You are on page 1of 47

Gambar: Sampul buku yang diterjemah

Bismillahi Ar-Rahman Ar-Rahim

Pengantar

Majalah Minbar Islam berbahagia bisa menyambut Ramadan yang penuh berkah
bersama Dunia Islam. Bulan yang Allah Swt. jadikan sebagai bulan rahmat,
ampunan, pembebasan dari api neraka, peningkataan ruhi dan kepeduliaan
sesama. Kenapa tidak? Allah Swt. telah menyertakan penyebutan bulan Ramadan
bersamaan dengan Pengingat Bijak, yaitu Al-Quran yang agung. “Bulan Ramadan,
bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran.”
Karenanya, kewajiban puasa adalah sebentuk sambutan agung yang dilaksanakan
oleh umat Islam terhadap bulan Ramadan. Bulan yang sudah demikian
ketetapannya. Bulan yang demikianlah nilainya. Malam yang lebih baik dari seribu
malam ada padanya. Tidak ada keraguan bahwa orang yang mendapat kenikmatan
bertemu Ramadan, lalu ia menjalankan puasa di siangnya dan menghidupkan
malamnya, akan mendapat kemenangan berupa hidayah Allah Swt.
Oleh karenanya, ayat Al-Quran yang berbicara tentang puasa hadir dalam mode
seperti ini. Yaitu bahwa penurunan Al-Quran pada bulan Ramadan adalah anugerah
Allah dan sebuah penghormatan “Langit”. “Bulan Ramadan, bulan yang di
dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang
bathil).”
Yang Mulia Menteri Wakaf telah menginstruksikan penerbitan buku kecil ini
bersamaan dengan Majalah Minbar Islam edisi Ramadan 1430 H. Buku ini berjudul
panduan orang berpuasa dan hukum-hukum puasa(Dalil as-shaim wa ahkamus
shiyam). Dalam buku ini, kami hadirkan kepada pembaca, secara ringkas, hal-hal
yang wajib diketahui tentang puasa, hukum-hukumnya, ayat-ayat dan hadits-
hadits yang berbicara tentang puasa, fikih puasa, hikmah puasa, shalat tarawih,
i’tikaf di bulan Ramadan, lailatul qadr, zakat fitrah dan shalat ied.
Kepada Allah Swt. Kami berdoa semoga amal kami ini diterima sebagai amal yang
murni untuk-Nya. Dan agar doa kita menjadi doa yang paling baik dan benar.

Sesungguhnya Dialah sebaik-baik Tuhan dan Penolong.

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Daftar isi

Judul Halaman

Turunnya Al-Quran 3
Al-Quran berbicara tentang puasa 3
Hadits-hadits Nabi Saw. tentang puasa 5
Fikih puasa
Pengertian puasa 9
Niat puasa 9
Hilal Ramadan 10
Syarat kewajiban berpuasa 12
Udzur-udzur yang membolehkan untuk berbuka 12
Sempurna sebuah puasa 13
Hal-hal yang membatalkan puasa 14
Hikmah puasa 17

Hukum-hukum umum terkait dengan puasa


Makan tanpa disengaja 21
Tetesan air di hidung dan infus penderita asma 22
Suntik 22
Transfer darah 23
Niat puasa 24
Puasa ayyam biid dan enam hari di bulan Syawal 24
Menunda qadha puasa 25
Puasa Rajab 26
Puasa anak-anak 26
Bersiwak di bulan puasa 27
Puasa wanita haid dan nifas 28
Membuka warung makan di siang Ramadan 29
Pil pencegah haid 30
Haramnya berpuasa ketika haid 31

Shalat tarawih 32
Lailatul Qadar 33
Zakat fitrah 34
Shalat Ied 35
Ramadan dan kemenangan-kemenangan 36

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Turunnya Al-Quran

Al-Quran diturunkan dari sisi Allah Swt. ke langit dunia secara keseluruhan pada
bulan Ramadan. Setelah itu, Malaikat Jibril secara berangsur menyampaikannya
kepada Nabi Muhamad sesuai dengan perintah Allah Swt. Allah Swt. berfirman:

           
Artinya : “Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al
Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (Al-Quran 2:185)
Al-Quran adalah mukjizat yang kekal. Nikmat yang abadi. Tidak tertandingi
keagungannya. Siapa yang berpegang kepadanya akan selamat. Dan siapa yang
menjadikannya petunjuk maka akan ditunjukkan kepada jalan yang lurus.
Hendaknya Umat Islam, apalagi di bulan Ramadan yang agung ini, mengingat
fadhilah Al-Quran bagi mereka dan melaksanakan kewajiban mereka terhadap Al-
Quran. Yaitu, membacanya, memahaminya dan sungguh-sungguh
mengamalkannya dengan penuh keikhlasan. Dan hendaknya mereka
‘mengkolaborasikan’ antara puasa dan Al-Quran. Karena keduanya adalah sumber
kekuatan, hidayah, cahaya terang, kehidupan dan kemenangan.
Rasulullah Saw telah menerangkan fadilah-fadilah Al-Quran. Diantaranya, sabda
Beliau :


“Terangilah rumah kalian dengan shalat dan tilawah Al-Quran”.

“Hidangan Allah adalah Al-Quran, maka janganlah kalian
meninggalkannya”.
 “Ketika Ahli Quran masuk ke surga, ia diseru: bacalah dan naiklah ke
derajat yang lebih tinggi. Maka ia pun membaca dan bertambahlah
derajatnya pada setiap ayat yang dibacanya, hingga ia menghabiskan
bacaannya”.
 “Siapa yang membaca saru huruf dari Al-Quran maka baginya satu
kebaikan. Kebaikan itu dilipatkan sampai sepuluh kali. Aku tidak
mengatakan "alif lam mim" itu satu huruf. Akan tetapi alif itu satu huruf,
lam itu satu huruf dan mim itu satu huruf”.
 “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan
mengajarkannya”.
 “Tidak ada pemberi syafaat yang lebih baik di sisi Allah daripada Al-
Quran”.
 “Puasa dan Al-Quran akan memberi syafaat bagi seorang hamba pada
hari kiamat. Berkata puasa: Duhai Rabb, Aku telah menahannya dari
makan dan syahwat, maka jadikalah aku syafaat baginya. Al-Quran juga
berkata: Aku telah menahannya dari tidur di malam hari, maka
jadikanlah aku syafaat baginya. Allah berkata: kalian adalah syafaat
baginya".
Itulah Al-Quran. Kitab Allah yang agung. Sumber nasehat bagi kaum muslimin.
Harapan untuk kekuatan dan kemenangannya. Dan media untuk mengambil
3 istifadah sebesar-besarnya dari bulan Ramadan yang mulia.

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Al-Quran berbicara tentang puasa
Puasa sebagai tarbiyah dan ibadah yang mudah

Allah Swt. berfirman:


               

                   

            

                

                 

              

                 

                 

      


Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada
yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang
dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya.
Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu,
barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
4
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya
Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku)
dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian
bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu,
karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah
larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”. (Al-
Quran 2:183-187)
Ayat ini adalah ayat madaniah(diturunkan di Madinah). Diturunkan kepada Nabi
Muhamad Saw setelah Hijrah. Ayat ini mengisyaratkan bahwa puasa adalah ibadah
wajib bagi semua umat Islam yang mukallaf. Allah Swt. telah mewajibkannya
kepada umat-umat terdahulu karena banyak faedah di dalamnya. Dimungkinkan,
faedah yang paling besar adalah bahwa puasa mendidik jiwa untuk selalu siap,
terarah dan terbiasa dalam kekhusyukan kepada Allah Swt. Kemudian, puasa
menanamkan sikap patuh dan taat akan syariat-Nya. Dengan begitu akan tercapai
suatu sikap konsisten atas kebaikan dan ketaatan serta teguh di atas jalan yang
lurus.
Allah Swt. mewajibkan puasa Ramadan atas umat Islam pada setiap tahun.
Ramadan secara bilangan, sudah tentu jumlah harinya, tidak banyak, serta jelas.
Sehingga mudah dilaksanakan tanpa ada kesusahan dan kesulitan. Bagi orang yang
mempunyai udzur, Allah Swt. telah mensyariatkan untuk berbuka dan mengganti,
sebagai bentuk kemudahan dan rahmat Allah kepada umat-Nya. Ramadan
mempunyai kekhususan tersendiri yang diberikan Allah Swt. dibanding bulan-bulan
yang lain. Yaitu berupa penurunan Al-Quran. Oleh karena itu, Ramadan dikenal
dengan bulan Quran. Sesungguhnya Ramadan adalah bulan digandakannya
tajaliyat ilahiyah. Dan orang yang berpuasa diliputi dengan isntrumen-instrumen
yang akan mengantarkanya kepada kesucian dan hidayah.
Maka, hendaknya kaum muslimin berpuasa di bulan yang agung ini dan
menghidupkan malam-malamnya. Dan mengisi hari bersama Kitabillah, sebagai
bentuk ketaatan dan kesyukuran. Hingga tergapailah baginya ketakwaan, petunjuk
dan kebaikan, yang kekal dan banyak.

Hadits-hadits Nabi Saw. tentang puasa

Puasa adalah rukun agama


Dari Abdullah bin Umar, semoga Allah meredhoi mereka, berkata: “Saya telah
5 mendengar Rasulullah Saw bersabda: Islam dibangun atas lima(rukun): Syahadat
bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhamad adalah utusan-Nya, mendirikan
shalat, membayar zakat, haji ke baitullah dan puasa Ramadan”. (Diriwayatkan oleh
Imam Bukhori dalam kitab iman)

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Ramadan semuanya adalah kebaikan
Dari Abu Hurairah, semoga Allah meredhoi-Nya, berkata: “Rasulullah Saw
bersabda: Jika Ramadan datang, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka
ditutup dan syetan-syetan diikat”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab
puasa hadits ke-1)

Permulaan Ramadan
Dari Muhamad bin Ziyad, berkata: Saya telah mendengar Abu Hurairah berkata:
Nabi Muhamad Saw bersabda: “Berpuasalah jika kalian telah melihatnya(hilal) dan
berbukalah jika kalian telah melihatnya. Jika cuaca tidak cerah, sehingga hilal
terhalang dari penglihatan kalian, maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban tiga
puluh hari”. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhori)

Lamanya berpuasa
Dari Abu Hurairah, semoga Allah meredhoinya, berkata: “Rasulullah Saw bersabda:
Jika kalian telah melihat Hilal(Ramadan), maka berpuasalah. Dan jika kalian
melihatnya (Hilal Syawal), maka berbukalah. Jika Hilal terhalang dari kalian, maka
berpuasalah selama tiga puluh hari”. (Riwayat Imam Muslim hadits ke-16)

Akhlak orang yang berpuasa


Dari Abu Hurairah, semoga Allah meredhoinya, bahwa Nabi Saw telah bersabda:
“Puasa adalah perisai. Maka janganlah kalian berkata keji dan melakukan
kebodohan. Jika seseorang diajak bertengkar atau dicaci, maka hendaklah ia
berkata, saya sedang berpuasa. Dan demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya,
sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah dari harum
Misk. Ia meninggalkan makanannya, minumannya, dan syahwatnya demi Aku.
Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya. Dan satu
kebaikan itu dilipatkan sampai sepuluh kali”. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhori
dalam kitab puasa)

Berkata dusta menggugurkan amal


Dari Abi Hurairah, semoga Allah meredhoinya, berkata: “Nabi Muhamad Saw
bersabda: Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya,
maka Allah tidak butuh kepada puasanya”. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam
kitab puasa)

Sifat dermawan di bulan Ramadan


Dari Ibnu Abbas, semoga Allah meredhoi mereka, berkata: “Sesungguhnya
Rasulullah adalah orang yang paling dermawan dalam kebaikan. Kedermawanannya
itu lebih lagi ketika Ramadan tiba, ketika Jibril menjumpainya. Jibril menjumpai
Nabi Saw pada tiap malam Ramadan untuk mengajarkan, mengulang dan
mentadaruskan Al-Quran. Jika Jibril sudah menjumpainya, maka Nabi Saw adalah
orang yang paling dermawan dalam kebaikan, bahkan dari angin yang berhembus”.
6 (Riwayat Bukhori dan Nasa'i)

Ganjaran orang-orang yang berpuasa


Dari Sahl, semoga Allah meredhoinya, bahwa Nabi Saw bersabda: “Sesungguhnya
di Syurga itu ada satu pintu yang disebut dengan Ar-Rayyan. Dari pintu itu, orang-
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
orang yang berpuasa masuk surga pada hari kiamat. Tidak ada orang lain yang
masuk lewat pintu itu. Diserukan, mana orang-orang yang berpuasa? Lalu mereka
berdiri. Tidak ada selain mereka yang masuk lewat pintu itu. Jika mereka telah
masuk, maka pintu itu ditutup dan tidak ada lagi yang masuk lewat pintu itu”.

Adab Ramadan
Dari Anas bin Malik, semoga Allah meredhoi mereka, dari Nabi Saw, berkata:
“Siapa yang mempunyai kurma, maka hendaklah ia berbuka dengannya. Dan bagi
yang tidak punya, hendaklah ia berbuka dengan air, karena air adalah suci".
(Diriwayatkan oleh Imam Tarmidzi. Hadits ke 694)

Pada sahur ada keberkahan


Dari Anas, semoga Allah meredhoinya, berkata: “Nabi Saw bersabda: Sahurlah,
karena dalam sahur itu ada barokah”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadits ke-
44)

Menyegerakan berbuka
Dari Sahl bin S'ad, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Orang-orang akan terus
dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka”. (Riwayat Imam
Muslim. Hadits ke-48)

Malam Qadar (lailatul qadr)


Dari Abu Hurairah, semoga Allah meredhoinya, dari Nabi Saw, berkata: “Siapa yang
menghidupkan malam Qadar karena iman dan keikhlasan maka diampuni baginya
dosanya yang telah lalu. Dan siapa yang berpuasa Ramadan karena iman dan
keikhlasan maka diampuni baginya dosa-dosanya yang terdahulu”. (Diriwayatkan
oleh Imam Bukhori dalam kitab puasa Ramadan karena iman)

Dua kesenangan bagi orang yang berpuasa


Dari Abu Hurairah, semoga Allah meredhoinya, berkata: “Nabi Saw bersabda: Bagi
orang yang berpuasa ada dua kesenangan yang membuatnya bahagia. Jika ia
berbuka, maka ia bahagia. Dan jika ia berjumpa dengan Rabbnya, maka ia
bahagia”. (Riwayat Imam Bukhori)

Kemudahan dalam berpuasa


Dari Abi Sa'id Al-Khudri, semoga Allah meredhoinya, berkata: “Kami pernah satu
rombongan dalam perjalanan bersama Rasulullah pada bulan Ramadan. Orang
yang berpuasa tidak dicaci karena ia berpuasa. Dan orang yang berbuka(tidak
puasa) tidak dicela karena ia berbuka”.

Karunia Allah di bulan Ramadan


Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Salman, semoga Allah meredoinya. Ia
(Salman) berkata: “Rasulullah Saw menyampaikan khutbah kepada kami pada
akhir bulan Sya'ban. Beliau berkata: Wahai para manusia, kalian telah berada
dalam naungan bulan yang agung, penuh keberkahan, bulan yang padanya ada
7 satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa bulan ini
sebagai kewajiban. Dan menghidupkan malamnya sebagai amalan sunnah. Siapa,
di bulan Ramadan, mendekatkan diri kepada Allah dengan satu kebaikan
sunnah(tathuwwu'), maka ia seperti orang yang melaksanakan satu kewajiban di
bulan selainnya. Dan siapa, di bulan Ramadan, melaksanakan satu kewajiban,
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
maka ia seperti orang yang melaksanakan tujuh puluh kewajiban di bulan
selainnya. Ramadan adalah bulan sabar. Balasan sabar adalah surga. Ramadan,
juga, adalah bulan saling merasakan dan bulan rizki orang-orang mukmin ditambah
oleh Allah. Siapa yang memberikan bukaan bagi orang yang berpuasa, maka itu
adalah pengampunan bagi dosanya dan pembebasan raqabahnya dari neraka. Dan
baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi sesuatu dari
pahalanya. Mereka(sahabat) berkata: Wahai Rasulullah, tidak semua dari kami
mempunyai sesuatu yang bisa diberikan kepada orang yang berpuasa untuk ia
berbuka? Maka Rasulullah Saw bersabda: Allah memberikan pahala ini kepada
orang yang memberikan bukaan bagi orang berpuasa berupa satu buah kurma,
secangkir air putih atau seteguk susu. Bulan Ramadan, awalnya adalah rahmat,
pertengahannya adalah ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari api
neraka. Siapa yang diringankan bebannya pada bulan Ramadan, maka Allah akan
memberikan ampunan baginya dan membebaskannya dari neraka”. (Diriwayatkan
oleh Al-Mundziri dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib dan Ibnu Khuzimah dalam
Sahihnya)

Hendaklah ia bekata, "Saya berpuasa"


Dari Abi Hurairah, semoga Allah meredhoinya, berkata: “Nabi Saw bersabda: Jika
salah satu diantara kalian diundang kepada jamuan makan, dan waktu itu ia
berpuasa, maka hendaklah ia berkata, Aku sedang berpuasa”.

Itulah sebagian hadits nabawi yang disampaikan oleh Rasulullah Saw terkait
dengan puasa. Dari hadits-hadits ini bisa ditarik hukum dan hikmah yang banyak.
Hadits-hadits ini, secara umum, menunjukkan bahwa puasa adalah salah satu
kewajiban bagi umat Islam. Allah menjadikan puasa di bulan Ramadan karena
sumber-sumber kebaikan sangat banyak pada bulan ini. Kemudian hal-hal yang
mendorong kepada keburukan dipersempit pada bulan ini. Tujuannnya adalah agar
umat Islam bersegera kepada ampunan Allah dan rahmat-Nya. Hendaknya umat
Islam memanfaatkan bulan ini dengan berpuasa penuh kesungguhan. Rasulullah
Saw telah menjelaskan bahwa permulaan dan akhir dari bulan Ramadan diketahui
melalui Hilal. Ketika hilal muncul, maka Ramadan dimulai. Dan ketika muncul Hilal
Syawal, maka Ramadan berakhir.
Hendaknya orang yang berpuasa menghiasi dirinya dengan akhlak seorang hamba.
Ia tidak mencaci, tidak mencela, dan cukuplah baginya bahwa ia sedang berada
dalam tetamuan Alllah di bulan yang mulia ini.
Perasaan atau sikap inilah yang mendorongnya untuk berakhlak mulia. Bahkan
itulah tujuan hakiki dari puasa. Allah tidak butuh agar seorang muslim lapar atau
kehausan, akan tetapi Allah mensyariatkan puasa agar ia meningkatkan dirinya
kepada akhlak yang agung. Untuk membantu orang yang berpuasa dalam
ketaatan, Allah Swt. menurunkan Al-Quran pada bulan Ramadan. Ia menganjurkan
agar umat Islam membacanya, agar mereka mengingat ajaran-ajaran Rabb mereka
dan hidup dalam naungannya. Jika akhir bulan telah tiba, maka dianjurkan
beri'tikaf, menunaikan sedekah fitri dan merayakan hari ied. Pada hari itu orang-
orang yang berpuasa bergembira atas hidayah yang dicurahkan-Nya. Mereka
8 bertahmid, bersyukur, dan berdoa kepada Allah agar dosa-dosa mereka yang
terdahulu dihapuskan, oleh puasa, qiyam dan tilawah yang senantiasa mereka
lakukan. Itulah isyarat-isyarat yang terkandung dalam hadits-hadits di atas, yang
akan kita bincangkan, insya Allah, biidznillah.

