You are on page 1of 7

Nama : Garli Mauhibi Alfarizy

NIM : E1A009202

Kelas :C

Mata Kuliah : HPI

ANALISIS KASUS PERKAWINANBEDA AGAMA

LYDIA KANDOU DAN JAMAL MIRDAD

Perkawinan beda agama memang merupakan polemik yang berlarut – larut tanpa penyelesain
dan kejelasan yang tuntas di negeri ini,banyak pencari keadilan kandas dalam memperjuangkan Hak
Asasi mereka sebagai mana termaktub dalam undang – undang dasar.

Memang Republik ini memiliki Undang – undang No.1 tahun 1974 yang menjadi payung
hukum dalam perihal perkawinan,namun pada pelaksanaanya masih banyak kekurangan,sebut saja
tentang perkawinan berbeda agama yang belum diatur secara tegas dalam undang – undang tersebut
padahal dalam realitas social kemasyarakatanya,Indonesia adalah Negara yang banyak Agama,artinya
Negara bukan hanya mengakui satu agama saja sebagai agama Negara.

Perkawinan beda agama pun nyata –nyatanya terjadi di Indonesia,lantas bagaimana


penyelesainya hingga tidak ada upaya hukum para pencari keadilan itu tidak kandas ditengah jalan,
sebagai contoh adalah pada tahun 1986 Lydia Kandou menikah dengan aktor Jamal Mirdad. Peristiwa
ini menjadi begitu kontroversial, karena perbedaan agama. Lydia Kandou yang beragama kristen dan
Jamal Mirdad yang beragama Islam.Namun pasangan Jamal Mirdad dan Lydia Kandou nekad
menikah di Indonesia dan memperjuangkan status mereka mati-matian di Pengadilan Negeri.
Peristiwa yang terjadi tahun 1986 tersebut begitu menggemparkan. Tentangan dan kecaman dari
agamawan dan masyarakat menghantam secara bertubi-tubi pasangan ini.

Lalu setelah mereka berkeluarga dengan payung hukum apa mereka melakukan pekawinan ????

Bagaimana pula upaya hukum mereka hingga pernikahan mereka disahkan ????

Upaya awal yang ditempuh Jamal Mirdad & Lydia Kandou ialah mengajukan permohonan ke
Kantor Urusan Agama namun upaya itu ditolak oleh KUA, sehingga Kantor Catatan Sipil dituju
sebagai jalan tengah tak pula bisa dilalui mereka dengan lancar,namun upaya Jamal Mirdad & Lydia
Kandou tidak berhenti sampai disitu mereka menempuh jalur pengadilan,dari hal itu Hakim Endang
Sri Kawuryan mengizinkan mereka menikah Dengan izin itu, pada 30 Juni 1986, Jamal dan Lydia
resmi menikah.

1
Pasangan Jamal Mirdad & Lydia Kandou masih beruntung bisa menikah diKantor Catatan
Sipil karena setelah mereka menikah sejak 12 Agustus 1986, Kantor Catatan Sipil Jakarta
mengeluarkan keputusan, yang pada intinya menolak menikahkan pasangan berbeda agama,
khususnya laki - laki Islam dan wanita beragama lain, "KANTOR CATATAN SIPIL hanya
melaksanakan pencatatan perkawinan yang sudah sah menurut agama. Yakni, setelah melangsungkan
di gereja, vihara, atau pura,"

Pasngan Adri & Vonny ialah salah satu pasngan yang permohonanya ditolak KUA Tanah
Abang dan Kantor Catatan Sipil Jakarta untuk menikahkan mereka. Bahkan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat pun menolak memberikan izin,mereka terpaksa mengalukan permohonan untuk
menikah ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Hakim Imam Soekarno, yang memeriksa permohonan
pasangan itu menolak mengizinkan mereka menikah. Alasan hakim, undang-undang perkawinan tak
mengatur perkawinan berbeda agama

