Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Beside for house and heavy construction, ironwood (Eusideroxylon zwageri) has be
en locally used as
traditional medicine against toothache. The objective of the present study was t
o confirm the
antibacterial property of the ironwood extract against Staphylococcus aureus. Fo
ur concentrations of
ironwood extract: 1%, 1.5%, 2%, and 2.5%, were applied to bacterial suspensions
on nutrient broth,
and bacterial colonies were observed on MSA. Nutrient broth and Ampicillin 1% we
re used as
negative and positive controls. The results showed that bacterial growth was ret
arded by 1% and
1.5% extracts, and that no bacterial growth was observed in media containing 2%
and 2.5%
ironwood extract as well as in positive control. The study confirmed antibacteri
al property of
ironwood extract and concluded that the Minimal Inhibitor Concentration (MIC) of
the extract was
2%.
Key words: ironwood, Eusideroxylon zwageri, extract, toothache, Staphylococcus a
ureus,
antibacterial property
memanfaatkan pula kayu ulin sebagai
PENDAHULUAN
komponen konstruksi rumah seperti kusen
Kalimantan merupakan salah satu pulau di jendela dan pintu, daun pintu, serta hi
asan
Indonesia yang paling kaya kayu ulin rumah.
(Eusideroxylon zwageri T et B). Kayu ulin Tingginya tingkat pemanfaatan kayu
terutama dimanfaatkan sebagai bahan ulin selain mengancam kelestarian kayu ulin
bangunan, seperti konstruksi rumah/gedung, dapat pula menimbulkan pencemaran
jembatan, tiang listrik, dan perkapalan. Di lingkungan. Industri penggergajian k
ayu ulin
samping itu, masyarakat di kalimantan menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji.
BIOSCIENTIAE. 2007. 4(1): 37-42
Sejauh ini limbah tersebut dibuang begitu saja
ke lingkungan, dan mencemari lingkungan
khususnya perairan sungai, karena industri
penggergajian kayu ulin umumnya memang
berada di tepi sungai. Walaupun sudah ada
anggota masyarakat yang memanfaatkan
limbah itu, belum ada kegiatan yang secara
signifikan dapat mencegah penimbunan
limbah kayu ulin. Oleh sebab itu harus dicari
berbagai alternatif pemanfaatan limbah
tersebut untuk mengimbangi laju pertambahan
atau penumpukannya.
Di antara kemungkinan pemanfaatan
limbah kayu ulin adalah sebagai obat
tradisional. Sebagian masyarakat di
kalimantan telah biasa mengunakan air
rebusan kayu ulin untuk mengobati sakit gigi.
Adanya tradisi menggunakan air
rendaman kayu ulin untuk mengobati sakit
gigi menimbulkan dugaan bahwa kayu ulin
mengandung zat atau senyawa yang dapat
membunuh kuman penyebab sakit gigi
(antibiotik). Akan tetapi, ada pula
kemungkinan bahwa khasiat kayu ulin untuk
mengatasi sakit gigi itu hanya karena kayu
ulin mengandung zat atau senyawa yang dapat
mengurangi rasa sakit (analgesik).
Uji fitokimia pendahuluan mengindikasikan
bahwa kayu ulin mengandung
berbagai senyawa kimia, antara lain golongan
alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tanin, dan
saponin. Flavonoid, triterpenoid dan saponin
adalah senyawa kimia yang memiliki potensi
sebagai antibakteri dan antivirus (Robinson,
1995). Sementara itu senyawa alkaloid juga
penting bagi industri farmasi karena
kebanyakan mempunyai efek fisiologis
tertentu (Anwar et al., 1994). Dilihat dari
kandungannya itu, diduga kayu ulin memang
mempunyai potensi untuk membunuh kuman
atau mikroba. Meskipun demikian perlu
dilakukan pengujian secara ilmiah untuk
memperoleh data empiris yang dapat
dipergunakan untuk menarik generalisasi
yang sahih mengenai potensi kayu ulin
tersebut.
Karena masyarakat biasa mempergunakan
untuk mengobati sakit gigi,
pengujian daya antibakteri kayu ulin
sebaiknya juga dilakukan terhadap bakteri
yang biasanya terdapat di mulut dan bisa
menyebabkan sakit gigi. Kuman yang
biasanya terdapat di dalam mulut di antaranya
adalah Streptococcus mutans, Streptococcus
viridans, Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus pneumoniae, dan
Staphylococcus aureus (Volk & Wheeler,
1990).
