Professional Documents
Culture Documents
Pengantar
Majalah Minbar Islam berbahagia bisa menyambut Ramadan yang penuh berkah
bersama Dunia Islam. Bulan yang Allah Swt. jadikan sebagai bulan rahmat,
ampunan, pembebasan dari api neraka, peningkataan ruhi dan kepeduliaan
sesama. Kenapa tidak? Allah Swt. telah menyertakan penyebutan bulan Ramadan
bersamaan dengan Pengingat Bijak, yaitu Al-Quran yang agung. “Bulan Ramadan,
bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran.”
Karenanya, kewajiban puasa adalah sebentuk sambutan agung yang dilaksanakan
oleh umat Islam terhadap bulan Ramadan. Bulan yang sudah demikian
ketetapannya. Bulan yang demikianlah nilainya. Malam yang lebih baik dari seribu
malam ada padanya. Tidak ada keraguan bahwa orang yang mendapat kenikmatan
bertemu Ramadan, lalu ia menjalankan puasa di siangnya dan menghidupkan
malamnya, akan mendapat kemenangan berupa hidayah Allah Swt.
Oleh karenanya, ayat Al-Quran yang berbicara tentang puasa hadir dalam mode
seperti ini. Yaitu bahwa penurunan Al-Quran pada bulan Ramadan adalah anugerah
Allah dan sebuah penghormatan “Langit”. “Bulan Ramadan, bulan yang di
dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang
bathil).”
Yang Mulia Menteri Wakaf telah menginstruksikan penerbitan buku kecil ini
bersamaan dengan Majalah Minbar Islam edisi Ramadan 1430 H. Buku ini berjudul
panduan orang berpuasa dan hukum-hukum puasa(Dalil as-shaim wa ahkamus
shiyam). Dalam buku ini, kami hadirkan kepada pembaca, secara ringkas, hal-hal
yang wajib diketahui tentang puasa, hukum-hukumnya, ayat-ayat dan hadits-
hadits yang berbicara tentang puasa, fikih puasa, hikmah puasa, shalat tarawih,
i’tikaf di bulan Ramadan, lailatul qadr, zakat fitrah dan shalat ied.
Kepada Allah Swt. Kami berdoa semoga amal kami ini diterima sebagai amal yang
murni untuk-Nya. Dan agar doa kita menjadi doa yang paling baik dan benar.
Judul Halaman
Turunnya Al-Quran 3
Al-Quran berbicara tentang puasa 3
Hadits-hadits Nabi Saw. tentang puasa 5
Fikih puasa
Pengertian puasa 9
Niat puasa 9
Hilal Ramadan 10
Syarat kewajiban berpuasa 12
Udzur-udzur yang membolehkan untuk berbuka 12
Sempurna sebuah puasa 13
Hal-hal yang membatalkan puasa 14
Hikmah puasa 17
Shalat tarawih 32
Lailatul Qadar 33
Zakat fitrah 34
Shalat Ied 35
Ramadan dan kemenangan-kemenangan 36
Al-Quran diturunkan dari sisi Allah Swt. ke langit dunia secara keseluruhan pada
bulan Ramadan. Setelah itu, Malaikat Jibril secara berangsur menyampaikannya
kepada Nabi Muhamad sesuai dengan perintah Allah Swt. Allah Swt. berfirman:
Artinya : “Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al
Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (Al-Quran 2:185)
Al-Quran adalah mukjizat yang kekal. Nikmat yang abadi. Tidak tertandingi
keagungannya. Siapa yang berpegang kepadanya akan selamat. Dan siapa yang
menjadikannya petunjuk maka akan ditunjukkan kepada jalan yang lurus.
Hendaknya Umat Islam, apalagi di bulan Ramadan yang agung ini, mengingat
fadhilah Al-Quran bagi mereka dan melaksanakan kewajiban mereka terhadap Al-
Quran. Yaitu, membacanya, memahaminya dan sungguh-sungguh
mengamalkannya dengan penuh keikhlasan. Dan hendaknya mereka
‘mengkolaborasikan’ antara puasa dan Al-Quran. Karena keduanya adalah sumber
kekuatan, hidayah, cahaya terang, kehidupan dan kemenangan.
Rasulullah Saw telah menerangkan fadilah-fadilah Al-Quran. Diantaranya, sabda
Beliau :
“Terangilah rumah kalian dengan shalat dan tilawah Al-Quran”.
“Hidangan Allah adalah Al-Quran, maka janganlah kalian
meninggalkannya”.
“Ketika Ahli Quran masuk ke surga, ia diseru: bacalah dan naiklah ke
derajat yang lebih tinggi. Maka ia pun membaca dan bertambahlah
derajatnya pada setiap ayat yang dibacanya, hingga ia menghabiskan
bacaannya”.
“Siapa yang membaca saru huruf dari Al-Quran maka baginya satu
kebaikan. Kebaikan itu dilipatkan sampai sepuluh kali. Aku tidak
mengatakan "alif lam mim" itu satu huruf. Akan tetapi alif itu satu huruf,
lam itu satu huruf dan mim itu satu huruf”.
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan
mengajarkannya”.
“Tidak ada pemberi syafaat yang lebih baik di sisi Allah daripada Al-
Quran”.
“Puasa dan Al-Quran akan memberi syafaat bagi seorang hamba pada
hari kiamat. Berkata puasa: Duhai Rabb, Aku telah menahannya dari
makan dan syahwat, maka jadikalah aku syafaat baginya. Al-Quran juga
berkata: Aku telah menahannya dari tidur di malam hari, maka
jadikanlah aku syafaat baginya. Allah berkata: kalian adalah syafaat
baginya".
Itulah Al-Quran. Kitab Allah yang agung. Sumber nasehat bagi kaum muslimin.
Harapan untuk kekuatan dan kemenangannya. Dan media untuk mengambil
3 istifadah sebesar-besarnya dari bulan Ramadan yang mulia.
Permulaan Ramadan
Dari Muhamad bin Ziyad, berkata: Saya telah mendengar Abu Hurairah berkata:
Nabi Muhamad Saw bersabda: “Berpuasalah jika kalian telah melihatnya(hilal) dan
berbukalah jika kalian telah melihatnya. Jika cuaca tidak cerah, sehingga hilal
terhalang dari penglihatan kalian, maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban tiga
puluh hari”. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhori)
Lamanya berpuasa
Dari Abu Hurairah, semoga Allah meredhoinya, berkata: “Rasulullah Saw bersabda:
Jika kalian telah melihat Hilal(Ramadan), maka berpuasalah. Dan jika kalian
melihatnya (Hilal Syawal), maka berbukalah. Jika Hilal terhalang dari kalian, maka
berpuasalah selama tiga puluh hari”. (Riwayat Imam Muslim hadits ke-16)
Adab Ramadan
Dari Anas bin Malik, semoga Allah meredhoi mereka, dari Nabi Saw, berkata:
“Siapa yang mempunyai kurma, maka hendaklah ia berbuka dengannya. Dan bagi
yang tidak punya, hendaklah ia berbuka dengan air, karena air adalah suci".
(Diriwayatkan oleh Imam Tarmidzi. Hadits ke 694)
Menyegerakan berbuka
Dari Sahl bin S'ad, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Orang-orang akan terus
dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka”. (Riwayat Imam
Muslim. Hadits ke-48)
Itulah sebagian hadits nabawi yang disampaikan oleh Rasulullah Saw terkait
dengan puasa. Dari hadits-hadits ini bisa ditarik hukum dan hikmah yang banyak.
Hadits-hadits ini, secara umum, menunjukkan bahwa puasa adalah salah satu
kewajiban bagi umat Islam. Allah menjadikan puasa di bulan Ramadan karena
sumber-sumber kebaikan sangat banyak pada bulan ini. Kemudian hal-hal yang
mendorong kepada keburukan dipersempit pada bulan ini. Tujuannnya adalah agar
umat Islam bersegera kepada ampunan Allah dan rahmat-Nya. Hendaknya umat
Islam memanfaatkan bulan ini dengan berpuasa penuh kesungguhan. Rasulullah
Saw telah menjelaskan bahwa permulaan dan akhir dari bulan Ramadan diketahui
melalui Hilal. Ketika hilal muncul, maka Ramadan dimulai. Dan ketika muncul Hilal
Syawal, maka Ramadan berakhir.
Hendaknya orang yang berpuasa menghiasi dirinya dengan akhlak seorang hamba.
Ia tidak mencaci, tidak mencela, dan cukuplah baginya bahwa ia sedang berada
dalam tetamuan Alllah di bulan yang mulia ini.
Perasaan atau sikap inilah yang mendorongnya untuk berakhlak mulia. Bahkan
itulah tujuan hakiki dari puasa. Allah tidak butuh agar seorang muslim lapar atau
kehausan, akan tetapi Allah mensyariatkan puasa agar ia meningkatkan dirinya
kepada akhlak yang agung. Untuk membantu orang yang berpuasa dalam
ketaatan, Allah Swt. menurunkan Al-Quran pada bulan Ramadan. Ia menganjurkan
agar umat Islam membacanya, agar mereka mengingat ajaran-ajaran Rabb mereka
dan hidup dalam naungannya. Jika akhir bulan telah tiba, maka dianjurkan
beri'tikaf, menunaikan sedekah fitri dan merayakan hari ied. Pada hari itu orang-
orang yang berpuasa bergembira atas hidayah yang dicurahkan-Nya. Mereka
8 bertahmid, bersyukur, dan berdoa kepada Allah agar dosa-dosa mereka yang
terdahulu dihapuskan, oleh puasa, qiyam dan tilawah yang senantiasa mereka
lakukan. Itulah isyarat-isyarat yang terkandung dalam hadits-hadits di atas, yang
akan kita bincangkan, insya Allah, biidznillah.
Allah Swt. mewajibkan puasa kepada kaum muslimin pada tahun kedua hijrah, dua
hari setelah Sya'ban berlalu. Allah Swt. menjadikan puasa berbeda dengan ibadah-
ibadah lainnya. Karena puasa adalah menahan dan mencegah. Sementara ibadat
yang lainnya melakukan atau mengucapkan.