Vonny kontan kasasi ke Mahkamah Agung. Selain itu, ia juga menghadap seorang hakim
agungWalaupun demikian, hakim tertinggi itu sempat membuat memo yang isinya: "Tolong
dinikahkan. sambil menunggu keputusan MA." Berkat memo itulah, petugas Kantor Catatan Sipil
Jakarta Pusat bersedia mengawinkan mereka pada saat resepsi pernikahan akan dilangsungkan 3 Mei
1986.

kini Mahkamah Agung mengeluarkan pula keputusan yang mengizinkan mereka menikah.
Menurut majelis hakim agung, pasangan itu dibenarkan menikah karena keduanya telah berusia di
atas 21 tahun - sehingga tak perlu lagi izin orangtua. Selain itu, yang penting lagi, dengan mengajukan
permohonan ke Kantor Catatan Sipil, menurut hakim agung, harus ditafsirkan bahwa pemohon
"berkehendak untuk melangsungkan perkawinannya tidak secara Islam." Dengan demikian, haruslah
ditafsirkan pula bahwa pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya. Jadi, seharusnya
Kantor Catatan Sipil berwenang menikahkan, "kedua calon suami-istri tidak beragama Islam."

Jadi Dalam mengisi kekosongan hukum karena dalam UU No. 1/1974 tidak secara tegas
mengatur tentang perkawinan antar agama, Mahkamah Agung dalam yurisprudensinya tanggal 20
Januari 1989 Nomor: 1400 K/Pdt/1986, memberikan solusi hukum bagi perkawinan antar agama
adalah bahwa perkawinan antar agama dapat diterima permohonannya di Kantor Catatan Sipil sebagai
satu-satunya instansi yang berwenang untuk melangsungkan permohonan yang kedua calon suami
isteri tidak beragama Islam untuk wajib menerima permohonan perkawinan antar agama.

Dalam proses perkawinan antar agama maka permohonan untuk melangsungkan perkawinan
antar agama dapat diajukan kepada Kantor Catatan Sipil. Dan bagi orang Islam ditafsirkan atas
dirinya sebagai salah satu pasangan tersebut berkehendak untuk melangsungkan perkawinan tidak
secara Islam. Dan dengan demikian pula ditafsirkan bahwa dengan mengajukan permohonan tersebut
pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya. Sehingga pasal 8 point f UU No. 1/1974
tidak lagi merupakan halangan untuk dilangsungkan perkawian, dengan anggapan bahwa kedua calon
suami isteri tidak lagi beragama Islam. Dengan demikian Kantor Catatan Sipil berkewajiban untuk
menerima permohonan tersebut bukan karena kedua calon pasangan dalam kapasitas sebagai mereka
yang berbeda agama, tetapi dalam status hukum agama atau kepercayaan salah satu calon
pasangannya.

2
Nama : Rfkhi Pratama

NIM : E1A009191

Kelas :C

Mata Kuliah : HPI

ANALISIS KASUS PERKAWINANBEDA AGAMA

LYDIA KANDOU DAN JAMAL MIRDAD

Perkawinan beda agama memang merupakan polemik yang berlarut – larut tanpa penyelesain
dan kejelasan yang tuntas di negeri ini,banyak pencari keadilan kandas dalam memperjuangkan Hak
Asasi mereka sebagai mana termaktub dalam undang – undang dasar.

Memang Republik ini memiliki Undang – undang No.1 tahun 1974 yang menjadi payung
hukum dalam perihal perkawinan,namun pada pelaksanaanya masih banyak kekurangan,sebut saja
tentang perkawinan berbeda agama yang belum diatur secara tegas dalam undang – undang tersebut
padahal dalam realitas social kemasyarakatanya,Indonesia adalah Negara yang banyak Agama,artinya
Negara bukan hanya mengakui satu agama saja sebagai agama Negara.