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Fikih puasa

Allah Swt. mewajibkan puasa kepada kaum muslimin pada tahun kedua hijrah, dua
hari setelah Sya'ban berlalu. Allah Swt. menjadikan puasa berbeda dengan ibadah-
ibadah lainnya. Karena puasa adalah menahan dan mencegah. Sementara ibadat
yang lainnya melakukan atau mengucapkan.

Pengertian puasa

Secara bahasa, kata "shaum" berarti menahan. Jika dikatakan, Fulan berpuasa dari
bicara, maka artinya adalah diam atau menahan bicara. Contoh dari makna ini
adalah firman Allah Swt, perintah Allah kepada Maryam agar mengatakan:
Sesungguhnya aku telah bernazar "berpuasa" untuk Tuhan Yang Maha Pemurah,
maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini." (Al-
Quran 19:26)
Adapan secara istilah, puasa diartikan dengan menahan dari makan, minum dan
semua hal yang membatalkan puasa, sejak dari terbitnya fajar shadiq hingga
terbenamnya matahari di ufuk barat. Kewajiban puasa ini telah ditetapkan oleh Al-
Quran, As-Sunnah dan Ijmak umat Islam.
Allah Swt. berfirman:

     


Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa." (Al-
Quran 2:183)
Dan firman Allah Swt.:

    


Artinya: “Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (Al-Quran
2:185)
Nabi Saw. bersabda: “Berpuasalah jika kalian melihatnya(hilal Ramadan) dan
berbukalah jika kalian melihatnya(hilal Syawal).” Kata “berpuasalah” adalah
perintah, maka puasa adalah wajib. Nabi Saw juga bersabda: “Islam dibangun atas
lima: syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhamad adalah utusan Allah,
mendirikan shalat, mebayar zakat, puasa ramadan dan menunaikan ibadah haji.”
Hadits ini menunjukkan bahwa puasa adalah salah rukun Islam yang diwajibkan
oleh Allah Swt. atas kaum muslimin.
Dan telah menjadi sebuah ijmak bahwa puasa bulan Ramadan adalah wajib, sejak
masa Rasulullah hingga kini.

Niat puasa

Ahli fikih sepakat bahwa niat puasa adalah wajib. Karena, meninggalkan hal-hal
9
yang membatalkan puasa, tanpa niat, tidaklah bisa dikategorikan sebagai puasa.
Jumhur ulama berpandangan bahwa wajib hukumnya meniatkan puasa pada salah
satu bagian(waktu) dari malam(tabyitun niat), sebelum datang fajar, dengan dalil

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


sabda Nabi Saw: “Siapa yang tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada
puasa.”
Pengikut mazhab Hanafi berpendapat bahwa boleh berniat hingga waktu dhuha.
Sedangkan pengikut mazhab Maliki, mereka membolehkan satu niat untuk satu
bulan penuh, yaitu di awal bulan.
Niat adalah pekerjaan hati. Sebuah niat sudah cukup dengan mengazamkan,
bermaksud dan menentukan hal yang dituju(dalam hati). Adapun sahur, dan
menentukan waktu fajar untuk menahan dari makan dan minum adalah termasuk
dari bagian niat, karena itu adalah (atsar) konsekwensi dari niat.

Hilal Ramadan

Ulama sepakat akan kewajiban puasa bulan Ramadan, maka permulaan ramadan
dan akhirnya harus benar-benar dipastikan.
Permulaan Ramadan diketahui dengan munculnya hilal Ramadan(ru’yahtul hilal),
sesuai dengan sabda Nabi Saw, Berpuasalah jika kalian melihatnya(hilal) dan
berbukalah jika kalian melihatnya. Yaitu, jika kalian melihatnya di awal bulan dan di
akhir bulan. Ru’yah sudah tetap(diterima) dengan “ishar”, seperti jika tiga orang
atau lebih telah melihat hilal, tanpa ada unsur keraguan atau “main-main”. Ru’yah
juga sudah tetap dengan kesaksian dua orang laki-laki yang ‘adil(jujur) dan
mukallaf. Ahli fikih bersepakat atas hal ini.
Adapun, jika satu orang yang jujur, dipercaya, yang melihat hilal, maka sebagian
ahli fikih menerima syahadatnya dalam penentuan ru'yah hilal, mutlak. Sebagian
lagi, menerima syahadatnya dalam penentuan awal puasa, tidak dalam penentuan
akhir puasa. Sebagaimana diriwayatkan, bahwa seorang 'Arabi(orang arab
pedalaman) berkata: “Wahai Rasulullah, Saya telah melihatnya tadi malam! Maka
Nabi Saw bertanya, apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Aku
adalah utusan-Nya? 'Arabi menjawab, iya. Maka Nabi Saw berkata: bangkitlah Bilal
dan umumkan kepada orang-orang agar berpuasa besok." (Sunan Abi Dawud). Dan
riwayat dari Ibnu Umar , "Orang-orang melakukan ru'yah hilah. Lalu aku
mengkhabarkan kepada Nabi Saw bahwa Aku telah melihatnya(hilal). Nabi
kemudian berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa." (Sahih
Muslim)
Dalam mazhab Malikiyah, untuk diterimanya kesaksian syahadah ru'yah hilal,
disyaratkan minimal dua orang. Jika yang melihatnya hanya satu orang, maka
kewajiban puasa hanya bagi orang yang melihatnya.
Dianjurkan bagi yang melihat hilal Ramadan untuk mengucapkan apa yang
diucapkan oleh Rasulullah Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar,
" ‫ رﺑﻰ و رﺑك ﷲ‬, ‫"ﷲ اﻛﺑر اﻟﻠﮭم اھﻠﮫ ﻋﻠﯾﻧﺎ ﺑﺎﻷﻣن و اﻻﯾﻣﺎن و اﻟﺳﻼﻣﺔ و اﻻﺳﻼم و اﻟﺗوﻓﯾق ﻟﻣﺎ ﺗﺣب و ﺗرﺿﻰ‬

Puasa dan perbedaan tempat muncul hilal

Jika hilal sudah terlihat pada suatu negeri, maka wajib bagi penduduk negeri itu
berpuasa. Sedangkan, penduduk selain negeri itu, maka dalam hal ini ada dua
pendapat fuqaha:
10
Pendapat pertama
Berpandangan bahwa jika hilal telah terlihat pada suatu negeri, maka wajib bagi
penduduk negeri itu berpuasa dan penduduk negeri yang berdekatan, yang
tergabung dalam satu garis bujur (khat tuli)tertentu. Yang menguatkan pendapat
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
ini adalah hadits yang diriwayat kan oleh Imam Muslim dari Karib, bahwa Ia
berkata: “Aku telah melihat hilal di Syam(Siria). Kemudian aku ke Madinah. Ibnu
Abbas bertanya, kapan kalian melihat hilal? Aku menjawab, malam Jum'at. Ibnu
Abbas kembali bertanya(menguatkan), engkau melihatnya? Aku menjawab, iya,
dan orang-orang juga melihat. Orang-orang berpuasa, begitu juga Muawiyah. Ibnu
Abbas berkata, akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu. Kami akan tetap
berpuasa sampai genap bilangan(bulan puasa). Aku berkata, apakah tidak cukup
bahwa Muawiyah telah melihatnya dan berpuasa? Ibnu Abbas berkata, tidak.
Seperti inilah kami diperintahkan oleh Rasulullah .
Inilah pemahaman Ibnu Abbas dari sabda Nabi Saw “puasalah jika kalian telah
melihatnya(hilal).” Ibnu Abbas meilihat bawha ru'yah secara lansung itu adalah
keharusan, tidak cukup dengan sekedar khabar.
Pendapat ini sesuai untuk diterapkan pada masyarakat yang komunikasinya masih
sulit. Ru'yah merekalah yang dijadikan acuan.

Pendapat kedua
Melihat bawha ru'yah hilal jika telah diperoleh di suatu negeri, maka wajib bagi
semua umat Islam, dari barat bumi hingga timur, untuk berpuasa. Walaupun
secara tempat kemunculan ada perbedaan.
Pendapat ini lebih utama untuk diamalkan, dengan alasan berikut:
1. Untuk mewujudkan kesatuan umat Islam, sebagaimana sudah seharusnya.
Firman Allah Swt,

       


Artinya: “Sesungguhnya ini adalah agama kamu semua; agama yang satu
dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (Al-Quran 21:92)
2. Jumhur fuqaha berpendapat seperti ini. Mereka berkata: “Sesungguhnya
ru'yah hilal bukanlah syarat bagi setiap muslim, karena tidak semua orang
bisa melakukan itu. Seperti orang buta, lemah penglihatan dan orang-orang
yang memang tidak memungkinkan untuk melakukan ru'yah(dengan
berbagai alasan). Padahal mereka semua punya kewajiban untuk berpuasa.
Ini menunjukkan bahwa menyandarkan kepada khabar adalah boleh. Ibnu
Abidin berkata, sesungguhnya perbedaan matla' tidaklah berarti. Dan ini
adalah pendapat jumhur fuqaha.”
3. Semua negara-negara Islam, dari Indonesia dan Philipina bagian timur
hingga Maroko bagian barat, tergabung dalam satu malam. Dan perbedaan
waktu antara keduanya berkisar sembilan jam. Jika hilal muncul di kota
Maroko setelah terbenamnya matahari, maka waktu di bagian paling timur
negri Islam adalah sebelum fajar. Waktu ini cukup untuk sahur dan
meniatkan puasa.
4. Tersedianya media komunikasi yang beragam, yang mampu mengirimkan
berita ru'yah dalam waktu yang begitu cepat. Dan memungkinkan untuk
dimunculkan di semua negri Islam dalam satu waktu dengan tenggang waktu
yang sangat sebentar.

11 Atas dasar ini, maka "syuhud" dalam firman Allah, “Karena itu, barangsiapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu”, dipahami sebagai “al-hudhur”. Maka maknanya adalah,

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


siapa yang telah didatangi bulan Ramadan, di negeri manapun ia, maka wajib
baginya berpuasa.

Syarat kewajiban berpuasa

Puasa wajib atas setiap muslim yang baligh(dewasa), aqil(tidak gila) dan terbebas
dari halangan, baik laki-laki maupun perempuan. Karena (ber)islam adalah dasar
mutlak pembebanan(taklif). Dan karena sabda Nabi Saw, “Diangkat qalam(tidak
ada taklif) dari tiga: 1) dari orang gila hingga ia sadar, 2) dari orang yang tidur
hingga ia terbangun, 3) dan dari anak hingga ia bermimpi(dewasa).”
Sangat dianjurkan untuk membiasakan dan melatih anak-anak yang sudah
mumayyiz untuk melaksanakan ibadah puasa. Sebagaimana diriwayatkan dari Rabi'
bin Ma'udz bin Afra'. Ia berkata: “Rasulullah mengutus ke desa-desa Ansar yang
berada di sekitar Madinah(pagi hari di bulan As-Syura), Siapa yang berpuasa, maka
hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Dan siapa yang berbuka, maka
hendaklah ia menyempurnakan sisa harinya. Setelah itu, kami terus melakukan
puasa di hari itu dan mengajak anak-anak kami ikut berpuasa, insya Allah. Kami
pergi ke masjid dan memberikan mainan yang terbuat dari bulu(kapas) untuk
anak-anak kami. Jika anak kami menangis karena ingin makanan, maka kami
memberinya, hingga tiba waktu berbuka”.

Udzur-udzur yang membolehkan untuk berbuka

Bagi orang-orang yang berudzur, berikut ini, untuk berbuka pada bulan Ramadan.
Mereka harus berpuasa pada hari lain sebagai ganti hari yang mereka tinggalkan.
Orang-orang yang dikategorikan berudzur adalah sebagai berikut:
- Seorang musafir, yang jauh perjalanannya mengizinkannya untuk
mengqashar shalat. Fuqaha menetapkan 80 kilo meter sebagai jauh jarak
yang membolehkan mengqashar shalat , dengan menggunakan alat
transportasi apapun. Dalilnya adalah sabda Nabi Saw, “bukanlah suatu
kebaikan berpuasa dalam perjalanan.”
- Orang sakit, yang ditakutkan dengan puasa akan bertambah sakitnya. Maka,
orang yang sakit hendaknya berkonsultasi kepada dokter yang terpercaya
dalam hal ini.
- Orang sehat yang jika ia berpuasa akan mendapat mudharat.
- Wanita yang sedang haid atau nifas.
- Ibu yang hamil atau sedang mengandung, jika puasa memberatinya atau
mengakibatkan gangguan bagi si anak.
- Kakek tua dan orang yang tertimpa sakit menahun, yang sulit(tidak bisa lagi)
untuk diharapkan kesembuhannya.

Mereka ini harus mengqadha pada hari-hari lain, selain Ramadan, hari-hari yang
mereka tinggalkan. Adapun orang yang sudah lanjut usia dan orang yang tertimpa
sakit menahun, maka bagi mereka untuk berbuka dan membayar fidyah. Yaitu
12 memberi maka orang miskin, setiap hari, dua jatah makan, dengan ukuran dari
standar yang ia konsumsi.
Landasan udzur-udzur ini adalah firman Allah Swt,

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


                


Artinya: "Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi
makan seorang miskin." (Al-Quran 2:184)

Sempurna sebuah puasa

Puasa dilaksanakan dengan meninggalkan makan, minum, hubungan suami istri


dan semua hal yang membatalkan puasa, yang akan kami sampaikan nantinya.
Akan tetapi, ada adab-ada lain yang penting untuk diperhatikan dalam berpuasa,
yang terpenting adalah sebagai berikut:
 Senantiasa sahur dan mengakhirkannya, sesuai dengan sabda Nabi Saw,
“Sahurlah, karena dalam sahur itu ada keberkahan" dan sabdanya, “Orang-
orang akan terus dalam keadaan baik selama mereka mengakhirkan sahur.”
 Berbuka dan menyegerakannya, sesuai dengan sabda Nabi Saw, “Orang-
orang akan terus dalam keadaan baik selama mereka menyegerkan
berbuka.” Dan, Anas berkata: “tidak pernah sekalipun Aku melihat Nabi Saw
shalat maghrib kecuali setelah berbuka, walaupun hanya dengan seteguk
air.”
Tuntunan untuk mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka adalah
bentuk rahmat dan kemudahan bagi orang yang berpuasa.
 Menjaga lidah dari dusta, menggunjing, mengadu domba, mencaci dan
bersaksi palsu. Sabda Nabi Saw, “Siapa yang tidak meninggalkan perkataan
dusta dan mengamalkannya, maka Allah tidak butuh kepada puasanya.” Dan
sabdanya, “Puasa adalah perisai. Jika seorang dari kalian berpuasa maka
janganlah ia berkata keji dan bergaduh. Jika seseorang mencacinya atau
mengajaknya bertengkar, maka katakanlah, aku berpuasa.” Jabir bin
Abdullah berkata: “Jika kamu berpuasa, maka puasakanlah pendengaranmu,
penglihatanmu dan lidahmu dari dusta dan dosa. Tinggalkanlah menyakiti
pembantu. Tunjukkanlah kebersahajaan dan ketenangan pada hari puasamu.
Dan jangan jadikan hari puasamu dan hari berbukamu sama.”
Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumudin menyebutkan bahwa sempurnanya
puasa orang-orang salih adalah dengan enam hal:
1. Menundukkan pandangan dan menahannya untuk melihat leluasa kepada
hal-hal yang yang tercela, dibenci, dan semua hal yang menyibukkan hati
dari mengingat Allah. Rasulullah Saw bersabda: “Pandangan adalah salah
satu panah beracun Iblis terlaknat. Siapa yang meninggalkannya karena
takut kepada Allah, maka Allah akan mendatangkan baginya iman yang
manisnya terasa di dalam hatinya.”
2. Menjaga lidah dari kata-kata "ngigau", bohong, menggunjing, berkata
13
kotor, berkata yang tidak bermanfaat, perkataan yang menyebabkan
permusuhan dan riya. Mengusahakan untuk terus diam, serta
menyibukkan lidah dengan dzikir dan bacaan Al-Quran. Diceritakan dalam
sebuah khabar, bahwa dua orang perempuan berpuasa pada zaman Nabi
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
Saw. Pada akhir siang, lapar dan haus membuat mereka kesusahan dan
hampir-hampir mereka tidak tahan. Mereka kemudian meminta izin
kepada Nabi Saw untuk berbuka. Nabi Saw lalu mengirimkan sebuah
cangkir dan berpesan, katakan pada mereka berdua agar memuntahkan
apa yang telah mereka makan. Salah satu dari mereka lalu muntah
dengan darah dan daging segar dan memenuhi setengah dari cangkir itu.
Yang satunya lagi memuntahkan hal yang sama, sehingga penuhlah
cangkir itu dengan muntah. Orang-orang terheran-heran menyaksikan itu.
Lalu Nabi Saw berkata, dua wanita ini berpuasa dari apa yang diharamkan
oleh Allah dan berbuka dengan apa yang diharamkan oleh Allah atas
mereka. Mereka duduk satu sama lain dan menggunjing (ghibah).
Makanan yang mereka makan ini adalah daging orang-orang yang mereka
gunjingkan.”
3. Menahan pendengaran dari hal-hal yang dibenci. Karena apa yang tidak
boleh diucapkan, maka mendengarnyapun tidak dibolehkan. Nabi Saw
telah melarang ghibah dan mendengarkan ghibah. Beliau berkata: “orang
yang mengghibah dan yang mendengarkannya bersekutu dalam dosa.”
4. Menahan anggota badan yang lain dari dosa, baik itu tangan atau kaki.
Serta menahan perut dari syubhat ketika berbuka. Nabi Saw telah
mengingatkan hal ini. Beliau bersabda: “Betapa banyak orang yang
berpuasa hanya mendapatkan, dari puasanya, lapar dan haus." Ada yang
mengatakan, maksudnya adalah orang yang berbuka dengan barang
haram dan tidak menjaga anggota badanya dari dosa.
5. Tidak berlebihan mengkonsumsi makanan ketika berbuka(walaupun halal).
Agar ia dapat mengambil sebanyak mungkin pelajaran dari puasa dan agar
tujuan yang diinginkan dari puasa bisa tercapai.
6. Mengikatkan hatinya selalu dengan Khaliqnya, luluh antara rasa
takut(khauf) dan pengharapan(raja), serta sibuk meminta penerimaan,
kemurahan dan ampunan-Nya.

