) pada tahun 2003 yang meliputi goal 4 :
tentang reduce child mortality, goal 5: tentang improve maternal health, goal 6: tentang
combat HIV/AIDS, malaria and other diseases (yang disertai dukungan teknis dari
UNICEF);
8. Resolusi WHA 56.20, 28 Mei 2003 tentang Reducing Global Measles Mortality,
mendesak negara-negara anggota untuk melaksanakan The WHO-UNICEF Strategic
Plan for Measles Mortality Reduction 2001-2005 di negara-negara dengan angka
kematian campak tinggi sebagai bagian EPI;
9. Cape Town Measles Declaration, 17 Oktober 2003, menekankan pentingnya
melaksanakan tujuan dari United Nation General Assembly Special Session (UNGASS)
tahun 2002 dan World Health Assembly (WHA) tahun 2003 untuk menurunkan kematian
akibat campak menjadi 50 % pada akhir tahun 2005 dibandingkan keadaan pada tahun
1999; dan mencapai target The United Millenium Development Goal untuk mereduksi
kematian campak pada anak usia kurang dari 5 tahun menjadi 2/3 pada tahun 2015 serta
mendukung The WHO/UNICEF Global Strategic Plan for Measles Mortality Reduction
and Regional Elimination 2001-2005;
10. Pertemuan The Ninth Technical Consultative Group on Polio Eradication and Polio
Eradication and Vaccine Preventable Diseases in South-East Asia Region tahun 2003
untuk menyempurnakan proses sertifikasi eradikasi polio, reduksi kematian akibat
campak menjadi 50% dan eliminasi tetanus neonatal, cakupan DPT3 80% di semua
negara dan semua kabupaten, mengembangkan strategi untuk Safe Injections and Waste
Disposal di semua negara serta memasukkan vaksin hepatitis B di dalam Program
Imunisasi di semua negara;
11. WHO-UNICEF tahun 2003 tentang Joint Statement on Effective Vaccine Store
Management Initiative.
A. Tujuan Imunisasi
 Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
 Tujuan Khusus
1. Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010.
2. Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden dibawah 1 per
1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.
3. Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta
sertifikasi bebas polio pada tahun 2008.
4. Tercapainya Reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.

B. Sasaran Imunisasi
Jenis-jenis Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)
Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi meliputi penyakit
menular tertentu.
• Jenis-jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara lain
penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A,
Meningitis meningokokus, Haemophilus influenzae tipe b, Kolera, Rabies, Japanese
encephalitis, Tifus abdominalis , Rubbella, Varicella, Pneumoni pneumokokus,
Yellow fever, Shigellosis, Parotitis epidemica.
• Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk kedalam program imunisasi adalah
Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Polio, Campak, Tetanus dan Hepatitis B.
• Jenis-jenis penyakit lainnya yang dengan perkembangan ilmu pengetahuan akan
menjadi penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi akan ditetapkan
tersendiri.
Sasaran Berdasarkan Usia yang Diimunisasi
a. Imunisasi Rutin
o Bayi (dibawah satu tahun)
o Wanita usia subur (WUS) ialah wanita berusia 15 – 39 tahun, termasuk Ibu hamil
(Bumil) dan Calon Pengantin (Catin)
o Anak usia sekolah dasar.
b. Imunisasi Tambahan
o Bayi dan anak
Sasaran Berdasarkan Tingkat Kekebalan yang Ditimbulkan
a. Imunisasi Dasar
o Bayi
b. Imunisasi Lanjutan
o Anak usia sekolah dasar
o Wanita usia subur
Sasaran Wilayah/Lokasi
o Seluruh desa/kelurahan di wilayah Indonesia.

C. Macam-macam Imunisasi
BCG (Bacille Calmette Guerin)
• Vaksin BCG berasal dari bakteri hidup yang dilemahkan (Pasteur Paris 1173 P2),
Ditemukan oleh Calmette dan Guerin.
• Vaksinasi BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberkulosis, namun dapt mencegah
komplikasinya. Para pakar menyatakan bahwa (1) efektivitas vaksin untuk
perlindungan penyakit hanya 40% (2) sekitar 70% kasus TB berat (meningitis)
ternyata mempunyai parut BCG, dan (3) kasus dewasa dengan BTA (Bakteri Tahan
Asam) positif cukup tinggi (25%-36%) walaupun mereka telah mendapat BCG pada
masa kanak-kanak. Oleh karena itu, saat ini WHO sedang mengembangkan vaksin
BCG baru yang lebih efektif.
• Diberikan sebelum usia 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas,
Departemen Kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-
12 bulan.
• Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari satu tahun dan 0,1 ml untuk anak di atas 1
tahun. Diberikan secara intrakutan daerah lengan kanan atas pada insersio M.
deltoideus sesuai anjuran WHO tidak di tempat lain (bokong, paha).
• Imunisasi ulang tidak perlu, keberhasilan diragukan.

• Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien
imunokompromais (leukemia, anak yang sedang dapat kortikosteroid jangka panjang,
atau menderita infeksi HIV).
• Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan bila uji tuberkulin negatif. Bila uji
tuberkulin pra-BCG tidak dimungkinkan, BCG dapat diberikan, namun harus
diobservasi dalam 7 hari.
• Bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu
dievaluasi lebih lanjut (diagnostik TB).
• Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%.
Setelah dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang.
Penyimpanan pada suhu < 5°C terhindar dari sinar matahari (indoor day-light).
HEPATITIS B
• Vaksin berisi HBsAg murni.

• Diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat vaksinasi hep B merupakan upaya
pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi
maternal dari ibu kepada bayinya.
• Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
• Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C.

• Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah
lahir ditambah imunisasi Hepatitis B
• Dosis kedua 1 bulan berikutnya dan dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6 bulan)

• Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian


• Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml
• Produksi vaksin Hepatitis B di Indonesia, mulai program imunisasi pada tahun 1997
• Jadwal dan dosis imunisasi hep B saat bayi lahir, dibuat berdasarkan status HBsAg
ibu saat melahirkan yaitu (1) Ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui. (2) Ibu
HBsAg positif, atau (3) ibu HBsAg negatif.
• Departemen Kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hep B-0 monovalen
(dalam kemasan uniject) saat lahir dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DTwP/HepB
pada umur2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hep B diberikan dalam kombinasi dengan
DTwP untuk mempermudah pemberian dan meningkatkan cakupan hep B-3 yang
masih rendah
• Apabila sampai usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hep B, maka
secepatnya diberikan imunisasi hep B dengan jadwal 3 kali pemberian (cath-up
vaccination)
CAMPAK
• Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan
ditambah kanamisin sulfat dan eritromisin. Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc
pelarut aquades.
• Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.
• Dosis 0,5 ml diberikan subkutan di lengan kiri.
• Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat Celsius
• Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C
• Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian
• Efek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 – 12 hari pasca imunisasi.
Kejadian encefalitis lebih jarang.
• Dari hasil studi Badan Penelitian & Pengembangan dan Dirjen PPM & PL
Departemen kesehatan mengenai camapak didapatkan,
- Survey di empat provinsi, 18,6%-32 % anak sekolah mempunyai kadar camapk di
bawah perlindungan.
- Dijumpai kasus campak pada anak usia sekolah
- Beberapa propinsi masih melaporkan kejadian luar biasa (KLB) campak.
• Imunisasi campak dosis kedua diberikan pada anak sekolah SD kelas 1 dalam
program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah).
• Apabila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan ulangan pada
umur 6 tahun, ulangan campak SD kelas 1 tidak diperlukan.
MMR (Measles Mumps Rubela)
• Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari :
- Measles strain moraten (campak)
- Mumps strain Jeryl lynn (parotitis)
- Rubela strain RA (campak jerman)
• Diberikan pada umur 15-18 bulan. Minimal interval 6 bulan antara imunisasi campak
(umur 9 bulan). Ulangan umur 12 tahun
• Vaksin MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum mendapat vaksin
campak umur 9 bulan. Selanjutnya dapat diberikan vaksin MMR atau vaksin campak.
• Dosis 0,5 ml secara subkutan, diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi
lain.
• Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada umur 12-18 bulan dan 6
tahun, imunisasi campak monovalen tambahan umur 5-6 tahun tak perlu diberikan.
• Kontra indikasi: wanita hamil, imuno kompromise, kurang 2-3 bulan sebelumnya
mendapat transfusi darah atau tx imunoglobulin, reaksi anafilaksis terhadap telur.
TYPHUS
• Di Indonesia tersedia 2 jenis vaksin yaitu vaksin suntikan (polisakarida) dan oral (bakteri
hidup yang dilemahkan)
 Vaksin capsular Vi polysaccharide
- Diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, ulangan dilakukan setiap 3 tahun
- Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml, pemberian secara intramuskular
 Typhoid oral Ty 21 a
- Diberikan pada umur lebih dari 6 tahun
- Dikemas dalam kapsul, diberikan 3 dosis dengan interval selang sehari (hari 1,3
dan 5)
- Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun. Vaksin oral pada umunya
diperlukan untuk turis yang akan berkunjung ke daerah endemis.
• Disimpan pada suhu 2-8°C
• Tidak mencegah Salmonella paratyphi A atau B
• Imunitas terjadi dalam waktu 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasi
• Reaksi pasca imunisasi: demam, nyeri ringan, kadang ruam kulit dan eritema, indurasi
tempat suntikan, daire, muntah.
VARICELLA
• Vaksin varicella (vaRiLrix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan.
• Varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik sebelum masuk sekolah.
• Untuk anak yang mengalami kontak dengan pasien varisela, imunisasi dapat
mencegah apabila diberikan dalam kurun 72 jam setelah kontak ( catatan : kontak
harus segera dipisahkan).
• Untuk umur lebih dari 13 tahun atau dewasa, diberikan 2 kali dengan jarak 4-8
minggu.
• Vaksin diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml. Penyimpanan pada suhu 2-8°C
• Kontraindikasi: demam atau infeksi akut, hipersensitifitas terhadap neomisin,
kehamilan, tx imunosupresan, keganasan, HIV, TBC belum tx, kelainan darah. Reaksi
imunisasi sangat minimal, kadang terdapat demam dan erupsi papulo-vesikuler.
HEPATITIS A
• Imunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun.
• Kombinasi vaksin Hep B/Hep A tidak diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan.
Maka vaksin kombinasi diindikasikan pada anak lebih dari 12 bulan, terutama untuk
catch-up immunization yaitu mengejar imunisasi pada anak yang belum pernah
mendapat imunisasi pada anak yang belum pernah imunisasi Hep B sebelumnya atau
imunisasi Hep B yang tidak lengkap.
• Kemasan liquid 1 dosis/vial prefilled syringe 0,5 ml.