Perkawinan beda agama pun nyata –nyatanya terjadi di Indonesia,lantas bagaimana


penyelesainya hingga tidak ada upaya hukum para pencari keadilan itu tidak kandas ditengah jalan,
sebagai contoh adalah pada tahun 1986 Lydia Kandou menikah dengan aktor Jamal Mirdad. Peristiwa
ini menjadi begitu kontroversial, karena perbedaan agama. Lydia Kandou yang beragama kristen dan
Jamal Mirdad yang beragama Islam.Namun pasangan Jamal Mirdad dan Lydia Kandou nekad
menikah di Indonesia dan memperjuangkan status mereka mati-matian di Pengadilan Negeri.
Peristiwa yang terjadi tahun 1986 tersebut begitu menggemparkan. Tentangan dan kecaman dari
agamawan dan masyarakat menghantam secara bertubi-tubi pasangan ini.

Lalu setelah mereka berkeluarga dengan payung hukum apa mereka melakukan pekawinan ????

Bagaimana pula upaya hukum mereka hingga pernikahan mereka disahkan ????

Upaya awal yang ditempuh Jamal Mirdad & Lydia Kandou ialah mengajukan permohonan ke
Kantor Urusan Agama namun upaya itu ditolak oleh KUA, sehingga Kantor Catatan Sipil dituju
sebagai jalan tengah tak pula bisa dilalui mereka dengan lancar,namun upaya Jamal Mirdad & Lydia
Kandou tidak berhenti sampai disitu mereka menempuh jalur pengadilan,dari hal itu Hakim Endang
Sri Kawuryan mengizinkan mereka menikah Dengan izin itu, pada 30 Juni 1986, Jamal dan Lydia
resmi menikah.

1
Pasangan Jamal Mirdad & Lydia Kandou masih beruntung bisa menikah diKantor Catatan
Sipil karena setelah mereka menikah sejak 12 Agustus 1986, Kantor Catatan Sipil Jakarta
mengeluarkan keputusan, yang pada intinya menolak menikahkan pasangan berbeda agama,
khususnya laki - laki Islam dan wanita beragama lain, "KANTOR CATATAN SIPIL hanya
melaksanakan pencatatan perkawinan yang sudah sah menurut agama. Yakni, setelah melangsungkan
di gereja, vihara, atau pura,"

Pasngan Adri & Vonny ialah salah satu pasngan yang permohonanya ditolak KUA Tanah
Abang dan Kantor Catatan Sipil Jakarta untuk menikahkan mereka. Bahkan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat pun menolak memberikan izin,mereka terpaksa mengalukan permohonan untuk
menikah ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Hakim Imam Soekarno, yang memeriksa permohonan
pasangan itu menolak mengizinkan mereka menikah. Alasan hakim, undang-undang perkawinan tak
mengatur perkawinan berbeda agama

Vonny kontan kasasi ke Mahkamah Agung. Selain itu, ia juga menghadap seorang hakim
agungWalaupun demikian, hakim tertinggi itu sempat membuat memo yang isinya: "Tolong
dinikahkan. sambil menunggu keputusan MA." Berkat memo itulah, petugas Kantor Catatan Sipil
Jakarta Pusat bersedia mengawinkan mereka pada saat resepsi pernikahan akan dilangsungkan 3 Mei
1986.

kini Mahkamah Agung mengeluarkan pula keputusan yang mengizinkan mereka menikah.
Menurut majelis hakim agung, pasangan itu dibenarkan menikah karena keduanya telah berusia di
atas 21 tahun - sehingga tak perlu lagi izin orangtua. Selain itu, yang penting lagi, dengan mengajukan
permohonan ke Kantor Catatan Sipil, menurut hakim agung, harus ditafsirkan bahwa pemohon
"berkehendak untuk melangsungkan perkawinannya tidak secara Islam." Dengan demikian, haruslah
ditafsirkan pula bahwa pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya. Jadi, seharusnya
Kantor Catatan Sipil berwenang menikahkan, "kedua calon suami-istri tidak beragama Islam."