Hal-hal yang membatalkan puasa dan hanya mewajibkan mengqada

1. Puasa menjadi rusak(batal) dengan menyengaja makan atau minum di siang


ramadan, dengan dalil firman Allah Swt, “Dan makan minumlah hingga terang
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Al-Quran 2:187), yang
mana, lewat ayat ini, Allah menghalalkan makan dan minum hingga fajar,
kemudian memerintahkan berpuasa darinya(makan dan minum) setelahnya. Dan,
Nabi Saw bersabda: “Dan demi Dzat yang jiwaku yang ada di tangan-Nya,
sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah dari harum
Misk. Ia meninggalkan makanannya, minumannya, dan syahwatnya demi Aku.”
Menjadi sebuah Konsensus di kalangan ulama bahwa orang yang makan atau
minum dengan sengaja, puasanya batal. Jumhur mewajibkan kepada orang yang
puasanya batal dengan dua hal di atas untuk mengqadha di hari lain. Sedangkan
Abu Hanifah dan Malik, mereka mewajibkan qadha dan membayar kafarah.
2. Puasa menjadi batal dengan memasukkan sesuatu, walaupun kecil, ke dalam
14 rongga dengan disengaja dan itu mungkin untuk dihindari. Dengan syarat,
masuknya sesuatu tersebut lewat jalan yang mu'tabar dalam syariat, seperti mulut,
telinga, mata, dubur atau luka yang terbuka, yang menyampaikan kepada rongga.
Atas dasar ini, maka asap(seperti asap rokok), hirupan (tembakau) dan suntikan
urus-urus(enema) adalah termasuk penyebab batalnya puasa. Karena, ketika
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
seseorang dengan tanpa terpaksa memasukkan sesuatu ke rongganya, maka itu
sama hal nya seperti makan.
3. Puasa batal dengan muntah yang disengaja. Dengan dalil sabda Nabi Saw,
“Siapa yang muntah dengan sengaja, maka ia harus mengqadha.”
4. Puasa batal dengan keluarnya air mani, baik itu dengan cara onani atau
memandang sesuatu dengan berulang-ulang.
5. Puasa batal dengan makan dan minum pada waktu berpuasa karena mengira
waktu buka sudah tiba.
6. Puasa batal dengan berniat berbuka. Karena niat puasa adalah syarat puasa.
Bagi semua orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadan, hendaknya menahan
dari makan dan minum, sebagai bentuk penghormatan atas bulan yang agung ini
dan untuk menghargai perasaan umat Islam yang lainnya.
Mengqadha puasa dilaksanakan dengan puasa pada hari lain, sebagai ganti hari
yang ditinggalkannya. Dalam mengqadha, disyaratkan agar tidak pada hari yang
diharamkan puasa. Seperti hari ied dan tiga hari tasyriq. Sangat dianjurkan untuk
bersegera mengqada, agar tanggungan cepat terbebas. Boleh untuk mengqadha
pada semua bulan di tahun berikutnya sebelum datang Ramadan. Tidak boleh
mengqadha pada bulan Ramadan, karena suatu kewajiban, yaitu puasa wajib, telah
ditentukan untuk bulan itu, maka tidak boleh dialihkan ke ibadah(puasa) yang lain.

Hal-hal yang membatalkan puasa dan mewajibkan mengqadha dan


membayar kafarah

Ahli fikih bersepakat bahwa bersetubuh pada siang ramadan membatalkan puasa
serta mewajibkan qadha dan kafarat. Jika persetubuhan dilakukan dengan
keinginan kedua suami istri, maka kedua-duanya harus mengqadha dan membayar
kafarah. Akan tetapi, jika salah satu "dipaksa", maka yang melakukan dengan
keinginan sendiri sajalah yang membayar kafarah.
Dari Abi Hurairah, semoga Allah Swt. meredhoinya, bahwa seorang lelaki
mendatangi Nabi Saw dan berkata, celakalah aku wahai Rasulullah. Rasulullah Saw
berkata, apa yang mencelakakanmu? Lelaki itu berkata, aku telah menggauli istriku
di siang ramadan. Nabi Saw bertanya, apakah engkau mempunyai budak untuk
dibebaskan? Dia menjawab, tidak. Nabi Saw bertanya lagi, apakah engkau bisa
berpuasa dua bulan berturut-turut? Dia menjawab, tidak. Nabi Saw bertanya lagi,
apakah engkau memiliki makanan untuk enam puluh orang miskin? Dia menjawab,
tidak. Lelaki ini kemudian duduk. Lalu Rasulullah datang dengan membawa piring
yang berisi kurma dan berkata, bersedekahlah dengan ini. Lelaki ini berkata,
apakah ada yang lebih fakir dari saya di antara kita? Di antara keluarga-keluarga,
kamilah orang yang paling membutuhkan. Nabi kemudian tertawa dan berkata,
bawalah kurma ini dan berikan pada keluargamu.
Jika kedua istri bergaul, kemudian adzan fajar berkumandang dan mereka masih
melanjutkan "pekerjaan" mereka, maka wajib bagi mereka membayar kafarah.
Orang yang bersetubuh karena lupa atau tidak tahu hukumnya maka dia hanya
dituntut mengqadha.
Imam Ahmad berpandangan bahwa bersetubuh adalah penyebab kafarah, baik itu
15 disengaja atau lupa.
Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, mereka berpendapat bahwa orang
yang makan dan minum, dengan sengaja, maka ia juga harus membayar kafarah.
Kafarah adalah membebaskan budak, bagi yang tidak punya budak, maka baginya
puasa dua bulan berturut-turut, bagi yang tidak mampu berpuasa, maka baginya
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
memberi makan enam puluh miskin. Kafarah ini wajib dalam pelaksanaannya
sesuai dengan urutan yang disebutkan.
Memberi makan kepada fakir yang kerabat adalah utama, dengan syarat bukan
suami, istri, bapak, ibu atau anaknya. Kerena mereka ini masuk dalam tanggungan
nafkahnya.

Hal-hal yang tidak membatalkan puasa

Diantara hal-hal yang banyak terjadi pada orang yang berpuasa dan tidak
membatalkan puasa adalah sebagai berikut:
1. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung(untuk membersihkan,
istinsyaq)
2. Memakai siwak atau odol dan menguyah "alk" (sejenis kunyahan dari kayu,
seperti kemenyan, tidak mencair ketika dikunyah) dengan syarat tidak
sampai hancur dan masuk ke dalam rongga.
3. Muntah yang tidak bisa ditahan. Dari Abu Hurairah, semoga Allah Swt.
meredhoinya, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Siapa termuntah, sedang ia
berpuasa, maka tidak wajib baginya mengqada.” (Diriwayatkan oleh Ahmad
dan ashabus sunan, selain Nasa'i)
4. Berbekam. Dari Tsabit Al-Bannani, bahwa ia berkata kepada Anas bin Malik,
apakah kalian memakruhkan berbekam pada zaman Rasulullah? Dia
menjawab, tidak. Kecuali jika itu membuatnya lemah.
5. Mimpi basah. Rasulullah Saw bersabda: “Tidak batal puasa orang yang
muntah, bermimpi dan berbekam.”
6. Makan dan minum karena kelupaan. Dari Abi Hurairah, semoga Allah
meredhoinya, bahwa Rasulullah Saw berkata: “Siapa yang lupa, sedang ia
berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia
menyempurnakan puasanya. Karena Allah yang memberinya makan dan
minum.”
7. Boleh mandi karena udara yang panas atau karena hal lainnya dan tidak
merusak puasa. Dari Abi Bakar bin Abdurrahman, dari seorang sahabat Nabi
Saw, berkata: “Aku melihat Nabi Saw. menumpahkan air ke atas kepalanya,
sedang Ia berpuasa.”
8. Diberikan keringanan bagi orang yang berpuasa dengan boleh dalam keadaan
junub ketika waktu subuh tiba. Dari Aisyah dan Ummu Salamah, bahwa Nabi
Saw junub dari bersetubuh, bukan mimpi, hingga subuh, kemudian Ia
berpuasa.
9. Bercelak tidak membatalkan puasa. Dari Aisyah bahwa Nabi Saw bercelak
ketika di bulan ramadan dan ia berpuasa.
10. Hukum celak ini juga berlaku pada apa yang diteteskan pada mata,
seperti tetesan mata, atau telinga, selama tidak sampai ke tenggorokan atau
hidung.
Termasuk dalam kategori hal tersebut debu jalanan atau debu rempah-rempah,
seperti gandum, dll.
Dibolehkan melakukan suntikan pada urat, atau di bawah kulit. Juga dibolehkan
16 memakai wangi-wangian dan menyicipi rasa makanan, karena darurat, selama
tidak sampai tertelan. Abu Muhamad bin Hazm, dalam menerangkan hal ini,
mengungkapkanya dengan kalimat yang lugas dan bagus. Ia berkata:
“Sesungguhnya, dalam berpuasa, Allah hanya melarang kita dari makan, minum,
bersenggama, muntah dengan sengaja dan berbuat maksiat.”
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
Hikmah puasa

Allah memfardukan puasa dengan tujuan dan hikmah-hikmah yang tinggi, yang
semua dampak baiknya akan kembali kepada umat Islam itu sendiri. Para ulama
sudah berusaha untuk mengungkap sebagian dari hikmah ini.
Di antara hikmah puasa adalah sebagai berikut:

1. Memperkuat jiwa(ruh)
Manusia terdiri dari jasad dan jiwa. Sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah
Swt,

                 

 
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya
Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu
tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (Al-Quran 38:71-72)
Oleh karena itu, puasa adalah sarana menguatkan sisi jiwa (ruhi), sehingga tidak
terabaikan oleh kebutuhan jasadi atau materi. Jika jiwa kuat, maka hubungan
dengan Allah Swt. akan bertambah.

2. Mewujudkan takwa
Takwa adalah rasa takut kepada Allah, merasakan adanya pengawasan Allah
terhadap setiap perbuatan dan perkataan dan meninggalkan hal-hal yang dilarang.
Orang yang berpuasa, dengan konsistensinya jauh dari hal-hal yang dibolehkan
(mubahat), terlatih atas sikap takwa dan merasakan adanya pengawasan. Oleh
karena itu, takwa adalah faedah yang diisyaratkan oleh Al-Quran sebagai tujuan di
balik perintah puasa. Allah Swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa."

3. Melatih keingingan
Manusia diistemawakan dari semua makhluk dengan akalnya yang mampu ia
gunakan untuk berpikir, mentadabburi, berkeinginan serta berbuat sesuai
kehendaknya. Sebagian orang tidak tahu hakikat ini, sehingga dalam hidup, dia
mengekor kepada orang lain, mengikut saja, tidak tahu itu membawa manfaat atau
memberikan mara bahaya. Di sinilah fungsi puasa dalam mendidik keinginan
pribadi dari manusia. Yaitu dengan cara menyadarkan hati nurani dan melatihnya
untuk konsisten kepada sikap-sikap, yang terkadang bertentangan dengan
kesenangan atau kecenderungan orang-orang biasa.
Para ilmuwan kontemporer menyerukan puasa sebagai sarana untuk membentuk
kepribadian dan melatih keinginan. Islam telah lebih dahulu dalam hal ini. Islam
17
menuntut pemuda untuk mengendalikan nafsunya dan mengarahkan
keinginannnya melalaui puasa. Nabi Saw. bersabda: “Wahai para pemuda, siapa
yang sudah mampu hendaklah ia menikah. Karena itu akan lebih menundukkan

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


pandangannya dan lebih menjaga kemaluannya. Siapa yang belum mampu, maka
hendaklah ia berpuasa, karena pada puasa itu ada penangkal baginya.”
Dan karena puasa mengajarkan sabar. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw,
“Puasa bulan sabar(Ramadan) dan tiga hari pada tiap bulan, menghilangkan panas
di dalam dada.” Dan di hadits lain, Beliau bersabda, “Pada tiap sesuatu ada
zakatnya. Zakat jasad adalah puasa. Dan puasa adalah setengah dari sabar.”
Dikatakan puasa itu setengah sabar karena dalam diri manusi ada tiga kekuatan.
Kekuatan syahwaniah (hawa nafsu), seperti yang ada pada binatang, kekuatan
kemarahan, seperti yang ada pada hewan pemangsa dan kekuatan ruhi, seperti
pada Malaikat. Jika kekuatan ruhi mampu mengungguli salah satu dari kekuatan
yang lain, maka di situlah tercapai setengah sabar. Dan seorang muslim, dalam
puasa, mengendalikan kekuatan shyahwaniahnya, berupa nafsu makan dan
seksual. Maka, benarlah bahwa puasa itu adalah separuh dari sabar.
Sesungguhnya Islam bukanlah agama yang mengajarkan sikap lemah dan pasrah.
Akan tetapi Islam adalah agama yang mengajarkan jihad(kesungguhan) dan sikap
gigih berjuang dengan berkesinambungan. Persiapan pertama dalam jihad adalah
kesabaran dan keinginan yang kuat. Jika seseorang belum mampu berjihad pada
dirinya sendiri, bagaimana mungkin ia berjihad kepada musuhnya. Seorang yang
tidak sabar dengan lapar satu hari, tidaklah mungkin diharapkan ia akan sabar
berada jauh dari keluarga dan tanah airnya, untuk suatu tujuan. Puasa, dengan
ajaran sabarnya serta imunisasinya kepada jiwa, adalah sarana paling handal
dalam menyiapkan mukmin yang sabar, setia dan berjiwa seorang mujahid di jalan
Allah Swt.

4. Mengingatkan akan nikmat Allah Swt.


Di antara hikmah puasa adalah agar seseorang mengetahui nikmat Allah Swt.
Seorang yang mendapat nikmat berulang-ulang, akan merasakan nilai nikmat
tersebut kecil. Karena suatu nikmat itu terasa nilainya jika ia sudah tidak ada. Rasa
manis tidak akan terasa nilainya kecuali bagi orang yang merasakan rasa pahit.
Siang hari tidak akan terasa nilainya kecuali jika malam telah tiba. Dengan adanya
pertentangan, hal-hal menjadi berbeda satu sama lainnya.
Puasa memberitahukan nilai nikmat makan, minum, kenyang dan air.
Dalam hal ini, diriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda: "Rabbku menawarkan
padaku untuk diubah bagiku kerikil-kerikil Mekah menjadi emas. Maka Aku berkata,
tidak wahai Tuhanku. Tapi jadikalah aku, sehari kenyang, sehari lapar. Jika aku
lapar, aku mengadu kepada-Mu dan mengingat-Mu. Dan jika aku kenyang, Aku
bersyukur pada-Mu dan memuji-Mu.

5. Menumbuhkan kepekaan terhadap orang yang tidak mampu


Salah satu hikmah puasa, dari sisi sosial, adalah menanamkan kepekaan dan
kepedulian kepada orang-orang lapar dan orang-orang tidak mampu. Puasa
menanamkan kesadaran tanpa khutbah yang menggebu atau kata-kata yang
menyentuh. Puasa adalah peringatan yang didengar oleh setiap orang yang
berpuasa lewat suara lambungnya dan panggilan ususnya. Karena sesungguhnya,
orang yang selalu hidup dalam kemewahan, tidak pernah merasakan kelaparan
18 atau pedihnya kehausan, biasanya menyangka bahwa semua orang seperti dia.
Dalam sangkaannya, jika dia memiliki maka orang lain juga memiliki. Jika dia
memakan daging yang mengundang nafsu atau buah-buahaan pilihan, maka orang
lain juga begitu. Maka, tidaklah mengherankan jika Allah Swt. menjadikan puasa
sebagai media untuk saling merasakan dan menanamkan persamaan. Allah Swt.
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
menjadikan lapar sebagai ujian "memaksa", yang dibebankan atas orang yang
lapang dan susah, orang yang mempunyai harta belimpah dan orang yang tidak
mempunyai sesuatu untuk dimakan. Sehingga si kaya bisa merasakan bahwa di
sana ada perut-perut yang tidak berisi, lambung-lambung yang kering, usus-usus
yang tidak bernafas dan dililit dahaga. Maka, sudah seharusnya, manusia dengan
sifat manusiawinya, muslim dengan keislamannya dan mukmin dengan
keimanannya, tersentuh hatinya. Kemudian diwujudkan dengan memberi orang-
orang yang membutuhkan dan mengulurkan tangannya kepada para fakir miskin.
Karena sesungguhnya Allah menyayangi hambanya yang bersifat penyanyang. Dan
benarlah Rasulullah, ketika Ia bersabda, "Orang-orang yang penyanyang disayangi
oleh Yang Maha Penyayang. Sayangilah apa (makhluk) yang ada di bumi, maka
Yang di langit(Allah) akan menyayangi kalian." Dan, diriwayatkan bahwa Nabi Yusuf
As. banyak mengerjakan puasa, saat ia ditunjuk sebagai bendahara kerajaan.
Padahal harta belimpah ada di tangannya dan dia mempunyai hak
pendistribusiannnya. Maka, ketika ia ditanya tentang hal itu, ia menjawab, Aku
takut lupa dengan orang-orang fakir yang kelaparan jika perutku kenyang.

6. Mewujudkan totalitas penghambaan


Dalam puasa, sebelum dan sesudahnya, terkandung hikmah yang mengajarkan
sikap berserah diri kepada Allah sepenuhnya dan penghambaan yang sempurna.
Hikmah ini ada pada setiap ibadah dan merupakan tujuan utama dari setiap
perintah. Tidaklah suatu ibadah menjadi ibadah atau seorang hamba menjadi
hamba, kecuali dengan hal tersebut. Rabb berkata, "Aku perintahkan (ini) dan aku
larang (itu). Hamba-hamba menjawab, "Kami mendengar dan kami taat.
Ampunilah kami karena Engkaulah tempat kembali."
Ketundukan dan penghambaan ini lebih tampak dalam puasa. Seorang yang
berpuasa merasakan lapar dan haus, padahal makanan dan minuman tersedia di
hadapannya. Itu tidak akan terjadi jikalau bukan karena takut kepada Allah dan
ingin meraih ridho-Nya. Oleh karenanya, Allah Swt. menisbahkan puasa dan
balasan bagi orang-orang yang berpuasa kehadirat-Nya. Allah Swt. berfirman:
"Semua amalan anak Adam adalah baginya, kecuali puasa. Puasa adalah bagiku
dan Aku yang akan memberikan balasannya. Ia (seorang hamba) meninggalkan
makan dan minumnya karena Aku. Dan meninggalkan istrinya karena Aku."

