You are on page 1of 7

Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an ( Jam’ulAl-Qur’an )

Allah akan menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, akan selamat dari
usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan.Dalam catatan
sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Al-Qur’an dapat
menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih
hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat
penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis, kemudian
mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.
Pada awal pemerintahan khalifah yang pertama dari Khulafaur Rasyidin,
yaitu Abu Bakar Shiddiq, Al-Qur’an telah dikumpulkan dalam mushhaf tersendiri.
Dan pada zaman khalifah yang ketiga, ‘Utsman bin ‘Affan, al-Qur’an telah sempat
diperbanyak dan al-Qur’an yang asli itu sampai saat ini masih ada.
Dalam perkembangan selanjutnya, tumbuh pula usaha-usaha untuk
menyempurnakan cara-cara penulisan dan penyeragaman bacaan, dalam rangka
menghindari adanya kesalahan-kesalahan bacaan maupun tulisan. Karena penulisan
Al-Qur’an pada masa pertama tidak memakai tanda baca (tanda titik dan harakat).
Maka Al-Khalil mengambil inisiatif untuk membuat tanda-tanda yang baru,yaitu
huruf waw yang kecil diatas untuk tanda dhammah, huruf alif kecil diatas sebagai
tanda fat-hah, huruf alif yang kecil dibawah untuk tanda kasrah, kepala huruf syin
untuk tanda shiddah, kepala ha untuk sukun, dan kepala ‘ain untuk hamzah.
Kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong, dan ditambah sehingga
menjadi bentuk yang sekarang ada. Dalam perkembangan selanjutnya tumbuhlah
beberapa macam tafsir Al-Qur’an yang ditulis  oleh ulama Islam, yang sampai saat
ini tidak kurang dari 50 macam tafsir Al-Qur’an. Juga telah tumbuh pula berbagai
macam disiplin ilmu untuk membaca dan membahas Al-Qur’an.
Makalah ini akan memfokuskan pembahasan tentang pengertian jam’ul Al-
Qur’an, pemeliharaan pada masa Rasulullah, pemeliharaanmasa Abu Bakar As-
Siddiq, Pada Masa Ustman Bin Affan dan pemeliharaan pada masa modern.

1
Pengertian Jam’ul Al-Qur’an
Pengertian jam’ul Al-Qur’an(pengumpulan Al-Qur’an) oleh para ulama
adalah salah satu dari dua pengertian berikut ini:
Pertama, pengumpulan dalam arti hifdzuhu (menghafalnya dalam hati).1
Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi. Nabi senantiasa
mengerakan-gerakan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Al-Qur’an ketika
turun kepadanya sebelum Jibril selesai membacakannya, karena ingin
menghafalkannya.

‫ القيامة‬- * ُ‫سانَ َك لِتَ ْع َج َل بِ ِه * إِنَّ َعلَ ْينَا َج ْم َعهُ َوقُ ْر َءانَهُ * فَإِ َذا قَ َر ْأنَاهُ فَاتَّبِ ْع قُ ْر َءانَهُ * ثُ َّم إِنَّ َعلَ ْينَا بَيَانَه‬
َ ِ‫الَت َُح ِّركْ بِ ِه ل‬
“ Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur’an karena hendak
cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (didadahmu) dan membuatmu pandai, membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaabnnya itu. Kemudian atas
tanggungan kamilah penjelasannya.2(Q.S : Qiyamah : 16-19)
Kedua, pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi3 (penulisan Al-Qur’an
semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayatnya dan surat-suratnya, atau
mentertibkan ayat-ayat semata dan setiap surat ditulis dalam satu lembaran secara
terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran
yang terkumpul yang menghimpun semua surat, sebagiannya ditulis sesudah bagian
yang lain.

PengumpulanAl-Qur’an pada masa Nabi


Pemeliharaan atau pengumpulan Al-Qur’an pada zamanNabi dapat dibedakan
menjadi dua cara:
Pertama, Pengumpulan dalam dada berupa penghafalan dan penghayatan atau
ekpresi. Al-Qur’an ditunkan kepada Rasulullah SAW, dimana beliau dikenal seorang
yang ummi (tidak dapat membaca dan menulis), oleh karena beliau seorang yang
1
Baca Muhammad Salim Muhyisin, Tarikh al-Qur’an Karim, tth, hal. 128.
2
Q.S. (Qiyamah : 16-19).
3
Lihat Subhi Shalih, Mabahitz fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-‘Ilm, 1988), hal. 69.