Jadi Dalam mengisi kekosongan hukum karena dalam UU No. 1/1974 tidak secara tegas
mengatur tentang perkawinan antar agama, Mahkamah Agung dalam yurisprudensinya tanggal 20
Januari 1989 Nomor: 1400 K/Pdt/1986, memberikan solusi hukum bagi perkawinan antar agama
adalah bahwa perkawinan antar agama dapat diterima permohonannya di Kantor Catatan Sipil sebagai
satu-satunya instansi yang berwenang untuk melangsungkan permohonan yang kedua calon suami
isteri tidak beragama Islam untuk wajib menerima permohonan perkawinan antar agama.

Dalam proses perkawinan antar agama maka permohonan untuk melangsungkan perkawinan
antar agama dapat diajukan kepada Kantor Catatan Sipil. Dan bagi orang Islam ditafsirkan atas
dirinya sebagai salah satu pasangan tersebut berkehendak untuk melangsungkan perkawinan tidak
secara Islam. Dan dengan demikian pula ditafsirkan bahwa dengan mengajukan permohonan tersebut
pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya. Sehingga pasal 8 point f UU No. 1/1974
tidak lagi merupakan halangan untuk dilangsungkan perkawian, dengan anggapan bahwa kedua calon
suami isteri tidak lagi beragama Islam. Dengan demikian Kantor Catatan Sipil berkewajiban untuk
menerima permohonan tersebut bukan karena kedua calon pasangan dalam kapasitas sebagai mereka
yang berbeda agama, tetapi dalam status hukum agama atau kepercayaan salah satu calon
pasangannya.

2
Nama : Dicky M. Faisal

NIM : E1A009224

Kelas :C

Mata Kuliah : HPI

ANALISIS KASUS PERKAWINANBEDA AGAMA

LYDIA KANDOU DAN JAMAL MIRDAD

Perkawinan beda agama memang merupakan polemik yang berlarut – larut tanpa penyelesain
dan kejelasan yang tuntas di negeri ini,banyak pencari keadilan kandas dalam memperjuangkan Hak
Asasi mereka sebagai mana termaktub dalam undang – undang dasar.

Memang Republik ini memiliki Undang – undang No.1 tahun 1974 yang menjadi payung
hukum dalam perihal perkawinan,namun pada pelaksanaanya masih banyak kekurangan,sebut saja
tentang perkawinan berbeda agama yang belum diatur secara tegas dalam undang – undang tersebut
padahal dalam realitas social kemasyarakatanya,Indonesia adalah Negara yang banyak Agama,artinya
Negara bukan hanya mengakui satu agama saja sebagai agama Negara.

Perkawinan beda agama pun nyata –nyatanya terjadi di Indonesia,lantas bagaimana


penyelesainya hingga tidak ada upaya hukum para pencari keadilan itu tidak kandas ditengah jalan,
sebagai contoh adalah pada tahun 1986 Lydia Kandou menikah dengan aktor Jamal Mirdad. Peristiwa
ini menjadi begitu kontroversial, karena perbedaan agama. Lydia Kandou yang beragama kristen dan
Jamal Mirdad yang beragama Islam.Namun pasangan Jamal Mirdad dan Lydia Kandou nekad
menikah di Indonesia dan memperjuangkan status mereka mati-matian di Pengadilan Negeri.
Peristiwa yang terjadi tahun 1986 tersebut begitu menggemparkan. Tentangan dan kecaman dari
agamawan dan masyarakat menghantam secara bertubi-tubi pasangan ini.

Lalu setelah mereka berkeluarga dengan payung hukum apa mereka melakukan pekawinan ????

Bagaimana pula upaya hukum mereka hingga pernikahan mereka disahkan ????
Upaya awal yang ditempuh Jamal Mirdad & Lydia Kandou ialah mengajukan permohonan ke
Kantor Urusan Agama namun upaya itu ditolak oleh KUA, sehingga Kantor Catatan Sipil dituju
sebagai jalan tengah tak pula bisa dilalui mereka dengan lancar,namun upaya Jamal Mirdad & Lydia
Kandou tidak berhenti sampai disitu mereka menempuh jalur pengadilan,dari hal itu Hakim Endang
Sri Kawuryan mengizinkan mereka menikah Dengan izin itu, pada 30 Juni 1986, Jamal dan Lydia
resmi menikah.