7. Menguatkan tubuh
Salah satu hikmah atau faedah puasa adalah menguatkan tubuh dan menjaga
kesehatan. Nabi Saw bersabda: "Puasalah, maka kalian akan sehat." Ini karena
lambung adalah gudangnya penyakit dan pengobatan dalam bentuk pencegahan di
mulai dari sana. Nabi Saw bersabda: "Anak Adam sudah dikatakan melakukan
keburukan dengan memenuhi lambungnya. Cukuplah baginya beberapa kunyahan
untuk menegakkan tulang rusuknya. Jika memang harus, maka sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya.
Selama lambung tetap sebagai sumber penyakit yang menakutkan, selama
mengosongkan lambung dari makanan bermanfaat bagi lambung dan bermanfaat
bagi kesehatan, maka puasa adalah kesempatan besar untuk mengatur kerja dan
19 fungsi lambung. Sehingga ia menjadi kuat, aktiv dan bekerja dengan baik secara
berkelanjutan dalam fungsinya sebagai sumber engergi bagi manusia. Juga, tubuh,
ketika banyak mengkonsumsi makanan, akan menghasilkan kelebihan cairan.
Kelebihan zat cairan ini bahayanya lebih besar dari manfaatnya. Dari sini, puasa
sebagai salah satu sarana terbesar dalam membantu tubuh untuk menghilangkan
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
kelebihan cairan, yang berbahaya, dan menciptakan kesempatan bagi tubuh untuk
mengambil manfaat sebanyak-banyaknya dari makanan yang dikonsumsi.
Kulit manusia, yang berperan sebagai tampilan luar bagi seseorang, butuh kepada
kekuatan tertentu yang mampu membantunya untuk menolak penyakit kulit yang
bermacam-macam. Puasa mempunyai peran utama dalam menjaga kesegaran dan
keindahan kulit.
Para ilmuwan kontemporer menemukan manfaat-manfaat ini pada puasa. Dengan
ini, mereka, secara langsung atau tidak langsung, telah mengungkapkan salah satu
'ijaz yang dimiliki Islam dan kepedulian Islam akan kesehatan.
D. Abdul Aziz Ismail berkata: "Dalam banyak kondisi, puasa, secara kesehatan,
mengandung banyak manfaat. Banyak dari ajaran-ajaran agama yang belum
terungkap hikmahnya dan akan ditemukan seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Telah ditemukan bahwa puasa bermanfaat secara kesehatan. Dan
terkadang, puasa menjadi satu-satunya cara untuk mencapai kesembuhan. Puasa
adalah salah satu pengobatan untuk penyakit kekacauan lambung yang menahun,
yang diikuti dengan peragian. Puasa juga dipakai untuk mengurangi berat badan
akibat konsumsi makanan yang berlebihan. Demikian juga untuk mengurangi
tekanan darah. Adapun kencing manis, yang kebanyakan didahului dengan berat
badan yang berlebihan, maka puasa juga merupakan alternatif pengobatannnya.
Puasa, bersama anjuran seimbang dalam konsumsi, tetap menjadi pengobatan
terpenting untuk penyakit ini. Puasa juga termasuk pengobatan untuk penyakit
peradangan ginjal yang sudah akut dan menahun dan obat untuk penyakit jantung.
D. Alexis Karel berkata: " Sesunguhnya, berlebihan dalam mengkonsumsi makanan
akan menyebabkan hilangnya satu fungsi yang merupakan salah satu faktor dalam
mengurangi angka kematian manusia. Fungsi itu adalah kemampuan beradaptasi
dengan sedikit makanan. Oleh karena itu, seringkali banyak orang yang melakukan
puasa."
D. Muhamad Adz-Dzowahir berkata: " Ada hubungan yang kuat antara kebiasaan
konsumsi dengan penyakit kulit. Tidak mengkonsumsi makanan dan minuman
sejenak akan mengurangi zat cairan dalam tubuh dan darah. Ini, pada gilirannya,
berfungsi mengurangi zat tersebut dalam tubuh. Pada saat inilah terjadi
pertambahan perlawanan yang dilakukan oleh kulit terhadapan penyakit-penyakit
kulit. Sedikitnya zat cairan dalam tubuh juga akan mengurangi pengaruh penyakti
kulit yang sudah meradang dan menyebar di sebagian besar bagian tubuh. Dan
pengobatan yang terbaik untuk penyakit kulit yang sudah mencapai tahap ini
adalah berpuasa selama jangka waktu tertentu."
D. Anwar Mufti berkata: "Usus yang ada pada manusia menghisap cairan yang
mengandung zat gula, paling sedikit, sekali dalam lima menit. Setelah itu tubuh
akan puas minum dan gejala kekurangan zat gula dan cairan akan hilang. Orang
yang berpuasa, yang mengisi lambungnya, secara langsung, dengan makanan dan
minumun, butuh sekitar tiga atau empat jam agar ususnya kembali bisa menghisap
cairan yang mengandung zat gula pada saat berbuka. Oleh karena itu, bagi orang
yang berpuasa, pengurangan gejala zat gula tetap berlangsung. Bahkan ketika
setelah kenyang berbuka ia masih tetap seperti orang yang berpuasa."
D. Sakhoshir berkata: "Manfaat terpenting dari puasa adalah mengobati kekacauan
20 pencernaan dan kekacauan lambung, terlebih yang sudah menahun. Puasa juga
berfungsi untuk mengatasi kelebihan berat badan, radang ginjal yang sudah akut
dan disertai dengan pembengkakan dan pembocoran. Dan puasa juga befungsi
untuk mengobati penyakit jantung yang disertai dengan peradangan pada kedua
kaki atau betis."
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
Hukum-hukum umum terkait dengan puasa

Makan tanpa disengaja


Apa hukum orang yang mengkonsumsi sesuatu yang membatalkan puasa
tanpa ia sengaja, apakah puasanya batal? Apa hukuman baginya?
Ahlul sunan meriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda: "Sesungguhnya Allah
mengangkat dari umatku salah, lupa dan apa yang dipaksakan padanya." (Para
periwayatnya tsiqot dan tidak ada cacat. Faidol Qadir). Jamaah meriwayatkan,
kecuali Nasai, bahwa Nabi Saw bersabda: “Siapa yang lupa, sedang ia berpuasa,
kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya.
Karena Allah yang memberinya makan dan minum." Dan Darut Qutni meriwayatkan
dengan sanad yang sahih, bahwa Nabi Saw bersabda: “Jika seseorang yang
berpuasa makan karena lupa atau minum karena lupa, maka sesungguhnya itu
adalah rizki yang diberikan Allah kepadanya, dan tidak perlu mengqadhanya.”
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa orang berpuasa yang makan atau minum
karena lupa, puasanya tetap sah. Pendapat ini sesuai dengan firman Allah Swt,

          
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan
(sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu.)” (Al-Quran 2:225)
Dan lupa bukan dari pekerjaan hati. Jika puasanya tetap sah, maka baginya untuk
tetap menahan dari makan dan menyempurnakan puasanya.
Ini sangat jelas pada puasa Ramadan, sebagai bentuk penghormatan kepada bulan
yang agung ini. Adapun selain Ramadan, seperti puasa nadzar, tertentu atau tidak
tertentu, atau puasa membayar membayar kafarat atau puasa qadha ramadan atau
puasa sunnah, maka tidak wajib baginya untuk menyempurnakan sisa hari. Dan,
menurut jumhur, boleh baginya untuk berbuka. Akan tetapi Imam Malik
berpandangan lain. Ia berkata: “Wajib menahan (dari makan) pada puasa nadzar
yang ditentukan. Adapun nadzar yang tidak tentu atau puasa wajib lainnya, jika
berurutan(tatabu’) adalah wajib, seperti puasa kafarat Ramadan atau nadzar puasa
berurutan, jika ia berbuka dengan sengaja maka tidak wajib baginya menahan dari
makan karena puasanya telah batal dan karena ia harus memulai lagi dari awal.
Adapun jika Ia berbuka karena lupa, jika itu bukan hari pertama, maka wajib
baginya menahan dari makan, adapun jika di hari pertama maka dianjurkan
baginya menahan dan tidak wajib. Jika berurutan bukanlah keharusan, seperti
qadha Ramadan atau puasa penebus sumpah (kafarat yamin), boleh baginya
menahan atau tidak, baik ia berbuka karena disengaja atau karena lupa. Adapun
jika puasa yang dijalaninya adalah puasa sunah, maka jika ia berbuka karena lupa,
wajib baginya menahan, karena qadha tidak wajib dari berbuka yang disebabkan
karena kelupaan. Adapun jika ia berbuka karena disengaja, maka ia tidak wajib
menahan, karena dengan menyengaja ia harus membayar qadha.”
Para ulama menyoroti sanad pendapat Imam Malik dalam masalah kewajiban
21 mengqadha puasa sunnah yang sengaja dibatalkan dan masalah kewajiban
menahan jika batalnya tidak disengaja, kemudian tidak adanya kewajiban
mengqadha. Para ulama mendapati sanadnya lemah. Akan tetapi bukan di sini
tempat pemaparannya. Yang terpenting adalah bahwa dalil jumhur kuat dalam hal

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


ketidakberpengaruhan lupa terhadap batalnya puasa, bahkan walalupun makannya
banyak. Pendapat ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dari Ummi Ishaq, bahwa ia bersama Nabi Saw. Nabi Saw menghidangkan untuknya
semangkok roti. Ia dan Nabi Saw memakan roti, namun ia kemudian teringat
bahwa ia berpuasa. Dan puasa ini bukanlah puasa Ramadan karena Nabi Saw
makan bersamanya. Kemungkinan puasanya adalah puasa nadzar atau qadha atau
sunnah. Ketika teringat ia berpuasa, seseorang bertanya kepadanya, sekarang,
setelah engkau kenyang engkau baru ingat? Lalu Nabi Saw berkata kepadanya,
sempurnakanlah puasamu, sesungguhnya itu adalah rizki yang diberikan Allah
kepadamu.

Tetesan air di hidung dan infus penderita asma


Apakah puasa batal dengan menggunakan infus pada hidung atau
membersihkan hidung(istinsyaq) dengan selang asma?
Ulama berpendapat bahwa puasa menjadi batal dengan hal tersebut. Karena
masuknya sesuatu ke rongga lewat jalan masuk yang terbuka. Hal ini bisa
disamakan dengan makan atau minum, yang merupakan salah satu pembatal
puasa, sebagaimana diterangkan oleh Al-Quran. Al-Quran membolehkan makan
dan minum di malam hari hingga terbit fajar. Allah Swt. berfirman:

            
Artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”
(Al-Quran 2:187)
Tidak ada larangan untuk mengambil pendapat ulama yang mengatakan bahwa
infus dan asap yang dicium dari infus penderita asma membatalkan puasa. Jika
orang yang sakit tidak bisa terlepas dari dua hal tadi ketika berpuasa, maka boleh
baginya berbuka dan ia harus mengqadha setelah sembuh dari penyakit. Jika
sakitnya menahun, maka boleh baginya berbuka dan sebagai gantinya, ia memberi
makan miskin setiap harinya.

Suntik
Apakah berobat dengan suntik membatalkan puasa?
Ulama berkata: “Suntikan enema(usus) membatalkan puasa karena ia masuk
hingga rongga lewat jalan masuk yang terbuka. Imam Malik mensyaratkan
masuknya hingga lambung atau usus. Jika tidak sampai maka puasa tidak batal.”
Adapun suntikan urat, yang disuntikan di bawah kulit, dalam hal ini Syekh
Muhamad Bakhit Al-Muthi’i berfatwa, pada Mei 1919, bahwa itu tidak membatalkan
puasa. Atas dasar bahwa ia tidak sampai ke rongga melalui jalan yang biasa.
Kalaupun sampai, maka hanya sebatas pori-pori kulit. Dan pori-pori kulit bukanlah
rongga dan tidak termasuk bagian dari rongga. (Al-Fatawa Islamiyah Vol. 1 Hal 89)
Syekh Thaha Habib, anggota Mahkamah tinggi syar’iyah, mengatakan dalam
fatwanya yang dimuat di majalah Al-Azhar Vol. 3 Hal. 503, yang redaksinya: “Tidak
diragukan bahwa suntikan yang disuntikan di bawah kulit, urat, pembuluh darah,
atau saluran saraf tulang belakang, sampai ke rongga. Karena ketika pemberian
22 suntikan, zat yang disuntikkan masuk ke pembuluh darah. Zat yang disuntikkan ini
kemudian disebarkan ke seluruh bagian tubuh, sesuai dengan kebutuhan. Atas
dasar ini, jelaslah bahwa suntikkan yang diberikan kepada orang-orang yang
berpuasa pada siang Ramadan membatalkan puasa mereka. Jika diperhatikan,

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


sesungguhnya pemberian suntikan, biasanya, sebagai konsumsi bagi tubuh,
penguat, memperbanyak darah atau untuk membius syaraf. Para Dokter pun
menyatakan bahwa bahwa suntikan dihisap oleh kelenjar getah bening. Dari sana
kemudian dikirim ke pembuluh darah dan dibagikan ke seluruh organ tubuh sesuai
dengan fungsinya masing-masing.” Redaksi ini berlanjut hingga, “inilah yang bisa
diambil dari mazhab hanafi dalam permasalahan ini. Adapun mazhab maliki dan
syafi’i adalah sebagai berikut:
Mazhab Maliki
Puasa menurut mereka menjadi batal dengan masuknya sesuatu yang cair ke
tenggorokan baik itu lewat mulut, hidung, telinga atau mata, walaupun tidak
sampai ke lambung. Puasa juga menjadi batal dengan masuknya sesuatu yang
tidak cair(jamid) lewat jalan atas. Jika seseorang menelan kerikil dan sampai ke
lambung, maka puasanya batal. Puasa juga batal dengan masuknya obat ke
lambung atau ke usus dengan cara suntikan, jika dimasukkan lewat jalan yang
luas. Adapun jika jalan masuknya sempit, yang tidak memungkin masuknya benda
tersebut ke lambung, maka puasanya tidak batal. Dari sini, diambil kesimpulan
bahwa suntikan bawah kulit, jika sampai memasukkan obat ke lambung,
tenggorokan atau usus, maka orang tersebut telah berbuka. Adapun jika tidak,
maka puasanya tetap sah. Lambung, menurut mereka, adalah setelah dada hingga
pusat.
Mazhab Syafi’i
Memandang bahwa masuknya sesuatu, baik itu banyak atau sedikit, makanan atau
bukan, ke tenggorokan melalui jalan yang terbuka seperti tenggorokan, otak,
permukaan telinga, atau saluran kencing, membatalkan puasa.
Dari sini diketahui hukum suntikan di bawah kulit, dan telah diketahui secara pasti
bahwa suntikan tersebut sampai ke tenggorokan.
Inilah berbagai ijtihad dalam permasalahan suntikan. Saya(penulis) memandang
untuk mengambil pendapat Syekh Muhamad Bakhit dalam hal suntikan untuk
pengobatan. Yaitu bahwa suntikan tersebut tidak membatalkan puasa. Karena ia
tidak masuk melalui jalan yang terbuka. Dan untuk mengambil pendapat Syekh
Thaha Habib pada suntikan yang tujuannya sebagai konsumsi bagi tubuh. Yaitu
membatalkan puasa. Karena suntikan itu masuk ke rongga melalui darah dan ini
bertentangan dengan hikmah puasa, berupa rasa lapar dan haus dan nilai-nilai
yang menjadi konsekwensi dari sebuah puasa.

Transfer darah
Apakah transfer darah membatalkan puasa?
Dalam soal ini ada dua pihak yang perlu diketahui. Pihak yang memberi darah dan
pihak yang diberi darah. Orang yang memberi darah bisa dikiaskan dengan Al-Fasd,
yaitu pengambilan darah lewat selain kepala, dan bisa juga dikiaskan dengan
hijamah (bekam), yaitu pengambilan darah lewat kepala. Dan jumhur berpendapat
bahwa puasa tidak batal dengan dua hal tersebut. Karena hadits “orang yang
dibekam dan membekam puasanya batal”, yang merupakan landasan orang yang
mengatakan bahwa bekam membatalkan puasa, tidak lepas dari kritik. Jika tidak
dari sisi sanad, maka dari sisi dilalah. (Nailul Awthar Imam Syaukani Vol 4 Hal 212-
23 216)
Adapun orang yang diberi transfer darah, maka proses pemindahan darah ini bisa
diberikan hukum seperti suntikan, dan telah dipaparkan sebelumnya. Jika transfer
darah ini untuk pengobatan bukan konsumsi tubuh dan dimasukkan lewat urat,
maka yang menjadi pilihan adalah hukum yang tidak mengakategorikan transfer
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
darah seperti ini sebagai salah satu pembatal puasa. Sekalipun demikian, saya
(penulis) mengatakan, jika si sakit, yang ditransfer darah butuh kepada sesuatu
yang menambahkan kekuatan baginya, maka boleh baginya untuk berbuka dan
mengkonsumsi makanan. Setelah sembuh barulah ia mengqadha puasa yang
ditinggalkannya.

Niat puasa
Aku lupa berniat ketika malam, setelah subuh barulah aku ingat bahwa
aku belum berniat, apakah puasa aku sah?
Niat puasa adalah keharusan. Tidak sah puasa tanpanya. Sebagian besar Imam
mensyaratkan satu niat setiap harinya. Sebagian lagi berpendapat bahwa cukup
satu niat di awal Ramadan untuk satu bulan penuh, dan waktunya dari terbenam
matahari hingga terbit fajar. Jika seseorang berniat pada jam tertentu dari malam,
maka niat itu sudah cukup. Tidak apa-apa setelah itu jika ia makan atau minum
selama fajar belum tiba. Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah
dan Tarmidzi, bahwa Nabi Saw bersabda: “Siapa yang tidak meniatkan puasa
hingga fajar, maka tidak ada puasa baginya.”
Tidak disyaratkan melafazkan niat. Karena tempat niat adalah hati. Seandainya
seseorang sudah menanamkan keinginan kuat dalam hatinya untuk berpuasa maka
itu sudah cukup. Bahkan jika ia bersahur dengan niat puasa atau minum dengan
tujuan agar tidak kehausan di siang hari, maka niat itu sudah cukup. Jika niat
tersebut tidak tertanam di hati di malam hari, maka puasanya tidak sah dan ia
harus mengqadha. Ini terkhusus puasa Ramadan. Adapun puasa sunnah (tatawwu’)
maka niatnya masih hingga menjelang zawal(waktu dhuha).