• Dosis pediatrik 720 ELISA units diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan,
intramuskular di daerah deltoid.
• Imunisasi dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian.
• Reaksi yag terjadi minimal kadang demam, lesu, lelah, mual-muntah dan hialng nafsu
makan.
INFLUENZA
• Vaksin trivalen influenza terdiri dari dua virus influenza subtype A yaitu H3N2 dan
H1N1, serta virus influenza B. Vaksin influenza diproduksi dua kali setahun
berdasarkan perubahan galur virus influenza yang bersirkulasi di masyarakat. WHO
global Influenza Program merekomendasikan komposisi vaksin influenza yang
berlaku untuk tahun berikutnya pada bulan September dan Februari. Musim influenza
pada terjadi bulan Mei-Juni dibelahan bumi Selatan dan November –Desember untuk
belahan bumi Utara.
• Untuk Indonesia dipilih vaksin formulasi dari belahan utara atau selatan yang
diproduksi oleh produsen vaksin sesuai dengan waktu yang tepat (perhatikan tanggal
kadaluarsa vaksin tersebut).
• Vaksin influenza diberikan pada anak umur 6-23 bulan, baik anak sehat maupun
dengan risiko (asma,penyakit jantung, penyakit sel sicle, HIV dan diabetes) dan anak
yang tinggal dengan kelompok risiko tinggi atau pekerja sosial yang berhubungan
dengan kelompok risiko tinggi.
• Imunisasi influenza diberikan setiap tahun, mengingat tiap tahun terjadi pergantian
jenis galur virus yang beredar di masyarakat. Vaksin tahun sebelumnya tidak dapat
diberikan untuk tahun sekarang.
• Dosis tergantung umur anak :
- Umur 6-35 bulan : 0,25 ml
- Umur ≥ 3 tahun : 0,5 ml
- Umur ≤ 9 tahun : untuk pemberian pertama kali diperlukan 2 dosis dengan interval
minimal 4-6 minggu, pada tahun berikutnya hanya satu dosis
• Vaksin influenza diberikan secara intramuskular pada anterolateral atau deltoid.
PNEUMOKOKUS
Terdapat dua jenis vaksin pneumokokus yang beredar di Indonesia, yaitu vaksin
pneumokokus polisakarida berisi polisakarida murni, 23 serotipe disebut pneumucoccus
polysaccharide vaccine 23 (PPV 23). Vaksin polisakarida generasi kedua berisi vaksin
polisakarida konyugasi, 7 serotipe disebut (pneumococcal conjugated vaccine PCV7)
Vaksin PCV7 diberikan sejak usia 2 bulan sampai 9 tahun. Dosis dan interval pemberian
sesuai umur tertera di bawah ini.
Dosis pertama (bulan) Imunisasi dasar Imunisasi ulangan *
2-6 3 dosis, interval 6-8 mgg 1 dosis, 12-15 bulan
7-11 2 dosis, interval 6-8 mgg 1 dosis, 12-15 bulan
12-23 2 dosis, interval 6-8 mgg
≥ 24 1 dosis
*Imunisasi ulangan minimal 6-8 minggu setelah dosis terakhir imunisasi dasar . Dikutip dengan modifikasi dari
AAP, Committee on infection diseases 2006

