You are on page 1of 43

FRAKTUR

PADA ANAK

By Fauziah Rudhiati,
S.Kep., Ners
DEFINISI
• Fraktur adalah terputusnya kontuinitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).
• Terdapat perbedaan yang mendasar antara
fraktur yang terjadi pada orang dewasa dan
fraktur pada anak-anak
Definisi…
• Perbedaannya terletak pada adanya growth
plate (atau fisis) pada tulang anak-anak
merupakan satu perbedaan yang besar.
Growth plate tersusun atas kartilago
• Growth plate dapat menjadi bagian
terlemah terhadap trauma dan dapat
mengalami deformitas
• Akan tetapi growth plate juga dapat
membantu remodeling pada fraktur di
tempat lain.
Karakteristik Struktur dan Fungsi
Tulang Anak
• Remodelling : melakukan remodelisasi jauh
lebih baik daripada dewasa, mempunyai
kemampuan “biological plasticity” sehingga
dapat terjadi gambaran fraktur yang unik
pada anak yang tidak dijumpai pada
dewasa, seperti pada fraktur buckle (torus)
dan greenstick.
• Ligamen : Tensile strength (kekuatan
tegangan) pada ligamen anak-anak dan
dewasa secara umum sama
Karakteristik Struktur dan Fungsi
Tulang Anak
• Periosteum : Bagian terluar yang menutupi
tulang adalah lapisan fibrosa dense, yang
pada anak-anak secara signifikan lebih tebal
daripada dewasa. Fraktur tidak cenderung
untuk mengalami displace seperti pada
dewasa, dan dapat berguna sebagai bantuan
dalam reduksi fraktur dan maintenance.
Karakteristik Struktur dan Fungsi
Tulang Anak
• Growth Plate : Growth plate atau fisis
adalah lempeng kartilago yang terletak di
antar epifisis (pusat penulangan sekunder)
dan metafisis. Bagian ini juga menjadi satu
titik kelemahan dari semua struktur tulang
terhadap trauma mekanik
ETIOLOGI
• TRAUMA : Trauma dapat dibagi menjadi trauma
langsung dan trauma tidak langsung. Trauma
langsung berarti benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan
trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan
benturan dengan terjadinya fraktur bergantian.
• NON TRAUMA : Fraktur terjadi karena
kelemahan tulang akibat kelainan patologis
didalam tulang, non trauma ini bisa karena
kelainan metabolik atau infeksi.
• STRESS: terjadi karena trauma yang terus-
menerus pada suatu tempat tertentu.
Klasifikasi Fraktur Pada Anak
• Fraktur green stick: Deformasi
plastik terjadi ketika tulang
membengkok melebihi
elastisitasnya, tanpa disertai
fraktur yang nyata
• Fraktur buckle atau torus terjadi karena
kompresi aksial pada metafisial-diafisial
junction.
Kedua jenis fraktur ini stabil dan menyembuh dalam
2-3 minggu dengan immobilisasi.
Klasifikasi Fraktur Pada Anak
• Fraktur akibat trauma kelahiran
Fraktur yang terjadi pada saat proses
kelahiran sering terjadi pada saat
melahirkan bahu bayi, (pada persalinan
sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya
disebabkan karena tarikan yang terlalu kuat
yang tidak disadari oleh penolong
Klasifikasi Fraktur Pada Anak
• Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang
mengenai lempeng epifisis distal tibia dibagi
menjadi lima tipe :
Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi
periosteumnya masih utuh.
Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram
epifisis lepas sama sekali dari metafisis.
Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi
Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya
tegak lurus cakram epifisis
Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang
menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut.
Manifestasi Klinik
• Nyeri
• Deformitas (kelainan bentuk)
• Krepitasi (suara berderik)
• Bengkak
• Peningkatan temperatur lokal
• Pergerakan abnormal
• Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
• Kehilangan fungsi (Smelter & Bare, 2002).
Prinsip terapi fraktur
Ada empat konsep dasar yang harus
dipertimbangkan dalam menangani fraktur yaitu:
1. Rekognisi atau pengenalan (Price & Wilson,
1985);
Rekognisi yaitu pengenalan mengenai diagnosis
pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di
rumah sakit.
Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis
kekuatan yang berperanan dan deskripsi
tentang kejadian tersebut oleh klien sendiri,
jika anak sudah mampu untuk bercerita.