Pengertian puasa
Secara bahasa, kata "shaum" berarti menahan. Jika dikatakan, Fulan berpuasa dari
bicara, maka artinya adalah diam atau menahan bicara. Contoh dari makna ini
adalah firman Allah Swt, perintah Allah kepada Maryam agar mengatakan:
Sesungguhnya aku telah bernazar "berpuasa" untuk Tuhan Yang Maha Pemurah,
maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini." (Al-
Quran 19:26)
Adapan secara istilah, puasa diartikan dengan menahan dari makan, minum dan
semua hal yang membatalkan puasa, sejak dari terbitnya fajar shadiq hingga
terbenamnya matahari di ufuk barat. Kewajiban puasa ini telah ditetapkan oleh Al-
Quran, As-Sunnah dan Ijmak umat Islam.
Allah Swt. berfirman:
Niat puasa
Ahli fikih sepakat bahwa niat puasa adalah wajib. Karena, meninggalkan hal-hal
9
yang membatalkan puasa, tanpa niat, tidaklah bisa dikategorikan sebagai puasa.
Jumhur ulama berpandangan bahwa wajib hukumnya meniatkan puasa pada salah
satu bagian(waktu) dari malam(tabyitun niat), sebelum datang fajar, dengan dalil
Hilal Ramadan
Ulama sepakat akan kewajiban puasa bulan Ramadan, maka permulaan ramadan
dan akhirnya harus benar-benar dipastikan.
Permulaan Ramadan diketahui dengan munculnya hilal Ramadan(ru’yahtul hilal),
sesuai dengan sabda Nabi Saw, Berpuasalah jika kalian melihatnya(hilal) dan
berbukalah jika kalian melihatnya. Yaitu, jika kalian melihatnya di awal bulan dan di
akhir bulan. Ru’yah sudah tetap(diterima) dengan “ishar”, seperti jika tiga orang
atau lebih telah melihat hilal, tanpa ada unsur keraguan atau “main-main”. Ru’yah
juga sudah tetap dengan kesaksian dua orang laki-laki yang ‘adil(jujur) dan
mukallaf. Ahli fikih bersepakat atas hal ini.
Adapun, jika satu orang yang jujur, dipercaya, yang melihat hilal, maka sebagian
ahli fikih menerima syahadatnya dalam penentuan ru'yah hilal, mutlak. Sebagian
lagi, menerima syahadatnya dalam penentuan awal puasa, tidak dalam penentuan
akhir puasa. Sebagaimana diriwayatkan, bahwa seorang 'Arabi(orang arab
pedalaman) berkata: “Wahai Rasulullah, Saya telah melihatnya tadi malam! Maka
Nabi Saw bertanya, apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Aku
adalah utusan-Nya? 'Arabi menjawab, iya. Maka Nabi Saw berkata: bangkitlah Bilal
dan umumkan kepada orang-orang agar berpuasa besok." (Sunan Abi Dawud). Dan
riwayat dari Ibnu Umar , "Orang-orang melakukan ru'yah hilah. Lalu aku
mengkhabarkan kepada Nabi Saw bahwa Aku telah melihatnya(hilal). Nabi
kemudian berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa." (Sahih
Muslim)
Dalam mazhab Malikiyah, untuk diterimanya kesaksian syahadah ru'yah hilal,
disyaratkan minimal dua orang. Jika yang melihatnya hanya satu orang, maka
kewajiban puasa hanya bagi orang yang melihatnya.
Dianjurkan bagi yang melihat hilal Ramadan untuk mengucapkan apa yang
diucapkan oleh Rasulullah Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar,
" رﺑﻰ و رﺑك ﷲ, "ﷲ اﻛﺑر اﻟﻠﮭم اھﻠﮫ ﻋﻠﯾﻧﺎ ﺑﺎﻷﻣن و اﻻﯾﻣﺎن و اﻟﺳﻼﻣﺔ و اﻻﺳﻼم و اﻟﺗوﻓﯾق ﻟﻣﺎ ﺗﺣب و ﺗرﺿﻰ
Jika hilal sudah terlihat pada suatu negeri, maka wajib bagi penduduk negeri itu
berpuasa. Sedangkan, penduduk selain negeri itu, maka dalam hal ini ada dua
pendapat fuqaha:
10
Pendapat pertama
Berpandangan bahwa jika hilal telah terlihat pada suatu negeri, maka wajib bagi
penduduk negeri itu berpuasa dan penduduk negeri yang berdekatan, yang
tergabung dalam satu garis bujur (khat tuli)tertentu. Yang menguatkan pendapat
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
ini adalah hadits yang diriwayat kan oleh Imam Muslim dari Karib, bahwa Ia
berkata: “Aku telah melihat hilal di Syam(Siria). Kemudian aku ke Madinah. Ibnu
Abbas bertanya, kapan kalian melihat hilal? Aku menjawab, malam Jum'at. Ibnu
Abbas kembali bertanya(menguatkan), engkau melihatnya? Aku menjawab, iya,
dan orang-orang juga melihat. Orang-orang berpuasa, begitu juga Muawiyah. Ibnu
Abbas berkata, akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu. Kami akan tetap
berpuasa sampai genap bilangan(bulan puasa). Aku berkata, apakah tidak cukup
bahwa Muawiyah telah melihatnya dan berpuasa? Ibnu Abbas berkata, tidak.
Seperti inilah kami diperintahkan oleh Rasulullah .
Inilah pemahaman Ibnu Abbas dari sabda Nabi Saw “puasalah jika kalian telah
melihatnya(hilal).” Ibnu Abbas meilihat bawha ru'yah secara lansung itu adalah
keharusan, tidak cukup dengan sekedar khabar.
Pendapat ini sesuai untuk diterapkan pada masyarakat yang komunikasinya masih
sulit. Ru'yah merekalah yang dijadikan acuan.
Pendapat kedua
Melihat bawha ru'yah hilal jika telah diperoleh di suatu negeri, maka wajib bagi
semua umat Islam, dari barat bumi hingga timur, untuk berpuasa. Walaupun
secara tempat kemunculan ada perbedaan.
Pendapat ini lebih utama untuk diamalkan, dengan alasan berikut:
1. Untuk mewujudkan kesatuan umat Islam, sebagaimana sudah seharusnya.
Firman Allah Swt,
11 Atas dasar ini, maka "syuhud" dalam firman Allah, “Karena itu, barangsiapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu”, dipahami sebagai “al-hudhur”. Maka maknanya adalah,
Puasa wajib atas setiap muslim yang baligh(dewasa), aqil(tidak gila) dan terbebas
dari halangan, baik laki-laki maupun perempuan. Karena (ber)islam adalah dasar
mutlak pembebanan(taklif). Dan karena sabda Nabi Saw, “Diangkat qalam(tidak
ada taklif) dari tiga: 1) dari orang gila hingga ia sadar, 2) dari orang yang tidur
hingga ia terbangun, 3) dan dari anak hingga ia bermimpi(dewasa).”
Sangat dianjurkan untuk membiasakan dan melatih anak-anak yang sudah
mumayyiz untuk melaksanakan ibadah puasa. Sebagaimana diriwayatkan dari Rabi'
bin Ma'udz bin Afra'. Ia berkata: “Rasulullah mengutus ke desa-desa Ansar yang
berada di sekitar Madinah(pagi hari di bulan As-Syura), Siapa yang berpuasa, maka
hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Dan siapa yang berbuka, maka
hendaklah ia menyempurnakan sisa harinya. Setelah itu, kami terus melakukan
puasa di hari itu dan mengajak anak-anak kami ikut berpuasa, insya Allah. Kami
pergi ke masjid dan memberikan mainan yang terbuat dari bulu(kapas) untuk
anak-anak kami. Jika anak kami menangis karena ingin makanan, maka kami
memberinya, hingga tiba waktu berbuka”.
Bagi orang-orang yang berudzur, berikut ini, untuk berbuka pada bulan Ramadan.
Mereka harus berpuasa pada hari lain sebagai ganti hari yang mereka tinggalkan.
Orang-orang yang dikategorikan berudzur adalah sebagai berikut:
- Seorang musafir, yang jauh perjalanannya mengizinkannya untuk
mengqashar shalat. Fuqaha menetapkan 80 kilo meter sebagai jauh jarak
yang membolehkan mengqashar shalat , dengan menggunakan alat
transportasi apapun. Dalilnya adalah sabda Nabi Saw, “bukanlah suatu
kebaikan berpuasa dalam perjalanan.”
- Orang sakit, yang ditakutkan dengan puasa akan bertambah sakitnya. Maka,
orang yang sakit hendaknya berkonsultasi kepada dokter yang terpercaya
dalam hal ini.
- Orang sehat yang jika ia berpuasa akan mendapat mudharat.
- Wanita yang sedang haid atau nifas.
- Ibu yang hamil atau sedang mengandung, jika puasa memberatinya atau
mengakibatkan gangguan bagi si anak.
- Kakek tua dan orang yang tertimpa sakit menahun, yang sulit(tidak bisa lagi)
untuk diharapkan kesembuhannya.
Mereka ini harus mengqadha pada hari-hari lain, selain Ramadan, hari-hari yang
mereka tinggalkan. Adapun orang yang sudah lanjut usia dan orang yang tertimpa
sakit menahun, maka bagi mereka untuk berbuka dan membayar fidyah. Yaitu
12 memberi maka orang miskin, setiap hari, dua jatah makan, dengan ukuran dari
standar yang ia konsumsi.
Landasan udzur-udzur ini adalah firman Allah Swt,
Artinya: "Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi
makan seorang miskin." (Al-Quran 2:184)
Ahli fikih bersepakat bahwa bersetubuh pada siang ramadan membatalkan puasa
serta mewajibkan qadha dan kafarat. Jika persetubuhan dilakukan dengan
keinginan kedua suami istri, maka kedua-duanya harus mengqadha dan membayar
kafarah. Akan tetapi, jika salah satu "dipaksa", maka yang melakukan dengan
keinginan sendiri sajalah yang membayar kafarah.