2
menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu turunnya wahyu dengan rasa rindu, lalu
setiap yang turun lalu dihafal dan dipahaminya, persis seperti apa yang dijanjikan
Allah SWT : sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya ( di
dadahmu ), dan ( membuatmu pandai ), membacanya”4.
Oleh karena itu beliau adalah orang yang hafal pertama dan merupakan
contoh yang paling baik bagi para shahabat dan pengikutnya. Al-Qur’an diturunkan
dalam proses selama dua puluh tahun kurang lebih, yang terkadang turunnya itu
hanya satu ayat atau lebih bahkan sampai sepuluh ayat, atau tidak turun sama sekali.
Dan setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati,
sebab bangsa Arab secara kodrati memiliki kemampuan menghafal yang kuat. Hal itu
karena pada umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita,
syair-syair dan silsilah, mereka lakukan dengan menulis di dalam hati mereka.
Dalam kitab Shahihnya, Bukhari telah mengemukakan tentang adanya tujuh
hafidz, melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qal
bekas seorang budak, Abu Huzaifah, muaz bin Jabal, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Sabit,
Abu Zaid bin Sakan dan Abu Darda’.
Kedua, Pengumpulan berupa catatan, penulisan dalam kitab maupun berupa
ukiran. Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu Al-Qur’an dari shahabat-
shahabat terkemuka, seperti Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Ubai bin Ka’b dan Zaid
bin Abi Thalib. Bila ayat turun, ia memerintahkan mereka menuliskan dan
menunjukan tempat ayat tersebut dalam surat sehingga penulisan pada lembaran itu
membantu menghafal di dalam hati. Dan tampa diperintahkan disamping itu mereka
menulis ayat-ayat itu pada pelepah daun kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit
atau daun kayu, pelana, potongan tulang-belulang binatang.5

Pada Masa Abu Bakar As-siddiq


Rasulullah berpulang ke Rahmatullah setelah beliau menyampaikan risalah
dan amanah, mengajak umatnya kejalan yang lurus. Setelah belai wafat kekuasaan
4
Q.S. (Al-qiyamah : 17).
5
Lebih lengkap baca Muhammad Ali as-Shobuni, at-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut:
‘Alim Kutub, 1985), hal. 49-53.

3
dipegang oleh Abu Bakar As-Siddiq ra. Pada masa pemerintahannya ia banyak
malapetaka, berbagaimacam kesulitan dan problem yang rumit, diantaranya
memerangagi orang-orang yang murtad, yang ada dikalangan orang islam itu sendiri,
memerangi pengikut Musailamah Al-Kadzdzab
Peperangan Yamamah adalah suatu peperangan yang amat dahsyat. Banyak
kalangan shahabat yang hafal Al-Qur’andan ahli baca Al-Qur’an yang syahid yang
jumlahnya kurang dari 70 orang huffadz ternama. Oleh karena Kaum Muslimin
menjadi bingung dan khawatir. Umar bin Khattab merasa prihatin lalu beliau
menemui Abu Bakar yang dalam keadaan sedih dan sakit. Umar mengajajukan usul
supaya mengumpulkan Al-Qur’an karena khawatir lenyap dengan banyaknya huffadz
yang gugur. Abu Bakar pertama kali merasa ragu, setelah mendengar penjelasan
Umar, dan Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk melaksanakan tugas yang
mulia tersebut. Ia mengutus Zaid bin Tsabit dan mengajukan persoalan, serta
menyuruhnya agar segera menangani dan mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu
Mushhaf. Mula-mula pertama Zaid pun merasa ragu kemudian iapun dilapangkan
Allah dadanya sebagaimana halnya Allah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar.6

Jam'ul Al-Qur’an Pada Masa Usman bin Affan


Jam'ul Al-Qur’an mulai dikumpulkan, yaitu pada tahun 25 H. Pada periode
ini, Islam mulai tersebar dan bertambah luas, dan para Qurrapun tersebar luas
dipelbagai wilayah, dan penduduk di setiap wilayah itu mempelajari Qir'aat dari
Qarri yang dikirim kepada mereka. Al-Qur’an yang dibacakan berbeda-beda sejalan
dengan perbedaan dengan huruf.
Di masa khalifah Utsman bin Affan,pemerintahan mereka telah sampai
Armenia dan Azarbaiyah di sebelah timur dan Tripoli disebelah barat. Dengan
demikian kelihatanlah bahwa kaum muslim di waktu itu terpencar pencar di Mesir,
Syirtia, Irak, Persia dan africa. Kemampuan mereka pergi dan mereka tinggal, Al-
Qur’an itu tetap menjadi iman mereka, di antara mereka banyak yang menghafal Al-