menentukan kemungkinan tulang yang


patah, yang dialami dan kebutuhan
pemeriksaan spesifik untuk fraktur.
2. Reduksi; pemilihan keselarasan anatomi bagi
tulang fraktur (Sabiston, 1984)
- Reposisi.
- Fraktura tertutup pada tulang panjang ditangani
dengan reduksi tertutup.
- Untuk mengurangi rasa sakit selama tindakan ini
klien dapat diberi narkotika intravena, obat
penenang (sedatif a0 atau anastesia blok saraf
lokal).
Pada waktu merencanakan perawatan klien
perlu dinilai;
• keadaan sosial,
• kemungkinan dukungan dari keluarga,
kemungkinan pengaruh cedera pada
kehidupan klien pada beberapa bulan yang
akan datang dan harapan dari klien
sendiri.
• Perlu diberikan penjelasan tentang adanya
kemungkinan reduksi tidak berhasil, akibat
fraktur yang dapat terjadi, periode serta sifat
ketidakmampuan klien.
Contoh; klien yang mengalami fraktur pada daerah
siku jarang dapat mengekstensikan lengan
sepenuhnya dan “mengunci” sikunya.

Jika reduksi secara manual dan tertutup dengan


analgetik lokal tidak berhasil, maka upaya ini harus
dihentikan, klien perlu dirawat di rumah sakit
disiapkan untuk anastesi umum dan direncanakan
reduksi di kamar operasi.
• Traksi kontinu; dengan plester felt melekat
di atas kulit atau dengan memasang pin
trafersa melalui tulang, distal terhadap
fraktur.
• Reduksi terbuka bedah, biasanya disertai
sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat
pin, batang atau sekrup.
3. Imobilisasi (Sabiston, 1995) atau retensi
reduksi (Wilson & Price, 1985)

• Bila reduksi telah tercapai, maka diperlukan


imobilisasi tempat fraktur sampai timbul
penyembuhan yang mencukupi.
Teknik digunakan untuk imobilisasi, tergantung pada fraktur:

• Fraktur impaksi pada humerus proksimal


sifatnya stabil serta hanya memerlukan
balutan lunak
• Fraktur kompresi (impaksi) pada vertebra,
dapat diterapi dengan korset atau brace
• Fraktur yang memerlukan reduksi bedah
terbuka biasanya diimobilisasi dengan
perangkat keras interna, imobilisasi
eksternal normalnya tidak diperlukan.

• Fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi


dengan gips, gips fiberglas atau dengan
brace yang tersedia secara komersial
• Semua pasien fraktur perlu diperiksa untuk
menilaian neurology dan vascular.
• Adanya nyeri, pucat, prestesia, dan hilangnya
denyut nadi pada ekstremitas distal merupakan
tanda disfungsi neurovaskuler.
• Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi
juga bertindak sebagai imobilisasi dengan
ekstrimitas disokong di atas ranjang atau di atas
bidai sampai reduksi tercapai.
• Kemudian traksi dilanjutkan sampai ada
penyembuhan yang mencukupi, sehingga
pasien dapat dipindahkan memakai gips
atau brace.
• Sedapat mungkin pembidaian (splinting)
harus dilakukan dalam posisi fungsional
sendi yang bersangkutan
4. Pemulihan fungsi (restorasi) atau
rehabilitasi (Price & Wilson 1985, Sabiston
1995)
• Sesudah periode imobilisasi pada bagian
manapun selalu akan terjadi kelemahan otot
dan kekakuan sendi.
• Hal ini dapat diatasi dengan aktivitas secara
progresif, dan ini dimudahkan dengan
fisioterapi atau dengan melakukan kerja sesuai
dengan fungsi sendi tersebut.
• Adanya penyambungan yang awal dari
fragmen-fragmen sudah cukup menjadi
indikasi untuk melepas bidai atau traksi,
akan tetapi penyambungan yang sempurna
(konsolidasi) seringkali berlangsung dalam
waktu yang lama.
• Bila konsolidasi sudah terjadi barulah klien
diijinkan untuk menahan beban atau
menggunakan anggota badan tersebut
secara bebas.
Komplikasi Pemasangan Traksi
• Dekubitus
• Kongesti paru/pneumonia
• Konstipasi dan anoreksia.
• Trombosi vena profunda.
• Stasis dan infeksi saluran kemih.
Paku Elastis Titanium
• Untuk penanganan patah
tulang paha (femur) yang
sering terjadi pada anak-anak
umur 6-14 tahun, kini digunakan paku elastis
dari titanium.
• Paku elastis dari titanium ini menggantikan
metode lama dengan traksi, dengan biaya
yang relatif sama namun anak dapat
bergerak lebih cepat.
• Metode baru ini membuat anak bisa bangun dari
tempat tidur 2 hari setelah operasi, keluar dari RS
setelah 4 hari dan berjalan dengan tongkat
penyangga dalam beberapa minggu setelah
pemasangan.
• Paku elastis ini fleksibel sehingga bisa
ditempatkan di antara tulang yang patah untuk
menyangga selama masa penyembuhan.
• Paku ini mempunyai panjang 15-20 inchi dengan
lebar hanya seukuran antena radio. Kadang
diperlukan dua paku untuk kemudian diambil 6-9
bulan setelah operasi pertama.
Fase-Fase Penyembuhan Fraktur
1. Fase hematoma
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan
endosteal
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara
klinis)
4. Fase Ossifikasi
5. Fase remodeling
1. Fase Hematoma (1-24 jam): pembuluh darah
ruptur, terjadi perdarahan di tulang dan jaringan
sekitar, terbentuk hematoma, benang-benang
fibrin membantu melindungi membran
periosteal, jaringan granulasi terbentuk oleh
fibroblast dan pembuluh darah baru, aktivitas
stimulasi osteoblastik dimulai.
2. Fase Proliferasi (1-3 hari): suplai darah
meningkat, membawa kalsium, fosfat, dan
fibroblas yang cukup. Terjadi Halisteresis
(jaringan tulang lunak) sepanjang 1/8 -1/4 inchi
3. Fase pembentukan callus (6-21 hari) :
Provisional kalus terbentuk, menjembatani dua
fragmen tulang, tetapi tidak dapat menopang
berat tubuh. Kemudian kalus yang sebenarnya
terbentuk. Dapat terbentuk secara berlebihan
tetapi dengan remodelling dapat diabsorpsi
kembali.
4. Fase konsolidasi( 3-10 Minggu):
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami
maturisasi lebih lanjut oleh aktivitas osteoblas,
callus menjadi tulang yang lebih dewasa
(mature) dengan pembentukan lamela-lamela).
Fase ini terjadi sesudah empat minggu, namun
pada anak-anak lebih mudah lebih cepat.
Secara berangsur-angsur primary bone callus
diresorbsi dan diganti dengan second bone
callus yang sudah mirip dengan jaringan
tulang yang normal.
5. Fase remodeling (setelah 9 bulan):
rongga sumsum tulang telah terbentuk, tulang
kompak telah tersusun
Waktu Penyembuhan
• Periode neonatus : 2-3 minggu
• Early childhood: 4 minggu
• Later childhood: 6-8 minggu
• Adolescence: 8-12 minggu
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
YANG TERPASANG TRAKSI
• Pengkajian
1. Dampak psikologik dan fisiologik masalah musculoskeletal,
alat traksi, dan imobilitas harus diperhitungkan.
2. Tingkat ansietas pasien dan respon psikologis terhadap traksi
harus dikaji dan dipantau.
3. Bagian tubuh yang ditraksi harus dikaji.
4. Status neurovaskuler (misal : warna, suhu, pengisian kapiler,
edema, denyut nadi, perabaan, kemampuan bergerak)
dievaluasi dan dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat.
5. Integritas kulit harus diperhatikan.: ulkus akibat tekanan
6. Kaji adanya tanda-tanda terjadis kongesti paru, statis
pneumonia, konstipasi, kehilangan nafsu makan, satis kemih
dan infeksi saluran kemih. Adanya nyeri tekan betis, hangat,
kemerahan, atau pembengkakan atau tanda human positif
(ketidaknyamanan pada betis ketika kaki didorsofleksi dengan
kuat) mengarahkan adanya trombosis vena dalam
Diagnosa Keperawatan
• Defisit volume cairan b.d. perdarahan
• Nyeri akut b/d trauma jaringan syaraf
• Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep
diri/citra diri
• Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. mual, muntah
• Resti infeksi b.d. imflamasi bakteri ke daerah
luka
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b/d trauma jaringan syaraf

Tujuan :
• Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2 X 24 jam klien mampu mengontrol nyeri,
dengan kriteria hasil :
• Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
• Mengikuti program pengobatan yang diberikan
• Menunjukan penggunaan tehnik relaks

You might also like