Pasangan Jamal Mirdad & Lydia Kandou masih beruntung bisa menikah diKantor Catatan
Sipil karena setelah mereka menikah sejak 12 Agustus 1986, Kantor Catatan Sipil Jakarta
mengeluarkan keputusan, yang pada intinya menolak menikahkan pasangan berbeda agama,
khususnya laki - laki Islam dan wanita beragama lain, "KANTOR CATATAN SIPIL hanya
melaksanakan pencatatan perkawinan yang sudah sah menurut agama. Yakni, setelah melangsungkan
di gereja, vihara, atau pura,"

Pasngan Adri & Vonny ialah salah satu pasngan yang permohonanya ditolak KUA Tanah
Abang dan Kantor Catatan Sipil Jakarta untuk menikahkan mereka. Bahkan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat pun menolak memberikan izin,mereka terpaksa mengalukan permohonan untuk
menikah ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Hakim Imam Soekarno, yang memeriksa permohonan
pasangan itu menolak mengizinkan mereka menikah. Alasan hakim, undang-undang perkawinan tak
mengatur perkawinan berbeda agama

Vonny kontan kasasi ke Mahkamah Agung. Selain itu, ia juga menghadap seorang hakim
agungWalaupun demikian, hakim tertinggi itu sempat membuat memo yang isinya: "Tolong
dinikahkan. sambil menunggu keputusan MA." Berkat memo itulah, petugas Kantor Catatan Sipil
Jakarta Pusat bersedia mengawinkan mereka pada saat resepsi pernikahan akan dilangsungkan 3 Mei
1986.

kini Mahkamah Agung mengeluarkan pula keputusan yang mengizinkan mereka menikah.
Menurut majelis hakim agung, pasangan itu dibenarkan menikah karena keduanya telah berusia di
atas 21 tahun - sehingga tak perlu lagi izin orangtua. Selain itu, yang penting lagi, dengan mengajukan
permohonan ke Kantor Catatan Sipil, menurut hakim agung, harus ditafsirkan bahwa pemohon
"berkehendak untuk melangsungkan perkawinannya tidak secara Islam." Dengan demikian, haruslah
ditafsirkan pula bahwa pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya. Jadi, seharusnya
Kantor Catatan Sipil berwenang menikahkan, "kedua calon suami-istri tidak beragama Islam."

Jadi Dalam mengisi kekosongan hukum karena dalam UU No. 1/1974 tidak secara tegas
mengatur tentang perkawinan antar agama, Mahkamah Agung dalam yurisprudensinya tanggal 20
Januari 1989 Nomor: 1400 K/Pdt/1986, memberikan solusi hukum bagi perkawinan antar agama
adalah bahwa perkawinan antar agama dapat diterima permohonannya di Kantor Catatan Sipil sebagai
satu-satunya instansi yang berwenang untuk melangsungkan permohonan yang kedua calon suami
isteri tidak beragama Islam untuk wajib menerima permohonan perkawinan antar agama.
Dalam proses perkawinan antar agama maka permohonan untuk melangsungkan perkawinan
antar agama dapat diajukan kepada Kantor Catatan Sipil. Dan bagi orang Islam ditafsirkan atas
dirinya sebagai salah satu pasangan tersebut berkehendak untuk melangsungkan perkawinan tidak
secara Islam. Dan dengan demikian pula ditafsirkan bahwa dengan mengajukan permohonan tersebut
pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya. Sehingga pasal 8 point f UU No. 1/1974
tidak lagi merupakan halangan untuk dilangsungkan perkawian, dengan anggapan bahwa kedua calon
suami isteri tidak lagi beragama Islam. Dengan demikian Kantor Catatan Sipil berkewajiban untuk
menerima permohonan tersebut bukan karena kedua calon pasangan dalam kapasitas sebagai mereka
yang berbeda agama, tetapi dalam status hukum agama atau kepercayaan salah satu calon
pasangannya.

You might also like