Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Gambar 2: Tarsius adalah binatang karismatik yang mempunyai potensi untuk dijadikan
salah satu flagship species sebab Tarsius fotogenik, lucu, unik, langka,
endemik, dan mudah diingat. (kiri = anak Tarsius dari Suwawa, Gorontalo;
kanan = T. sangirensis)
Endemisitas dan biogeografi di Sulawesi 3b, sebagian besar terjadi sebelum jaman
Pleistosen yang membutuhkan waktu puluhan
Endemisitas adalah konsep yang juta tahun.
terpenting dalam konservasi yang merupakan Data sebaran grup akustik Tarsius
sebaran spesies yang terbatas di wilayah mempunyai banyak kesamaan dengan sebaran
tertentu. Biogeografi adalah ilmu yang hipotesis biogeografi berdasarkan data biologi
mempelajari tentang distribusi flora dan fauna (data sebaran Macaca dan Bufo ditambah
secara menyeluruh karena flora dan fauna hipotesis MacKinnon and MacKinnon, 1980,
dapat tersebar secara tidak acak, namun hanya tentang daerah yang dihuni oleh Tarsius tetapi
dijumpai pada daerah-daerah tertentu. Oleh tidak dihuni oleh Macaca) seperti terlihat pada
sebab itu data sebaran biogeografi spesies Gambar 3a. Data sebaran grup akustik Tarsius
tertentu dapat dimanfaatkan untuk mempunyai banyak kesamaan dengan
mengidentifikasi daerah endemisitas suatu “microplates” Sulawesi seperti terlihat pada
fauna atau flora di suatu wilayah. Gambar 3b. Kunci untuk mengerti biogeografi
Di Sulawesi data sebaran biogeografi di Sulawesi dan sekitarnya adalah dengan
primata dan kodok (Macaca dan Bufo) dapat menggabungkan hipotesis biologi dan geologi.
digunakan untuk memperkirakan delapan Hal ini berarti, perbedaan antara sebaran
daerah endemisitas di wilayah tersebut (Evans biogeografi Macaca dan Bufo di Sulawesi
et al. 2003). Namun berdasarkan MacKinnon dengan grup akustik Tarsius dapat dijelaskan
and MacKinnon (1980) daerah endemisitas oleh “microplate” Sulawesi. Demikian pula
tersebut dapat ditambah lagi dengan daerah halnya dengan perbedaan antara hipotesis yang
yang tidak dihuni Macaca namun dihuni oleh berdasarkan geologi dengan sebaran grup
Tarsius, yaitu Kepulauan Sangihe, Kepulauan akustik Tarsius dapat dijelaskan oleh hipotesis
Togian, Kepulauan Banggai, Pulau Selayar, biogeografi berdasarkan data biologi.
dan Pulau Kabaena. Berdasarkan data Evans et Ternyata, sebaran grup akustik Tarsius di
al. (2003) dan hipotesis MacKinnon and Sulawesi dan sekitarnya sangat sesuai bila peta
MacKinnon (1980) tersebut dapat diperkirakan pada Gambar 3a di padukan dengan peta pada
ada 13 daerah endemisitas di Sulawesi dan Gambar 3b (Gambar 3c)
sekitarnya (Gambar 3a). Beberapa perbatasan Gambar 3c disebut “hybrid biogeo-
daerah tersebut juga telah dihipotesiskan dari graphic hypothesis”, yang berarti hipotesis
hasil “vikarian Pleistosen” (Pleistocene biogeografi Sulawesi secara menyeluruh.