Dari Abi Hurairah, semoga Allah Swt. meredhoinya, bahwa seorang lelaki
mendatangi Nabi Saw dan berkata, celakalah aku wahai Rasulullah. Rasulullah Saw
berkata, apa yang mencelakakanmu? Lelaki itu berkata, aku telah menggauli istriku
di siang ramadan. Nabi Saw bertanya, apakah engkau mempunyai budak untuk
dibebaskan? Dia menjawab, tidak. Nabi Saw bertanya lagi, apakah engkau bisa
berpuasa dua bulan berturut-turut? Dia menjawab, tidak. Nabi Saw bertanya lagi,
apakah engkau memiliki makanan untuk enam puluh orang miskin? Dia menjawab,
tidak. Lelaki ini kemudian duduk. Lalu Rasulullah datang dengan membawa piring
yang berisi kurma dan berkata, bersedekahlah dengan ini. Lelaki ini berkata,
apakah ada yang lebih fakir dari saya di antara kita? Di antara keluarga-keluarga,
kamilah orang yang paling membutuhkan. Nabi kemudian tertawa dan berkata,
bawalah kurma ini dan berikan pada keluargamu.
Jika kedua istri bergaul, kemudian adzan fajar berkumandang dan mereka masih
melanjutkan "pekerjaan" mereka, maka wajib bagi mereka membayar kafarah.
Orang yang bersetubuh karena lupa atau tidak tahu hukumnya maka dia hanya
dituntut mengqadha.
Imam Ahmad berpandangan bahwa bersetubuh adalah penyebab kafarah, baik itu
15 disengaja atau lupa.
Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, mereka berpendapat bahwa orang
yang makan dan minum, dengan sengaja, maka ia juga harus membayar kafarah.
Kafarah adalah membebaskan budak, bagi yang tidak punya budak, maka baginya
puasa dua bulan berturut-turut, bagi yang tidak mampu berpuasa, maka baginya
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
memberi makan enam puluh miskin. Kafarah ini wajib dalam pelaksanaannya
sesuai dengan urutan yang disebutkan.
Memberi makan kepada fakir yang kerabat adalah utama, dengan syarat bukan
suami, istri, bapak, ibu atau anaknya. Kerena mereka ini masuk dalam tanggungan
nafkahnya.
Diantara hal-hal yang banyak terjadi pada orang yang berpuasa dan tidak
membatalkan puasa adalah sebagai berikut:
1. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung(untuk membersihkan,
istinsyaq)
2. Memakai siwak atau odol dan menguyah "alk" (sejenis kunyahan dari kayu,
seperti kemenyan, tidak mencair ketika dikunyah) dengan syarat tidak
sampai hancur dan masuk ke dalam rongga.
3. Muntah yang tidak bisa ditahan. Dari Abu Hurairah, semoga Allah Swt.
meredhoinya, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Siapa termuntah, sedang ia
berpuasa, maka tidak wajib baginya mengqada.” (Diriwayatkan oleh Ahmad
dan ashabus sunan, selain Nasa'i)
4. Berbekam. Dari Tsabit Al-Bannani, bahwa ia berkata kepada Anas bin Malik,
apakah kalian memakruhkan berbekam pada zaman Rasulullah? Dia
menjawab, tidak. Kecuali jika itu membuatnya lemah.
5. Mimpi basah. Rasulullah Saw bersabda: “Tidak batal puasa orang yang
muntah, bermimpi dan berbekam.”
6. Makan dan minum karena kelupaan. Dari Abi Hurairah, semoga Allah
meredhoinya, bahwa Rasulullah Saw berkata: “Siapa yang lupa, sedang ia
berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia
menyempurnakan puasanya. Karena Allah yang memberinya makan dan
minum.”
7. Boleh mandi karena udara yang panas atau karena hal lainnya dan tidak
merusak puasa. Dari Abi Bakar bin Abdurrahman, dari seorang sahabat Nabi
Saw, berkata: “Aku melihat Nabi Saw. menumpahkan air ke atas kepalanya,
sedang Ia berpuasa.”
8. Diberikan keringanan bagi orang yang berpuasa dengan boleh dalam keadaan
junub ketika waktu subuh tiba. Dari Aisyah dan Ummu Salamah, bahwa Nabi
Saw junub dari bersetubuh, bukan mimpi, hingga subuh, kemudian Ia
berpuasa.
9. Bercelak tidak membatalkan puasa. Dari Aisyah bahwa Nabi Saw bercelak
ketika di bulan ramadan dan ia berpuasa.
10. Hukum celak ini juga berlaku pada apa yang diteteskan pada mata,
seperti tetesan mata, atau telinga, selama tidak sampai ke tenggorokan atau
hidung.
Termasuk dalam kategori hal tersebut debu jalanan atau debu rempah-rempah,
seperti gandum, dll.
Dibolehkan melakukan suntikan pada urat, atau di bawah kulit. Juga dibolehkan
16 memakai wangi-wangian dan menyicipi rasa makanan, karena darurat, selama
tidak sampai tertelan. Abu Muhamad bin Hazm, dalam menerangkan hal ini,
mengungkapkanya dengan kalimat yang lugas dan bagus. Ia berkata:
“Sesungguhnya, dalam berpuasa, Allah hanya melarang kita dari makan, minum,
bersenggama, muntah dengan sengaja dan berbuat maksiat.”
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
Hikmah puasa
Allah memfardukan puasa dengan tujuan dan hikmah-hikmah yang tinggi, yang
semua dampak baiknya akan kembali kepada umat Islam itu sendiri. Para ulama
sudah berusaha untuk mengungkap sebagian dari hikmah ini.
Di antara hikmah puasa adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat jiwa(ruh)
Manusia terdiri dari jasad dan jiwa. Sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah
Swt,
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya
Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu
tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (Al-Quran 38:71-72)
Oleh karena itu, puasa adalah sarana menguatkan sisi jiwa (ruhi), sehingga tidak
terabaikan oleh kebutuhan jasadi atau materi. Jika jiwa kuat, maka hubungan
dengan Allah Swt. akan bertambah.
2. Mewujudkan takwa
Takwa adalah rasa takut kepada Allah, merasakan adanya pengawasan Allah
terhadap setiap perbuatan dan perkataan dan meninggalkan hal-hal yang dilarang.
Orang yang berpuasa, dengan konsistensinya jauh dari hal-hal yang dibolehkan
(mubahat), terlatih atas sikap takwa dan merasakan adanya pengawasan. Oleh
karena itu, takwa adalah faedah yang diisyaratkan oleh Al-Quran sebagai tujuan di
balik perintah puasa. Allah Swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa."
3. Melatih keingingan
Manusia diistemawakan dari semua makhluk dengan akalnya yang mampu ia
gunakan untuk berpikir, mentadabburi, berkeinginan serta berbuat sesuai
kehendaknya. Sebagian orang tidak tahu hakikat ini, sehingga dalam hidup, dia
mengekor kepada orang lain, mengikut saja, tidak tahu itu membawa manfaat atau
memberikan mara bahaya. Di sinilah fungsi puasa dalam mendidik keinginan
pribadi dari manusia. Yaitu dengan cara menyadarkan hati nurani dan melatihnya
untuk konsisten kepada sikap-sikap, yang terkadang bertentangan dengan
kesenangan atau kecenderungan orang-orang biasa.
Para ilmuwan kontemporer menyerukan puasa sebagai sarana untuk membentuk
kepribadian dan melatih keinginan. Islam telah lebih dahulu dalam hal ini. Islam
17
menuntut pemuda untuk mengendalikan nafsunya dan mengarahkan
keinginannnya melalaui puasa. Nabi Saw. bersabda: “Wahai para pemuda, siapa
yang sudah mampu hendaklah ia menikah. Karena itu akan lebih menundukkan
7. Menguatkan tubuh
Salah satu hikmah atau faedah puasa adalah menguatkan tubuh dan menjaga
kesehatan. Nabi Saw bersabda: "Puasalah, maka kalian akan sehat." Ini karena
lambung adalah gudangnya penyakit dan pengobatan dalam bentuk pencegahan di
mulai dari sana. Nabi Saw bersabda: "Anak Adam sudah dikatakan melakukan
keburukan dengan memenuhi lambungnya. Cukuplah baginya beberapa kunyahan
untuk menegakkan tulang rusuknya. Jika memang harus, maka sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya.
Selama lambung tetap sebagai sumber penyakit yang menakutkan, selama
mengosongkan lambung dari makanan bermanfaat bagi lambung dan bermanfaat
bagi kesehatan, maka puasa adalah kesempatan besar untuk mengatur kerja dan
19 fungsi lambung. Sehingga ia menjadi kuat, aktiv dan bekerja dengan baik secara
berkelanjutan dalam fungsinya sebagai sumber engergi bagi manusia. Juga, tubuh,
ketika banyak mengkonsumsi makanan, akan menghasilkan kelebihan cairan.
Kelebihan zat cairan ini bahayanya lebih besar dari manfaatnya. Dari sini, puasa
sebagai salah satu sarana terbesar dalam membantu tubuh untuk menghilangkan
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
kelebihan cairan, yang berbahaya, dan menciptakan kesempatan bagi tubuh untuk
mengambil manfaat sebanyak-banyaknya dari makanan yang dikonsumsi.
Kulit manusia, yang berperan sebagai tampilan luar bagi seseorang, butuh kepada
kekuatan tertentu yang mampu membantunya untuk menolak penyakit kulit yang
bermacam-macam. Puasa mempunyai peran utama dalam menjaga kesegaran dan
keindahan kulit.
Para ilmuwan kontemporer menemukan manfaat-manfaat ini pada puasa. Dengan
ini, mereka, secara langsung atau tidak langsung, telah mengungkapkan salah satu
'ijaz yang dimiliki Islam dan kepedulian Islam akan kesehatan.
D. Abdul Aziz Ismail berkata: "Dalam banyak kondisi, puasa, secara kesehatan,
mengandung banyak manfaat. Banyak dari ajaran-ajaran agama yang belum
terungkap hikmahnya dan akan ditemukan seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Telah ditemukan bahwa puasa bermanfaat secara kesehatan. Dan
terkadang, puasa menjadi satu-satunya cara untuk mencapai kesembuhan. Puasa
adalah salah satu pengobatan untuk penyakit kekacauan lambung yang menahun,
yang diikuti dengan peragian. Puasa juga dipakai untuk mengurangi berat badan
akibat konsumsi makanan yang berlebihan. Demikian juga untuk mengurangi
tekanan darah. Adapun kencing manis, yang kebanyakan didahului dengan berat
badan yang berlebihan, maka puasa juga merupakan alternatif pengobatannnya.
Puasa, bersama anjuran seimbang dalam konsumsi, tetap menjadi pengobatan
terpenting untuk penyakit ini. Puasa juga termasuk pengobatan untuk penyakit
peradangan ginjal yang sudah akut dan menahun dan obat untuk penyakit jantung.
