You are on page 1of 10

HEMATOMA EPIDURAL

A. Pengertian

Hematoma epudural suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian
dalam dan lapisan meninges paling luar, dura. ( Carolyn M. Hudak, RN, PHD dan
Barbara M. Gallo, RN, MS, CNAA, 1995 )

Epidural hematoma atau perdarahan ekstradura diartikan sebagai adannya


penumpukan darah diantara dura dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak (Japardi,
2004). Lebih sering terjadi pada lobus temporal dan parietal (Smeltzher & Bare,
2001).

B. Etiologi

Epidural hematom terjadi karena laserasi pembuluh darah yang ada di antara
tengkorak dan durameter akibat benturan yang menyebabkan fraktur tengkorak seperti
kecelakaan kendaraan, atau tertimpa sesuatu, dan terjatuh. Sumber perdarahan
biasanya dari laserasi cabang arteri meningen, sinus duramatis, dan diploe (Japardi,
2004)
C. Patoflow
D. Manifestasi klinis

 Penurunan kesadaran sampai koma


 Keluarnya darah yang bercampur CSS/cairan serebrospinal dari hidung
(rinorea) dan telinga (othorea)
 Nyeri kepala yang berat
 Susah bicara
 Dilatasi pupil dan ptosis
 Mual
 Hemiparesis
 Pernafasan dalam dan cepat kemudian dangkal irregular
 Battle sign
 Peningkatan suhu
 Lucid interval (mula-mula tidak sadar lalu sadar dan kemudian tidak sadar

E. Pemeriksaan penunjang

 CT scan: Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan ukuran


ventrikuler, pergeseran otak.
 MRI: sama dengan CT scan dengan/tanpa menggunakan kontras

 Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti


pergerseran jaringan otak akibat edema, perdarahan/trauma
 EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang

patologis
 Sina X: mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran

struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang
 BAER (Brain auditory Evoked Respons): menentukan fungsi korteks dan

batang otak
 PET (Positron Emission Tomogrhapy): menunjukkan metabolisme pada otak

 Fungsi lumbal: dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid

 AGD: mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat

meningkatkan TIK

F. Penatalaksanaan

Penanganandarurat :
• Dekompresi dengan trepanasi sederhana
• Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau
gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan
meningkakan drainase vena.(9)
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan dexametason
(dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20%
(dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi
akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan
untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama)
untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang
dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM)
merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis
lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan
intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang
meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis
yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan
kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam
unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.(8)

Terapi Operatif
Operasidi lakukan bila terdapat : (15)
• Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
• Keadaan pasien memburuk
• Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional
saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi
emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.(8)
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
• > 25 cc = desak ruang supra tentorial
• > 10 cc = desak ruang infratentorial
• > 5 cc = desak ruang thalamus
Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
•Penurunan klinis
•Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.
•Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparase, tetraplegia, kehilangan
tonus otot

2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardi yang diselengi bradikardi)

3. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, bingung, depresi

4. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus

5. Neurosensosir
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkop kehilangan pendengaran, baal pada ekstremitas, gangguan penglihatan,

6. Pangguanpengecapan dan penciuman


- Tanda : perubahan kesadaran, perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, kosentrasi, tingkah laku dan memori), perubahan pupil (respon
terhadap cahaya, simetris), wajah tidak simetris, genggaman lemah, refleks
tendon dalam lemah atau tidak ada, postur (dekortikasi, deserebrasi),
kehilangan sensasi sebagian tubuh

7. Makanan/cairan
- Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
- Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan

8. Nyeri
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa istirahat, merintih

9. Pernafasan
Tanda: perubahan pola nafas, nafas berbunyi ronki, mengi positif
Interaksi sosial
Gejala: afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang

B. Diagnosa keperawatan

 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian


aliran darah akibat SOL (hematoma, hemoragi), edema serebral.
 Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
salivasi di jalan napas, obstruksi jalan napas.
 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskular
(cedera pada pusat pernapasan otak), obstruksi trakeobronkial.
 Perubahan persepsi sensori: penciuman, pendengaran, pengecapan
berhubungan dengan defisit neurologis, trauma.
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan,
kerusakan persepsi, terapi imobilisasi.
 Risiko ringgi infeksi berhubungan dengan kebocoran CSS, trauma
jaringan, kulit rusak.
 Risiko gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penuruan kesadaran, ketidakmampuan untuk
mencerna makanan, kelemahan otot untuk mengunyah dan menelan. ´

C. Intervensi

1. Dx : Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian


aliran darah akibat SOL (hematoma, hemoragi), edema serebral.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,


diharapkan perfusi jaringan serebral adekuat, ditandai dengan
kriteria hasil :
 Tingkat kesadaran
 compus mentis.
 - TTV dalam rentang
 normal.
- Respon motorik baik.
- GCS normal 13-15
- Suhu tubuh <38,50C
- Urine output tidak
 kurang dari 0,5ml/kg/jam dan tidak lebih dari 200 ml/kg/jam

intervensi :

1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab


koma/penurunan perrfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK
2. Pantau dan catat status neurologis secara teratur dan
bandingkan dengan nilai standar.
3. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana, gerakan yang bertujuan
dan gerakan yang tidak bertujuan. Catat gerakan anggota tubuh dan catat
sisi kiri dan kanan secara terpisah
4. Pantau TD. Catat adanya hipertensi sistolik yang terus menerus
dan tekanan nadi yang semakin berat.
5. Pantau frekuensi jantung, catat adanya bradikardia, takikardia,
atau bentuk disritmia lainnya
6. Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur,
ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi
7. Letakkan kepala pada posisi yang lebih tinggi sesuai toleransi

Kolaborasi

8. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. Berikan cairan melalui vena


melalui alat kontrol.

9. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

2. Dx : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan,


kerusakan persepsi, terapi imobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan klien tidak mengalami gangguan mobilitas fisik dengan kriteria
hasil :

 Skala ketergantungan klien 0

 Tidak terjadi dikubitus

 Mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan dilakukan kembali


aktifitas

Intervemsi :

1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada


kerusakan yang terjadi

2. Kaji derajat imobilisasi klien dengan menggunakan skala ketergantungan

3. Ubah posisi klien setiap 2 jam sekali

4. Beri atau bantu untuk melakukan latihan rentang gerak

5. Berikan perawatan mata, air mata buatan, tutup mata sesuai kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

www. Google.com

Hudak, carolyn M, RN, PHD dan Gallo, Barbara M, RN, MS, CNAA. ( 1995 ).
Keperawatan kritis. Edisi VI volume II. Jakarta : EGC

Brunner & suddarth ( 1997 ). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

You might also like