You are on page 1of 7

KEBIJAKAN DEPKES

DALAM PENANGGULANGAN HIV/AIDS


DI TEMPAT KERJA

I. PENDAHULUAN

Tenaga kerja merupakan salah satu aset nasional yang berperan


besar dalam menggerakkan roda pembangunan melalui kegiatan
produksi di perusahaan-perusahaan. Dari kurang lebih 210 juta
penduduk pada tahun 2000, 95,7 juta orang merupakan angkatan
kerja. Disisi lain tenaga kerja selalu berhadapan dengan berbagai
potensi bahaya kesehatan maupun kecelakaan ditempat kerjanya. Oleh
karena itu tenaga kerja perlu mendapat perlindungan yang memadai
dalam hal keselamatan dan kesehatannya untuk mempertahankan
produktifitas kerjanya.

Salah satu aspek kesehatan yang pada akhir abad ke-20


merupakan suatu bencana bagi manusia adalah timbulnya penyakit
yang disebabkan oleh suatu virus yaitu HIV (Human Immunodeficiency
Virus) yang dapat menimbulkan AIDS (Aquarired Immunodeficiensy
Syndrome).

Kasus HIV/AIDS di Indonesia di dilaporkan pertama kali pada


tahun 1987 dan sampai akhir tahun 2003 jumlah kasus yang
dilaporkan sebanyak 4.091. Namun jumlah kasus sesungguhnya
diperkirakan telah mencapai 90.000 – 130.000. Jumlah kasus
terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta, disusul Papua, Jawa Timur, Riau
(Batam) dan Bali. Perkembangan kasus HIV /AIDS di Indonesia
memperlihatkan peningkatan yang semakin pesat dengan akselerasi
yang semakin menghawatirkan.

Dari seluruh kasus yang dilaporkan lebih dari 80% berasal dari
kelompok usia produktif (20-49%). Sebagian dari kelompok usia ini
ada di lembaga-lembaga pendidikan, tetapi bagian terbesar ada di
dunia kerja. Meluasnya HIV/AIDS akhirnya bukan hanya akan
meningkatkan angka kesakitan dan kematian tetapi juga akan
mengakibatkan penurunan kegiatan ekonomi dan pembangunan serta
produktifitas negara yang bersangkutan.

Sebagaimana dibelahan dunia lain, “Laki-laki, Mobilitas dan


Uang” merupakan unsur-unsur awal dari epidemi HIV/AIDS nasional
yang berskala besar. Para pebisnis yang bepergian untuk urusan bisnis
atau mereka yang bekerja jauh dari rumah, seperti dibidang
pertambangan, minyak dan gas, industri pengiriman barang dengan
truk dan pengapalan, sering terlibat dalam perilaku beresiko tinggi
yang membahayakan diri mereka sendiri, isteri mereka serta anak
mereka yang belum dilahirkan.
HIV/AIDS menjadi masalah di Tempat Kerja karena mempunyai
dampak:

- Langsung :
§ Peningkatan biaya perawatan medis.
§ Meningkatkan biaya tenaga kerja dengan meningkatnya
kebutuhan untuk merekrut, melatih dan melatih ulang
karyawan.
§ Mengurangi jumlah angkatan kerja dan pendapatan para
buruh/pekerja.

- Tidak Langsung :
§ Menurunkan tingkat produktivitas perusahaan disetiap sektor
industri, termasuk pertanian.
§ Mengurangi jumlah tenaga-tenaga terdidik dan terlatih serta
berpengalaman.
§ Klaim assuransi karyawan meningkat.
§ Produksi menurun akibat PHK.
§ Terjadi penularan antar karyawan melalui perilaku beresiko
tinggi.
§ Memunculkan stigma dan diskriminasi terhadap pengidap HIV
yang mengancam prinsip serta hak dasar ditempat kerja, serta
menghambat upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan.

Sedangkan dampaknya terhadap pekerja adalah :


§ Kehilangan pendapatan dan tunjangan pegawai
§ Stigma dan diskriminasi
§ Tekanan terhadap keluarga.

II. DASAR HUKUM

1. Undang-undang no 23 tahun 1992 pasal 23 tentang kesehatan,


dimana pelayanan kesehatan dilaksanakan disetiap tempat kerja
yang memiliki karyawan 10 orang atau lebih dari 10 orang.
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
KEP.68/MEN/2004 tentang pencegahan dan Penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja pada tanggal 28 April 2004.
3. Komitmen Tri Partit.
Pemerintah Indonesia, Organisasi pengusaha dan pekerja telah
mendeklarasikan Komitmen Tripartit dalam seminar mengenai
HIV/AIDS, ”Aksi Menentang HIV/AIDS di Dunia kerja” pada 25
Februari 2003 di Jakarta.
4. Kaidah ILO.
ILO telah mengadopsi Kaidah tentang HIV/AIDS di Tempat Kerja
yang merupakan hasil konsultasi dengan konstituen ILO pada 21
Juni 2001. Kaidah ini dimaksudkan untuk membantu mengurangi
penyebaran HIV dan dampak terhadap pekerja dan keluarganya.
Kaidah tersebut berisikan prinsip-prinsip dasar bagi pengembangan
kebijakan dan petunjuk praktis ditingkat perusahaan dan komunitas