D. Alexis Karel berkata: " Sesunguhnya, berlebihan dalam mengkonsumsi makanan
akan menyebabkan hilangnya satu fungsi yang merupakan salah satu faktor dalam
mengurangi angka kematian manusia. Fungsi itu adalah kemampuan beradaptasi
dengan sedikit makanan. Oleh karena itu, seringkali banyak orang yang melakukan
puasa."
D. Muhamad Adz-Dzowahir berkata: " Ada hubungan yang kuat antara kebiasaan
konsumsi dengan penyakit kulit. Tidak mengkonsumsi makanan dan minuman
sejenak akan mengurangi zat cairan dalam tubuh dan darah. Ini, pada gilirannya,
berfungsi mengurangi zat tersebut dalam tubuh. Pada saat inilah terjadi
pertambahan perlawanan yang dilakukan oleh kulit terhadapan penyakit-penyakit
kulit. Sedikitnya zat cairan dalam tubuh juga akan mengurangi pengaruh penyakti
kulit yang sudah meradang dan menyebar di sebagian besar bagian tubuh. Dan
pengobatan yang terbaik untuk penyakit kulit yang sudah mencapai tahap ini
adalah berpuasa selama jangka waktu tertentu."
D. Anwar Mufti berkata: "Usus yang ada pada manusia menghisap cairan yang
mengandung zat gula, paling sedikit, sekali dalam lima menit. Setelah itu tubuh
akan puas minum dan gejala kekurangan zat gula dan cairan akan hilang. Orang
yang berpuasa, yang mengisi lambungnya, secara langsung, dengan makanan dan
minumun, butuh sekitar tiga atau empat jam agar ususnya kembali bisa menghisap
cairan yang mengandung zat gula pada saat berbuka. Oleh karena itu, bagi orang
yang berpuasa, pengurangan gejala zat gula tetap berlangsung. Bahkan ketika
setelah kenyang berbuka ia masih tetap seperti orang yang berpuasa."
D. Sakhoshir berkata: "Manfaat terpenting dari puasa adalah mengobati kekacauan
20 pencernaan dan kekacauan lambung, terlebih yang sudah menahun. Puasa juga
berfungsi untuk mengatasi kelebihan berat badan, radang ginjal yang sudah akut
dan disertai dengan pembengkakan dan pembocoran. Dan puasa juga befungsi
untuk mengobati penyakit jantung yang disertai dengan peradangan pada kedua
kaki atau betis."
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
Hukum-hukum umum terkait dengan puasa
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan
(sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu.)” (Al-Quran 2:225)
Dan lupa bukan dari pekerjaan hati. Jika puasanya tetap sah, maka baginya untuk
tetap menahan dari makan dan menyempurnakan puasanya.
Ini sangat jelas pada puasa Ramadan, sebagai bentuk penghormatan kepada bulan
yang agung ini. Adapun selain Ramadan, seperti puasa nadzar, tertentu atau tidak
tertentu, atau puasa membayar membayar kafarat atau puasa qadha ramadan atau
puasa sunnah, maka tidak wajib baginya untuk menyempurnakan sisa hari. Dan,
menurut jumhur, boleh baginya untuk berbuka. Akan tetapi Imam Malik
berpandangan lain. Ia berkata: “Wajib menahan (dari makan) pada puasa nadzar
yang ditentukan. Adapun nadzar yang tidak tentu atau puasa wajib lainnya, jika
berurutan(tatabu’) adalah wajib, seperti puasa kafarat Ramadan atau nadzar puasa
berurutan, jika ia berbuka dengan sengaja maka tidak wajib baginya menahan dari
makan karena puasanya telah batal dan karena ia harus memulai lagi dari awal.
Adapun jika Ia berbuka karena lupa, jika itu bukan hari pertama, maka wajib
baginya menahan dari makan, adapun jika di hari pertama maka dianjurkan
baginya menahan dan tidak wajib. Jika berurutan bukanlah keharusan, seperti
qadha Ramadan atau puasa penebus sumpah (kafarat yamin), boleh baginya
menahan atau tidak, baik ia berbuka karena disengaja atau karena lupa. Adapun
jika puasa yang dijalaninya adalah puasa sunah, maka jika ia berbuka karena lupa,
wajib baginya menahan, karena qadha tidak wajib dari berbuka yang disebabkan
karena kelupaan. Adapun jika ia berbuka karena disengaja, maka ia tidak wajib
menahan, karena dengan menyengaja ia harus membayar qadha.”
Para ulama menyoroti sanad pendapat Imam Malik dalam masalah kewajiban
21 mengqadha puasa sunnah yang sengaja dibatalkan dan masalah kewajiban
menahan jika batalnya tidak disengaja, kemudian tidak adanya kewajiban
mengqadha. Para ulama mendapati sanadnya lemah. Akan tetapi bukan di sini
tempat pemaparannya. Yang terpenting adalah bahwa dalil jumhur kuat dalam hal
Artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”
(Al-Quran 2:187)
Tidak ada larangan untuk mengambil pendapat ulama yang mengatakan bahwa
infus dan asap yang dicium dari infus penderita asma membatalkan puasa. Jika
orang yang sakit tidak bisa terlepas dari dua hal tadi ketika berpuasa, maka boleh
baginya berbuka dan ia harus mengqadha setelah sembuh dari penyakit. Jika
sakitnya menahun, maka boleh baginya berbuka dan sebagai gantinya, ia memberi
makan miskin setiap harinya.
Suntik
Apakah berobat dengan suntik membatalkan puasa?
Ulama berkata: “Suntikan enema(usus) membatalkan puasa karena ia masuk
hingga rongga lewat jalan masuk yang terbuka. Imam Malik mensyaratkan
masuknya hingga lambung atau usus. Jika tidak sampai maka puasa tidak batal.”
Adapun suntikan urat, yang disuntikan di bawah kulit, dalam hal ini Syekh
Muhamad Bakhit Al-Muthi’i berfatwa, pada Mei 1919, bahwa itu tidak membatalkan
puasa. Atas dasar bahwa ia tidak sampai ke rongga melalui jalan yang biasa.
Kalaupun sampai, maka hanya sebatas pori-pori kulit. Dan pori-pori kulit bukanlah
rongga dan tidak termasuk bagian dari rongga. (Al-Fatawa Islamiyah Vol. 1 Hal 89)
Syekh Thaha Habib, anggota Mahkamah tinggi syar’iyah, mengatakan dalam
fatwanya yang dimuat di majalah Al-Azhar Vol. 3 Hal. 503, yang redaksinya: “Tidak
diragukan bahwa suntikan yang disuntikan di bawah kulit, urat, pembuluh darah,
atau saluran saraf tulang belakang, sampai ke rongga. Karena ketika pemberian
22 suntikan, zat yang disuntikkan masuk ke pembuluh darah. Zat yang disuntikkan ini
kemudian disebarkan ke seluruh bagian tubuh, sesuai dengan kebutuhan. Atas
dasar ini, jelaslah bahwa suntikkan yang diberikan kepada orang-orang yang
berpuasa pada siang Ramadan membatalkan puasa mereka. Jika diperhatikan,
Transfer darah
Apakah transfer darah membatalkan puasa?
Dalam soal ini ada dua pihak yang perlu diketahui. Pihak yang memberi darah dan
pihak yang diberi darah. Orang yang memberi darah bisa dikiaskan dengan Al-Fasd,
yaitu pengambilan darah lewat selain kepala, dan bisa juga dikiaskan dengan
hijamah (bekam), yaitu pengambilan darah lewat kepala. Dan jumhur berpendapat
bahwa puasa tidak batal dengan dua hal tersebut. Karena hadits “orang yang
dibekam dan membekam puasanya batal”, yang merupakan landasan orang yang
mengatakan bahwa bekam membatalkan puasa, tidak lepas dari kritik. Jika tidak
dari sisi sanad, maka dari sisi dilalah. (Nailul Awthar Imam Syaukani Vol 4 Hal 212-
23 216)
Adapun orang yang diberi transfer darah, maka proses pemindahan darah ini bisa
diberikan hukum seperti suntikan, dan telah dipaparkan sebelumnya. Jika transfer
darah ini untuk pengobatan bukan konsumsi tubuh dan dimasukkan lewat urat,
maka yang menjadi pilihan adalah hukum yang tidak mengakategorikan transfer
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
darah seperti ini sebagai salah satu pembatal puasa. Sekalipun demikian, saya
(penulis) mengatakan, jika si sakit, yang ditransfer darah butuh kepada sesuatu
yang menambahkan kekuatan baginya, maka boleh baginya untuk berbuka dan
mengkonsumsi makanan. Setelah sembuh barulah ia mengqadha puasa yang
ditinggalkannya.
Niat puasa
Aku lupa berniat ketika malam, setelah subuh barulah aku ingat bahwa
aku belum berniat, apakah puasa aku sah?
Niat puasa adalah keharusan. Tidak sah puasa tanpanya. Sebagian besar Imam
mensyaratkan satu niat setiap harinya. Sebagian lagi berpendapat bahwa cukup
satu niat di awal Ramadan untuk satu bulan penuh, dan waktunya dari terbenam
matahari hingga terbit fajar. Jika seseorang berniat pada jam tertentu dari malam,
maka niat itu sudah cukup. Tidak apa-apa setelah itu jika ia makan atau minum
selama fajar belum tiba. Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah
dan Tarmidzi, bahwa Nabi Saw bersabda: “Siapa yang tidak meniatkan puasa
hingga fajar, maka tidak ada puasa baginya.”
Tidak disyaratkan melafazkan niat. Karena tempat niat adalah hati. Seandainya
seseorang sudah menanamkan keinginan kuat dalam hatinya untuk berpuasa maka
itu sudah cukup. Bahkan jika ia bersahur dengan niat puasa atau minum dengan
tujuan agar tidak kehausan di siang hari, maka niat itu sudah cukup. Jika niat
tersebut tidak tertanam di hati di malam hari, maka puasanya tidak sah dan ia
harus mengqadha. Ini terkhusus puasa Ramadan. Adapun puasa sunnah (tatawwu’)
maka niatnya masih hingga menjelang zawal(waktu dhuha).
Puasa Rajab
Banyak orang yang begitu semangat melaksanakan puasa di awal bulan
Rajab, atau hari tertentu dari bulan Rajab. Sebagian orang ada juga yang
berpuasa Rajab, Sya’ban dan Ramadan. Tiga bulan berturut-turut. Apakah
puasa ini disyariatkan?
