You are on page 1of 12

BIOSCIENTIAE

Volume 4, Nomor 1, Januari 2007, Halaman 37-42


http://www.unlam.ac.id/bioscientiae/
POTENSI EKSTRAK KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri T et B)
DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO

Aulia Ajizah, Thihana, Mirhanuddin


Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
Jalan Brigjen H. Hasan Basry Banjarmasin, Indonesia

ABSTRACT
Beside for house and heavy construction, ironwood (Eusideroxylon zwageri) has be
en locally used as
traditional medicine against toothache. The objective of the present study was t
o confirm the
antibacterial property of the ironwood extract against Staphylococcus aureus. Fo
ur concentrations of
ironwood extract: 1%, 1.5%, 2%, and 2.5%, were applied to bacterial suspensions
on nutrient broth,
and bacterial colonies were observed on MSA. Nutrient broth and Ampicillin 1% we
re used as
negative and positive controls. The results showed that bacterial growth was ret
arded by 1% and
1.5% extracts, and that no bacterial growth was observed in media containing 2%
and 2.5%
ironwood extract as well as in positive control. The study confirmed antibacteri
al property of
ironwood extract and concluded that the Minimal Inhibitor Concentration (MIC) of
the extract was
2%.
Key words: ironwood, Eusideroxylon zwageri, extract, toothache, Staphylococcus a
ureus,
antibacterial property
memanfaatkan pula kayu ulin sebagai
PENDAHULUAN
komponen konstruksi rumah seperti kusen
Kalimantan merupakan salah satu pulau di jendela dan pintu, daun pintu, serta hi
asan
Indonesia yang paling kaya kayu ulin rumah.
(Eusideroxylon zwageri T et B). Kayu ulin Tingginya tingkat pemanfaatan kayu
terutama dimanfaatkan sebagai bahan ulin selain mengancam kelestarian kayu ulin
bangunan, seperti konstruksi rumah/gedung, dapat pula menimbulkan pencemaran
jembatan, tiang listrik, dan perkapalan. Di lingkungan. Industri penggergajian k
ayu ulin
samping itu, masyarakat di kalimantan menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji.
BIOSCIENTIAE. 2007. 4(1): 37-42
Sejauh ini limbah tersebut dibuang begitu saja
ke lingkungan, dan mencemari lingkungan
khususnya perairan sungai, karena industri
penggergajian kayu ulin umumnya memang
berada di tepi sungai. Walaupun sudah ada
anggota masyarakat yang memanfaatkan
limbah itu, belum ada kegiatan yang secara
signifikan dapat mencegah penimbunan
limbah kayu ulin. Oleh sebab itu harus dicari
berbagai alternatif pemanfaatan limbah
tersebut untuk mengimbangi laju pertambahan
atau penumpukannya.
Di antara kemungkinan pemanfaatan
limbah kayu ulin adalah sebagai obat
tradisional. Sebagian masyarakat di
kalimantan telah biasa mengunakan air
rebusan kayu ulin untuk mengobati sakit gigi.
Adanya tradisi menggunakan air
rendaman kayu ulin untuk mengobati sakit
gigi menimbulkan dugaan bahwa kayu ulin
mengandung zat atau senyawa yang dapat
membunuh kuman penyebab sakit gigi
(antibiotik). Akan tetapi, ada pula
kemungkinan bahwa khasiat kayu ulin untuk
mengatasi sakit gigi itu hanya karena kayu
ulin mengandung zat atau senyawa yang dapat
mengurangi rasa sakit (analgesik).
Uji fitokimia pendahuluan mengindikasikan
bahwa kayu ulin mengandung
berbagai senyawa kimia, antara lain golongan
alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tanin, dan
saponin. Flavonoid, triterpenoid dan saponin
adalah senyawa kimia yang memiliki potensi
sebagai antibakteri dan antivirus (Robinson,
1995). Sementara itu senyawa alkaloid juga
penting bagi industri farmasi karena
kebanyakan mempunyai efek fisiologis
tertentu (Anwar et al., 1994). Dilihat dari
kandungannya itu, diduga kayu ulin memang
mempunyai potensi untuk membunuh kuman
atau mikroba. Meskipun demikian perlu
dilakukan pengujian secara ilmiah untuk
memperoleh data empiris yang dapat
dipergunakan untuk menarik generalisasi
yang sahih mengenai potensi kayu ulin
tersebut.
Karena masyarakat biasa mempergunakan
untuk mengobati sakit gigi,
pengujian daya antibakteri kayu ulin