HAEMOPHILUS INFLUENZAE TIPE B (Hib)


Terdapat dua jenis vaksin Hib konjugat yang beredar di Indonesia, yaitu vaksin Hib yang
berisi PRP-T (capsular polysaccharide poyribosyl ribitol phosphate- konyugasi dengan
protein tetanus) dan PRP-OMP( PRP berkonyugasi dengan outer membrane protein
complex)
• Vaksin Hib yang berisi PRP-T diberikan umur 2-4 dan 6 bulan
• Vaksin Hib yang berisi PRP-OMP diberikan pada umur 2 bulan dan 4 bulan., dosis
ketiga tidak diperlukan.
• Vaksin Hib dapat diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi (DTwP/Hib,
DTaP/Hib,DTaP/Hib/IPV). Vaksin kombinasi yang beredar berisi vaksin Hib PRP-T
dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml.
• Satu dosis vaksin Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuskular
• Vaksin Hib baik PRP-T maupun PRP-OMP perlu di ulang pada umur 18 bulan.
• Apabila anak datang usia 1-5 tahun, Hib diberikan hanya 1 kali.
POLIO
• Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio 1,2, dan 3

• OPV (oral polio vaccine), hidup dilemahkan, tetes oral.

• IPV (inactive polio vaccine), inaktif, suntikan.

• Kedua vaksin polio ini dapat dipakai secara bergantian. Vaksin IPV dapat diberikan
pada anak sehat maupun anak yang menderita imunokompromais, dan dapat diberikan
sebagai imunisasi dasar maupun ulangan. Vaksin IPV dapat diberikan bersamaan
dengan vaksin DTP, secara terpisah atau kombinasi.
• Polio 0 dapat diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI sebagai tambahan untuk
mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi. Mengingat OPV berisi virus polio
hidup maka diberikan saat bayi akan meninggalkan rumah sakit/rumah bersalin agar
tidak mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat dieksresikan melalui tinja.
Untuk keperluan, IPV dapat menjadi pilhan alternatif.
• OPV diberikan 2 tetes peroral
• IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuskular. Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau
dalam kemasan kombinasi (DTaP/IPV, DTaP/IPV)
• Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat
masuk sekolah (5-6 tahun)
TETANUS
• Upaya Departemen Kesehatan melaksanakan Program Eliminasi Tetanus Neonatorum
(ETN) tahun 2000 belum terlaksana sepenuhnya. Maka pada pemberian vaksin
tetanus ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
• Jadwal imunisasi tetanus, sesuai dengan imunisasi DTP
• Perkiraan lama waktu perlindungan antibodi tetanus.
• Program imunisasi mengharuskan seorang anak minimal mendapat vaksin tetanus
toksoid sebanyak lima kali untuk memberikan perlindungan seumur hidup. Dengan
demikian, setiap wanita usia subur (WUS) telah mendapat perlindungan untuk bayi
yang akan dilahirkannya terhadap bahaya tetanus neonatorum (pemberian vaksin TT
WUS dan TT ibu hamil)
• Perlindungan tersebut dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut.
- Imunisasi DTP primer pada bayi 3 kali akan memberikan imunitas selama 1-3
tahun. Tiga dosis toksoid pada bayi tersebut, setara dengan 2 dosis toksoid pada
dewasa
- Ulangan DTP umur 18-24 bulan (DTP-4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun
yaitu sampai usia 6-7 tahun, pada umur dewasa dihitung setara 3 dosis toksoid.
- Dosis toksoid tetanus kelima (DTP/DT-5) diberikan usia masuk sekolah, akan
memperpanjang imunitas 10 tahun lagi yaitu pada sampai umur 17-18 tahun, pada
umur dewasa dihitung setara 4 dosis toksoid.
- Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya di sekolah
(DT-6 atau dT) akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi, pada umur dewasa
dihitung setara 5 dosis toksoid.
- Upaya ETN dengan target sasaran TT 5 kali juga dilakukan pada anak sekolah
melalui kegiatan BIAS.
- Dosis vaksin DTP atau TT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intramuskular.
DTwP (whole-cell pertussis) dan DTaP (acelluler pertussis)
• Saat ini ada vaksin DTaP (DTP dengan komponen acelluler pertussis) disamping
vaksin DTwP( DTP dengan komponen whole pertussis) yang telah dipakai selama ini.
Kedua vaksin DTP tersebut dapat dipergunakan secara bersamaan dalam jadwal
imunisasi.
• Imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak usia 2 bulan (DTP tidak boleh diberikan
sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik 8 minggu, jadi
DTP-1 diberikan umur 2 bulan, DTP-2 umur 4 bulan dan DTP-3 pada usia 6 bulan.
Atau menggunakan jadwal Departemen Kesehatan DPT-hepB-1 usia 2 bulan, DTP-
hepB-2 usia 3 bulan dan DTP-hepB-3 usia 4 bulan.
• Bila interval pemberian lebih panjang antara dosis DTP-1 ke DTP-2 atau DTP-2 ke
DTP-3 maka imunisasi DTP dicukupkan sesuai jadwal pemberian.
• Bila belum pernah mendapat imunisasi DTP, maka harus diberikan imunisasi DPT
secara seri dengan interval pemberian sesuai jadwal.