vicariance events), seperti dataran rendah Hipotesis ini merupakan kombinasi antara
danau Tempe (lake Tempe depression) dan hipotesis yang berdasarkan data biologi dan
isthmus Gorontalo (isthmus of Gorontalo). data geologi. Hipotesis berdasarkan data
Menurut Hall (2001), di jaman Miosen biologi berasumsi bahwa spesies-spesies yang
sampai dengan Pleistosen Sulawesi adalah lain pindah ke Sulawesi hampir bersamaan
kepulauan yang berasal dari beberapa daratan, dengan Macaca dan Bufo seperti yang
yaitu Asia, Australia, dan daratan yang timbul dilaporkan oleh Evans et al. (2003) (atau dari
dari dasar lautan. Melalui proses playtektonik jaman Pleistosen). Sedangkan hipotesis
daratan-daratan tersebut (yang oleh Hall berdasarkan data geologi berasumsi bahwa
disebut “microplates”) membentuk pulau spesies-spesies lain pindah ke Sulawesi pada
Sulawesi sekarang. Berdasarkan data geologi saat proses playtektonik mulai. Kedua asumsi
tersebut, kita dapat memperkirakan hipotesis dalam hipotesis tersebut kurang realistis sebab
biogeografi berdasarkan data geologi yang evolusi memerlukan waktu dan spesies hewan
ternyata mempunyai kesamaan dengan yang berada di Sulawesi sekarang, tidak pindah
hipotesis biogeografi berdasarkan data biologi dalam waktu yang bersamaan.
di atas, namun juga mempunyai beberapa Mercer and Roth (2003) dapat
perbedaan (Gambar 3b). Di duga pulau memperkirakan kedatangan bajing (squirrel)
Sulawesi sekarang, selesai terbentuk pada 11,5 juta tahun yang lalu dari data molecular
jaman Pleistosen, kira-kira 1-2 juta tahun yang clock. Dibandingkan evolusi semua spesies
lalu. Peristiwa aktivitas tektonik di Gambar Macaca dari Afrika Utara sampai Sumbawa,
terjadi kurang dari 7 juta tahun yang lalu datang ke Sulawesi pada jaman pertengahan
(Delson 1980). Artimya kedatangan Macaca Miosen (Shekelle 2003), hampir bersamaan
di Sulawesi terjadi sesudah kejadian tersebut, dengan bajing, artinya jauh sebelum
atau kemungkinannya kurang dari 3 juta tahun kedatangan Macaca dan Bufo. Artinya
yang lalu. Oleh sebab itu, sebaran Macaca di penyebaran Tarsius di Sulawesi dipengaruhi
Sulawesi tidak mungkin dapat dipengaruhi oleh sebagian peristiwa vikarian Pleistosen
oleh aktivitas tektonik yang terjadi sama halnya dengan Macaca dan Bufo.
sebelumnya. Dan juga penyebaran Macaca di Sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas
Sulawesi sebagian besar dipengaruhi oleh tektonik yang terjadi sebelum jaman
peristiwa vikarian Pleistosen. Kesamaan Pleistosen. Dengan demikian hipotesis hibrid
antara sebaran Macaca dan Bufo dapat biogeografi lebih sesuai untuk sebaran grup
memperkirakan bahwa dua-duanya datang ke akustik Tarsius, dan merupakan hipotesis yang
Sulawesi dalam waktu yang hampir bersamaan. paling masuk akal dibandingkan hipotesis
Berdasarkan data jarak genetik (genetic biogeografi yang lain.
distance) dapat diperkirakan bahwa Tarsius
Gambar 3. (kiri) Daerah 1-8 berdasarkan data genetik Macaca dan Bufo (Evans et al. 2003). Daerah 9-13 berdasarkan
hipotesis MacKinnon and MacKinnon (1980) merupakan daerah yang dihuni Tarsius tetapi tidak dihuni
Macaca yang secara alami mempunyai daerah endemisitas sendiri. (tengah) Rekonstruksi geologi peristiwa
tektonik dari jaman Cenozoik bahwa Sulawesi terbentuk dari kepulauan dengan beberapa asal (abu-abu muda =
Asia, abu-abu sedang = Australia, abu-abu tua = daratan yang timbul dari dasar lautan). (kanan) Hipotesis 3a di
padukan dengan 3b dan dibandingkan dengan data sebaran grup akustik Tarsius.