Rajab adalah salah satu bulan hurum(bulan yang dimuliakan). Puasa di bulan ini
dianjurkan. Sebagaiman diceritakan dalam hadits Al-Bahili, yang diriwayakan oleh
Abu Dawuh, bahwa Nabi Saw. berkata kepadanya: “Puasalah pada bulan hurum
dan tinggalkanlah.” Diriwayatkan juga dalam shahihain bahwa Nabi Saw
menganjurkan puasa tiga hari pada tiap-tiap bulan. Bahkan Nabi Saw.
menganjurkan puasa secara mutlak (tidak tergantung dengan hari atau even
terntentu). Maka, puasa di bulan Rajab dianjurkan, dengan dalil, makna umum
yang dikandung hadits-hadits di atas. Akan tetapi, tidak ada nash shahih yang
secara ekplisit menyatakan keutamaan puasa di awal bulan Rajab atau hari
tertentu. Adapun hadits Anas, “Sesungguhnya di dalam syurga itu ada satu sungai
yang bernama Rajab. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Siapa
yang berpuasa satu hari di bulan Rajab, maka Allah akan memberinya minum dari
sungai itu” adalah hadits dhai’f. Dan hadits Ibnu Abbas, “Siapa yang berpuasa di
bulan Rajab satu hari penuh, maka itu seperti puasa satu bulan. Siapa yang
berpuasa tujuh hari dari Rajab, maka Allah akan menutup tujuh pintu neraka
baginya. Siapa yang berpuasa selama delapan hari dari bulan Rajab, maka Allah
akan membukakan delapan pintu surga baginya. Dan siapa yang berpuasa selama
sepuluh hari dari bulan Rajab, maka Allah akan menggantikan keburukannya
dengan kebaikan” juga merupakan hadits dha’if. Sebagaimana disebutkan oleh
Imam Suyuti dalam Al-Hawi Lil Fatawa. Puasa rajab sebulan penuh, ditambah
dengan sya’ban, agar sempurna tiga bulan jika digabungkan dengan ramadan,
tidak ada dalil yang melarangnya. Walaupun sebagia ulama mengatakan bahwa
puasa sejenis itu tidak ada di masa Salaf dan termasuk salah satu perbuatan
bid’ah, maka yang lebih utama adalah puasa semampunya dan tidak
menjadikannya nadzar agar tidak terjerumus kepada melakukan perbuatan yang
dilarang.
Puasa anak-anak
Saya mempunyai seorang anak yang umurnya berkisar sepuluh tahun dan
kesehatannya lemah. Akan tetapi ia tetap bersikeras untuk berpuasa.
Karena rasa kekhawatran saya, maka saya berupaya untuk mencegahnya
berpuasa. Apakah saya berdosa karena hal tersebut?
Puasa, sebagaimana seluruh kewajiban, tidak dibebankan kecuali atas seorang
muslim yang telah mencapai bulugh (dewasa). Sandaran dalam hal ini adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan Hakim, dan
dikateogorikan olehnya sebagai hadits shahih. Bunyi hadits itu adalah, “Diangkat
26 qalam (pembebanan) dari anak-anak hingga ia baligh, dari orang yang tertidur
hingga ia terbangun dan dari orang gila hingga ia sembuh.”
Sebagian ulama mewajibkan puasa pada anak-anak jika umurnya sudah mencapai
sepuluh tahun. Dengan dalil, “Jika seorang anak telah mampu berpuasa selama tiga
hari maka wajib baginya puasa Ramadan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Juraih dalam
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
kitab Al-Mughni Ibnu Qudamah Vol 3 Hal 161). Dan juga dengan kias kepada
shalat. Nabi Saw. memerintahkan untuk memukul anak yang umurnya sudah
sepeulu tahun, jika ia meninggalkan shalat. Akan tetapi pendapat yang benar
adalah pendapat pertama. Yaitu tidak diwajibkannya puasa kecuali atas setelah
baligh.
Jika anak masih di bawah sepuluh tahun, maka tidak ada perbedaan pendapat
dalam hal tidak ada kewajiban baginya, baik itu puasa, shalat atau kewajiban
lainnya, kecuali dalam hal kewajiban zakat dan akan kami jelaskan pada tempatnya
nanti. Akan tetapi tetap bahwa itu dianjurkan bagi anak-anak untuk membiasakan
mereka. Karena Nabi Saw. memerintahkan kita untuk mengajak anak kita shalat
bila umurnya telah tujuh tahun, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan
sanad yang baik.
Para sahabat juga melatih anak-anaknya berpuasa. Diriwayatkan oleh Bukhori dan
Muslim dari Rabi' bin Ma'udz bin Afra' bahwa mereka (Sahabat) berpuasa di bulan
‘Asyura dan mengajak anak-anak mereka berpuasa. Mereka pergi ke masjid dan
memberikan mainan yang terbuat dari bulu(kapas) untuk anak-anak mereka. Jika
anak mereka menangis karena ingin makanan, maka mereka memberinya, hingga
tiba waktu berbuka.
Ini bagi anak-anak yang mampu berpuasa. Adapun anak-anak yang sakit atau
kesehatannya lemah dan dengan berpuasa kesehatannya semakin melemah, maka
hendaklah bapak atau ibu tidak menyuruh mereka berpuasa. Dan tidak boleh juga
mereka menahan anaknya untuk berpuasa. Mereka harus membiarkan anaknya
bebas memilih sesuai keinganan mereka masing-masing. Jika mereka mampu,
maka mereka akan meneruskan puasa mereka. Adapun jika mereka tidak mampu,
maka dengan sendirinya mereka akan berhenti berpuasa. Dan hendaklah bapak
dan ibu memberikan pujian atas kegigihan anak-anak mereka dalam berpuasa. Dan
hendaklah juga mereka menjelaskan pada anak-anak mereka hukum-hukum puasa
dengan lembut dan cerdas. Dengan ini, keinganan berpuasa akan lahir dari diri
mereka sendiri yang didasari dengan pemahaman. Inilah metode pendidikan Islam.
Artinya: “Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Al-
Quran 2:185)
Oleh karena itu Nabi Saw memperingatkan sikap meremehkan terhadap kewajiban
ini. Nabi Saw bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh At-Tarmidzi, Abu Dawud,
Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, “Siapa yang
meninggalkan berpuasa satu hari di bulan Ramadan, bukan karena udzur atau
sakit, maka puasa satu tahunpun tidak bisa menggantikannya, jika memang ia
berpuasa selama itu.” Bahkan ancaman juga ditujukan bagi orang yang berbuka
29 sebelum tiba waktunya. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Habban telah meriwayatkan
dalam Shahihnya bahwa Nabi Saw melihat dalam mimpi(mimpi para Nabi adalah
kebenaran)satu kaum yang digantung dengan tumitnya yang terbelah, dari
rahang(sudut mulut) mereka mengalir darah. Mereka adalah orang yang berbuka
sebelum waktu berbuka.
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
Dan orang yang membantu orang lain berbuka, tanpa udzur, ikut juga menanggung
dosa. Apa yang menyebabkan kepada sesuatu yang haram, maka hal tersebut
hukumnya adalah haram. Juga, memberikan makanan atau minuman kepada orang
yang berbuka tanpa udzur, tanpa paksaan, adalah bukti ridhonya atas perbuatan
orang tersebut. Sementara, ridho kepada maksiat adalah maksiat, sebagaimana
ditetapkan oleh ulama. Serupa dengan hal ini adalah hadits yang melaknat
peminum khamar, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, yang
membuatnya, yang membawanya dan orang yang dibawakan kepadanya khamar.
Sering kali orang yang membeli makanan atau minuman dari toko yang menjual
makanan atau minuman(bukan warung makan), mengkonsumsi makanannya di
tempat lain atau untuk persiapan berbuka jika waktunya telah tiba. Jika seperti ini
halnya maka tidak ada larangan untuk membukanya, selama ia tidak menyaksikan
langsung orang yang membeli makanan darinya, mengkonsumsi makanannya di
hadapannya, di siang Ramadan. Sementara realitas menuntut untuk memberikan
kemudahan kepada orang dalam mendapatkan kebutuhan mereka. Dan dosa
menjadi tanggungan mereka.
Adapun bagi yang mempunyai warung makan, jika orang-orang berbelanja di siang
Ramadan dan bisa dipastikan bahwa mereka berbuka tanpa udzur, maka itu adalah
kontribusi darinya atas perbuatan haram tersebut. Jika sulit untuk mengetahui
orang yang berudzur dan tidak, seperti di sebuah masyarakan yang besar, maka
yang terbaik adalah tidak membuka warung makan di siang hari. Karena membuka
warung makan di malam hari bisa dilaksanakan dengan leluasa tanpa gangguan.
Yang demikian ini, karena adanya kemudahan untuk memperoleh makanan atau
minuman akan menimbulkan godaan bagi orang yang berpuasa dan tentunya ini
akan sedikit menganggu perasaan masyarakat yang mempunyai kewajiban untuk
menghargai keagungan bulan yang mulia ini. Orang-orang yang bertakwa sebelum
Ramadan harus sudah menyiapkan apa-apa yang dibutuhkan selama Ramadan,
sehingga ia tidak perlu terlalu bersusah payah untuk memenuhi kebutuhannya
sehari-hari. Agar bisa fokus beribadah. Dan tentunya malam adalah waktu yang
terbuka luas untuk mencari rizki.
Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah pengawasan hati nurani dan kesadaran para
“penanggung jawab” dan masyarakat untuk mencegah terjadinya kemungkaran
serta memberikan fasilitas dan kemudahan bagi masyarakat dalam beribadah dan
berbuat kebaikan, terkhusus di bulan yang agung ini.
Shalat tarawih dikenal juga dengan shalat qiyam. Dinamakan shalat tarawih karena
orang yang shalat tarawih beristirahat dengan duduk setiap kali selesai empat
rakaat.
Hukum shalat tarawih: Shalat tarawih sunnah mukkadah bagi laki-laki dan wanita
dan disunnahkan melaksanakannya bersama jamaah.