6
Baca juga penjelasan Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Semarang: Rasail,
2008), hal. 48-54.

4
Qur’an itu. Padamereka terdapat naskah-naskah Al-Qur’an, tetapi naskah-naskah
yang mereka punya itu tidak sama susunan surat suratnya.
Terdapat juga perbedaan tentang bacaan Al-Qur’an tersebut. Asal mulanya
perbedaan tersebut adalah karena rasulullah sendiripun member kelonggaran kepada
kabilah kabilah arab yang berada di masanya untuk membaca dan melafazkan Al-
Qur’an itu menurut dialek mereka masing masing. Kelongganran ini diberikan oleh
Nabi supaya mereka menghafal al-Qur’an. Tetapi kemudian terlihat tanda tanda
bahwa perbedaan tentang bacaan tersebut bila di biarkan akan mendatangkan
perselisihan dan perpecahan yang tidak diinginkan dalam kalangan kaum muslim.
Orang yang pertama memperhatikan hal ini adalah seorang sahabat yang
bernama Huzaifah bin Yaman. Ketika beliau ikut dalam pertempuran menaklukkan
Armenia di Azerbaiyan, dalam perjalanan dia pernah mendengar pertikaian kaum
muslim tentang bacaan beberapa ayat Al-Qur’an dan pernah mendengar perkataan
seorang muslim kepada temannya: “bacaan saya lebih baik dari bacaanmu”
Keadaan ini mengagetkannya, maka pada waktu dia telah kembali ke
Madinah, segera ditemuinya Utsman bin Affan, dan kepada beliau diceritakan apa
yang dilihatnya mengenai pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan Al-Qur’an itu
seraya berkata: “susunlah umat islam itu sebelum mereka berselisih tentang Al Kitab,
sebagai perselisihan yahudi dan Nasara (Nasrani)”.
Maka khalifah Utsman bin Affan meminta Hafsah binti Umar lembaran
lembaran Al-Qur’an yang ditulis di masa khalifah Abu Bakar yang disimpan olehnya
untuk di salin. Oleh Utsman dibentuklah satu panitia yang terdiri dari Zaid bin Tsabit
sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash dan Abdur Rahman bin Harits bin
hisyam.
Tugas panitia itu adalah membukukan Al-Qur’an dengan menyalin dari
lembaran lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanan tugas ini utsman
menasehatkan agar:
Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an.Bila ada
pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah ditulis menurut

5
dialek suku Quraisy, sebab Al-Qur’an yang di pinjam dari hafsah itu dikembalikan
kepadannya.
Al-Qur’an yang telah dibukukan itu dinamai dengan “Al Mushhaf”, dan oleh
panitia di tulis lima buah Al mushhaf. Empat buah di antaranya dikirim ke Mekah,
Syiria, Basrah dan Kufah, agar di tempat tempat tersebut disalin pula dari masing
masing Mushhaf itu, dan satu buah di tinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri,
dan itulah yang dinamai dengan “Mushhaf Al Iman”.
Setelah itu Utsman memerintahkan menggumpulkan semua lembaran
lembaran yang bertuliskan Al-Qur’an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya.
Maka dari mushhaf yang di tulis zaman utsman itulah kaum Muslimin di seluruh
pelosok menyalin Al-Qur’an itu.
Dengan demikian, maka pembukuan Al-Qur’an di masa Utsman memiliki
faedah diantaranya:
1. Menyatukan kaum muslimin pada satu mushhaf yang seragam ejaan dan
tulisannnya
2. Menyatukan bacaan sesuai dengan ejaan, sedangkan ejaan yang tidak sesuai
denga ejaan Utsmani tidak di perbolehkan.
3. Menyatukan tertib urutan surat

Jam'ul Al-Qur’an Pada Masa Modern


Hingga saat ini, proses pemeliharaan masih tetap berlangsung. Sama seperti
yang terjadi pada masa-masa awal pemeliharaan Al-Qur’an, walaupun bentuk dan
caranya berbeda. Untuk konteks hafalan, pemeliharaan masih orang yang melakukan.
Bahkan banyak lembaga-lembaga yang melakukan usaha hifdz al-Qur’an. Para hafidz
al-Qur’an masih banyak bertebaran di berbagai belahan dunia,
Namun juga pemeliharan Al-Qur’an dilakukan dengan cara menyimpan dalam
bentuk tulisan dan suara. Sehingga memungkinkan bagi siapa saja untuk melacak
keberadaan Al-Qur’an dengan mudah. Perkembangan ini sangat selaras dengan bunyi
ayat di atas bahwa salah satu bentuk jaminan Allah terhadap Al-Qur’an adalah
melalui cara hafalan, tulisan, dan bahkan rekaman yang dilakukan oleh umat Islam.

6
Penutup

Dari penjelasan di atas bahwa perkembangan pemeliharaan Al-Qur’an yang


dilakukan oleh umat Islam mengalami perkembangan yang signifikan.Pada zaman
Nabi hingga zaman Utsman, pemeliharaan masih terbatas pada hafalan dan
tulisan.Tetapi pada zaman Utsman, media penulisannya mengalami kemajuan
dibandingkan dengan zaman Nabi yang masih menggunakan tulang, pelepah kurma
dan lain sebaginya.
Perkembangan pemeliharaan Al-Qur’an mengalami fase yang sangat pesat
terjadi di era modern.Di mana pemeliharaan Al-Qur’an menggunakan media yang
baik dan canggih, seperti tersimpan di disc maupun terekam dalam bentuk suara.
Apapun bentuk dan media yang digunakan, mereka telah melakukan usaha-usaha luar
biasa dalam melakukan pemeliharaan terhadap Al-Qur’an.

You might also like