Puasa ayyam biid dan enam hari di bulan Syawal


Apa asal penamaan ayyam biid? Dan apakah puasa enam hari di bulan
syawal termasuk di dalamnya?
Ayyam biid ada pada tiap bulan qomari(penanggalan hijrah). Ayyam biid adalah
hari-hari munculnya bulan, dari awal hingga akhir malam(malam 13,14 dan 15).
Dan dinamakan biid(putih), karena hari-hari itu putih(terang) oleh bulan pada
waktu malam dan matahari pada waktu siang.
Dan, ada yang mengatakan, alasannya adalah karena Allah menerima taubat Nabi
Adam As. pada hari itu dan memutihkan kembali catatannya. (Az-Zarkoni Syarh Al-
Mawahib Vol 8 Hal 133)
Dalam kitab Al-Hawi Lil Fatawa, karya Imam Suyuti, diceritakan, “Orang-orang
berkata bahwa ketika Adam diturunkan ke bumi, kulitnya menjadi hitam. Maka
Allah memerintahkan Adam agar berpuasa pada hari-hari itu(ayyam biid) pada tiap
bulannya. Ketika ia berpuasa pada hari pertama, sepertiga dari kulitnya kembali
memutih. Ketika ia berpuasa di hari kedua, sepertiga kulitnya yang lainnya kembali
memutih juga. Dan ketika ia berpuasa di hari ketiga, kulitnya kembali memutih
semua. Perkataan ini tidaklah benar. Hadits ini diriwayatkan sebagai hadits marfu’
dan mauquf melalui jalan lain oleh Khotib Al-Baghdadi dalam kitabnya Amali dan
Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq dari hadits Ibnu Mas’ud.
Terlepas apakah Nabi Adam berpuasa atau tidak pada hari itu, sesungguhnya Islam
24 mensyariatkan puasa ini. Dan menjadikannnya amalan yang dianjurkan. Dalam
kitab Syarh Mawahib, karya Az-Zarqoni, diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas
menceritakan, “Rasulullah Saw. selalu berpuasa pada ayyam biid, ketika dalam
perjalanan ataupun tidak.” (Diriwayatkan oleh Nasai)

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Dari Hafsah Ummul Mukmin, “Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi
Saw; puasa ‘Asyura, itikaf di sepuluh terakhir Ramadan, puasa ayyam biid setiap
bulan dan dua rakaat sebelum fajar.

Menunda qadha puasa


Karena satu udzur, saya tidak berpuasa beberapa hari di bulan Ramadan.
Sampai datang Ramadan selanjutnya, aku masih belum membayar hutang
puasaku. Apakah aku harus membayar kafarat? Dan, ketika mengqhada,
apakah harus berurutan atau boleh tidak?
Jumhur ulama mewajibkan fidyah bagi orang yang mengakhirkan qadha puasa
yang ditinggalkannya hingga tiba Ramadan selanjutnya. Kewajiban fidyah ini
menjadi semakin kuat jika pengakhiran qadha dilakukan tanpa udzur. Mereka
berdalil, dalam menetapkan hukum ini, kepada hadits yang diriwayatkan sebagai
hadits mauquf dari Abi Hurairah, (yang artinya bahwa ini adalah ucapannya dan
penisbahan ucapannya kepada Rasulullah Saw lemah). Sebagaimana hukum ini
juga diriwayatkan dari enam orang sahabat dan Yahya bin Aktsam menyatakan
tidak mengetahui adanya khilaf dalam hal ini, termasuk di antara mereka adalah
Ibnu Abbas, semoga Allah Swt. meredhoi mereka.
Abu Hanifah dan pengikutnya berpendapat, tidak ada pembebanan fidyah
bersamaan dengan qadha. Yang demikian ini sesuai dengan firman Allah Swt.
tentang orang sakit dan musafir,

   


Artinya: “Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain…” (Al-Quran 2:184) Tidak ada perintah membayar fidyah
pada ayat ini. Dan, hadits yang diriwayatkan sebagai dalil pengwajiban fidyah
adalah hadits yang lemah, tidak bisa dijadikan dalil.
Imam Syaukani, dalam menguatkan pendapat ini, berkata: “Tidak ada hadits yang
jelas dari Nabi Saw dalam kewajiban membayar fidyah atas penundaan qadha. Dan
ucapan-ucapan Sahabat tidak bisa dijadikan dalam hal ini. Adapun fakta bahwa
jumhur berpendapat seperti ini, tidak serta menjadikan pendapat ini pendapat yang
benar. Kaidah “Al-baroatu al-asliyah” menetapkan bahwa tidak ada pembebanan
atas sesuatu jika tidak ada dalil yang jelas yang menetapkan itu. Dan dalil (yang
jelas) untuk masalah ini tidak ada. Maka, dzhahirnya adalah tidak ada kewajiban
membayar fidyah.” (Nailul Awthar Vol 4 Hal 318)
Imam Syafi’i berkata: “Jika pentakhiran qadha karena udzur, maka tidak wajib
baginya fidyah. Adapun jika bukan karena udzur maka wajib baginya fidyah.
Pendapat ini menjadi penengah dua pendapat sebelumnya. Akan tetapi, hadits
dha’if (lemah) yang mensyariatkan fidyah tidak membedakan antara berudzur atau
tidak. Mengambil pendapat ini bisa memberikan kelegahan bagi jiwa, karena sudut
pandang yang beda yang ditampilkannya dalam perbedaan pendapat ini.
Kemudian, qadha Ramadan itu boleh dilakukan kapan saja, tidak harus langsung
setelah Ramadan selesai, walaupun afdhalnya adalah menyegerakan jika mampu.
Karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar. Dalam Sahih Muslim dan Musnah
Ahmad diriwayatkan bahwa Aisyah, semoga Allah meredhoinya, mengqadha
25 puasanya pada bulan Sya’ban. Dia tidak langsung mengqadha puasanya, walaupun
saat itu ia mampu.
Dalam mengqadha puasa tidak diharuskan berurutan. Di riwayatkan oleh Darul
Qutni dari Ibnu Umar, semoga Allah meredhoi mereka, bahwa Nabi Saw

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


mengqadha puasanya, jika ia mau melakukannya secara berurutan, ia
melakukannya dan jika ia berkeinginan melakukannya secara terpisah, ia
melakukannya.

Puasa Rajab
Banyak orang yang begitu semangat melaksanakan puasa di awal bulan
Rajab, atau hari tertentu dari bulan Rajab. Sebagian orang ada juga yang
berpuasa Rajab, Sya’ban dan Ramadan. Tiga bulan berturut-turut. Apakah
puasa ini disyariatkan?
Rajab adalah salah satu bulan hurum(bulan yang dimuliakan). Puasa di bulan ini
dianjurkan. Sebagaiman diceritakan dalam hadits Al-Bahili, yang diriwayakan oleh
Abu Dawuh, bahwa Nabi Saw. berkata kepadanya: “Puasalah pada bulan hurum
dan tinggalkanlah.” Diriwayatkan juga dalam shahihain bahwa Nabi Saw
menganjurkan puasa tiga hari pada tiap-tiap bulan. Bahkan Nabi Saw.
menganjurkan puasa secara mutlak (tidak tergantung dengan hari atau even
terntentu). Maka, puasa di bulan Rajab dianjurkan, dengan dalil, makna umum
yang dikandung hadits-hadits di atas. Akan tetapi, tidak ada nash shahih yang
secara ekplisit menyatakan keutamaan puasa di awal bulan Rajab atau hari
tertentu. Adapun hadits Anas, “Sesungguhnya di dalam syurga itu ada satu sungai
yang bernama Rajab. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Siapa
yang berpuasa satu hari di bulan Rajab, maka Allah akan memberinya minum dari
sungai itu” adalah hadits dhai’f. Dan hadits Ibnu Abbas, “Siapa yang berpuasa di
bulan Rajab satu hari penuh, maka itu seperti puasa satu bulan. Siapa yang
berpuasa tujuh hari dari Rajab, maka Allah akan menutup tujuh pintu neraka
baginya. Siapa yang berpuasa selama delapan hari dari bulan Rajab, maka Allah
akan membukakan delapan pintu surga baginya. Dan siapa yang berpuasa selama
sepuluh hari dari bulan Rajab, maka Allah akan menggantikan keburukannya
dengan kebaikan” juga merupakan hadits dha’if. Sebagaimana disebutkan oleh
Imam Suyuti dalam Al-Hawi Lil Fatawa. Puasa rajab sebulan penuh, ditambah
dengan sya’ban, agar sempurna tiga bulan jika digabungkan dengan ramadan,
tidak ada dalil yang melarangnya. Walaupun sebagia ulama mengatakan bahwa
puasa sejenis itu tidak ada di masa Salaf dan termasuk salah satu perbuatan
bid’ah, maka yang lebih utama adalah puasa semampunya dan tidak
menjadikannya nadzar agar tidak terjerumus kepada melakukan perbuatan yang
dilarang.

Puasa anak-anak
Saya mempunyai seorang anak yang umurnya berkisar sepuluh tahun dan
kesehatannya lemah. Akan tetapi ia tetap bersikeras untuk berpuasa.
Karena rasa kekhawatran saya, maka saya berupaya untuk mencegahnya
berpuasa. Apakah saya berdosa karena hal tersebut?
Puasa, sebagaimana seluruh kewajiban, tidak dibebankan kecuali atas seorang
muslim yang telah mencapai bulugh (dewasa). Sandaran dalam hal ini adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan Hakim, dan
dikateogorikan olehnya sebagai hadits shahih. Bunyi hadits itu adalah, “Diangkat
26 qalam (pembebanan) dari anak-anak hingga ia baligh, dari orang yang tertidur
hingga ia terbangun dan dari orang gila hingga ia sembuh.”
Sebagian ulama mewajibkan puasa pada anak-anak jika umurnya sudah mencapai
sepuluh tahun. Dengan dalil, “Jika seorang anak telah mampu berpuasa selama tiga
hari maka wajib baginya puasa Ramadan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Juraih dalam
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
kitab Al-Mughni Ibnu Qudamah Vol 3 Hal 161). Dan juga dengan kias kepada
shalat. Nabi Saw. memerintahkan untuk memukul anak yang umurnya sudah
sepeulu tahun, jika ia meninggalkan shalat. Akan tetapi pendapat yang benar
adalah pendapat pertama. Yaitu tidak diwajibkannya puasa kecuali atas setelah
baligh.
Jika anak masih di bawah sepuluh tahun, maka tidak ada perbedaan pendapat
dalam hal tidak ada kewajiban baginya, baik itu puasa, shalat atau kewajiban
lainnya, kecuali dalam hal kewajiban zakat dan akan kami jelaskan pada tempatnya
nanti. Akan tetapi tetap bahwa itu dianjurkan bagi anak-anak untuk membiasakan
mereka. Karena Nabi Saw. memerintahkan kita untuk mengajak anak kita shalat
bila umurnya telah tujuh tahun, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan
sanad yang baik.
Para sahabat juga melatih anak-anaknya berpuasa. Diriwayatkan oleh Bukhori dan
Muslim dari Rabi' bin Ma'udz bin Afra' bahwa mereka (Sahabat) berpuasa di bulan
‘Asyura dan mengajak anak-anak mereka berpuasa. Mereka pergi ke masjid dan
memberikan mainan yang terbuat dari bulu(kapas) untuk anak-anak mereka. Jika
anak mereka menangis karena ingin makanan, maka mereka memberinya, hingga
tiba waktu berbuka.
Ini bagi anak-anak yang mampu berpuasa. Adapun anak-anak yang sakit atau
kesehatannya lemah dan dengan berpuasa kesehatannya semakin melemah, maka
hendaklah bapak atau ibu tidak menyuruh mereka berpuasa. Dan tidak boleh juga
mereka menahan anaknya untuk berpuasa. Mereka harus membiarkan anaknya
bebas memilih sesuai keinganan mereka masing-masing. Jika mereka mampu,
maka mereka akan meneruskan puasa mereka. Adapun jika mereka tidak mampu,
maka dengan sendirinya mereka akan berhenti berpuasa. Dan hendaklah bapak
dan ibu memberikan pujian atas kegigihan anak-anak mereka dalam berpuasa. Dan
hendaklah juga mereka menjelaskan pada anak-anak mereka hukum-hukum puasa
dengan lembut dan cerdas. Dengan ini, keinganan berpuasa akan lahir dari diri
mereka sendiri yang didasari dengan pemahaman. Inilah metode pendidikan Islam.

Bersiwak di bulan puasa


Maklum bahwa membersihkan gigi adalah suatu hal yang dituntut secara
syar’i. Apakah hal ini bertentangan dengan hadits-hadits yang memuji bau
mulut orang yang berpuasa?
Imam Bukhori meriwayatkan hadits, yang sebagian isinya adalah, bahwa Nabi Saw.
bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut
orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah dari harum misk.” Abu Dawud dan
Tarmidzi juga meriwayatkan hadits hasan dari Amir bin Rabi’ah, bahwa ia berkata:
“Saya melihat Rasulullah Saw. bersiwak ketika Ia berpuasa dan saya tidak
menghitungnya berapa kali.”
Dari hadits awal, Imam Syafi’i menyimpulkan hukum memakai siwak, atau yang
semisal dengannya, seperti odol, terkhusus setelah zawal adalah makruh. Demi
mempertahankan bau mulut yang dipuji oleh Nabi Saw yang muncul bukan dari
mengkonsumsi makanan atau minuman, dan itu biasanya muncul setelah zawal.
Imam Syafi’i tidak mengamalkan hadits kedua, karena secara derajat, ia lebih
27 rendah dari hadits pertama. Pendapat Imam Syafi’i ini dikuatkan oleh hadits
Bayhaqi, “Jika kalian berpuasa, maka bersiwaklah di pagi hari(ghodah) dan
janganlah bersiwak pada sore hari(asyiy).” Ghodah adalah permulaan hari dan
asyiy adalah akhir dari hari.

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Tiga Imam, Abu Hanifah, Malik dan Ahmad berpendapat bahwa bersiwak tidak
makruh, baik itu sebelum atau sesudah zawal. Dalil mereka adalah hadits Amir bin
Rabi’ah di atas. Adapun terhadap hadits awal yang memuji bau mulut orang puasa,
mereka memahaminya sebagai penyemangat untuk tetap berpuasa dan tidak
merasa terganggu dengan bau mulut, bukan anjuran untuk mempertahankan bau
mulut. Mereka melanjutkan, “Sesungguhnya bau mulut bisa hilang atau berkurang
dengan kumur-kumur. Ini terjadi berulang-ulang dan tidak ada larangan bagi orang
yang berpuasa untuk melakukan itu. Mereka juga mengatakan, hadits Bayhaqi
adalah hadits dhai’f , sebagaimana dijelaskan oleh Bayhaqi sendiri.
Kalaupun seandainya imam-imam mazhab, selain syafi’i, tidak berpendapat dengan
ini. Maka ada sebagian imam lainnya yang tidak sejalan dengan pendapat ini.
Imam Nawawi misalnya. Ia berkata: “Pendapat pilihan adalah tidak makruh.” (Al-
Majmu’ Vol hal 29) Ibnu Daqiq berkata, mengomentari perkataan Imam Syafi’i,
“Dibutuhkan dalil ekplisit terkait pengkhususan waktu ini(zawal), untuk
“menghadapi” makna umum yang dikandung oleh hadits “khuluf”. Atas dasar ini,
tidak dimakruhkan menggunakan siwak pada siang ramadan. (Lihat juga kitab
Torhu at-tastrib fi Saryh at-taqrib lil ‘iroqi wa abi zar’ah Vol 2 Hal 65)
Setelah pemaparan pendapat-pendapat dalam permasalahan siwak ini,
saya(penulis) memilih pendapat yang mengatakan bahwa membersihkan gigi,
dengan alat apapun, adalah tidak makruh, dengan syarat odol yang digunakan,
darah atau yang lainnya tidak sampai masuk ke rongga. Dan adalah satu bentuk
kehati-hatian, penggunaan siwak di malam hari.

Puasa wanita haid dan nifas


Kenapa wanita yang datang bulan diharamkan berpuasa?
Ahli fikih bersepakat atas dua hal terhadap wanita haid atau nifas. Hilangnya
kewajiban puasa dan tidak sah puasanya jika ia berpuasa, bahkan pengharaman
puasa baginya. Al-Khatib As-Syafii, dalam kitab Al-Iqna’ Vol 1 Hal 205, berkata:
“Imam (Ar-Razi) berkata, tidak diketahui makna dari tidak sah puasanya(orang
haid atau nifas). Karena thaharah(suci) bukanlah syarat puasa. Apakah awalnya
wajib kemudian kewajiban itu gugur? Atau aslinya memang tidak diwajibkan,
baginya hanya mengqadha? Dari dua pendapat ini, yang paling kuat (asohh) adalah
yang kedua. Dalam kitab Al-Basith, Ia (Imam Razi) berkata, tidak ada faedah
secara fikih dari perbedaan pendapat ini. Dalam kitab Al-Majmu’, Imam Nawawi
berkata, perbedaan pendapat ini dan hal-hal yang serupa tampak dalam
permasalahan sumpah (al-ayman) atau ta’liq(menyandarkan satu keputusan atas
suatu kejadian), seperti mengucapkan, jika puasa wajib bagimu, maka engkau aku
talaq” Selesai perkataan Khatib.
Tidak ada dalil qowli dari Al-Quran atau As-Sunnah yang mengharamkan puasa
bagi wanita ketika muncul dari haid. Ijmak saja yang menjadi dalil dalam hal ini.
Sebagian ulama berupaya untuk mengambil dalil pengharaman ini dari hadits
shahihain. Yaitu hadits Aisyah, “Kami haid pada zaman Nabi Saw. Kami
diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha
shalat.” Mereka(para ulama) berkata: “Perintah mengaqadha puasa menunjukkan
tidak sahnya puasa jika ia melaksanakan puasa Ramadan. Akan tetapi ini tidak bisa
28 digeneralisir, karena Al-Quran mewajibkan qadha bagi orang sakit dan musafir,
sekalipun demikian puasa boleh bagi mereka dan sah.
Kemungkinan tidak diwajibkannya puasa bagi wanita haid atau nifas adalah karena
ia adalah syariat sebelumnya, yang sudah dikenal dan Nabi Saw. tidak
mengingkarinya. Dan hikmah dari pelarangan ini bukan karena adanya
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
janabah(keadaan junub). Karena janabah bukan karena darah haid tidak
menghalangi dan membatalkan puasa. Jika junub terjadi karena hubungan seks
sebelum fajar atau karena bermimpi baik malam atau siang hari, dan keadaan
junub berlangsung sepanjang siang, tanpa mandi, maka puasanya tetap sah.
Walaupun ada pengharaman meninggalkan shalat, yang mengharuskan keadaan
suci. Diriwayatkan dalam Shahihaian bahwa Aisyah, semoga Allah meredhoinya,
menceritakan bahwa Nabi Saw memasuki waktu fajar dalam keadaan junub.
Kemudian Ia mandi.
Alasan pengharaman puasa bagi orang haid atau nifas juga bukan sakit, yang
merupakan penyebab turunnya darah. Karena sakit tidak menghalangi puasa dan
puasa tetap sah jika dilakukan dalam keadaan sakit. Karena berbukanya orang
sakit adalah rukhsah(kemudahan) bukan azimah(kebalikan dari rukhsah),
sedangkan berbukanya orang haid atau nifas adalah azimah, bukan rukhsah.
Kesimpulannya adalah bahwa dalil batalnya puasa orang haid atau nifas adalah
ijmak. Sedangkan alasannya, tidak bisa ditentukan dengan pasti. Yang pasti adalah
kewajiban mengqadha, sebagaimana dipahami dari dilalah hadits Shahihain di atas.

