Professional Documents
Culture Documents
Kajian Pustaka
POLUSI udara kota di beberapa kota besar di Indonesia, khususnya di Jakarta, telah
sangat memprihatinkan. Beberapa hasil penelitian tentang polusi udara dengan
segala risikonya telah dipublikasikan, termasuk risiko kanker darah. Namun, jarang
disadari, entah berapa ribu warga kota yang meninggal setiap tahunnya karena
infeksi saluran pernapasan, asma, maupun kanker paru akibat polusi udara kota.
Meskipun sesekali telah mulai turun hujan, tetapi coba sempatkan menengok ke
langit saat udara cerah sejak pagi sampai sore hari. Langit di Jakarta dan kota-kota
besar di Indonesia sudah tidak biru lagi. Udara kota telah dipenuhi oleh jelaga dan
gas-gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Kita perlu belajar melalui pengalaman dari negara lain dalam hal polusi udara kota
ini. Pada tahun 1990-an dilaporkan bahwa di Cubatao, Brasil, terjadi tragedi
lingkungan yang cukup fatal bagi bayi. Empat puluh dari setiap 1000 bayi yang lahir
di kota itu meninggal saat dilahirkan, sedangkan 40 yang lain kebanyakan cacat
atau meninggal pada minggu pertama hidupnya. Pada era tahun tersebut, dengan
80.000 penduduk, Cubatao mengalami sekitar 10.000 kasus kedaruratan medis,
yang meliputi penyakit tuberkulosis (TBC), pneumonia, bronkitis, emfisema, asma
bronchiale, serta beberapa penyakit pernapasan lain.
Polusi udara berasal dari berbagai sumber, dengan hasil pembakaran bahan bakar
fosil merupakan sumber utama. Contoh sederhana adalah pembakaran mesin diesel
yang dapat menghasilkan partikulat (PM), nitrogen oksida, dan precursor ozon yang
semuanya merupakan polutan berbahaya. Polutan yang ada diudara dapat berupa
gas (misal SO2, NOx, CO, Volatile Organic Compounds) ataupun partikulat. Polutan
berupa partikulat tersuspensi, disebut juga PM (Particulate Matter) merupakan salah
satu komponen penting terkait dengan pengaruhnya terhadap kesehatan. PM dapat
diklasifikasikan menjadi 3; yaitu coarse PM (PM kasar atau PM2,5-10) berukuran 2,5-10
ƒÊm, bersumber dari abrasi tanah, debu jalan (debu dari ban atau kampas rem),
ataupun akibat agregasi partikel sisa pembakaran. Partikel seukuran ini dapat
masuk dan terdeposit di saluran pernapasan utama pada paru (trakheobronkial);
sedangkan fine PM (<2,5 ƒÊm) dan ultrafine (<0,1 ƒÊm) berasal dari pembakaran
bahan bakar fosil dan dapat dengan mudah terdeposit dalam unit terkecil saluran
napas (alveoli) bahkan dapat masuk ke sirkulasi darah sistemik. Klasifikasi berdasar
ukuran ini juga terkait dengan akibat buruk partikel tersebut terhadap kesehatan
sehingga WHO dan juga US Environmental Protection Agency menetapkan standar
PM dan polutan lain untuk digunakan sebagai dasar referensi (Tabel 1).
Solusi untuk mengatasi polusi udara kota terutama ditujukan pada pembenahan
sektor transportasi, tanpa mengabaikan sektor-sektor lain. Hal ini kita perlu belajar
dari kota-kota besar lain di dunia, yang telah berhasil menurunkan polusi udara
kota dan angka kesakitan serta kematian yang diakibatkan karenanya.
* Pemberian izin bagi angkutan umum kecil hendaknya lebih dibatasi, sementara
kendaraan angkutan massal, seperti bus dan kereta api, diperbanyak.
* Potensi terbesar polusi oleh kendaraan bermotor adalah kemacetan lalu lintas dan
tanjakan. Karena itu, pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan tegas
terhadap pelanggaran berkendaraan dapat membantu mengatasi kemacetan lalu
lintas dan mengurangi polusi udara.