sebaiknya juga dilakukan terhadap bakteri
yang biasanya terdapat di mulut dan bisa
menyebabkan sakit gigi. Kuman yang
biasanya terdapat di dalam mulut di antaranya
adalah Streptococcus mutans, Streptococcus
viridans, Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus pneumoniae, dan
Staphylococcus aureus (Volk & Wheeler,
1990).
Di antara kuman-kuman tadi,
Staphylococcus aureus sering dipakai dalam
pengujian daya antibakteri. Selain terdapat di
dalam mulut, Staphylococcus aureus juga
dapat menginfeksi jaringan atau alat tubuh
lain dan menyebabkan timbulnya penyakit
dengan tanda-tanda yang khas seperti
peradangan, nekrosis, dan pembentukan
abses. Jenis kuman ini juga dapat membuat
enterotoksin yang dapat menyebabkan
Ajizah et al. Potensi ekstrak kayu ulin menghambat Staphylococcus aureus
keracunan makanan. Kuman ini juga dapat
menyebabkan terjadinya septikemia,
endokarditis, meningitis, abses serebri, sepsis
purpuralis, dan pneumonia. Oleh karena itu,
penemuan bahan yang dapat membantu
mengatasi kuman ini akan memberikan
sumbangan yang penting bagi upaya
pemeliharaan kesehatan masyarakat.
Dengan demikian, daya antibakteri
ekstrak kayu ulin dapat diuji terhadap
Staphylococcus aureus. Penelitian ini selain
mencari alternatif pemanfaatan limbah kayu
ulin agar tidak mencemari lingkungan, juga
alternatif antibiotik, khususnya terhadap
Staphylococcus aureus dan penyakit yang
disebabkannya.
BAHAN DAN METODE
Limbah kayu ulin berupa sisa serutan
diambil dari salah satu usaha penggergajian
kayu ulin di Banjarmasin. Serutan itu
kemudian dikeringkan dan dijadikan serbuk,
kemudian ekstrak kayu ulin dibuat
berdasarkan prosedur sebagaimana diuraikan
oleh Harborne (1987). Larutan uji disiapkan
dengan konsentrasi ekstrak 1%, 1,5%, 2%,
dan 2,5%. Sebagai kontrol digunakan larutan
Ampicillin 1% (kontrol positif) dan Nutrient
Broth (kontrol negatif).
Suspensi bakteri Staphylococcus
aureus untuk pengujian disiapkan dalam
larutan Nutrient Broth (NB) dan
kekeruhannya disetarakan dengan kekeruhan
larutan standar Mc Farland 0,5 (Frankel et al.,
1970).
Uji Antibakteri:
Untuk pengujian daya antibakteri
digunakan metode dilusi. Kepada tiap tabung
yang sudah berisi 2 cc larutan uji dan kontrol
ditambahkan 1 cc suspensi biakan murni
Staphylococcus aureus.
1 cc campuran suspensi kuman dan
larutan uji atau kontrol dinokulasikan ke
cawan petri yang kemudian dituangi 20 cc
MSA (Manitol Salt Agar) cair. Setelah MSA
memadat, cawan disimpan pada suhu 37 C
selama 24 jam dengan posisi terbalik. Semua
perlakuan diulang sebanyak 5 kali.
Daya hambat larutan uji dievaluasi
dengan cara membandingkan pertumbuhan
koloni bakteri dengan kontrol positif dan
kontrol negatif. Data kuantitatif didapat dari
penghitungan jumlah koloni bakteri pada
cawan petri.
Analisis Data
Data kuantitatif jumlah koloni bakteri
yang tumbuh pada masing-masing cawan petri
dianalisis dengan uji nonparametrik Kruskal
Wallis. Perbedaan di antara kelompok
perlakuan dideteksi dengan uji Dunnet T3.
HASIL
Pembandingan dengan kontrol positif
dan kontrol negatif menunjukkan bahwa
dengan larutan uji konsentrasi 1% dan 1,5%
BIOSCIENTIAE. 2007. 4(1): 37-42
terjadi pertumbuhan bakteri yang lebih rendah
dari kontrol negatif, walaupun masih lebih
tinggi dari kontrol positif. Pada konsentrasi
larutan uji 2% dan 2,5% terjadi penghambatan
dengan tingkat yang setara dengan kontrol
positif (Ampicillin 1%)
Uji Kruskal Wallis menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak kayu ulin
memberikan pengaruh yang sangat signifikan
(p < 0,000) terhadap pertumbuhan koloni
bakteri. Berdasarkan uji Dunnet T3 terlihat
bahwa semakin besar konsetrasi ekstrak kayu
ulin semakin kecil jumlah koloni yang
terbentuk (Tabel 1). Konsentrasi ekstrak kayu
ulin 1% sudah memperlihatkan jumlah koloni
yang lebih rendah dari jumlah koloni pada
kontrol negatif, walaupun masih lebih tinggi
dari kontrol positif. Pada konsentrasi 2% dan
2,5% tidak terlihat adanya koloni
sebagaimana pada kontrol positif.
PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak


kayu ulin mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini diduga
karena adanya kandungan senyawa kimia
seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tanin,
dan saponin di dalam ekstrak kayu ulin.
Senyawa-senyawa itulah yang berperan
sebagai bahan aktif yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Menurut Jawetz et al. (2001)
pertumbuhan bakteri yang terhambat atau
kematian bakteri akibat suatu zat antibakteri
dapat disebabkan oleh penghambatan
terhadap sintesis dinding sel, penghambatan
terhadap fungsi membran sel, penghambatan
terhadap sintesis protein, atau penghambatan
terhadap sintesis asam nukleat.
Tabel 1. Jumlah koloni Staphylococcus aureus pada beberapa perlakuan konsentrasi
ekstrak kayu
ulin Eusideroxylon zwageri
Perlakuan
Jumlah koloni (x 106 CFU/ml)
1 2 3 4 5 Rata-rata
Kontol (-)
Ekstrak 1%
Ekstrak 1,5%
Ekstrak 2%
Ekstrak 2,5%
Kontrol (+)
43
0,21
0,049
0
0
0
13
0,95
0,032
0
0
0
38
0,68
0,074
0
0
0
22
0,36
0,090
0
0
0
27
0,11
0,011
0
0
0
28,6d
0,468c
0,0512b
0a
0a
0a
Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan
Di antara berbagai kerusakan yang dinding sel. Ini didasarkan pada adanya
dapat terjadi pada sel bakteri tersebut, yang kandungan flavonoid yang merupakan
mungkin terjadi pada bakteri Staphylococcus senyawa fenol (Harborne, 1987). Seny
awa
aureus akibat pemberian ekstrak kayu ulin fenol dapat bersifat koagulator protei
n
adalah penghambatan terhadap sintesis (Dwidjoseputro, 1994). Protein yang
Ajizah et al. Potensi ekstrak kayu ulin menghambat Staphylococcus aureus
menggumpal tidak dapat berfungsi lagi,
sehingga akan mengganggu pembentukan
dinding sel bakteri. Selain itu, daya
antibakteri ekstrak kayu ulin diduga juga
berkaitan dengan adanya senyawa alkaloid
yang, seperti halnya senyawa flavonoid, juga
dapat mempengaruhi dinding sel.
Staphylococcus aureus merupakan
bakteri gram positif. Dinding sel bakteri gram
positif terdiri atas peptidoglikan yang sangat
tebal yang memberikan kekakuan untuk
mempertahankan keutuhan sel. Proses
perakitan dinding sel bakteri diawali dengan
pembentukan rantai peptida yang akan
membentuk jembatan silang peptida yang
menggabungkan rantai glikan dari
peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga
menyebabkan dinding sel terakit sempurna.
Jika ada kerusakan pada dinding sel atau ada
hambatan dalam pembentukannya dapat
terjadi lisis pada sel bakteri sehingga bakteri
segera kehilangan kemampuan membentuk
koloni dan diikuti dengan kematian sel
bakteri. Pada Staphylococcus aureus
pemberian obat/antimikroba dapat
menghambat perakitan dinding sel dan
mengakibatkan penggabungan rantai glikan
tidak terhubung silang ke dalam peptidoglikan
dinding sel menuju suatu struktur yang lemah
dan menyebabkan kematian bakteri (Morin
dan Gorman, 1995).
Setiap senyawa yang menghalangi
tahap apapun dalam sintesis peptidoglikan
akan menyebabkan dinding sel bakteri
diperlemah dan sel menjadi lisis (Jawetz et
al., 2001). Lisisnya sel bakteri tersebut
dikarenakan tidak berfungsinya lagi dinding
sel yang mempertahankan bentuk dan
melindungi bakteri yang memiliki tekanan
osmotik dalam yang tinggi. Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram positif yang
memiliki tekanan osmotik dalam 3 5 kali
lebih besar dari bakteri gram negatif, sehingga
lebih mudah mengalami lisis (Jawetz dalam
Katzung, 1989). Tanpa dinding sel, bakteri
tidak dapat bertahan terhadap pengaruh luar
dan segera mati (Wattimena et al., 1991).