Membuka warung makan di siang Ramadan


Apakah boleh membuka warung makan pada siang Ramadan?
Puasa Ramadan adalah salah satu rukun terpenting dari bangunan Islam. Adalah
sebuah bentuk kasih sayang, bahwa Allah Swt. memberikan keringanan bagi orang-
orang yang berudzur dengan membolehkan mereka berbuka, selama udzur masih
ada. Dengan kewajiban mengqadha hari-hari yang mereka tinggalkan.
Sebagaimana firman Allah Swt,

                   

            


Artinya: “Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Al-
Quran 2:185)
Oleh karena itu Nabi Saw memperingatkan sikap meremehkan terhadap kewajiban
ini. Nabi Saw bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh At-Tarmidzi, Abu Dawud,
Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, “Siapa yang
meninggalkan berpuasa satu hari di bulan Ramadan, bukan karena udzur atau
sakit, maka puasa satu tahunpun tidak bisa menggantikannya, jika memang ia
berpuasa selama itu.” Bahkan ancaman juga ditujukan bagi orang yang berbuka
29 sebelum tiba waktunya. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Habban telah meriwayatkan
dalam Shahihnya bahwa Nabi Saw melihat dalam mimpi(mimpi para Nabi adalah
kebenaran)satu kaum yang digantung dengan tumitnya yang terbelah, dari
rahang(sudut mulut) mereka mengalir darah. Mereka adalah orang yang berbuka
sebelum waktu berbuka.
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
Dan orang yang membantu orang lain berbuka, tanpa udzur, ikut juga menanggung
dosa. Apa yang menyebabkan kepada sesuatu yang haram, maka hal tersebut
hukumnya adalah haram. Juga, memberikan makanan atau minuman kepada orang
yang berbuka tanpa udzur, tanpa paksaan, adalah bukti ridhonya atas perbuatan
orang tersebut. Sementara, ridho kepada maksiat adalah maksiat, sebagaimana
ditetapkan oleh ulama. Serupa dengan hal ini adalah hadits yang melaknat
peminum khamar, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, yang
membuatnya, yang membawanya dan orang yang dibawakan kepadanya khamar.
Sering kali orang yang membeli makanan atau minuman dari toko yang menjual
makanan atau minuman(bukan warung makan), mengkonsumsi makanannya di
tempat lain atau untuk persiapan berbuka jika waktunya telah tiba. Jika seperti ini
halnya maka tidak ada larangan untuk membukanya, selama ia tidak menyaksikan
langsung orang yang membeli makanan darinya, mengkonsumsi makanannya di
hadapannya, di siang Ramadan. Sementara realitas menuntut untuk memberikan
kemudahan kepada orang dalam mendapatkan kebutuhan mereka. Dan dosa
menjadi tanggungan mereka.
Adapun bagi yang mempunyai warung makan, jika orang-orang berbelanja di siang
Ramadan dan bisa dipastikan bahwa mereka berbuka tanpa udzur, maka itu adalah
kontribusi darinya atas perbuatan haram tersebut. Jika sulit untuk mengetahui
orang yang berudzur dan tidak, seperti di sebuah masyarakan yang besar, maka
yang terbaik adalah tidak membuka warung makan di siang hari. Karena membuka
warung makan di malam hari bisa dilaksanakan dengan leluasa tanpa gangguan.
Yang demikian ini, karena adanya kemudahan untuk memperoleh makanan atau
minuman akan menimbulkan godaan bagi orang yang berpuasa dan tentunya ini
akan sedikit menganggu perasaan masyarakat yang mempunyai kewajiban untuk
menghargai keagungan bulan yang mulia ini. Orang-orang yang bertakwa sebelum
Ramadan harus sudah menyiapkan apa-apa yang dibutuhkan selama Ramadan,
sehingga ia tidak perlu terlalu bersusah payah untuk memenuhi kebutuhannya
sehari-hari. Agar bisa fokus beribadah. Dan tentunya malam adalah waktu yang
terbuka luas untuk mencari rizki.
Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah pengawasan hati nurani dan kesadaran para
“penanggung jawab” dan masyarakat untuk mencegah terjadinya kemungkaran
serta memberikan fasilitas dan kemudahan bagi masyarakat dalam beribadah dan
berbuat kebaikan, terkhusus di bulan yang agung ini.

Pil pencegah haid


Banyak wanita yang bersemangat untuk melaksanakan seluruh puasa
Ramadan. Wanita-wanita itu menkonsumsi pil yang bisa mencegah datang
bulan, yang merupakan penghalang puasa. Apa pandangan agama dalam
hal ini?
Ramadan adalah bulan agung, penuh keberkahan, di dalamnya kebaikan-kebaikan
dan anugerah yang tidak ada di bulan selainnya. Allah telah mewajibkan puasa bagi
muslim yang mampu, agar memperoleh pahala yang banyak. Dan Allah
memberikan keringanan bagi orang yang berudzur untuk tidak berpuasa. Mereka
harus mengqadha puasa yang mereka tinggalkan. Firman Allah Swt,
30                   

 

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Artinya: “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-
hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya” (Al-Quran
2:185)
Diantara orang yang diberi keringanan berbuka adalah wanita haid dan wanita yang
dalam keadaan nifas(setelah melahirkan). Allah mewajibkan mereka untuk berbuka
dan mengqadha puasa. Qadha puasa dilakukan di luar Ramadan. Bulan
berlangsungnya qadha puasa berbeda dengan Ramadan, dari sisi kebaikan,
keutamaan dan anugerah-anugerah yang tercurah di dalamnya. Oleh karena inilah,
banyak wanita yang mencegah datangnnya haid. Sehingga mereka bisa berpuasa
dan memperoleh kemenangan dan keberkahan Ramadan berupa puasa Ramadan,
shalat tarawih dan tilawatul quran.
Tidak ada dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah yang mengharamkan ini. Tidak juga
dari ‘atsar salaf. Bahkan, dari ‘atsar yang diriwayatkan dari mereka, mereka
membolehkan wanita untuk mencegah haid pada musim haji, agar mereka bisa
melaksanakan syiar-syiar haji, yang syaratnya adalah suci, seperti thawaf di sekitar
Ka’bah, shalat di masjidil haram di Mekkah dan di masjid Rasul di Madinah dan
tilawah Al-Quran.
Rendaman pohon Arak, yang biasa dipakai bersiwak, bisa digunakan dalam hal ini.
Para salaf menginformasikan ini kepada para wanita dan tidak ada ketidaksetujuan
yang diriwayatkan atas tindakan ini. Meskipun dibolehkan, saya(penulis)
menasehatkan untuk melakukan konsultasi kepada dokter sebelum menggunakan
obat pencegah haid. Bisa jadi itu menimbulkan bahaya.

Haramnya berpuasa ketika haid


Apa hukum seandainya seorang wanita tetap berpuasa ketika ia haid atau
nifas?
Sebagian orang yang berudzur, yang dibolehkan untuk tidak berpuasa, boleh bagi
mereka untuk tetap berpuasa, meskipun itu akan menimbulkan kesusahan bagi
mereka dan mereka tidak perlu mengqadha lagi. Akan tetapi, wanita yang haid,
tidak boleh baginya berpuasa, meskipun ia sanggung melaksanakannya. Puasa
diharamkan baginya dan kalaupun ia berpuasa, puasanya tidak sah. Ia harus
berbuka, karena sekalipun ia berpuasa, sama halnya dengan orang yang shalat
dalam keadaan tidak suci. Ia telah melakukan ibadah yang salah. Dan ini
hukumnya haram sesuai dengan kesepakatan ulama.
Dalil pengharaman ini bukan dalil yang eksplisit dari Al-Quran atau As-Sunnah,
akan tetapi ijmak para imam dan mujtahid. Dengan landasan ketetapan yang
diterapkan pada masa penurunan syariat(masa Nabi). Adapun kewajiban
mengqadha, landasannya adalah hadits riwayat Bukhori dan Muslim, bahwa Aisyah,
semoga Allah meredhoinya, berkata: “Kami haid pada zaman Nabi Saw. Kami
diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha
shalat.” Sebagian ulama mengomentari hadits ini dengan: “Yang dipahami dari
hadits ini adalah bahwa mereka(para wanita) tidak berpuasa dan tidak juga shalat
pada masa haid. Seandainya boleh bagi mereka shalat atau berpuasa, tentu sudah
31 ada riwayat yang menyebutkan hal ini, karena ini dibutuhkan(dalam menetapkan
hukum).

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Shalat tarawih

Shalat tarawih dikenal juga dengan shalat qiyam. Dinamakan shalat tarawih karena
orang yang shalat tarawih beristirahat dengan duduk setiap kali selesai empat
rakaat.
Hukum shalat tarawih: Shalat tarawih sunnah mukkadah bagi laki-laki dan wanita
dan disunnahkan melaksanakannya bersama jamaah.
Landasan(hukum) shalat tarawih: Shalat tarawih adalah masyru’, dengan dalil Nabi
Saw melaksanakannya. Diriwayatkan bahwa Nabi Saw keluar rumah pada malam
hari di bulan Ramadan, selama tiga hari, pada malam ke-23, ke-25 dan ke-27. Ia
shalat di masjid dan orang-orang ikut shalat bersamanya. Nabi Saw shalat bersama
mereka sebanyak delapan rakaat dan menyempurnakan sisahnya di rumah mereka.
Nabi Saw. membacakan(bacaan shalat) dengan keras(jahar), seperti auman lebah.
Dengan shahihnya hadits ini maka tetaplah sudah kesahan(hukum) shalat tarawih.
Juga, shalatnya Umar menguatkan ini, sesuai dengan pesan Rasulullah,
“Berpeganglah kalian dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin setelah aku.
Peganglah ia dengan gigi geraham(kuat).”
Rakaatnya: Dari shalat Rasulullah, sebagian ulama menetapkan bahwa jumlah
rakaat shalat tarawih adalah delapan. Sebagian lagi, berpandangan bahwa
rakaatnya adalah dua puluh. Karena Umar shalat tarawih sebanyak dua puluh
rakaat. Seakan, shalat yang dilaksanakan Umar bersama orang-orang di masjid
adalah shalatnya para Sahabat bersama Rasulullah di masjid dan di rumah
mereka(digabung). Sementara, kelompok ketiga berpendapat bahwa jumlah rakaat
shalat tarawih adalah tiga puluh enam. Dalilnya adalah bahwa Umar bin Abdul Aziz
shalat tarawih bersama orang-orang sebanyak itu dan itu sesuai dengan ijtihadnya.
Ia memperhatikan para penduduk Mekkah melakukan thawaf setiap kali selesai
empat rakaat. Maka Umar bin Abdul Aziz memandang untuk melakukan shalat
sebanyak empat rakaat sebagai ganti thawaf. Maka, jadilah tarawih tiga puluh
enam rakaat.
Ahli fikih bersepakat akan kebolehan mengeraskan(jahar) bacaan pada shalat
tarawih dan mengkhatamkan Al-Quran pada shalat tarawih adalah sunnah. Namun
mereka juga melihat kekhusyukan dan ketenangan adalah hal-hal yang harus dan
penting dalam shalat tarawih, sebagaimana dalam shalat umumnya.
Waktunya: Ahli fikih sepakat bahwa waktu shalat tarawih adalah waktu shalat isya.
Dan sudah maklum bahwa shalat qiyam sudah tercapai dengan dua shalat dua
rakaat. Akan tetapi, mengikuti pendapat salah satu ulama tentunya lebih menjamin
keselamatan.
Apa sebab Nabi Saw. hanya shalat pada tiga malam? Fuqaha memandang bahwa
alasan Nabi Saw tidak mendawamkan shalat tarawih bersama Sahabat adalah
karena Ia takut itu akan diwajibkan(oleh Allah) bagi mereka. Karena Nabi Saw,
ketika ditanya oleh para sahabat, menjawab: “Aku sudah melihat apa yang kalian
lakukan. Tidak ada yang menghalangiku untuk keluar dari rumah kecuali karena
aku takut akan diwajibkan kepada kalian.”

32

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Lailatul Qadar

Lailatul Qadar adalah malam yang mulia dan agung. Malam berlimpahnya kebaikan
dan anugerah. Allah Swt. menjadikannnya lebih baik dari seribu bulan. Dan Allah
Swt. menjadikannya malam yang diberkahi dan penuh kebaikan karena Al-Quran
diturunkan pada malam itu.
Allah Swt. berfirman:
                   

              
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam
kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu
lebih baik dari seribu bulan Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat
Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar” (Al-Quran 97:1-5)
Dan firman Allah Swt,

              
Artinya: “Haa miim. Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan. sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah
yang memberi peringatan” (Al-Quran 44:1-3)
Bahwa Al-Quran berbicara tentang malam Qadar, adalah bukti paling besar akan
tingginya nilai dan agungnya kebaikan di malam ini. Allah telah memberkahi malam
Qadar. Di malam ini para Malaikat dan Ruh Amin (Jibril) turun, seraya berkata:
“Apakah ada pendoa, sehingga doanya diistijabah. Apakah ada yang memohon
ampun, sehingga diberikan ampunan baginya.” Inilah kedamaian yang kekal,
hingga terbitnya fajar.
Allah mensunahkan untuk menghidupkan malam Qadar, dengan tujuan untuk
mengingat nikmat-nikmat yang dicurahkannya kepada hamba-Nya. Terkhusus
nikmat diturunkannya Al-Quran yang ada di dalamnya. Sabda Nabi Saw, “Siapa
yang menghidupkan malam Qadar karena iman dan keikhlasan maka diampuni
baginya dosanya yang telah lalu.”

Mencari lailatul qadr


Banyak sekali pendapat tentang mencari lailatul qadr. Akan tetapi, yang masyhur
adalah bahwa lailatul qadr ada pada Ramadan dan di sepeluh terakhir darinya.
Seorang muslim hendaknya mencari lailatul qadr untuk menghidupkannya dengan
kataatan, shalat qiyam, membaca Al-Quran.
Hadits-hadits Nabi Saw telah menentukan waktu kemungkinan muncul lailatul qadr.
Nabi Saw bersabda: “Carilah malam Qadr pada sepuluh terakhir Ramadan.” Ibnu
Umar, semoga Allah meredhoi mereka, meriwayatkan bahwa sekelompok sahabat
Nabi melihat dalam tidur mereka bahwa lailatul qadr muncul pada tujuh terakhir
33 dari Ramadan. Lalu Rasulullah Saw berkata, Saya juga melihatnya seperti dalam
mimpi kalian, yaitu di tujuh terakhir. Siapa yang hendak mencarinya, maka carilah
ia di tujuh terakhir.

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Dan sabda Nabi Saw, “Aku melihat lailatul qadr, kemudian aku lupa(kapan
tepatnya). Maka carilah ia di sepuluh terakhir dari Ramadan, pada malam-malam
ganjil.”
Menghidupkan malam Qadar adalah sunnah. Dan hendaklah seorang muslim
memperbanyak doa pada malam itu. Aisyah, semoga Allah meredhoinya, bertanya
kepada Rasulullah Saw, “Jika aku mengetahui lailatul qadr, apa yang harus aku
ucapkan? Nabi Saw bersabda, katakanlah
. ‫اﻟﻠﮭﻢ اﻧﻚ ﻋﻐﻮ ﺗﺤﺐ اﻟﻌﻔﻮ ﻓﺎﻋﻔﻌﻨﻰ‬
Nabi Saw bersabda: “Jika malam Qadar, Malaikat Jibril turun bersama satu
rombongan Malaikat, seraya mendoakan dan menyampaikan salam kepada setiap
orang yang berdiri atau duduk, yang berdzikir kepada Allah.

Zakat fitrah

Zakat fitrah wajib hukumnya bagi setiap muslim, merdeka atau budak, mampu
atau tidak mampu. Karena zakat fitrah berhubungan dengan individu. Ia sebagai
penyuci bagi yang membayar dan untuk menutup kekurangan yang mungkin saja
ada pada puasa yang dilaksanakannya.

Landasan(hukum) zakat fitrah


Kewajiban zakat fitrah telah tetap dengan hadits Ibnu Abbas, semoga Allah
meredhoi mereka Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah
sebagai penyuci bagi yang berpuasa dari ucapan yang sia-sia dan kotor, dan untuk
memberi makan bagi orang-orang miskin.” Dari Abdullah bin Tsa’labah, berkata:
“Rasulullah Saw menyampaikan khutbah, satu atau dua hari sebelum hari Idul Fitri.
Beliau berkata: “Berikanlah satu sha’ gandum atau satu sha’ kurma dari setiap
orang, merdeka atau budak, kecil atau besar.” (Satu sha’ menurut hanafiyah
adalah 3261,5 gram, sedang menurut selain hanafiah = 2172 gram)

Syarat wajib zakat fitrah


Zakat fitrah wajib atas setiap muslim, merdeka, dan memiliki makanan dan
minuman pada hari raya Idul Fitri. Dengan syarat ia berjumpa dengan Ramadan,
walaupun satu hari, dan berjumpa dengan Syawal.
Tidak disyaratkan adanya nishab, seperti halnya zakat(harta). Karena maksud dari
zakat fitrah adalah untuk menutupi kekurangan pada puasa, karena orang fakir
juga mengeluarkan zakat ini dan menerima dari orang lain. Syariat ini
mencerminkan sebuah praktek akhlak mulia. Karena si fakir ikut berkontribusi
dalam membayar zakat. Dan ini akan menanamkan kepadanya rasa percaya diri
dan dermawan serta akan menghiasi kehidupan masyarakat dengan semangat
persaudaraan dan tolong menolong.

34 Jumlah zakat fitrah


Kadar zakat fitrah adalah satu sha’ gandum atau kurma atau setengah sha’
gandum. Satu sha’ jika ditakar dengan timbangan mesir adalah dua dan sepertiga
canting(cangkir). Mazhab Hanafi membolehkan untuk membayar dengan uang.
Pendapat ini baik, melihat kebutuhan fakir.
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
Boleh mengeluarkan zakat fitrah pada awal Ramadan. Dan tidak sah
mengakhirkannya hingga hari Ied, kecuali karena darurat. Menyegerakan
mengeluarklan zakat adalah lebih afdhal. Sehingga ketika datang hari raya, fara
fakir sudah mempunyai makanan dan pakaian dan mereka bisa bergembira berhari
raya bersama anak-anak mereka.
Membagikan zakat ke negeri(daerah?) lain, bukan tempat diambilbnya zakat,
adalah tidak boleh, kecuali dengan alasan kuat. Seperti karena untuk memberi
kerabat atau setelah terpenuhinya kebutuhan semua penduduk negeri tersebut.
Orang yang berpuasa mengeluarkan zakat dari dirinya, istrinya dan orang-orang
yang dalam tanggungan nafkahnya dan dari pembantunya. Zakat ini diberikan
kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya, sebagaimana telah ditentukan
oleh Al-Quran. Firman Allah Swt,

           

           
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Quran 9:60)
Hendaknya umat Islam tidak meremehkan kewajiban ini. Karena Nabi Saw
bersabda, “Puasa Ramadan tergantung antara langit dan bumi. Tidak ada yang
mengangkatnya kecuali dengan zakat fitrah.”

