You are on page 1of 6

FILARIASIS

PREVALENSI
Prevalensi nasional Filariasis (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan
keluhan responden) adalah 0,11%. Sebanyak 8 provinsi mempunyai prevalensi Filariasis
diatas prevalensi nasional, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau, DKI
Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Papua Barat dan Papua.1

COMMUNITY CONCERN
Lingkungan sosial, ekonomi dan budaya adalah lingkungan yang timbul sebagai
akibat adanya interaksi antar manusia, termasuk perilaku, adat istiadat, budaya, kebiasaan
dan tradisi penduduk. Kebiasaan bekerja di kebun pada malam hari atau kebiasaan keluar
pada malam hari, atau kebiasaan tidur perlu diperhatikan karena berkaitan dengan
intensitas kontak dengan vektor. Insiden filariasis pada laki-laki lebih tinggi daripada
insidens filariasis perempuan karena umumnya laki-laki lebih sering kontak dengan
vektor karena pekerjaanya. (Depkes, 2006).2

MANAGEBILITY
Menyusul kesepakatan global pada tahun 1997, WHA yang menetapkan filariasis
sebagai masalah kesehatan masyarakat dan diperkuat dengan keputusan WHO pada tahun
2000 untuk mengeliminasi fiariasis pada tahun 2020, Indonesia sepakat untuk melakukan
program eliminasi filariasis yang dimulai pada tahun 2002. Berdasarkan surat edaran
Menteri Kesehatan nomor 612/MENKES/VI/2004, maka kepada Gubernur dan
Bupati/Walikota di seluruh Indonesia melaksanakan pemetaan eliminasi filariasis gobal,
pengobatan massal daerah endemis filariasis, dan tata laksana penderita filariasis di
semua daerah. Program pelaksaan kasus filariasis ditetapkan sebagai salah satu
wewenang wajib pemerintah daerah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI
nomor: 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan

1 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Desember 2008
2 Depkes RI, 2006 diakses dalam artikel dari http://www.scribd.com/doc/31515194/Filariasis
di Kabupaten/Kota.3
Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal dengan DEC dan
Albendazol setahun sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus
klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi
penderitanya. Pengobatan dilakukan secara massal dilakukan didaeah endemis dengan
menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albenzol
sekali setahun selama 5 - 10 tahun, untuk mencegah reaksi samping seperti demam,
diberikan. 4

SERIOUSNESS
Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan,
kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening.
Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik (Depkes RI,
2005).5 Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya
tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.

DEMAM BERDARAH
PREVALENSI
Prevalensi nasional Demam Berdarah Dengue (berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan dan keluhan responden) adalah 0,62%. Sebanyak 12 provinsi mempunyai
prevalensi Demam Berdarah Dengue diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh
Darussalam, Riau, Bengkulu, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua Barat dan
Papua.6

MALARIA

3 Depkes RI, 2005. Diakses dalam artikel “Filariasis” pada 07 Januari 2011 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21349/3/Chapter II.pdf
4 Filariasis. Diakses pada 07 Januari 2011 dari http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=32
5 Op.cit. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21349/3/Chapter II.pdf

6 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Desember 2008
PREVALENSI
Prevalensi nasional Malaria (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan
responden) adalah 2,85%. Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi Malaria diatas
prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu,
Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat,
dan Papua.7

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)


PREVALENSI
Prevalensi nasional Infeksi Saluran Pernafasan Akut (berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan dan keluhan responden) adalah 25,50%. Sebanyak 16 provinsi mempunyai
prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bangkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa
Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Papua Barat, dan Papua.8
Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan
Akut tertinggi adalah Kaimana (63,8%), Manggarai Barat (63,7%), Lembata (62,0%),
Manggarai (61,1%), Pegunungan Bintang (59,5%), Ngada (58,6%), Sorong Selatan
(56,5%), Sikka (55,8%), Raja Ampat (55,8%), dan Puncak Jaya (56,7%). Sedangkan 10
kabupaten/kota dengan prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut terendah adalah
Seram Bagian Barat (3,9%), Kota Denpasar (4,1%), Kota Binjai (5,4%), Pulang Pisau
(6,3%), Ogan Komering Ulu (6,3%), Kota Palembang (6,8%), Kota Pagar Alam (7,1%),
Langkat (7,7%), Kota Pasuruan (8.0%), dan Pontianak (8,6%).