Landasan(hukum) shalat tarawih: Shalat tarawih adalah masyru’, dengan dalil Nabi
Saw melaksanakannya. Diriwayatkan bahwa Nabi Saw keluar rumah pada malam
hari di bulan Ramadan, selama tiga hari, pada malam ke-23, ke-25 dan ke-27. Ia
shalat di masjid dan orang-orang ikut shalat bersamanya. Nabi Saw shalat bersama
mereka sebanyak delapan rakaat dan menyempurnakan sisahnya di rumah mereka.
Nabi Saw. membacakan(bacaan shalat) dengan keras(jahar), seperti auman lebah.
Dengan shahihnya hadits ini maka tetaplah sudah kesahan(hukum) shalat tarawih.
Juga, shalatnya Umar menguatkan ini, sesuai dengan pesan Rasulullah,
“Berpeganglah kalian dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin setelah aku.
Peganglah ia dengan gigi geraham(kuat).”
Rakaatnya: Dari shalat Rasulullah, sebagian ulama menetapkan bahwa jumlah
rakaat shalat tarawih adalah delapan. Sebagian lagi, berpandangan bahwa
rakaatnya adalah dua puluh. Karena Umar shalat tarawih sebanyak dua puluh
rakaat. Seakan, shalat yang dilaksanakan Umar bersama orang-orang di masjid
adalah shalatnya para Sahabat bersama Rasulullah di masjid dan di rumah
mereka(digabung). Sementara, kelompok ketiga berpendapat bahwa jumlah rakaat
shalat tarawih adalah tiga puluh enam. Dalilnya adalah bahwa Umar bin Abdul Aziz
shalat tarawih bersama orang-orang sebanyak itu dan itu sesuai dengan ijtihadnya.
Ia memperhatikan para penduduk Mekkah melakukan thawaf setiap kali selesai
empat rakaat. Maka Umar bin Abdul Aziz memandang untuk melakukan shalat
sebanyak empat rakaat sebagai ganti thawaf. Maka, jadilah tarawih tiga puluh
enam rakaat.
Ahli fikih bersepakat akan kebolehan mengeraskan(jahar) bacaan pada shalat
tarawih dan mengkhatamkan Al-Quran pada shalat tarawih adalah sunnah. Namun
mereka juga melihat kekhusyukan dan ketenangan adalah hal-hal yang harus dan
penting dalam shalat tarawih, sebagaimana dalam shalat umumnya.
Waktunya: Ahli fikih sepakat bahwa waktu shalat tarawih adalah waktu shalat isya.
Dan sudah maklum bahwa shalat qiyam sudah tercapai dengan dua shalat dua
rakaat. Akan tetapi, mengikuti pendapat salah satu ulama tentunya lebih menjamin
keselamatan.
Apa sebab Nabi Saw. hanya shalat pada tiga malam? Fuqaha memandang bahwa
alasan Nabi Saw tidak mendawamkan shalat tarawih bersama Sahabat adalah
karena Ia takut itu akan diwajibkan(oleh Allah) bagi mereka. Karena Nabi Saw,
ketika ditanya oleh para sahabat, menjawab: “Aku sudah melihat apa yang kalian
lakukan. Tidak ada yang menghalangiku untuk keluar dari rumah kecuali karena
aku takut akan diwajibkan kepada kalian.”
32
Lailatul Qadar adalah malam yang mulia dan agung. Malam berlimpahnya kebaikan
dan anugerah. Allah Swt. menjadikannnya lebih baik dari seribu bulan. Dan Allah
Swt. menjadikannya malam yang diberkahi dan penuh kebaikan karena Al-Quran
diturunkan pada malam itu.
Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam
kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu
lebih baik dari seribu bulan Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat
Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar” (Al-Quran 97:1-5)
Dan firman Allah Swt,
Artinya: “Haa miim. Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan. sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah
yang memberi peringatan” (Al-Quran 44:1-3)
Bahwa Al-Quran berbicara tentang malam Qadar, adalah bukti paling besar akan
tingginya nilai dan agungnya kebaikan di malam ini. Allah telah memberkahi malam
Qadar. Di malam ini para Malaikat dan Ruh Amin (Jibril) turun, seraya berkata:
“Apakah ada pendoa, sehingga doanya diistijabah. Apakah ada yang memohon
ampun, sehingga diberikan ampunan baginya.” Inilah kedamaian yang kekal,
hingga terbitnya fajar.
Allah mensunahkan untuk menghidupkan malam Qadar, dengan tujuan untuk
mengingat nikmat-nikmat yang dicurahkannya kepada hamba-Nya. Terkhusus
nikmat diturunkannya Al-Quran yang ada di dalamnya. Sabda Nabi Saw, “Siapa
yang menghidupkan malam Qadar karena iman dan keikhlasan maka diampuni
baginya dosanya yang telah lalu.”
Zakat fitrah
Zakat fitrah wajib hukumnya bagi setiap muslim, merdeka atau budak, mampu
atau tidak mampu. Karena zakat fitrah berhubungan dengan individu. Ia sebagai
penyuci bagi yang membayar dan untuk menutup kekurangan yang mungkin saja
ada pada puasa yang dilaksanakannya.
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Quran 9:60)
Hendaknya umat Islam tidak meremehkan kewajiban ini. Karena Nabi Saw
bersabda, “Puasa Ramadan tergantung antara langit dan bumi. Tidak ada yang
mengangkatnya kecuali dengan zakat fitrah.”
Shalat Ied
Orang Arab dahulu mempunyai dua hari raya. Mereka mengisi hari itu dengan
bermain, bersenang-senang dan meminum khamar. Kedua hari itu adalah hari
Niruz dan hari Mahrojan. Ketika Islam datang, Islam mengaganti dua hari itu
dengan yang lebih baik. Ini terjadi pada tahun kedua hijrah. Anas bin Malik,
semoga Allah meredhoinya, meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw ketika tiba di
Madinah, mendapati penduduk Madinah mempunyai dua hari raya pada masa
jahiliyah. Mereka bermain-main pada hari itu. Lalu Nabi Saw berkata kepada
mereka: “Sesungguhnya Allah Swt. telah memberi ganti bagi kalian hari yang lebih
dari kalian. Hari Idul Fitri dan Hari kurban.
Hari raya dalam Islam berkaitan erat dengan ibadah. Idul fitri datang setelah puasa
berakhir, langsung. Karena umat Islam, setelah menikmati nuansa khusus
Ramadan, merayakan kemenangan mereka dengan bergembira dan saling memberi
ucapan. Sedangkan setelah ibadah haji, yang datang hari raya idul adha.
Ada pesan sosial yang ditanamkan dari hari raya. Yaitu sikap peduli sesama,
35
kunjung-mengunjungi, menyambung silaturrahim dan membuang rasa permusuhan
dan persengketaan.
Alangkah indah hari raya. Ketika semua umat Islam berkumpul, pada saat matahari
akan terbit, untuk melaksanakan shalat di masjid mereka dan mendengarkan
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
khutbah. Shalat dilaksanakan sebelum khutbah. Yaitu dua rakaat yang
dilaksanakan bersama jamaah. Dalam dua rakaat itu, seorang mushalli(orang yang
mengerjakan shalat) melakukan takbiratul ihram sebanyak dua belas kali. Tujuh
pada rakaat pertama, setelah takbiratul ihram. Dan lima pada rakaat kedua,
setelah bangun dari sujud. Disunnahkan bagi mushalli untuk membaca antara dua
takbir,
وﻻ اﻟﮫ اﻻ ﷲ وﷲ اﻛﺒﺮ وﻻ ﺣﻮل وﻻ ﻗﻮة اﻻ ﺑﺎ ﺳﺒﺤﺎن ﷲ و اﻟﺤﻤﺪ
Setelah shalat selesai, khatib naik ke tempat yang tinggi untuk menyampaikan
khutbah. Khutbah disampaikan dua kali. Antara keduanya dipisah dengan duduk
sejenak, seperti halnya pada shalat jumat. Khatib harus mengumandangkan takbir
pada permulaan khutbah pertama sebanyak sembilan kali takbir dan di permulaan
khutbah yang kedua sebanyak tujuh kali. Khatib menjelaskan tentang hari raya,
hikmahnya dan amalan apa yang paling afdhal dikerjakan pada hari itu.
Hari raya adalah hari raya pemberian hadiah bagi orang yang berpuasa. Hari raya
adalah hari kebaikan bagi semua muslim.
Dengan bulan Ramadan Allah ingin membersihkan umat ini dari segala kotoran
hawa nafsu yang melekat padanya pada sepanjang tahun yang dilaluinya. Bulan ini,
dengan kewajiban puasanya, adalah bulan latihan menahan hawa nafsu,
melepaskan kekangannya, menciptakan keinginan-keinginan yang menuntun
akhlak orang yang berpuasa yang memberikannnya kemampuan untuk
mengalahkan panggilan-panggilan nafsu dari dalam dirinya dan dan mengatur
kebiasaan-kebiasaannya yang jauh dari manhaj Allah, sepanjang tahun yang telah
berlalu.
Peperangan orang berpuasa dalam menghadapi syahwat perut dan
kemaluannya telah ditetapkan oleh Allah dengan kemenangan.
Allah Swt. telah menjanjikan orang-orang yang berpuasa agar menjadi orang yang
bertakwa. Allah bersama orang-orang bertakwa dengan pertolongan, kemenangan
dan taufik-Nya. Rasulullah Saw telah menyampaikan bahwa puasa adalah perisai.
Yaitu bahwa puasa menjadi penghalang dari syahwat-syahwat. Puasa ibarat
tameng yang dipakai oleh seorang prajurit perang yang melindunginya dari senjata
musuh. Orang yang berpuasa, setiap kali ia ingat bahwa ia sedang berpuasa, setiap
kali itu pula perlindungan dari semakin teguh, kuat dan sempurna. Oleh karena
itulah Rasulullah Saw mengajarkan, ketika dalam keadaan ingin marah atau dicaci,
untuk mengatakan, “Aku sedang berpuasa”, agar ia ingat akan puasanya yang
merupakan rahasia antaranya dan Allah Swt, yang telah ia laksanakan karena
ketaatan kepada Allah Swt, tanpa memandang apakah orang mengetahuiny atau
tidak.