Shalat Ied

Orang Arab dahulu mempunyai dua hari raya. Mereka mengisi hari itu dengan
bermain, bersenang-senang dan meminum khamar. Kedua hari itu adalah hari
Niruz dan hari Mahrojan. Ketika Islam datang, Islam mengaganti dua hari itu
dengan yang lebih baik. Ini terjadi pada tahun kedua hijrah. Anas bin Malik,
semoga Allah meredhoinya, meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw ketika tiba di
Madinah, mendapati penduduk Madinah mempunyai dua hari raya pada masa
jahiliyah. Mereka bermain-main pada hari itu. Lalu Nabi Saw berkata kepada
mereka: “Sesungguhnya Allah Swt. telah memberi ganti bagi kalian hari yang lebih
dari kalian. Hari Idul Fitri dan Hari kurban.
Hari raya dalam Islam berkaitan erat dengan ibadah. Idul fitri datang setelah puasa
berakhir, langsung. Karena umat Islam, setelah menikmati nuansa khusus
Ramadan, merayakan kemenangan mereka dengan bergembira dan saling memberi
ucapan. Sedangkan setelah ibadah haji, yang datang hari raya idul adha.
Ada pesan sosial yang ditanamkan dari hari raya. Yaitu sikap peduli sesama,
35
kunjung-mengunjungi, menyambung silaturrahim dan membuang rasa permusuhan
dan persengketaan.
Alangkah indah hari raya. Ketika semua umat Islam berkumpul, pada saat matahari
akan terbit, untuk melaksanakan shalat di masjid mereka dan mendengarkan
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
khutbah. Shalat dilaksanakan sebelum khutbah. Yaitu dua rakaat yang
dilaksanakan bersama jamaah. Dalam dua rakaat itu, seorang mushalli(orang yang
mengerjakan shalat) melakukan takbiratul ihram sebanyak dua belas kali. Tujuh
pada rakaat pertama, setelah takbiratul ihram. Dan lima pada rakaat kedua,
setelah bangun dari sujud. Disunnahkan bagi mushalli untuk membaca antara dua
takbir,
‫وﻻ اﻟﮫ اﻻ ﷲ وﷲ اﻛﺒﺮ وﻻ ﺣﻮل وﻻ ﻗﻮة اﻻ ﺑﺎ‬ ‫ﺳﺒﺤﺎن ﷲ و اﻟﺤﻤﺪ‬
Setelah shalat selesai, khatib naik ke tempat yang tinggi untuk menyampaikan
khutbah. Khutbah disampaikan dua kali. Antara keduanya dipisah dengan duduk
sejenak, seperti halnya pada shalat jumat. Khatib harus mengumandangkan takbir
pada permulaan khutbah pertama sebanyak sembilan kali takbir dan di permulaan
khutbah yang kedua sebanyak tujuh kali. Khatib menjelaskan tentang hari raya,
hikmahnya dan amalan apa yang paling afdhal dikerjakan pada hari itu.
Hari raya adalah hari raya pemberian hadiah bagi orang yang berpuasa. Hari raya
adalah hari kebaikan bagi semua muslim.

Ramadan dan kemenangan-kemenangan

Dengan bulan Ramadan Allah ingin membersihkan umat ini dari segala kotoran
hawa nafsu yang melekat padanya pada sepanjang tahun yang dilaluinya. Bulan ini,
dengan kewajiban puasanya, adalah bulan latihan menahan hawa nafsu,
melepaskan kekangannya, menciptakan keinginan-keinginan yang menuntun
akhlak orang yang berpuasa yang memberikannnya kemampuan untuk
mengalahkan panggilan-panggilan nafsu dari dalam dirinya dan dan mengatur
kebiasaan-kebiasaannya yang jauh dari manhaj Allah, sepanjang tahun yang telah
berlalu.
Peperangan orang berpuasa dalam menghadapi syahwat perut dan
kemaluannya telah ditetapkan oleh Allah dengan kemenangan.
Allah Swt. telah menjanjikan orang-orang yang berpuasa agar menjadi orang yang
bertakwa. Allah bersama orang-orang bertakwa dengan pertolongan, kemenangan
dan taufik-Nya. Rasulullah Saw telah menyampaikan bahwa puasa adalah perisai.
Yaitu bahwa puasa menjadi penghalang dari syahwat-syahwat. Puasa ibarat
tameng yang dipakai oleh seorang prajurit perang yang melindunginya dari senjata
musuh. Orang yang berpuasa, setiap kali ia ingat bahwa ia sedang berpuasa, setiap
kali itu pula perlindungan dari semakin teguh, kuat dan sempurna. Oleh karena
itulah Rasulullah Saw mengajarkan, ketika dalam keadaan ingin marah atau dicaci,
untuk mengatakan, “Aku sedang berpuasa”, agar ia ingat akan puasanya yang
merupakan rahasia antaranya dan Allah Swt, yang telah ia laksanakan karena
ketaatan kepada Allah Swt, tanpa memandang apakah orang mengetahuiny atau
tidak.
Kemenangan manusia atas syahwat dan nafsu dirinya dengan puasa adalah asas
36 dibangunnnya semua ketaatan dan kebaikan. Ketika nurani seorang yang berpuasa
dididik dan diarahkan untuk melaksanakan ibadah dengan baik, maka akhlaknya
akan ikut menjadi baik, di kehidupan sehari-hari, dalam interaksi dan hubungannya
dengan manusia. Dan terwujud baginya akhlak takwa dan padanya segala
kebaikan. Dan tidak akan sampai kepada tingkatan ini kecuali orang yang
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
akidahnya benar, terlepas dari sifat kikir, bakhil, cinta dunia, kebodohan dan rasa
takut, serta sabar dalam mengahadapi segala cobaan dan kesulitan. Inilah sifat
orang-orang bertakwa. Dalam hal ini, bacalah firman Allah Swt,

              

           

            

             
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-
orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al-
Quran 2:177)
Ada hubungan yang kuat antara ayat ini dengan puasa. Setelah Allah Swt.
menyebutkan sifat-sifat orang bertakwa yang sebenarnya, datang ayat tentang
puasa, yang menyatakan bahwa Allah Swt. mewajibkan ibadah ini(puasa) sebagai
jalan untuk mencapai takwa. Maka, orang yang berpuasa termasuk orang
bertakwa, yung disebutkan oleh Allah Swt. ciri-cirinya pada ayat sebelumnya dan
diberi kesaksian bahwa merekalah orang yang benar-benar bertakwa.
Peperangan kedua yang dilalui oleh orang yang berpuasa dengan
kemenangan adalah perang melawan setan dan bisikan-bisikannya.
Yaitu setan-setan yang diberi tenggang waktu oleh Allah hingga hari kiamat. Setan
yang bersumpah dengan keagungan Allah akan menggoda manusia kecuali hamba-
hamba yang ikhlas. Yaitu setan yang memusuhi manusia dan oleh Allah Swt. kita
diperitahkan untuk menjadikannya musuh. Allah Swt. berfirman:

             
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia
musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak
golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Al-
Quran 35:6)
Dan Ia juga berfirman:

              
Artinya: “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan
37 menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu
ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (Al-Quran 2:268) Setan-setan ini adalah musuh orang beriman dan
musuh para Nabi. Allah Swt. berfirman:

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


               

        


Artinya: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka
membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah
untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak
mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”
(Al-Quran 6:112) Dan Ia juga berfirman:

          
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar
mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (Al-Quran 6:121)
Setan dari golongan jin ini diikat oleh Allah dengan rantai pada bulan Ramadan.
Sehingga ia tidak kuat untuk menggoda dan menimbulkan kerusakan, seperti yang
dilakukannya sebelum Ramadan. Hadits Rasulullah Saw, “Jika Ramadan datang,
pintu-pintu syurga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu”
(Riwayat Bukhori dan Muslim) Allah Swt, dengan anugerah dan rahmat-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang berpuasa, menghiasi bagi mereka syurga dan
membukakan pintu-pintunya dan menjauhkan neraka dari mereka dan menutup
pintu-pintunya. Allah Swt. juga membantu orang-orang berpuasa dalam
menghadapi godaan setan. Ia belenggu setan-setan itu dan membuat mereka
lemah tak berdaya hingga tak mempu untuk menggoda, yang mampu mereka
lakukan sebelum Ramadan. Dengan itu Allah membantu orang yang berpuasa
memperoleh kemenangan dalam menghadapi setan-setan dari golongan jin,
sebagaimana mereka memperoleh kemenangan atas hawa nafsunya. Adapun setan
dari golongan manusia, yang membuat indah kemaksiatan, keluar dari ketaatan
kepada Allah dan membuat kerusakan di bumi, tidak dibelenggu dan dibiarkan
tanpa pelindung dan tuan. Sementara orang yang berpuasa, penolong mereka
adalah Allah Swt. Ia menebarkan rahmat-Nya bagi mereka. Maka, kemenangan
dalam peperangan melawan orang-orang fasik masuk dalam jaminan Allah Swt.
Sebagaimana mereka memperoleh kemenangan dalam melawan godaan setan-
setan.

Perang-perang yang berakhir dengan kemenangan kaum muslim, di bulan


Ramadan
Yaitu peperangan iman yang dijalani oleh Rasulullah Saw dan orang-orang beriman
di bulan yang penuh keberkahan ini. Dan peperangan yang dimasuki kaum
muslimin setelahnya(masa kenabian dan sahabat) pada bulan ini, dengan musuh-
musuh Allah Swt. Kemenangan selalu mengiringi kaum muslimin pada peperangan
yang berlangsung di hari-hari yang penuh keberkahan ini. Mereka memperoleh
kemenangan atas diri mereka sendiri, godaan setan dan mereka berbahagia
38 dengan kebersamaan Allah Swt, tuhan mereka. Tidaklah kemenangan kecuali dari
Allah yang maha agung dan bijaksana. Berikut kami sebutkan perang-perang yang
terjadi di bulan Ramadan dan kaum muslimin memperoleh pada peperangan ini.

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Perang Badar Besar

Perang Badar besar adalah perang yang terjadi tanpa maksud dan persiapan untuk
berperang dari pihak kaum muslim. Mereka keluar untuk menguasai kafilah yang
baru datang dari Syam dibawah komando Abu Sufyan. Mereka berkeinginan
mengambil sebagian barang-barang kafilah ini sebagai ganti harta-harta dan
rumah-rumah Muhajirin yang dikuasai oleh penduduk Mekkah. Penduduk Mekkah
telah mengusir dan mengambil harta mereka hanya karena mereka berkata,
“Tuhan kami adalah Allah”. Jika datang kesempatan untuk mengambil kembali
harta-harta yang telah dirampas, maka adalah satu bentuk kelemahan jika disia-
siakan. Karena itulah, keluarnya mereka dari Madinah didorong oleh keinginan
untuk memperoleh barang-barang dagangan yang dibawa oleh kafilah. Akan tetapi
Allah Swt. berkehendak menjadikan ini peperangan yang harus dihadapi kaum
muslimin, tanpa persiapan dan tanpa tau apakah mereka akan tetap hidup. Ayat-
ayat Al-Quran menggambarkan keadaan kaum muslimin, apa yang diinginkannya
dan ketetapan Allah yang berkehendak. Allah Swt. berfirman:

               

              


Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari
dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan
bahwa yang tidak mempunyai kekekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah
menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan
memusnahkan orang-orang kafir, agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan
membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu
tidak menyukainya.” (Al-Quran 8:7-8)
Itulah yang diinginkan oleh Allah. Kafilahpun selamat dari dari penguasaan setelah
merubah arah jalannya. Agar terwujud janji Allah untuk memusnahkan kaum kafir.
Kaum Qurays merasa bangga. Mereka menyanjung-nyanjung pemimpin mereka
dan mengacung-acungkan pedang. Kesombongan telah menguasai mereka. Mereka
berkata: “Bagaimana mungkin kelompok kecil ini (kaum muslim) menganggu
barang dagangan kita sedang kita adalah pemimpin-pemimpin Arab dan penjaga
baitullah. Sudah seharusnya dagangan kita dan kafilah kita berjalan dengan aman.
Tidak diganggu oleh siapapun. Dan orang-orang berada di sekeliling kita.
Seandainya kita mendiamkan kelompok ini, maka kegagahan kita akan hilang dan
kemuliaan kita akan digoncangkan. Mereka bersegera untuk bersiap pulang karena
tau kafilah mereka telah selamat. Dan memang tidak ada hal yang mengharuskan
mereka untuk berperang. Akan tetapi Abu Jahal, pemimpin pasukan yang
membawahi seribu prajurit, berkata dengan arogan dan sombong, demi Allah, kita
tidak akan pulang sampai kita tiba di Badar. Kita akan bermukim di sana selama
tiga hari, menyembelih kambing, makan makanan yang banyak, meminum khamar
39 dan mendengarkan musik. Arab akan mendengar apa yang kita kerjakan ini serta
berkumpulnya kita di tempat ini. Maka mereka akan tetap menakuti kita.”
Keberangkatan mereka, sebagaimana digambarkan oleh Al-Quran, “dengan rasa
angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari
jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (Al-Quran 8:47)
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
Terjadi perkembangan yang cepat dan tiba-tiba. Kaum muslimin sadar bahwa
mereka berada di hadapan pasukan yang besar dengan persiapan yang lengkap.
Jumlah kaum muslimin tidak mencapai sepertiga dari jumlah tentara musuh.
Mereka memang tidak bersiap untuk berperang. Mereka meninggalkan saudara-
saudara mereka, yang seandainya mereka mengetahui ada peperangan, mereka
akan ikut berangkat. Rasa takut menghinggapi sebagian kaum muslimin. Allah Swt.
berfirman:
                

       


Artinya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan
kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu
tidak menyukainya, mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata
(bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian,
sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu).” (Al-Quran 8:5-6)
Akan tetapi kekuatan iman dan keteguhan akan pertolongan Allah mengubah
keadaan. Para pemimpin pasukan Islam, dari Muhajirin dan Anshar, menyatakan
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta keinginan yang kuat untuk memperoleh
syahid di jalan Allah. Saad bin Muadz, pemimpin dan pemegang bendera Anshar,
berkata kepada Rasulullah, “Kami telah beriman kepada kamu, membenarkan
kamu dan kami bersaksi bahwa apa yang engkau bawa adalah kebenaran. Kami
telah memberikan janji atas itu dan keteguhan kami akan mendengar dan taat.
Laksanakanlah apa yang engkau inginkan wahai Rasulullah. Demi Dzat yang telah
mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau menyuruh kami untuk menyeberangi
laut dan engkau mengarunginya, maka kami akan ikut bersamamu. Tidak akan ada
satu lelakipun yang akan berpaling. Kami tidak takut bertemu dengan musuh
besok. Sesungguhnya kami adalah orang yang sabar dalam peperangan. Jujur
dalam pertarungan. Mudah-mudahan Allah memperlihatkan dari kami apa yang
membuat matamu mantap. Berangkatlah dengan berkat Allah.” Kalimat yang jujur
ini mencerminkan keimanan yang kuat yang dimiliki Sahabat serta kepercayaan diri
yang sempurna bahwa Allah Swt. tidak akan menghinakan hambanya yang
beriman.
Itulah janji Allah yang tidak diingkari, “Sesungguhnya Kami akan menolong Rasul-
rasul Kami dan orang-orang beriman di kehidupan dunia dan hari persaksian”.
Perang Badar terjadi pada malam Jum’at, tanggal tujuh belas Ramadan tahun
kedua hijrah. Jumlah kaum muslimin pada perang ini adalah tiga ratus sebelas.
Pada perang yang terjadi tanpa persiapan, Allah Swt. memenangkan iman atas
kekufuran. Dan terlihatlah pertolongan Allah kepada hambanya.

                 

 
Artinya: “Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah
40 yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk
memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang
baik.” (Al-Quran 8:17)

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Orang-orang musyrik mengalami kekalahan. Dari pihak mereka, terbunuh tujuh
puluh orang dan tertawan tujuh puluh orang juga. Allah menepati janjinya kepada
orang-orang beriman yang telah memohon pertolongan kepada Allah, ikhlas
berperang demi Allah dan tunduk patuh kepada-Nya. Allah menepati janjinya
kepada Rasul-Nya berupa pertologan dan kemenangan.

       


Artinya: “Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Al-Quran 3:126)
Ini adalah perang pertama yang dijalani kaum muslimin melawan orang-orang yang
angkuh dan sombong kepada mereka, serta menyiksa mereka dengan berbagai
cara, namun mereka tidak lemah dan menyerah. Maka, kemenangan yang
diperoleh dalam peperangan ini adalah awal tanda-tanda tegaknya Negara Islam di
bawah kepemimpinan Rasulullah yang agung dan Sahabatnya yang mulia.