III. TUJUAN

Umum :
1. Mencegah atau mengurangi penyebaran HIV/AIDS serta
mengurangi penderitaan dan dampak sosial ekonomi akibat
penyakit.
2. Meningkatkan kesadaran akan dampak HIV/AIDS terhadap
persoalan sosial dan ekonomi di dunia kerja.
3. Membantu pemerintah, pengusaha dan pekerja dalam menanggu-
langi HIV/AIDS melalui kerjasama teknis, pelatihan dan pembuatan
pedoman kebijakan untuk pencegahan, penanggu-langan dan
jaminan sosial.
4. Memerangi diskriminasi dan stigma yang berkaitan dengan status
HIV.

Khusus :
1. Mengurangi tingkat penularan HIV/AIDS di tempat kerja
2. Menciptakan suasana/lingkungan kondusif untuk memudahkan
diselenggarakannya upaya pencegahan, pengobatan serta perawa-
tan komprehensif terhadap ODHA di tempat kerja.
3. Meningkatkan kemampuan penanggulangan untuk mencegah,
mengobati, merawat dan memberikan dukungan kepada ODHA di
tempat kerja.

IV. INFO SEPUTAR HIV/AIDS

HIV, yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus


adalah virus penyebab AIDS.

§ HIV terdapat didalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi


seperti didalam darah, air mani atau cairan vagina.
§ Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan terlihat
sehat dalam waktu kira-kira 5 – 10 tahun.
§ Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada
orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman, transfusi darah
atau pemakaian jarum suntik secara bergantian.

AIDS, yang merupakan kependekan dari Acquired Immune Deficiency


Syndrome adalah kimpulan berbagai gejala menurunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh HIV.

§ Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai


macam penyakit, karena sistem kekebalan didalam tubuhnya telah
menurun.
§ Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan
AIDS.
§ Agar dapat terhindar dari HIV/AIDS, anda harus tahu bagaimana
cara penularan dan pencegahannya.

HIV dapat ditularkan melalui 3 cara yaitu :


§ Hubungan seks (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindung dengan
orang yang telah terinfeksi HIV.
§ Penggunaan jarum suntik secara bergantian.
§ Ibu hamil mengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya.

HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman,


pelukan, menggunakan peralatan makan/minum, gigitan nyamuk,
memakai jamban yang sama atau tinggal serumah.

Biasanya tidak ada gejala khusus pada orang-orang yang terinfeksi


oleh HIV dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Setelah itu, AIDS mulai
berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala seperti
berikut :

§ Kehilangan berat badan secara drastis.


§ Diare yang berkelanjutan.
§ Pembengkakan pada leher dan/atau ketiak.
§ Batuk terus menerus.

Tes HIV

Hanya melalui penglihatan tidak dapat diketahui apakah seseorang


sudah terinfeksi HIV atau tidak karena pada kenyataannya, pengidap
HIV umumnya terlihat sangat sehat. Satu-satunya cara untuk
mengetahiu hal ini adalah melalui tes darah HIV.

Tes ini harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :


§ Bersifat rahasia
§ Atas persetujuan dari orang yang akan di tes
§ Bersifat sukarela atau tidak boleh dipaksa
§ Disertai dengan konseling

V. SASARAN

1. Seluruh pekerja kelompok usaha menengah dan besar.


Pekerja dijadikan kelompok sasaran strategis bagi pencegahan
HIV/AIDS dengan alasan pekerja adalah kelompok masyarakat
pada usia produktif dan terorganisir dalam kelompok usaha tertentu
dan berada dalam suatu lingkungan khas tempat kerja. Kelompok
ini relatif mudah dijangkau karena berada pada satu lingkungan
secara bersama-sama untuk suatu jangka waktu yang lama.
2. Mengapa pencegahan di tempat kerja ?
Tempat kerja merupakan merupakan salah satu saluran yang
mungkin untuk mendiskusikan secara terbuka mengenai resiko
HIV/AIDS dan cara-cara untuk menghindari penularannya.
Pencegahan membutuhkan biaya yang lebih sedikit (biaya per
karyawan) dan dapat menghindarkan konsekuensi keuangan dan
sosial yang serius. Pencegahan HIV/AIDS yang berhasil di tempat
kerja akan berdampak sangat signifikan secara ekonomis maupun
sosial.