Gambar 4: (kanan) Peta sebaran 15 grup akustik Tarsius yang sudah diteliti (T. pumilus yang endemik di hutan
pegunungan Sulawesi yang tidak diketahui akustiknya). (kiri) Beberapa peta yang bersumber pada peneliti
terdahulu berturut-turut dari atas kiri ke bawah kanan: MacKinnon and MacKinnon (1980), Niemitz (1984),
Niemitz et al. (1991), Nietsch and Niemitz (1993), Shekelle (Shekelle et al. 1997, Shekelle 2003, In Review),
Nietsch and Kopp (1998), Nietsch and Babo (2001), Nietsch and Burton (2002), Merker (pers. comm.).
Sumber:
(a) MacKinnon and MacKinnon (1980) (f) Groves (1998) (k) Shekelle (in review)
(b) Musser and Dagosto (1987) (g) Nietsch and Kopp (1998) (l) Groves (in review)
(c) Feiler (1990) (h) Nietsch and Babo (2001) (m) Nietsch (pers. comm.)
(d) Niemitz et al. (1991) (i) Nietsch and Burton (2002)
(e) Shekelle et al. (1997) (j) Shekelle (2003)
Dari hipotesis hibrid biogeografi kita dapat kepulauan Togian, dan pulau Selayar.
memperkirakan daerah endemisitas di Diperkirakan biodiversitas di daerah tersebut
Sulawesi. Beberapa daerah endemisitas juga terancam punah dan menggolongkan
tersebut sudah mempunyai kawasan daerah tersebut sebagai “hotspots within the
konservasi. Misalnya, di daerah Sulawesi hotspot”, yaitu daerah yang mempunyai : 1)
bagian tengah mempunyai dua kawasan prakiraan endemisitas tinggi, 2) prakiraan
konservasi yang luas, yaitu Taman Nasional biodiversitas yang terancam punah, dan 3)
Lore Lindu dan Morowali. Menurut prediksi belum mempunyai kawasan konservasi.
hipotesis hibrid biogeografi kedua kawasan Sehingga pada daerah seperti ini kawasan
tersebut mempunyai spesies-spesies yang konservasi baru harus diprioritaskan.
hampir sama. Beberapa daerah endemisitas
yang lain tidak mempunyai kawasan Pemberian nama spesies baru
konservasi sama sekali. Terdapat empat
daerah endemisitas yang tidak mempunyai Dari hasil penelitian sampai saat ini
kawasan konservasi tetapi mempunyai spesies telah ditemukan ada 16 populasi Tarsius di
Tarsius (yang belum dinamai) dalam status Sulawesi yang kemungkinan dapat menjadi
terancam punah (“endangered”) untuk IUCN spesies sendiri seperti terlihat pada tabel 1
(Supriatna et al. 2001, Gursky et al. In (Shekelle 2003). Hanya lima spesies yang
Review). Keempat kawasan tersebut adalah telah mempunyai nama, yaitu T. spectrum, T.
kepulauan Sangihe, kepulauan Bangai, sangirensis, T. pumilus, T. pelengensis, dan T.
dianae (Groves 2001) dan 11 lainnya masih perlu nama untuk keperluan konservasi.
Sampai saat ini, penangkaran Tarsius Sebab Tarsius mempunyai kelebihan jika
belum pernah berhasil (Fitch-Snyder dibandingkan taksa lainnya, yaitu (1)
2003), sehingga keberadaan Tarsius mempunyai sebaran yang luas, sampai ke
sangat tergantung pada program pulau-pulau sekitar Sulawesi, (2) mempunyai
konservasi di alam. Hal tersebut banyak taksa endemik yang tersebar di hampir
mempunyai resiko yang amat besar, jika seluruh daerah endemisitas, (3) berada di lebih
Tarsius di alam punah, maka akan banyak tipe habitat, (4) bukan merupakan
kehilangan satu superfamily dari Primata. hama sehingga tidak mengancam produk
Namun demikian, rekomendasi Fitch- pertanian, (5) tidak mempunyai nilai ekonomi,
Snyder (2003) dapat dilakukan dengan misalnya daging atau bagian tubuh lainnya
penangkaran skala kecil di tempat asalnya. (kecuali sebagai binatang peliharaan), (6)
merupakan binatang yang karismatik.