D. Kegiatan Imunisasi
1. Imunisasi Rutin
Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus-
menerus harus dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditetapkan. Berdasarkan
kelompok usia sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi:
 Imunisasi rutin pada bayi.
 Imunisasi rutin pada wanita usia subur.
 Imunisasi rutin pada anak sekolah.
Pada kegiatan imunisasi rutin terdapat kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk
melengkapi imunisasi rutin pada bayi dan wanita usia subur (WUS) seperti kegiatan
sweeping pada bayi dan kegiatan akselerasi Maternal Neonatal Tetanus Elimination
(MNTE) pada WUS.
Berdasarkan tempat pelayanan, imunisasi rutin dibagi menjadi :
 Pelayanan imunisasi di dalam gedung (komponen statis) dilaksanakan di
Puskesmas, Puskesmas pembantu, rumah sakit, rumah bersalin dan polindes.
 Pelayanan imunisasi di luar gedung dilaksanakan di posyandu, kunjungan rumah
dan sekolah
 Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselenggarakan oleh swasta seperti:
- Rumah sakit swasta
- Dokter praktik
- Bidan praktik
Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin, meliputi :
Pada Bayi : Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak.
Pada Anak Sekolah : DT , Campak dan TT.
Pada WUS : TT.
Jadwal pemberian imunisasi baik pada bayi, anak sekolah dan wanita usia subur
berdasarkan jadwal pada tabel berikut.
Tabel 1. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan Menggunakan Vaksin DPT
dan HB Dalam Bentuk Terpisah, Menurut Tempat Lahir Bayi
UMUR VAKSIN TEMPAT
Bayi lahir di rumah :
0 bulan HB1 Rumah
1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu*
2 bulan DPT1, HB2, Polio2 Posyandu*
3 bulan DPT2, HB3, Polio3 Posyandu*
4 bulan DPT3, Polio4 Posyandu*
9 bulan Campak Posyandu*

Bayi lahir di RS/RB/Bidan Praktek:


0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/RB/Bidan
2 bulan DPT1, HB2, Polio2 RS/RB/Bidan#
3 bulan DPT2, HB 3, Polio3 RS/RB/Bidan#
4 bulan DPT3, Polio4 RS/RB/Bidan#
9 bulan Campak RS/RB/Bidan#
* : Atau tempat pelayanan lain
# : Atau posyandu

Tabel 2. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan Menggunakan


Vaksin DPT/HB Kombo
UMUR VAKSIN TEMPAT
Bayi lahir di rumah :
0 bulan HB1 Rumah
1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu*
2 bulan DPT/HB kombo1,Polio2 Posyandu*
3 bulan DPT/HB kombo2, Polio3 Posyandu*
4 bulan DPT/HB kombo3, Polio4 Posyandu*
9 bulan Campak Posyandu*

Bayi lahir di RS/RB/Bidan Praktek:


0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/RB/Bidan
2 bulan DPT/HB kombo1, Polio2 RS/RB/Bidan#
3 bulan DPT/HB kombo 2, Polio3 RS/RB/Bidan#
4 bulan DPT/HB kombo 3, Polio4 RS/RB/Bidan#
9 bulan Campak RS/RB/Bidan#
* : Atau tempat pelayanan lain
# : Atau posyandu