VI. KEBIJAKAN DAN STRATEGI

1) Kebijakan

1. Memutuskan rantai penularan : Penanggulangan HIV/AIDS dilak-


sanakan dengan memutuskan rantai penularan penyakit yang
terjadi melalui hubungan seks yang tidak terlindungi.
2. Mengembangkan kerja sama kemitraan dengan Lembaga Swadaya
Masyarakat serta organisasi profesi dalam penanggulangan HIV/
AIDS di tempat kerja
3. Pencegahan HIV/AIDS melalui KIE terutama yang menyangkut hal-
hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit
HIV/AIDS, cara-cara pencegahan yang dapat dilakukan oleh setiap
orang sehingga setiap pekerja mampu melindungi diri masing-
masing dan melindungi diri dari orang lain dari penularan penyakit
4. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang
benar tentang HIV/AIDS guna melindungi dirinya terhadap
penularan penyakit.
5. Setiap pekerja ODHA dilindungi kerahasiaannya (kecuali bila ia
membolehkan untuk diketahui oleh orang lain) untuk mencegah
stigmatisasi, diskriminasi dan pelanggaran hak azasi manusia.
Setiap ODHA wajib melindungi pasangan seks nya.
6. Persamaan gender (gender Equality) dan pemberdayaan
perempuan untuk mengurangi ancaman atau kerentanan
(vulnerebility) pekerja perempuan terhadap penularan HIV/AIDS
serta mencegah dan melindungi mereka dari kekerasan seksual.
7. Setiap pekerja ODHA berhak memperoleh pelayanan pengobatan,
perawatan dan dukungan tanpa diskriminasi sehingga
memungkinkan ia dapat hidup layak sebagai anggota masyarakat
lainnya.
8. Meningkatkan kemampuan petugas dan institusi kesehatan dan
sektor terkait (Capacity Building) dalam penanggulangan HIV/AIDS
termasuk pelatihan dan pengorganisasian.
9. Prosedur untuk mendiagnosis infeksi HIV pada pekerja harus
dilakukan secara sukarela dan didahului dengan memberikan
informasi yang benar kepada yang bersangkutan (informed –
concent), disertai conseling yang memadai sebelum dan sesudah
test dilakukan.
2) Strategi

1. Upaya penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja harus dimulai


dengan memperkuat kemauan dan kepemimpinan para manager
untuk mengatasi HIV/AIDS dan diharapkan adanya komitmen
pimpinan dan dokter perusahaan untuk bersama-sama mencegah
penyebaran HIV di tempat kerja dalam rangka menangkal ancaman
bencana nasional HIV/AIDS mendatang.

2. Menerapkan dan membangun kemitraan sebagai landasan kerja


dan promosi kesehatan kerja dalam penanggulangan HIV/AIDS di
tempat kerja.

3. Mengembangkan iklim yang mendorong dunia usaha yang


partisipatif dalam pelembagaan k3 di tempat kerja terutama dalam
penanggulangan HIV/AIDS

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN

Program pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja akan difokuskan


pada pembentukan perilaku pekerja untuk tidak terpapar pada rantai
penularan HIV/AIDS, antara lain melalui kontak seksual dan kontak
jarum suntik. Bentuk kegiatan pencegahan HIV/AIDS ditempat kerja
akan banyak berupa pendidikan pekerja (Workers Education) untuk
meningkatkan kesadaran akan resiko HIV/AIDS dan adopsi perilaku
aman untuk mencegah kontak dengan rantai penularan HIV/AIDS.

PELAYANAN KESEHATAN

1. Pelayanan Promotif : Meningkatkan KIE tentang HIV AIDS.


− Promosi Perilaku Seksual Aman (Promoting Safer Sexual
Behavior).
− Promosi dan distribusi kondom (Promoting and Distributing
Condom).
− Norma Sehat di Tempat Kerja : tidak merokok, tidak
mengkonsumsi Napza.
− Penggunaan alat suntik yang aman (Promoting and Safer Drug
Injection Behavior).

2. Pelayanan Preventif
− Peningkatan gaya hidup sehat (Reducing Vulnerability of Spesific
Pop).
− Memahami penyakit HIV AIDS, bahaya dan pencegahannya.
− Memahami penyakit IMS, bahaya dan cara pencegahannya.
− Diadakannya konseling tentang HIV AIDS pada pekerja secara
sukarela dan tidak dipaksa.

3. Pelayanan Kuratif
− Pengobatan dan perawatan ODHA
− Pencegahan dan pengobatan IMS (Infeksi Menular Seksual)
− Penyediaan dan Transfusi yang aman
− Mencegah komplikasi dan penularan terhadap keluarga dan
teman sekerjanya
− Dukungan sosial ekonomi ODHA

4. Pelayanan Rehabilitatif
− Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan
kemampuan yang masih ada secara maksimal
− Penempatan pekerja sesuai kemampuannya
− Penyuluhan kepada pekerja dan pengusaha untuk menerima
penderita ODHA untuk bekerja seperti pekerja lain
− Menghilangkan Stigma dan Diskriminasi terhadap pekerja
ODHA oleh rekan kerja dan pengusaha

VIII. PENUTUP

HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit baru yang melanda


Indonesia semenjak 1987. Jumlah penderitanya cenderung meningkat
terus, dan daerah terinfeksiuspun cenderung meluas. Penyebaran di
Indonesia terutama sangat dipengaruhi oleh perilaku seksual beresiko
dan penyalahgunaan Napza.

Cara terbaik untuk menghindari HIV/AIDS ditempat kerja


adalah menerapkan gaya hidup sehat yang menjauhi perilaku seksual
beresiko dan tidak menggunakan Napza suntik.

Masih diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari pengusaha


dan masyarakat pekerja untuk menanggulangi HIV/AIDS.

You might also like