Oleh karena itu, diduga adanya gangguan atau
penghambatan pada perakitan dinding sel utuh
yang tepat serta lisisnya dinding sel dapat
menerangkan efek menghambat/bakteriostatik
dari ekstrak kayu ulin.
Penggunaan konsentrasi ekstrak kayu
ulin yang berbeda memberikan tingkat
pengaruh yang berbeda pula terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Pada kontrol negatif (Nutrient Broth) jumlah
koloni berbeda nyata dengan semua
konsentrasi perlakuan. Pada konsentrasi
ekstrak 1% dan 1,5% terdapat koloni bakteri
yang tumbuh, tetapi jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan dengan yang tumbuh di kontrol
negatif, dan jumlah koloni yang tumbuh di
antara kedua konsentasi perlakuan memiliki
rentang yang sangat jauh, apalagi dengan
konsentrasi 2% dan 2,5% dan kontrol positif
yang sama sekali tidak memperlihatkan
pertumbuhan koloni bakteri. Pertumbuhan
BIOSCIENTIAE. 2007. 4(1): 37-42
bakteri benar-benar dihambat pada
konsentrasi ekstrak 2% dan 2,5%. Semua ini
mengindikasikan bahwa semakin tinggi
konsentasi ekstrak kayu ulin maka
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
semakin dihambat karena semakin banyak
bahan aktif dalam larutan uji.
Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa perlakuan yang berpotensi untuk
menghambat total pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus adalah mulai
konsentrasi 2%. Artinya, konsentrasi terendah
untuk menghambat total pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus adalah 2%.
Dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian ini memberikan data empiris yang
mengonfirmasi adanya daya antibakteri pada
ekstrak kayu ulin, khususnya terhadap
Staphylococcus aureus.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Kepala dan staf Balai Laboratorium
Kesehatan Banjarmasin yang telah
memberikan kesempatan menggunakan
fasilitas yang ada untuk pelaksanaan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar C, Bambang P, Harno D, Tutik DW.
1994. Pengantar Praktikum Kimia
Organik. FMIPA Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Dwidjoseputro D. 1994. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta
Frankel S, Reitman S, Sonnenwirth AC. 1970.
Grandwohl s Clinical Laboratory
Methods and Diagnosis. 7th edition. The
CV Mosby Co, Saint Louis.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia.
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Diterjemahkan oleh
Padmawinata K & Soediro. Penerbit
ITB, Bandung.
Jawetz E, Melnick GE, and Adelberg CA.
2001. Mikrobiologi kedokteran. Edisi I.
Diterjemahkan oleh Penerjemah Bagian
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Salemba
Medika, Surabaya.
Katzung BG. 1989. Farmakologi Dasar dan
Klinik (Basic and Clinical
Pharmacology). Edisi III.
Diterjemahkan oleh Kutoabulum BH,
Indrawasih B, Sanjaya C, Setiadi H.
Hokardi Y, Pranoto GB, Andrianto P.
EGC, Jakarta.
Morin RB & Gorman M. 1995. Kimia dan
Biologi Antibiotik b-Lactam (Chemistry
and Biology of b-Lactam Antibiotics).
Edisi III. Diterjemahkan oleh Mulyani
S. IKIP Semarang Press, Semarang.
Robinson R. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB,
Bandung
Volk WA & Wheeler MF. 1990. Mikrobiologi
Dasar. Edisi kelima. Diterjemahkan
oleh Soenarto. Erlangga, Jakarta.
Wattimena JR, Sugiarso NC, Widianto MB,
Sukandar EY, Soemardji AA, Setiadi
AR. 1991. Farmakologi dan Terapi
Antibiotik. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta

You might also like