Tabel 3. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Anak Sekolah


IMUNISASI ANAK PEMBERIAN IMUNISASI DOSIS
SEKOLAH
Kelas 1 DT 0,5 cc
Campak 0,5 cc
Kelas 2 TT 0,5 cc
Kelas 3 TT 0,5 cc

Tabel 4. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Wanita Usia Subur


IMUNISASI PEMBERIAN SELANG MASA DOSIS
IMUNISASI WAKTU PERLINDUNGA
PEMBERIAN N
MINIMAL
TT WUS T1 - - 0,5 cc
T2 4 MINGGU 3 TAHUN 0,5 cc
SETELAH T1
6 BULAN
T3 5 TAHUN 0,5 cc
SETELAH T2
1 TAHUN
T4 10 TAHUN 0,5 cc
SETELAH T3
T5 1 TAHUN 25 TAHUN 0,5 cc
SETELAH T4
2. Imunisasi Tambahan
Kegiatan imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang tidak rutin
dilaksanakan, hanya dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil
pemantauan, atau evaluasi.
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan ini adalah :
1. Backlog Fighting
Backlog fighting adalah upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak yang
berumur 1 - 3 tahun pada desa non UCI setiap 2 (dua) tahun sekali.
2. Crash Program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat
karena masalah khusus seperti :
 Angka kematian bayi tinggi, angka PD3I tinggi.
 Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang.
 Untuk memberikan kekebalan pada kelompok sasaran yang belum
mendapatkan pada saat imunisasi rutin.
Karena biasanya kegiatan ini menggunakan biaya dan tenaga yang banyak serta
waktu yang relatif panjang, maka perlu diikuti pemantauan, supervisi dan
evaluasi. Indikatornya perlu ditetapkan misalnya cakupan DPT-1 dan DPT-
3/Campak untuk indikator pemantauan cakupan dan angka morbiditas dan atau
angka mortalitas untuk indikator penilaian dampak (evaluasi). Hasil sebelum dan
sesudah crash program menunjukkan keberhasilan program tersebut. Hasil
evaluasi ini akan menentukan bentuk follow up dari kegiatan ini.
3. Imunisasi Dalam Penanganan KLB (Outbreak Respons)
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB di sesuaikan dengan
situasi epidemiologis penyakit.
4. Kegiatan-kegiatan imunisasi massal untuk antigen tertentu dalam wilayah yang
luas dan waktu yang tertentu, dalam rangka pemutusan mata rantai penyakit
antara lain :
a. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Merupakan suatu upaya untuk mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus
polio importasi dengan cara memberikan vaksin polio kepada setiap balita
termasuk bayi baru lahir tanpa mempertimbangkan status imunisasi
sebelumnya, pemberian imunisasi dilakukan 2 (dua) kali masing-masing 2
(dua) tetes dengan selang waktu 1 (satu) bula n. Pemberian imunisasi polio
pada waktu PIN di samping untuk memutus rantai penularan, juga berguna
sebagai booster atau imunisasi ulangan polio.
b. Sub PIN
Merupakan suatu upaya untuk memutuskan rantai penularan polio bila
ditemukan satu kasus polio dalam wilayah terbatas (kabupaten) dengan
pemberian dua kali imunisasi polio dalam interval satu bulan secara serentak
pada seluruh sasaran berumur kurang dari satu tahun.
c. Catch Up Campaign Campak
Merupakan suatu upaya untuk pemutusan transmisi penularan virus campak
pada anak sekolah dan balita. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian
imunisasi campak secara serentak pada anak sekolah dasar dari kelas satu
hingga kelas enam, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi campak pada waktu catch up campaign campak di
samping untuk memutus rantai penularan, juga berguna sebagai booster atau
imunisasi ulangan (dosis kedua).

JADWAL IMUNISASI

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Periode 2004* (*Revisi September 2003)
Umur Pemberian Imunisasi
Vaksin Bulan Tahun
Lhr 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12
Program Pengembangan Imunisasi (PPI, Diwajibkan)
BCG
Hepatitis B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
6 DT
DTP 1 2 3 4 5 atau TT
Campak 1 2
Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (Non PPI, Dianjurkan)
Hib 1 2 3 4
MMR 1 2
Ulangan, tiap 3
Tifoid tahun
Diberikan 2x,
Hepatitis A interval 6-12 bln
Varicella

Keterangan Jadwal Imunisasi IDAI, Periode 2004


Umur Vaksin Keterangan
Saat Lahir Hepatitis B-1  HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir,
dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B
ibu (+), dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBIg 0,5
ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila status HbsAg ibu
tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya
diketahui bahwa ibu HbsAg (+) maka masih dapat diberikan
HBIg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
 Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang
Polio-0 lahir di RB/RS, polio oral diberikan saat bayi dipulangkan
(untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain).
1 bulan Hepatitis B-2  HB-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2
adalah 1 bulan
0-2 bulan BCG  BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan
pada umur >3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih
dulu dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin (-).
2 bulan DTP-1  DTP-1 diberikan pada umur >6 minggu, dapat dipergunakan
DTwP atau DtaP. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan
Hib-1 (PRP-T)
 Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan.
Hib-1 Hib-1 dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan
dengan DTP-1.
Polio-1  Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1.