* Uji emisi harus dilakukan secara berkala pada kendaraan umum maupun pribadi
meskipun secara uji petik (spot check). Perlu dipikirkan dan dipertimbangkan
adanya kewenangan tambahan bagi polisi lalu lintas untuk melakukan uji emisi di
samping memeriksa surat-surat dan kelengkapan kendaraan yang lain.
Polusi udara dan dampaknya terhadap kesehatan merupakan masalah nyata terkait
dengan urbanisasi/pembangunan. Untuk mengurangi pengaruh polusi udara
tergadap kesehatan, pengurangan sumber polutan sudah pasti harus merupakan
target utama jangka panjang baik dengan pemanfaatan teknologi maupun regulasi
pemerintah. Namun demikian, untuk jangka pendek, mengurangi pajanan
individual merupakan salah satu cara yang cost-effective. Pengurangan pajanan
secara makro dapat dilakukan misalnya dengan pemberlakuan zona khusus
kendaraan bermotor ataupun penentuan lokalisasi industri. Secara mikro misalnya
dengan memperbaiki ventilasi/sirkulasi udara di tempat tinggal/kerja ataupun
memberikan pendidikan/informasi bagi populasi yang rentan agar mengurangi
pajanan tersebut serta meningkatkan daya tahan tubuh.
Kesimpulan
Untuk mengurangi dampak polusi udara terhadap kesehatan manyarakat perkotaan
dapat dilakukan dengan cara-cara yang sudah disebutkan dalam kajian pustaka.
Dalam pelaksanannya harus bersama dengan semua pihak yang terkait mulai dari
Pemerintah, LSM dan masyarakat secara umum.
Saran
Kita menyarankan kepada pemerintah agar membuat peraturan yang ketat terkait
pencemaran lingkungan udara, air ataupun tanah. Juga menyarankan kepada
kepolisian agar menjaga lalu lintas tetap lancar sehinnga mengurangi emisi gas
yang terbuang ke udara. Juga peran masyarakat terhadap lingkungan itu sendiri.
Daftar pustaka
http://www.yahoo.com
http://www.google.co.id
http://www.images.google.com
http://www.bing.com
http://www.wahli.com
http://www.wikipedia.com
http://www.freefoto.com
1. American Thoracic Society. What constitutes and adverse health effect of air pollution?
Am J Respir チ@Crit Care Med 2000;161:665–73.
2. Air Pollution and Cardiovascular Disease: A Statement for Healthcare Professionals
From the Expert Panel on Population and Prevention Science of American Heart Association.
Circulation 2004;109;2655-2671
3. Bhatnagar A. Environmental Cardiology: Studying Mechanistic Links Between Pollution
and Heart Disease. Circ. Res. 2006;99:692-705.
4. Holguin F. Traffic related exposures and lung function in adult. Thorax 2007;62:837-8.
5. Jerrett M. Does traffic-related air pollution contribute to respiratory diseases formation in
children? Eur Respir J 2007;29:825–6.
6. Lippmann M. Health Effects of Airborne Particulate Matter. N Engl J Med 2007;357:23.
7. Napitupulu L, Resosudarmo BP. Health and Economic Impact of Air Pollution in Jakarta.
Economic Record 2004;80:s1:s65-75
8. Nel A. Atmosphere. Air Pollution–Related Illness: Effects of Particles. Science
2005;308:804-6.
9. Ostro, B. 1994 Estimating Health Effects of Air Pollutants: A Methodology with an
Application to Jakarta. Policy Research Working Paper 1301. Washington, D.C. the World
Bank
10. WHO Regional Office for Europe. Air quality guidelines for Europe, 2nd ed. Copenhagen,
2005 (WHO Regional Publications, European Series).
11. www.who.int Accessed on February 19, 2008
12. www.epa.gov Accessed on February 19, 2008
13. www.worldbank.org Accessed on February 19, 2008