PNEMONIA
PREVALENSI
Prevalensi nasional Pnemonia (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan

7 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Desember 2008
8 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Desember 2008
keluhan responden) adalah 2,13%. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi
Pnemonia diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat,
Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku Utara, Papua
Barat, dan Papua.9

TUBERKULOSIS PARU
PREVALENSI
Prevalensi nasional Tuberkulosis Paru (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
dan keluhan responden) adalah 0,99%. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi
Tuberkulosis Paru diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam,
Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua.10

CAMPAK
PREVALENSI
Prevalensi nasional Campak (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan
responden) adalah 1,18%. Sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi Campak diatas
prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Jambi, DKI
Jakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Gorontalo, Papua Barat dan Papua.11

COMMUNITY CONCERN
Pencapaian UCI desa/ kelurahan tahun 2009 masih sangat rendah, yaitu 69,6%.
Hal ini disebabkan antara lain karena kurang perhatian dan dukungan dari pemerintah
daerah terhadap program imunisasi, kurangnya dana operasional untuk imunisasi baik

9 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Desember 2008
10 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Desember 2008
11 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Desember 2008
rutin maupun tambahan, dan tidak tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang adekuate.
Selain itu juga kurangnya koordinasi lintas sektor termasuk pelayanan kesehatan swasta,
kurang sumber daya yang memadai serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
program dan manfaat imunisasi.12

MANAGEBILITY
Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa/ kelurahan
mencapai 100% UCI (Universal Child Immunization) atau 90% dari seluruh bayi di desa/
kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis
B, DPT-HB, Polio dan campak. Guna mecapai target 100% UCI desa/ kelurahan pada
tahun 2014 perlu dilakukan berbagai upaya percepatan melalui Gerakan Akselerasi
Imunisasi Nasional untuk mencapai UCI (GAIN UCI).13

SERIOUSNESS

Penyakit Campak misalnya, masih menjadi penyebab utama kematian anak di bawah
umur 1 tahun, Balita umur 1 – 4 tahun di Indonesia. Selain itu, campak berpotensi
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dengan angka kematian yang tinggi.
Diperkirakan lebih dari 30.000 anak per tahun meninggal karena komplikasi campak.14
Campak adalah penyakit yang sangat menular pada masa anak-anak dan juga menyerang
orang dewasa. Gejala-gejala campak cukup menakutkan dan anak-anak yang kurang gizi
mudah terserang komplikasi yang fatal. Penyebab penyakit ini adalah infeksi virus
rubeola yang kemudian ditularkan lewat batuk, bersin dan tangan yang kotor oleh cairan
hidung. 15

TIFOID
PREVALENSI

12 “KemKes Targetkan tahun 2014 seluruh desa/kelurahan 100% UCI” Artikel diakses pada 08 Januari
2011 dari http://www.depkes.go.id
13 “KemKes Targetkan tahun 2014 seluruh desa/kelurahan 100% UCI” Artikel diakses pada 08 Januari
2011 dari http://www.depkes.go.id
14 “1 Oktober Imunisasi Campak dan Polio Dimulai”artikel diakses pada 08 Januari 2011
dari http://humasbatam.com/2010/09/29/1-oktober-imunisasi-campak-dan-polio-dimulai%C2%A0/
15 Levi Silalahi, “Campak” artikel diakses pada 08 Januari 2011 dari
http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/03/26/nrs,20040326-01,id.html
Prevalensi nasional Tifoid (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan
responden) adalah 1,60%. Sebanyak .. provinsi mempunyai prevalensi Tifoid diatas
prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Papua Barat dan
Papua.16

HEPATITIS
PREVALENSI
Prevalensi nasional Hepatitis (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan
keluhan responden) adalah 0,60%. Sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi Hepatitis
diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.17

DIARE
PREVALENSI
Prevalensi nasional Diare (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan
responden) adalah 9,00%. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi Diare diatas
prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua.18

16 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Desember 2008
17 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Desember 2008
18 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Desember 2008

You might also like

  • Lap Gendas
    Lap Gendas
    Document12 pages
    Lap Gendas
    Lulu Badriyah
    No ratings yet
  • Bab 2
    Bab 2
    Document18 pages
    Bab 2
    Lulu Badriyah
    No ratings yet
  • Kajian Gizi
    Kajian Gizi
    Document6 pages
    Kajian Gizi
    AnNisa Ratnarachman
    No ratings yet
  • Mgi ...
    Mgi ...
    Document2 pages
    Mgi ...
    Lulu Badriyah
    No ratings yet
  • Katabolisme Protein
    Katabolisme Protein
    Document10 pages
    Katabolisme Protein
    Lulu Badriyah
    No ratings yet
  • Bio Kim
    Bio Kim
    Document16 pages
    Bio Kim
    Lulu Badriyah
    No ratings yet
  • Bab V
    Bab V
    Document3 pages
    Bab V
    Lulu Badriyah
    No ratings yet
  • PENDAHULUAN
    PENDAHULUAN
    Document2 pages
    PENDAHULUAN
    Lulu Badriyah
    No ratings yet
  • Pengertian ABC
    Pengertian ABC
    Document1 page
    Pengertian ABC
    Lulu Badriyah
    No ratings yet
  • Diare Akut
    Diare Akut
    Document15 pages
    Diare Akut
    rudy otniel
    100% (2)
  • Campak
    Campak
    Document3 pages
    Campak
    Lulu Badriyah
    No ratings yet