4 bulan DTP-2  DTP-2 (DTwP atau DTaP) dapat diberikan terpisah atau
dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T)
Hib-2  Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan
DTP-2
Polio-2  Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
6 bulan DTP-3  DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan
Hib-3 (PRP-T)
Hib-3  Apabila menggunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan
tidak perlu diberikan
Polio-3  Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
6 bulan Hepatitis B-3  HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapat respons imun
optimal interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5
bulan.
9 bulan Campak-1  Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak 2 merupakan
program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah
mendapat MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu
diberikan.
15-18 bulan MMR  Apabila sampai umur 12 bulan belm mendapat imunisasi
campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan.
Hib-4  Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).
18 bulan DTP-4  DTP-4 (DTwP atau DTaP) diberikan 1 tahun setelah DTP-3
Polio-4  Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-5
2 tahun Hepatitis A  Vaksin HepA direkomendasikan pada umur >2 tahun.
Diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan.
2-3 tahun Tifoid  Vaksin tifoid polisakarida injeksi perlu perlu diulang setiap 3
tahun.
5 tahun DTP-5  DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
Polio-5  Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5
6 tahun MMR  Diberikan untuk catch-up imunization pada anak yang belum
mendapat MMR-1
10 tahun dT/TT  Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan
untuk mendapat imunitas selam 25 tahun,
Varicella  Vaksin varicella diberikan pada umur 10 tahun.

E. Penyimpanan Vaksin
Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi atau daya
antigennya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan vaksin adalah suhu, sinar
matahari, dan kelembaban.
Tabel 5. Penyimpanan Vaksin
Vaksin Prop Kab Pusk Bidan di Desa
Polio -250C s/d 150C 2-80C
Campak 20C s/d 80C
BCG
DPT
TT
DT
DPT/HB
Hepatitis B 20C s/d 80C Tanpa Cold Chain

Vaksin yang berasal dari virus hidup (polio, campak) pada pedoman sebelumnya harus
disimpan pada suhu dibawah OoC. Dalam perkembangan selanjut, hanya vaksin Polio
yang masih memerlukan suhu dibawah OoC di provinsi dan kabupaten/kota, sedangkan
vaksin campak lebih baik disimpan di refrigerator pada suhu 2 – 8oC. Adapun vaksin
lainnya harus disimpan pada suhu 2 – 8oC. Vaksin Hepatitis B, DPT, TT dan DT tidak
boleh terpapar pada suhu beku karena vaksin akan rusak akibat meningkatnya
konsentrasi zat pengawet yang merusak antigen. Di Puskesmas yang mempunyai freezer
pembuat cold pack, bagian freezer dari lemari es tidak dipakai untuk menyimpan vaksin.
Dalam penyimpanan/pengangkutan vaksin, susunannya harus diperhatikan. Karena suhu
dingin dari lemari es/freezer diterima vaksin secara konduksi, maka ketentuan tentang
jarak antar kemasan vaksin harus dipenuhi. Demikian pula letak vaksin menurut jenis
antigennya mempunyai urutan tertentu untuk menghindari penurunan potensi vaksin
yang terlalu cepat.

F. Pemakaian Vaksin
Vaksin yang dipakai haruslah vaksin yang poten dan aman. Sisa vaksin yang sudah
dibawa ke lapangan namun belum dibuka harus segera dipakai pada pelayanan
berikutnya, sedang yang sudah dibuka harus dibuang. Sebelum dibuang periksa dulu
apakah di antara pengunjung diluar umur sasaran ada yang perlu dilengkapi imunisasinya
dan ada yang perlu mendapat booster. Namun hasil imunisasi ini jangan dilaporkan,
cukup dicatat dalam buku bantu. Vaksin yang dipakai di unit pelayanan statis atau di
dalam gedung (RS, Puskesmas, BKIA, praktek swasta) dapat digunakan kembali setelah
vial dibuka dengan ketentuan sebagaimana tabel dibawah ini :
Table 6. Masa Pemakaian Vaksin Dari Vial yang Sudah
Dibuka di Unit Pelayanan Statis
VAKSIN MASA PEMAKAIAN
Polio 2 Minggu
DPT 4 Minggu
TT 4 Minggu
DT 4 Minggu
Hepatitis B 4 Minggu

Pemakaian vaksin yang sudah dibuka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Vaksin tidak melewati masa kadaluarsa;
 Vaksin tetap disimpan pada + 20C s/d 80C;

 Sterilitas vaksin dapat terjamin;


 Vial vaksin tidak pernah terendam dalam air; dan
 VVM masih menunjukkan kondisi A atau B.