Di antara kuman-kuman tadi,
Staphylococcus aureus sering dipakai dalam
pengujian daya antibakteri. Selain terdapat di
dalam mulut, Staphylococcus aureus juga
dapat menginfeksi jaringan atau alat tubuh
lain dan menyebabkan timbulnya penyakit
dengan tanda-tanda yang khas seperti
peradangan, nekrosis, dan pembentukan
abses. Jenis kuman ini juga dapat membuat
enterotoksin yang dapat menyebabkan
Ajizah et al. Potensi ekstrak kayu ulin menghambat Staphylococcus aureus
keracunan makanan. Kuman ini juga dapat
menyebabkan terjadinya septikemia,
endokarditis, meningitis, abses serebri, sepsis
purpuralis, dan pneumonia. Oleh karena itu,
penemuan bahan yang dapat membantu
mengatasi kuman ini akan memberikan
sumbangan yang penting bagi upaya
pemeliharaan kesehatan masyarakat.
Dengan demikian, daya antibakteri
ekstrak kayu ulin dapat diuji terhadap
Staphylococcus aureus. Penelitian ini selain
mencari alternatif pemanfaatan limbah kayu
ulin agar tidak mencemari lingkungan, juga
alternatif antibiotik, khususnya terhadap
Staphylococcus aureus dan penyakit yang
disebabkannya.
BAHAN DAN METODE
Limbah kayu ulin berupa sisa serutan
diambil dari salah satu usaha penggergajian
kayu ulin di Banjarmasin. Serutan itu
kemudian dikeringkan dan dijadikan serbuk,
kemudian ekstrak kayu ulin dibuat
berdasarkan prosedur sebagaimana diuraikan
oleh Harborne (1987). Larutan uji disiapkan
dengan konsentrasi ekstrak 1%, 1,5%, 2%,
dan 2,5%. Sebagai kontrol digunakan larutan
Ampicillin 1% (kontrol positif) dan Nutrient
Broth (kontrol negatif).
Suspensi bakteri Staphylococcus
aureus untuk pengujian disiapkan dalam
larutan Nutrient Broth (NB) dan
kekeruhannya disetarakan dengan kekeruhan
larutan standar Mc Farland 0,5 (Frankel et al.,
1970).
Uji Antibakteri:
Untuk pengujian daya antibakteri
digunakan metode dilusi. Kepada tiap tabung
yang sudah berisi 2 cc larutan uji dan kontrol
ditambahkan 1 cc suspensi biakan murni
Staphylococcus aureus.
1 cc campuran suspensi kuman dan
larutan uji atau kontrol dinokulasikan ke
cawan petri yang kemudian dituangi 20 cc
MSA (Manitol Salt Agar) cair. Setelah MSA
memadat, cawan disimpan pada suhu 37 C
selama 24 jam dengan posisi terbalik. Semua
perlakuan diulang sebanyak 5 kali.
Daya hambat larutan uji dievaluasi
dengan cara membandingkan pertumbuhan
koloni bakteri dengan kontrol positif dan
kontrol negatif. Data kuantitatif didapat dari
penghitungan jumlah koloni bakteri pada
cawan petri.
Analisis Data
Data kuantitatif jumlah koloni bakteri
yang tumbuh pada masing-masing cawan petri
dianalisis dengan uji nonparametrik Kruskal
Wallis. Perbedaan di antara kelompok
perlakuan dideteksi dengan uji Dunnet T3.
HASIL
Pembandingan dengan kontrol positif
dan kontrol negatif menunjukkan bahwa
dengan larutan uji konsentrasi 1% dan 1,5%
BIOSCIENTIAE. 2007. 4(1): 37-42
terjadi pertumbuhan bakteri yang lebih rendah
dari kontrol negatif, walaupun masih lebih
tinggi dari kontrol positif. Pada konsentrasi
larutan uji 2% dan 2,5% terjadi penghambatan
dengan tingkat yang setara dengan kontrol
positif (Ampicillin 1%)
Uji Kruskal Wallis menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak kayu ulin
memberikan pengaruh yang sangat signifikan
(p < 0,000) terhadap pertumbuhan koloni
bakteri. Berdasarkan uji Dunnet T3 terlihat
bahwa semakin besar konsetrasi ekstrak kayu
ulin semakin kecil jumlah koloni yang
terbentuk (Tabel 1). Konsentrasi ekstrak kayu
ulin 1% sudah memperlihatkan jumlah koloni
yang lebih rendah dari jumlah koloni pada
kontrol negatif, walaupun masih lebih tinggi
dari kontrol positif. Pada konsentrasi 2% dan
2,5% tidak terlihat adanya koloni
sebagaimana pada kontrol positif.
PEMBAHASAN