Perang Pembukaan Mekkah

Kalau perang Badar terjadi karena perkembangan keadaan yang tiba-tiba dan
tanpa persiapan dari kaum muslimin, maka pembukaan Mekkah tercapai dengan
persiapan yang direncanakan oleh Rasulullah dan sudah menjadi keinginan yang
kuat. Karena pelanggaran atas perjanjian hudaibiah yang dilakukan oleh kaum kafir
serta tindakan mereka melakukan serangan kepada kabilah Khuzaah, yang berada
dalam koalisi dan tanggungan Nabi Muhamad. Amru bin Salin datang dan
menyatakan dukungannya kepada Rasulullah. Ia melantunkan bait-bait syair, yang
sebagiannya adalah berikut:


Duhai Allah, Aku menyeru Muhamad
Sekutu kami dan sekutu keturunan bapaknya
Sampai pada, Sesungguhnya Qurays telah melanggar janjimu
Dan membatalkan kesepakatan teguh denganmu
Mereka telah membuatku tidak bisa menahan
Mereka mengira Aku tidak akan mengajak siapapun
Sedang mereka lebih hina dan lebih sedikit
Mereka telah mengurung kita dalam shalat malam
Dan memerangi kita ketika kita rukuk dan sujud

Rasulullah Saw menjawab: “Engkau akan menang wahai Amri bin salim”
Rasulullah Saw mengadakan persiapan serta menyuruh kaum muslimin untuk
mempersiapkan diri dan memberitahukan bahwa mereka akan berjalan menuju
Mekkah. Rasulullah Saw berkata: “Ya Allah berikanlah kepada kami khabar tentang
Qurays hingga kami bisa mengalahkan mereka di negerinya sendiri.” Rasulullah
memang tidak perlu menyampaikan kepada Qurays bahwa perjanjian antara
mereka telah berakhir. Mereka sendirilah yang telah melanggar perjanjian itu, lalu
mencoba untuk memberlakukannya kembali, dengan mengutus Abu Sufyan ke
41 Madinah. Akan tetapi permintaannya tidak mendapat tanggapan dari siapapun.
Pada tanggal sepuluh Ramadan tahun kedelapan hijriah, Rasulullah Saw berangkat
meninggalkan Madinah menuju Mekkah bersama sepuluh ribu Sahabat. Rasulullah
dan Sahabat melakukan perjalanan dalam keadaan berpuasa. Ketika sampai di

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Kadid, mata air yang berada antara Asfan dan Qadid, Rasulullah Saw dan Sahabat
berbuka. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di Zahran(Lembah
Fatimah) pada pagi hari Rabu, tanggal 17 Ramadan. Dari Zahran Rasulullah Saw
melanjutkan perjalanannya menuju Mekkah. Rasulullah bersama pasukannya
memasuki kota Mekkah dari semua penjuru(dibagi-bagi) dan tidak ada perlawanan
yang datang dari pihak kafir. Rasulullah Saw masuk ke Masjid Haram,
mensucikannya dan mengahancurkan semua berhala yang ada di dalamnya, seraya
membaca firman Allah, “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap."
Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Al-Quran 17:81)
Rasulullah Saw kemudian mengelilingi Ka’bah, mengumandangkan takbir dan
kalimat tauhid. Orang-orang Qurays telah memenuhi masjid dengan berbaris.
Mereka menunggu apa yang akan dilakukan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw
kemudian berdiri di pintu Ka’bah dan berkhutbah, yang diantaranya, “Wahai kaum
Qurays, apa menurut kalian yang pantas aku lakukan pada kalian? Mereka
menjawab, Engkau adalah saudara yang baik dan anak saudara kami yang baik.
Rasulullah Saw berkata, Aku katakan kepada kalian seperti apa yang dikatakan
Yusuf kepada saudara-saudaranya. “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu,
mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang
diantara para penyayang.”
Rasulullah memberikan amnesti kepada semua kaum Quryas sebagai bentuk kasih
sayang, toleransi dan akhlak baik. Walaupun mereka tidak layak mendapatkan itu.

Kemenangan pasukan Islam pada pembukaan Andalus

Pada tahun 21 Hijriah Mesir berhasil ditundukkan. Amru bin Ash yang menjadi
walinya(semacam Gubernur). Dari mesir, gubernur Amru bin Ash melakukan
pengiriman-pengiriman pasukan kebarat untuk memperluas pembukaan. Dan itu
terwujud dengan dibukanya Barqah dan Tarablis. Pada masa Khalifah Ustman bin
Affan pembukaan-pembukaan Islamiah semakin meluas di Afrika(Tunis), yang
beribukota Qartajinah. Kaum muslimin memperoleh kemenangan yang
mengagumkan atas raja Garger.
Begitupun masa Uqbah bin Nafi(50-55 H), adalah masa-masa yang mengokohkan
perluasan afrika hingga negeri-negeri di belakangnya. Setelah itu, misi yang agung
ini dipegang oleh Jenderal Abul Muhajir Dinar.
Pada tahun enam puluh enam hijriah, pemerintahan dan tugas perluasan Islam
diserahkan kepada Zahri bin Qais Al-Balwi. Ia juga berhasil mewujudkan
kemenangan-kemenangan penting bagi kaum muslim.
Pada tahun tujuh puluh empat, masa-masa terpenting dalam perluasan Islam di
Afrika dimulai. Pada tahun ini tonggak kepemimipinan misi jihad dipercayakan
kepada Hisan bin Nu’man Al-Ghassani. Sejarah mencatat untuk nama mujahid ini
dengan kemenangannya menaklukkan pemimpin Barbar, yang dikenal dengan Al-
Kahinah(Pendeta). Dengan kemenangan ini terbebaslah aral yang menghalangi
perluasan dakwah Islam yang sempat tersendat dalam waktu yang tidak singkat.
Bisa dikatakan bahwa periode kepemimpinan Hisan bin Nu’man Al-Ghassani adalah
periode yang telah membuktikan eksistensi Islam dalam sudut ini(politik dan
42 agama). Periode ini menjadi pembuka bagi jalan untuk menuju kepada
transformasi masa Islam yang lebih baik dan istimewa. Inilah yang tercapai pada
kepemimpinan Musa bin Nasir, yang dipercayakan memimpin Afrika pada tahun
delapan puluh lima hijriah.

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


Menyebrangi selat
Musa bin Nasir memerintahkan jenderal Tariq bin Ziyad untuk menyeberangi selat
dan fokus pada wilayah lain. Tariq bin Ziyad melaksanakan amanah itu dan
bersamanya tujuh ribu pasukan, semuanya dari Barbar. Mereka berhasil
menyeberangi selat dan menguasai bukit yang menghadap lansung ke selat. Bukit
ini kemudian dikenal dengan bukit Tariq.
Penyeberangan ini terjadi pada bulan Sya’ban tahun sembilan puluh dua hijriah.
Penyebrangan ini tidak dicapai dengan mudah, sebagaimana dibayangkan oleh
sebagian orang. Penyeberangan ini harus dilalui dengan serangan musuh yang
berupaya menghalangi pasukan muslim untuk mencapai satu titik yang menjadi
tujuan. Akan tetapi, Tariq bersama pasukannya berhasil tiba melalui titik lain.
Tampak, bahwa Ladzrik memilih titik ini karena secara strategis peperangan akan
memberikan keuntungan baginya. Pasukan Islam, yang tidak menggunakan
kendaraan perang, tentunya akan kesulitan untuk melakukan pergerakan di daerah
bebukitan. Dan tentunya, laut dan sungai menjadi kendala sendiri bagi pasukan
Islam, yang bisa-bisa menjadi malapetaka dan kehancuran bagi mereka. Maka,
secara perkiraan, pasukan Islam hanya akan menjadi santapan ikan laut atau
tahanan bagi pihak musuh.

Khutbah Tariq
Tariq, demi melaksanakan tugas kepemimpianannya melawan musuh, yang secara
kekuatan berada jauh di atas mereka, maka ia harus membangkitkan jiwa juang
pasukannya untuk bertempur habis-habisan. Demi kemenangan akidah yang telah
menggerakkan mereka dan para mujahidin sebelum mereka. Oleh karena itu ia
harus menyampaikan khutbah sebelum masuk ke dalam peperangan. Tariq
berkata: “Wahai manusia, kemana lagi tempat berlari? Laut ada di belakang dan
musuh di hadapan. Tidak ada pilihan lain bagi kalian, demi Allah, kecuali yakin dan
sabar. Ketahuilah bahwa di pulau ini, kalian lebih terlantar dari yatim yang dicaci.
Musuh sudah menyambut kalian dengan pasukan dan senjatanya. Pasukan mereka
lengkap. Sementara, tidak ada bekal yang kalian miliki kecuali pedang-pedang
kalian. Dan tidak ada senjata yang kalian miliki kecuali yang berhasil kalian ambil
dari musuh. Jika hari-hari berlalu dalam keadaan seperti ini dan kalian tidak
melaksanakan apa yang semestinya kalian lakukan, maka kalian akan musnah.
Mereka akan menjadi berani, setelah hati-hati mereka diliputi rasa gentar kepada
kalian. Buanglah kehinaan dari jiwa kalian dengan menghancurkan tirani ini.
Mereka telah membentengi kota mereka dengan benteng yang kuat. Sesungguhnya
kesempatan ini akan terwujud jika kalian merelakan mati untuk jiwa-jiwa kalian.
Aku tidak mengingatkan kalian dari sesuatu yang aku hindari. Dan aku tidak
membawa kalian kepada langkah yang menjadikan nyawa sesuatu yang paling
murah harganya, kecuali aku akan memulainya lebih dahulu.
Ketahuilah aku orang pertama yang akan menjawab seruan ini. Ketika dua pasukan
43 bertemu, aku akan membawa jiwa ini kepada si tirani Ladzrik. Maka perangilah dia.
Dan ikutlah bersamaku. Jika aku mati setelah berhasil membunuhnya, maka aku
telah menyelesaikan tugasku terhadapnya. Dan kalian tidak butuh lagi pahlawan
cerdas untuk menyandarkan perkara-perkara kalian. Jika aku terbunuh sebelum
tiba di hadapannya, maka gantikan aku dalam kegigihan ini dan bawalah jiwa
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
kalian kepadanya. Cukuplah untuk menaklukkan pulau ini dengan
membunuhnya(Ladzrik). Karena, jika ia sudah tiada, mereka akan menjadi kaum
yang terhina.”

Perang
Khutbah ini berhasil membakar semangat pasukan Islam. Dengan suntikan jiwa
yang membludak ini peperangan dimulai. Perang ini terjadi pada hari Ahad, dua
hari sebelum Ramadan berakhir. Peperangan berlangsung selama delapan hari.
Perang berjalan sengit. Kedua pasukan beradu. Pasukan berkuda melawan pasukan
infantri(pejalan kaki). Adapun Tariq bin Ziyad, selain sebagai pemimpin pasukan,
berpindah dari tempat ke tempat lain untuk membangkitkan semangat dan
memerangi musuh. Di sisi lain, pasukan musuh berperang dengan semua kekuatan
yang dimilikinya.
Pada hari kedelapan peperangan, pasukan musuh mulai bercerai berai. Pasukan
Islam berhasil membunuh pasukan musuh dan menahan sebagiannya. Dan, titik
atau tempat yang dinginkan Ladzrik menjadi kuburan bagi pasukan Islam berbalik
menjadi kuburan bagi mereka sendiri.

Hasil
Perang Syadzunah ini mengingatkan kita akan pembukaan-pembukaan Islam yang
dicapai pada masa Khulafaur Rasyidin. Mengingatkan kita akan perang-perang
lainnya, seperti perang Yarmuk, perang Ajnadin melawan Byzantium atau perang
Qadisiyah dan Nahawan melawan tentara Persia. Pada perang-perang ini, pihak
musuk, secara jumlah, jauh berada di atas pasukan Islam. Meskipun demikian,
pasukan Islam berhasil meraih kemenangan. Berkat ruh jihad yang tinggi, yang
mendorong mereka untuk memperoleh mati di medan peperangan.
Di antara hasil(review) yang paling terlihat dari perang Syudzunah ini adalah
bahwa peperangan ini mencatat perkembangan(perubahan) situasi yang begitu
besar dalam hal keseimbangan kekuatan di dua daerah yang menghadap ke selat.
Dan perubahan ini memberikan keuntungan bagi pasukan Islam.
Perubahan ini juga menjadi penyebab kekacauan pihak musuh. Pasukan musuh
kehilangan titik-titik yang dikuasai mereka dalam waktu yang begitu cepat.
Peperangan ini menjadi pemulus masuknya Islam ke Eropa, sebagai sebuah
ideologi dan Negara. Perubahan yang dibawa Islam ini berlangsung hingga delapan
abad.
Sebagai penutup, sesungguhnya kemenangan pasukan Islam pada perang
Syadzunah menjadi langkah awal transformasi kebudayaan besar(kebudayaan
Islam), yang sisa-sisanya masih bisa dirasakan hingga sekarang.

Perang ‘Ain Jalut

Api peperangan ini berkecamuk setelah dunia ditimpa peristiwa-peristiwa yang


menakutkan dan menimbulkan kegoncangan. Pasukan Mongol menghancurkan
negeri-negeri Islam dan membunuh para khalifah. Mereka memporak porandakan
Baghdad, membakar masjid-masjid, sekolah-sekolah dan melenyapkan buku-buku
44 serta para ulama. Pasukan gila nan sadis ini tidak menaruh sedikitpun rasa kasihan
kepada anak kecil, orang-orang tua bahkan para wanita. Mereka membelah perut
wanita yang hamil dan membunuh bayinya. Mereka tidak hanya melakukan
pembantaian di Khowarizm dan Irak. Pasukan mereka juga bergerak menuju Siria

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]


dan berhasil menguasai Damaskus. Penduduk Siria disiksa dengan siksaan yang
sangat pedih.
Holako ternyata masih belum puas. Ia masih ingin membentangkan kekuasaannya
hingga Mesir. Ia lalu mengirim surat kepada Sultan Al-Muzaffar (Qataz), yang
isinya, “Selanjutnya, sesungguhnya kami adalah pasukan Allah di bumi-Nya. Kami
diciptakan dari kemurkaan-Nya. Dan kami akan membasmi orang-orang yang telah
menerima murka-Nya. Kalian bisa belajar dari negeri-negeri lain(yang telah
hancur). Dan dari semangat kami yang menggelora. Maka, ambillah pelajaran dari
orang selain kalian. Serahkanlah urusan kalian sebelum tutup itu terbuka. Lalu
kalian hanya bisa menyesal karena mengalami kesalahan yang sama.
Sesungguhnya, kami tidak akan berelas asih kepada orang yang menangis, juga
tidak akan simpati kepada orang yang mengadu.”
Surat ini membuat Sultan marah. Ia langsung mengumpulkan semua menteri dan
mengumumkan bahwa ia akan keluar untuk memerangi Mongol. Kalau tidak ada
satupun orang yang mengikutinya dan, atau, ada keraguan dan ketakutan dari
sebagian orang, maka ia akan memilih orang-orang yang siap berangkat
bersamanya. Sultan lalu membunuh empat utusan yang dikirim Holako. Ia menyeru
rakyat untuk bersiap-siap. Demikian juga, Sultan Ulama, Izz bin Abdus Salam,
menyeru dan membangkitkan semangat rakyat Mesir, baik itu yang di desa-desa
atau di kota. Pada tanggal 15 Sya’ban, tahun 65 hijrah, genderang perang
meledak. Pasukan Mesir yang pemberani bergerak hingga Gaza. Peperanganpun
berkecamuk dengan bertemunya dua pasukan garda depan dari masing-masing
pihak. Babris(Birda), pemimpin pasukan Mongol terbunuh dan pasukannya
bercerai-berai, hingga di Ain Jalut. Di sana Sultan Qataz bersama sisa pasukan
sudah menunggu untuk menepati tantangan musuh.
Pada tanggal dua puluh lima Ramadan terjadilah perang yang dahsyat antara dua
kelompok. Sultan Qataz sudah menyiapkan strategi perang yang jitu. Sehingga,
dengan strategi ini, pasukan Islam bisa mengepung Mongol dari atas dan bawah,
membutakan mata dan membuat nyawa-nyawa mereka seakan sudah di
tenggorokan. Sultan Qataz melepas topi bajanya dan membuangnya ke tanah. Ia
lalu meneriakkan “bangkit Islam”. Semangat pasukan menyala-nyala demi
mendengar seruan itu. Dan selanjutnya adalah saat-saat yang terasa sangat
sebentar, hingga pasukan Mesir telah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya.
Darah-darah dan tubuh mereka menjadi santapan pedang dan panah pasukan
Islam. Mongol tercerai berai dan melarikan diri dengan terbirit-birit tanpa
membawa sesuatu.
Demikianlah. Pasukan Islam berhasil menaklukkan musuh peradaban. Ekspansi
mereka terhenti. Kerajaan mereka hancur. Mereka hanya menjadi bahan
pembicaraan dan terpecah-pecah. Tidak ada yang menyangkal, bahwa perang Ain
Jalut telah mengembalikan kekuatan Islam dan mengangkat nama Mesir. Seperti
perang Hittin, yang terjadi sebelumnya, dan perang Sepuluh Ramadan, yang terjadi
setelahnya.

Perang Sepuluh Ramadan (1393 H, 1973 M)

45 Perang ini adalah perang pembebasan bumi yang telah dikuasai oleh Israel selama
enam tahun. Umat Islam merasakan pahitnya kekalahan yang menimpa mereka
pada tahun 1967 H. Maka, perang adalah keharusan. Setiap orang yang mampu
wajib baginya untuk ikut berperang. Karena, jika musuh mengusai suatu negeri
Islam, perang menjadi fardu ‘ain bagi setiap muslim. Seorang wanita boleh
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
berangkat berperang tanpa harus izin dari suaminya, seorang budak tanpa izin
tuannya dan seorang anak tanpa izin orang tuanya. Hingga musuh meninggalkan
bumi yang dikuasainya. Ini dalam keadaan nafir ‘aam (ketika suatu Negara
memaklumkan perang kepada seluruh rakyat, seperti perang kemerdekaan).
Diantara tanda-tanda kemenangan adalah bahwa perang ini terjadi di bulan
Ramadan. Syiar yang digaungkan adalah kalimat “Allahu Akbar”. Kalimat ini
terpekik oleh pasukan Islam tanpa ada komando dan tanpa adanya perintah
sebelumnya untuk menyerukannya. Sampai-sampai pemberitaan dunia
mengatakan bahwa suara-suara takbir itu menggetarkan medan peperangan dan
mengalahkan suara dentuman-dentuman meriam. Allah menyaksikan pasukan
yang menyerukan Nama-Nya itu. Maka Ia memberikan kemenangan bagi mereka
atas musuhnya yang telah membuat benteng dan pertahanan yang akan menjadi
pelindung mereka dari kekalahan. Para pakar militer dunia mengatakan bahwa
garis perbatasan Berlif yang dibangun oleh Israel di tepian terusan Suez adalah
garis pertahanan yang tidak mungkin ditembus. Akan tetapi semua tertipu.
Kemenangan yang dianugerahkan Allah kepada umat Islam adalah nikmat teragung
yang pernah tercurah. Karena jiwa-jiwa mereka sudah kembali suci setelah
kekalahan yang menimpa. Karena mereka meminta bantuan kepada Allah dalam
menyiapkan kekuatan yang diperintahkan oleh Allah. Kalimat umat sudah menyatu
dan siap berperang melawan musuh untuk meraih salah satu dari dua kebaikan;
menang atau syahid. Bulan yang mulia ini menanamkan ruh tersendiri. Rahmat
Allah semakin tampak di dalamnya. Maka benarlah bahwa Ramadan adalah bulan
Al-Quran, bulan kasih sayang, bulan puasa, bulan qiyam dan bulan kemenangan-
kemenangan. Bulan ini betul-betul sebuah nikmat. Bulan yang Allah sinari dengan
Al-Quran dan diangkat nilainya dengan malam Qadar. Malam yang lebih baik dari
seribu bulan. Adalah suatu keharusan bagi kaum muslimin untuk menyambut
Ramadan dengan berpuasa pada siang harinya, menunaikan shalat qiyam,
memberikan makanan, memperbanyak sedekah, menghilangkan kedengkian dari
jiwa dan sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah atas nikmat-nikmatnya. “Dan
agar kamu mencukupkan bilangannya dan agar kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

Selesai. Segala puji bagi Allah Swt. Shalawat serta salam untuk junjungan Nabi
Muhamad Saw. beserta para Sahabat dan pengikutnya hingga hari akhir.

Rumah Cinta, Husein, Kairo, Ramadan terakhir 1430 H pukul 21.40.


Reno Ismanto

46

( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]

You might also like