G. KIPI
Untuk kepentingan operasional maka KOMNAS KIPI menentukan bahwa kejadian
ikutan pasca imunisasi adalah reaksi simpang yang dikenal sebagai kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) atau Adverse events following immunization (AEFI) adalah kejadian
medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin, ataupun efek
samping, toksisitas, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat dibuktikan.

Tabel 7. Efek Samping Ringan Vaksin

VAKSIN EFEK SAMPING FREKUENSI

BCG Reaksi lokal (nyeri, edema, kemerahan) Sering

DTP Reaksi lokal (nyeri, edema, kemerahan) Hingga 50%A


Demam Hingga 50%

Hepatitis A Reaksi lokal (nyeri, edema, kemerahan) Hingga 50%

Hepatitis B Reaksi lokal (nyeri, edema, kemerahan) Dewasa : Hingga 30%


Anak-anak : Hingga 5%
Demam 1-6%

Hib Reaksi lokal (nyeri, edema, kemerahan) 5-15%


Demam
2-10%

Ensefalitis Reaksi lokal, demam, mialgia, gangguan Hingga 20%


japanese gastrointestinal

Penyakit Lyme Reaksi lokal, mialgia, ILI Hingga 20%

Campak / Reaksi lokal (nyeri, edema, kemerahan) Hingga 10%


MMR Iritabel, malasie, demam, gejala Hingga 5%
nonspesifik

Pneumokokus Reaksi lokal (nyeri, edema, kemerahan) 30-50%

OPV -

IPV -

Rabies Reaksi lokal atau sistemik tergantung 15-25%


tipe vaksin

Meningokokus Reaksi lokal ringan Hingga 71%

Tetanus / Td Reaksi lokal (nyeri, edema, kemerahan) Hingga 10%


Malaise, gejala nonspesifik Hingga 25%

Demam tifoid Tergantung tipe vaksin -

Yellow fever Nyeri kepala 10%


ILI 22%
Reaksi lokal (nyeri, edema, kemerahan) 5%
A
: Dengan vaksin DTwP. Frekuensi dengan vaksin DtaP lebih rendah.
B
: Kejadian reaksi lokal kemungkinan meningkat pada dosis booster hingga 50-85%.

Tabel 8. Efek Samping Berat Vaksin

VAKSIN EFEK SAMPING FREKUENSI (per sejuta dosis)


BCG Limfadenitis supuratif 100-1000
BCG-osteitis 1-700
BCG-itis diseminata 0,19-1,56
DTP Menangis terus-menerus 1000-60.000
Kejang 570
Episode hipotoni-hiporesponsif 570
Anafilaksis 20
Hepatitis A Tidak ada laporan -
Hepatitis B Anafilaksis 1-2
Sindroma Guillan-Barre 5
Hib Tidak ada laporan -
Ensefalitis Efek samping neurologis-pada otak Jarang
japanese tikus 100-6400
Hipersensitivitas
Penyakit Lyme Tidak ada laporan -
Campak / Kejang demam 333
MMR Purpura trombositopenia 33-45
Anafilaksis 1-50
Ensefalitis 1
Mumps Meningitis aseptik, tergantung strain 0-500
Rubella Arthralgia/arthritis/arthropati Sangat jarang
Pneumokokus Anafilaksis Sangat jarang
OPV Poliomielitis paralitik –vaksin 1.4-3.4
IPV Tidak ada laporan -
Rabies Neuroparalisis-pada otak binatang 17-44
Meningokokus Anafilaksis 1
Tetanus Neuritis brakial 5-10
Anafilaksis 1-6
Demam tifoid Vaksin parenteral-bervariasi Sangat jarang
Vaksin oral-tidak ada laporan -
Yellow fever Ensefalitis 500-4000 (< 6 bulan)
Alergi/anafilaksis 5-20
Gagal hati Jarang
Sumber : Vaccine-Preventable Diseases. Vaccines and vaccination international travel
and health. 2010

You might also like