Kemenangan manusia atas syahwat dan nafsu dirinya dengan puasa adalah asas
36 dibangunnnya semua ketaatan dan kebaikan. Ketika nurani seorang yang berpuasa
dididik dan diarahkan untuk melaksanakan ibadah dengan baik, maka akhlaknya
akan ikut menjadi baik, di kehidupan sehari-hari, dalam interaksi dan hubungannya
dengan manusia. Dan terwujud baginya akhlak takwa dan padanya segala
kebaikan. Dan tidak akan sampai kepada tingkatan ini kecuali orang yang
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
akidahnya benar, terlepas dari sifat kikir, bakhil, cinta dunia, kebodohan dan rasa
takut, serta sabar dalam mengahadapi segala cobaan dan kesulitan. Inilah sifat
orang-orang bertakwa. Dalam hal ini, bacalah firman Allah Swt,
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-
orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al-
Quran 2:177)
Ada hubungan yang kuat antara ayat ini dengan puasa. Setelah Allah Swt.
menyebutkan sifat-sifat orang bertakwa yang sebenarnya, datang ayat tentang
puasa, yang menyatakan bahwa Allah Swt. mewajibkan ibadah ini(puasa) sebagai
jalan untuk mencapai takwa. Maka, orang yang berpuasa termasuk orang
bertakwa, yung disebutkan oleh Allah Swt. ciri-cirinya pada ayat sebelumnya dan
diberi kesaksian bahwa merekalah orang yang benar-benar bertakwa.
Peperangan kedua yang dilalui oleh orang yang berpuasa dengan
kemenangan adalah perang melawan setan dan bisikan-bisikannya.
Yaitu setan-setan yang diberi tenggang waktu oleh Allah hingga hari kiamat. Setan
yang bersumpah dengan keagungan Allah akan menggoda manusia kecuali hamba-
hamba yang ikhlas. Yaitu setan yang memusuhi manusia dan oleh Allah Swt. kita
diperitahkan untuk menjadikannya musuh. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia
musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak
golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Al-
Quran 35:6)
Dan Ia juga berfirman:
Artinya: “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan
37 menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu
ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (Al-Quran 2:268) Setan-setan ini adalah musuh orang beriman dan
musuh para Nabi. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar
mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (Al-Quran 6:121)
Setan dari golongan jin ini diikat oleh Allah dengan rantai pada bulan Ramadan.
Sehingga ia tidak kuat untuk menggoda dan menimbulkan kerusakan, seperti yang
dilakukannya sebelum Ramadan. Hadits Rasulullah Saw, “Jika Ramadan datang,
pintu-pintu syurga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu”
(Riwayat Bukhori dan Muslim) Allah Swt, dengan anugerah dan rahmat-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang berpuasa, menghiasi bagi mereka syurga dan
membukakan pintu-pintunya dan menjauhkan neraka dari mereka dan menutup
pintu-pintunya. Allah Swt. juga membantu orang-orang berpuasa dalam
menghadapi godaan setan. Ia belenggu setan-setan itu dan membuat mereka
lemah tak berdaya hingga tak mempu untuk menggoda, yang mampu mereka
lakukan sebelum Ramadan. Dengan itu Allah membantu orang yang berpuasa
memperoleh kemenangan dalam menghadapi setan-setan dari golongan jin,
sebagaimana mereka memperoleh kemenangan atas hawa nafsunya. Adapun setan
dari golongan manusia, yang membuat indah kemaksiatan, keluar dari ketaatan
kepada Allah dan membuat kerusakan di bumi, tidak dibelenggu dan dibiarkan
tanpa pelindung dan tuan. Sementara orang yang berpuasa, penolong mereka
adalah Allah Swt. Ia menebarkan rahmat-Nya bagi mereka. Maka, kemenangan
dalam peperangan melawan orang-orang fasik masuk dalam jaminan Allah Swt.
Sebagaimana mereka memperoleh kemenangan dalam melawan godaan setan-
setan.
Perang Badar besar adalah perang yang terjadi tanpa maksud dan persiapan untuk
berperang dari pihak kaum muslim. Mereka keluar untuk menguasai kafilah yang
baru datang dari Syam dibawah komando Abu Sufyan. Mereka berkeinginan
mengambil sebagian barang-barang kafilah ini sebagai ganti harta-harta dan
rumah-rumah Muhajirin yang dikuasai oleh penduduk Mekkah. Penduduk Mekkah
telah mengusir dan mengambil harta mereka hanya karena mereka berkata,
“Tuhan kami adalah Allah”. Jika datang kesempatan untuk mengambil kembali
harta-harta yang telah dirampas, maka adalah satu bentuk kelemahan jika disia-
siakan. Karena itulah, keluarnya mereka dari Madinah didorong oleh keinginan
untuk memperoleh barang-barang dagangan yang dibawa oleh kafilah. Akan tetapi
Allah Swt. berkehendak menjadikan ini peperangan yang harus dihadapi kaum
muslimin, tanpa persiapan dan tanpa tau apakah mereka akan tetap hidup. Ayat-
ayat Al-Quran menggambarkan keadaan kaum muslimin, apa yang diinginkannya
dan ketetapan Allah yang berkehendak. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari
dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan
bahwa yang tidak mempunyai kekekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah
menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan
memusnahkan orang-orang kafir, agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan
membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu
tidak menyukainya.” (Al-Quran 8:7-8)
Itulah yang diinginkan oleh Allah. Kafilahpun selamat dari dari penguasaan setelah
merubah arah jalannya. Agar terwujud janji Allah untuk memusnahkan kaum kafir.
Kaum Qurays merasa bangga. Mereka menyanjung-nyanjung pemimpin mereka
dan mengacung-acungkan pedang. Kesombongan telah menguasai mereka. Mereka
berkata: “Bagaimana mungkin kelompok kecil ini (kaum muslim) menganggu
barang dagangan kita sedang kita adalah pemimpin-pemimpin Arab dan penjaga
baitullah. Sudah seharusnya dagangan kita dan kafilah kita berjalan dengan aman.
Tidak diganggu oleh siapapun. Dan orang-orang berada di sekeliling kita.
Seandainya kita mendiamkan kelompok ini, maka kegagahan kita akan hilang dan
kemuliaan kita akan digoncangkan. Mereka bersegera untuk bersiap pulang karena
tau kafilah mereka telah selamat. Dan memang tidak ada hal yang mengharuskan
mereka untuk berperang. Akan tetapi Abu Jahal, pemimpin pasukan yang
membawahi seribu prajurit, berkata dengan arogan dan sombong, demi Allah, kita
tidak akan pulang sampai kita tiba di Badar. Kita akan bermukim di sana selama
tiga hari, menyembelih kambing, makan makanan yang banyak, meminum khamar
39 dan mendengarkan musik. Arab akan mendengar apa yang kita kerjakan ini serta
berkumpulnya kita di tempat ini. Maka mereka akan tetap menakuti kita.”
Keberangkatan mereka, sebagaimana digambarkan oleh Al-Quran, “dengan rasa
angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari
jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (Al-Quran 8:47)
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
Terjadi perkembangan yang cepat dan tiba-tiba. Kaum muslimin sadar bahwa
mereka berada di hadapan pasukan yang besar dengan persiapan yang lengkap.
Jumlah kaum muslimin tidak mencapai sepertiga dari jumlah tentara musuh.
Mereka memang tidak bersiap untuk berperang. Mereka meninggalkan saudara-
saudara mereka, yang seandainya mereka mengetahui ada peperangan, mereka
akan ikut berangkat. Rasa takut menghinggapi sebagian kaum muslimin. Allah Swt.
berfirman:
Artinya: “Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah
40 yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk
memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang
baik.” (Al-Quran 8:17)
Kalau perang Badar terjadi karena perkembangan keadaan yang tiba-tiba dan
tanpa persiapan dari kaum muslimin, maka pembukaan Mekkah tercapai dengan
persiapan yang direncanakan oleh Rasulullah dan sudah menjadi keinginan yang
kuat. Karena pelanggaran atas perjanjian hudaibiah yang dilakukan oleh kaum kafir
serta tindakan mereka melakukan serangan kepada kabilah Khuzaah, yang berada
dalam koalisi dan tanggungan Nabi Muhamad. Amru bin Salin datang dan
menyatakan dukungannya kepada Rasulullah. Ia melantunkan bait-bait syair, yang
sebagiannya adalah berikut:
“
Duhai Allah, Aku menyeru Muhamad
Sekutu kami dan sekutu keturunan bapaknya
Sampai pada, Sesungguhnya Qurays telah melanggar janjimu
Dan membatalkan kesepakatan teguh denganmu
Mereka telah membuatku tidak bisa menahan
Mereka mengira Aku tidak akan mengajak siapapun
Sedang mereka lebih hina dan lebih sedikit
Mereka telah mengurung kita dalam shalat malam
Dan memerangi kita ketika kita rukuk dan sujud
Rasulullah Saw menjawab: “Engkau akan menang wahai Amri bin salim”
Rasulullah Saw mengadakan persiapan serta menyuruh kaum muslimin untuk
mempersiapkan diri dan memberitahukan bahwa mereka akan berjalan menuju
Mekkah. Rasulullah Saw berkata: “Ya Allah berikanlah kepada kami khabar tentang
Qurays hingga kami bisa mengalahkan mereka di negerinya sendiri.” Rasulullah
memang tidak perlu menyampaikan kepada Qurays bahwa perjanjian antara
mereka telah berakhir. Mereka sendirilah yang telah melanggar perjanjian itu, lalu
mencoba untuk memberlakukannya kembali, dengan mengutus Abu Sufyan ke
41 Madinah. Akan tetapi permintaannya tidak mendapat tanggapan dari siapapun.
Pada tanggal sepuluh Ramadan tahun kedelapan hijriah, Rasulullah Saw berangkat
meninggalkan Madinah menuju Mekkah bersama sepuluh ribu Sahabat. Rasulullah
dan Sahabat melakukan perjalanan dalam keadaan berpuasa. Ketika sampai di
Pada tahun 21 Hijriah Mesir berhasil ditundukkan. Amru bin Ash yang menjadi
walinya(semacam Gubernur). Dari mesir, gubernur Amru bin Ash melakukan
pengiriman-pengiriman pasukan kebarat untuk memperluas pembukaan. Dan itu
terwujud dengan dibukanya Barqah dan Tarablis. Pada masa Khalifah Ustman bin
Affan pembukaan-pembukaan Islamiah semakin meluas di Afrika(Tunis), yang
beribukota Qartajinah. Kaum muslimin memperoleh kemenangan yang
mengagumkan atas raja Garger.