Program pertama yang kita lakukan
untuk membantu program konservasi di Ucapan Terima Kasih
Sulawesi adalah pemberian nama bagi 11
spesies Tarsius baru. Pilihan ketiga adalah Penelitian ini disponsori oleh National Science
pilihan yang paling tepat untuk program ini. Foundation under Grant No. INT
Dengan menangkap Tarsius hidup-hidup dan 0107277 untuk MS dan disponsori juga
memeliharanya dalam kandang, kita Margot Marsh Biodiversity Fund dan The
mempunyai kesempatan untuk melakukan Gibbon Foundation untuk MS. Sponsor untuk
penelitian, pelatihan, pendidikan, penangkaran MS di Indonesia ditunjang oleh Pusat Studi
dan sebagai sumber analisis genetik, sebelum Biodiversitas dan Konservasi UI dan oleh
Tarsius tersebut mati yang akan digunakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
untuk type specimen. Fasilitas untuk mengkandangkan Tarsius
Situasi konservasi di Sulawesi sedang ditunjang oleh Balitbang Zoologi (Museum
kritis dan membutuhkan penanganan Zoologi Bogor, MZB-Lembaga Ilmu
secepatnya (Supriatna et al. 2001). Pengetahuan Indonesia (LIPI). Izin untuk
penelitian di kawasan konservasi, untuk
Kesimpulan dan Saran menangkap Tarsius, membawa Tarsius, dan
memelihara Tarsius di kandang dikeluarkan
Biodiversitas di Sulawesi dan pulau di oleh Departemen Kehutanan. Terima kasih
sekitarnya mengalami ancaman yang sangat untuk Alexandra Nietsch, Stefan Merker,
serius. Hal ini disebabkan oleh hilangnya James Burton, Juan Carlos Morales, dan Colin
habitat di wilayah tersebut. Cara yang paling Groves atas bantuannya mengembangkan ide-
efektif untuk melestarikan biodiversitas adalah ide yang kami presentasikan.
melestarikan habitatnya. Merancang strategi
pelestarian biodiversitas di Sulawesi cukup
Daftar Pustaka
menantang karena masih sedikit penelitian
tentang biodiversitas di wilayah tersebut atau Delson E. 1980. Fossil macaques, phyletic
bahkan sama sekali belum pernah diteliti. relationships and a scenario of deployment.
Kami menyarankan untuk menggunakan In The Macaques: Studies in Ecology,
data sebaran biogeografi dari taksa yang sudah Behavior and Evolution, Lindburg, DG. (ed)
dikenal dan geologi yang sudah diteliti untuk pp:10-30. New York: Van Nostrand
memperkirakan suatu daerah endemisitas. Reinhold Company.
Dengan mengetahui daerah-daerah endemisitas Evans BJ, Supriatna J, Andayani N et al. 2003.
tersebut secara teoritis akan memberikan Monkeys and toads define areas of
perlindungan terhadap biodiversitas di wilayah endemism on Sulawesi. Evol. 57(6):1436-
tersebut. Dari beberapa calon flagship species 1443.
yang ada di Sulawesi (misalnya monyet, Feiler A. 1990. Ueber die Saugetiere der Sangihe-
babirusa, anoa, burung rangkong, dan lain- und talaud-Inslen- der Beitrag AB Meyers
lain), taksa yang paling tepat adalah Tarsius. Fur ihre Erforschung (Mammalia).