Begitupun masa Uqbah bin Nafi(50-55 H), adalah masa-masa yang mengokohkan
perluasan afrika hingga negeri-negeri di belakangnya. Setelah itu, misi yang agung
ini dipegang oleh Jenderal Abul Muhajir Dinar.
Pada tahun enam puluh enam hijriah, pemerintahan dan tugas perluasan Islam
diserahkan kepada Zahri bin Qais Al-Balwi. Ia juga berhasil mewujudkan
kemenangan-kemenangan penting bagi kaum muslim.
Pada tahun tujuh puluh empat, masa-masa terpenting dalam perluasan Islam di
Afrika dimulai. Pada tahun ini tonggak kepemimipinan misi jihad dipercayakan
kepada Hisan bin Nu’man Al-Ghassani. Sejarah mencatat untuk nama mujahid ini
dengan kemenangannya menaklukkan pemimpin Barbar, yang dikenal dengan Al-
Kahinah(Pendeta). Dengan kemenangan ini terbebaslah aral yang menghalangi
perluasan dakwah Islam yang sempat tersendat dalam waktu yang tidak singkat.
Bisa dikatakan bahwa periode kepemimpinan Hisan bin Nu’man Al-Ghassani adalah
periode yang telah membuktikan eksistensi Islam dalam sudut ini(politik dan
42 agama). Periode ini menjadi pembuka bagi jalan untuk menuju kepada
transformasi masa Islam yang lebih baik dan istimewa. Inilah yang tercapai pada
kepemimpinan Musa bin Nasir, yang dipercayakan memimpin Afrika pada tahun
delapan puluh lima hijriah.
Khutbah Tariq
Tariq, demi melaksanakan tugas kepemimpianannya melawan musuh, yang secara
kekuatan berada jauh di atas mereka, maka ia harus membangkitkan jiwa juang
pasukannya untuk bertempur habis-habisan. Demi kemenangan akidah yang telah
menggerakkan mereka dan para mujahidin sebelum mereka. Oleh karena itu ia
harus menyampaikan khutbah sebelum masuk ke dalam peperangan. Tariq
berkata: “Wahai manusia, kemana lagi tempat berlari? Laut ada di belakang dan
musuh di hadapan. Tidak ada pilihan lain bagi kalian, demi Allah, kecuali yakin dan
sabar. Ketahuilah bahwa di pulau ini, kalian lebih terlantar dari yatim yang dicaci.
Musuh sudah menyambut kalian dengan pasukan dan senjatanya. Pasukan mereka
lengkap. Sementara, tidak ada bekal yang kalian miliki kecuali pedang-pedang
kalian. Dan tidak ada senjata yang kalian miliki kecuali yang berhasil kalian ambil
dari musuh. Jika hari-hari berlalu dalam keadaan seperti ini dan kalian tidak
melaksanakan apa yang semestinya kalian lakukan, maka kalian akan musnah.
Mereka akan menjadi berani, setelah hati-hati mereka diliputi rasa gentar kepada
kalian. Buanglah kehinaan dari jiwa kalian dengan menghancurkan tirani ini.
Mereka telah membentengi kota mereka dengan benteng yang kuat. Sesungguhnya
kesempatan ini akan terwujud jika kalian merelakan mati untuk jiwa-jiwa kalian.
Aku tidak mengingatkan kalian dari sesuatu yang aku hindari. Dan aku tidak
membawa kalian kepada langkah yang menjadikan nyawa sesuatu yang paling
murah harganya, kecuali aku akan memulainya lebih dahulu.
Ketahuilah aku orang pertama yang akan menjawab seruan ini. Ketika dua pasukan
43 bertemu, aku akan membawa jiwa ini kepada si tirani Ladzrik. Maka perangilah dia.
Dan ikutlah bersamaku. Jika aku mati setelah berhasil membunuhnya, maka aku
telah menyelesaikan tugasku terhadapnya. Dan kalian tidak butuh lagi pahlawan
cerdas untuk menyandarkan perkara-perkara kalian. Jika aku terbunuh sebelum
tiba di hadapannya, maka gantikan aku dalam kegigihan ini dan bawalah jiwa
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
kalian kepadanya. Cukuplah untuk menaklukkan pulau ini dengan
membunuhnya(Ladzrik). Karena, jika ia sudah tiada, mereka akan menjadi kaum
yang terhina.”
Perang
Khutbah ini berhasil membakar semangat pasukan Islam. Dengan suntikan jiwa
yang membludak ini peperangan dimulai. Perang ini terjadi pada hari Ahad, dua
hari sebelum Ramadan berakhir. Peperangan berlangsung selama delapan hari.
Perang berjalan sengit. Kedua pasukan beradu. Pasukan berkuda melawan pasukan
infantri(pejalan kaki). Adapun Tariq bin Ziyad, selain sebagai pemimpin pasukan,
berpindah dari tempat ke tempat lain untuk membangkitkan semangat dan
memerangi musuh. Di sisi lain, pasukan musuh berperang dengan semua kekuatan
yang dimilikinya.
Pada hari kedelapan peperangan, pasukan musuh mulai bercerai berai. Pasukan
Islam berhasil membunuh pasukan musuh dan menahan sebagiannya. Dan, titik
atau tempat yang dinginkan Ladzrik menjadi kuburan bagi pasukan Islam berbalik
menjadi kuburan bagi mereka sendiri.
Hasil
Perang Syadzunah ini mengingatkan kita akan pembukaan-pembukaan Islam yang
dicapai pada masa Khulafaur Rasyidin. Mengingatkan kita akan perang-perang
lainnya, seperti perang Yarmuk, perang Ajnadin melawan Byzantium atau perang
Qadisiyah dan Nahawan melawan tentara Persia. Pada perang-perang ini, pihak
musuk, secara jumlah, jauh berada di atas pasukan Islam. Meskipun demikian,
pasukan Islam berhasil meraih kemenangan. Berkat ruh jihad yang tinggi, yang
mendorong mereka untuk memperoleh mati di medan peperangan.
Di antara hasil(review) yang paling terlihat dari perang Syudzunah ini adalah
bahwa peperangan ini mencatat perkembangan(perubahan) situasi yang begitu
besar dalam hal keseimbangan kekuatan di dua daerah yang menghadap ke selat.
Dan perubahan ini memberikan keuntungan bagi pasukan Islam.
Perubahan ini juga menjadi penyebab kekacauan pihak musuh. Pasukan musuh
kehilangan titik-titik yang dikuasai mereka dalam waktu yang begitu cepat.
Peperangan ini menjadi pemulus masuknya Islam ke Eropa, sebagai sebuah
ideologi dan Negara. Perubahan yang dibawa Islam ini berlangsung hingga delapan
abad.
Sebagai penutup, sesungguhnya kemenangan pasukan Islam pada perang
Syadzunah menjadi langkah awal transformasi kebudayaan besar(kebudayaan
Islam), yang sisa-sisanya masih bisa dirasakan hingga sekarang.
45 Perang ini adalah perang pembebasan bumi yang telah dikuasai oleh Israel selama
enam tahun. Umat Islam merasakan pahitnya kekalahan yang menimpa mereka
pada tahun 1967 H. Maka, perang adalah keharusan. Setiap orang yang mampu
wajib baginya untuk ikut berperang. Karena, jika musuh mengusai suatu negeri
Islam, perang menjadi fardu ‘ain bagi setiap muslim. Seorang wanita boleh
( PANDUAN PUASA ) | [ Kenal lebih jauh tentang puasa ]
berangkat berperang tanpa harus izin dari suaminya, seorang budak tanpa izin
tuannya dan seorang anak tanpa izin orang tuanya. Hingga musuh meninggalkan
bumi yang dikuasainya. Ini dalam keadaan nafir ‘aam (ketika suatu Negara
memaklumkan perang kepada seluruh rakyat, seperti perang kemerdekaan).
Diantara tanda-tanda kemenangan adalah bahwa perang ini terjadi di bulan
Ramadan. Syiar yang digaungkan adalah kalimat “Allahu Akbar”. Kalimat ini
terpekik oleh pasukan Islam tanpa ada komando dan tanpa adanya perintah
sebelumnya untuk menyerukannya. Sampai-sampai pemberitaan dunia
mengatakan bahwa suara-suara takbir itu menggetarkan medan peperangan dan
mengalahkan suara dentuman-dentuman meriam. Allah menyaksikan pasukan
yang menyerukan Nama-Nya itu. Maka Ia memberikan kemenangan bagi mereka
atas musuhnya yang telah membuat benteng dan pertahanan yang akan menjadi
pelindung mereka dari kekalahan. Para pakar militer dunia mengatakan bahwa
garis perbatasan Berlif yang dibangun oleh Israel di tepian terusan Suez adalah
garis pertahanan yang tidak mungkin ditembus. Akan tetapi semua tertipu.
Kemenangan yang dianugerahkan Allah kepada umat Islam adalah nikmat teragung
yang pernah tercurah. Karena jiwa-jiwa mereka sudah kembali suci setelah
kekalahan yang menimpa. Karena mereka meminta bantuan kepada Allah dalam
menyiapkan kekuatan yang diperintahkan oleh Allah. Kalimat umat sudah menyatu
dan siap berperang melawan musuh untuk meraih salah satu dari dua kebaikan;
menang atau syahid. Bulan yang mulia ini menanamkan ruh tersendiri. Rahmat
Allah semakin tampak di dalamnya. Maka benarlah bahwa Ramadan adalah bulan
Al-Quran, bulan kasih sayang, bulan puasa, bulan qiyam dan bulan kemenangan-
kemenangan. Bulan ini betul-betul sebuah nikmat. Bulan yang Allah sinari dengan
Al-Quran dan diangkat nilainya dengan malam Qadar. Malam yang lebih baik dari
seribu bulan. Adalah suatu keharusan bagi kaum muslimin untuk menyambut
Ramadan dengan berpuasa pada siang harinya, menunaikan shalat qiyam,
memberikan makanan, memperbanyak sedekah, menghilangkan kedengkian dari
jiwa dan sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah atas nikmat-nikmatnya. “Dan
agar kamu mencukupkan bilangannya dan agar kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Selesai. Segala puji bagi Allah Swt. Shalawat serta salam untuk junjungan Nabi
Muhamad Saw. beserta para Sahabat dan pengikutnya hingga hari akhir.
46