You are on page 1of 28

KONSEPSI PENGEMBANGAN

KURIKULUM INOVATIF PENERAPAN


PEMBELAJARAN BERBASIS ALAM
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FORMAL DAN NONFORMAL

TIM PENGEMBANG

PUSAT KURIKULUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
Jakarta, 2008
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN Halaman

A. Rasional 3
B. Tujuan 5
C. Lingkup Pengembangan Model Kurikulum PAUD 6
D. Prinsip-prinsip Pengembangan Model Kurikulum PAUD 6

BAB II Landasan Pengembangan Model Kurikulum PAUD 7


A. Landasan Filosofis Pedagogis 7
B. Landasan Psikologis 14
C. Landasan Neurologi 20
D. Landasan Sosio-Antropologi 21

BAB III Model –Model Pengembangan Kurikulum PAUD 22


A. Pendekatan Model Pematangan (Maturations Model) 23
B. Metode Aliran Tingkah Laku Lingkungan 24
C. Model Interaksi 24

BAB IV Tahapan Pengembangan Model Kurikulum PAUD 26


A. Pengumpulan dan Penelaahan Referensi 26
B. Pemetaan Kebutuhan Anak Usia Dini 26
C. Penyusunan Draft Komponen Kurikulum 26
D. Penyusunan Standar Isi Perkembangan 27
E. Penyusunan Standar Proses Pembelajaran 27
F. Penyusunan Standar Pengelolaan Pembelajaran 28
G. Penyusunan Standar Penilaian 28

Daftar Pustaka 29

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD i


Bab PENDAHULUAN

1
A. Rasional
asa usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar
dalam sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan

M manusia. Pada masa ini ditandai oleh berbagai periode penting yang
menjadi fundamen dalam kehidupan anak selanjutnya sampai periode
akhir perkembangannya. Salah satu periode yang menjadi penciri masa
usia dini adalah the Golden Ages atau periode keemasan. Banyak konsep
dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan
pada masa usia dini. Beberapa label konsep disandingkan pada masa anak usia dini
seperti masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka, masa bermain dan masa
trozt alter 1 (masa membangkang tahap 1).
Label konsep tersebut diperkuat oleh fakta yang ditemukan oleh ahli ahli
Neurologi yang menyatakan bahwa pada saat lahir otak bayi mengandung 100
sampai 200 milyar neuron atau sel syaraf yang siap melakukan sambungan antar sel.
Sekitar 50 % kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun, 80 %
telah terjadi ketika berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi 100 % ketika anak
berusia 8 sampai 18 tahun. Pertumbuhan fungsional sel-sel syaraf tersebut
membutuhkan berbagai situasi pendidikan yang mendukung, baik dalam situasi
pendidikan keluarga, masyarakat maupun sekolah. Para ahli pendidikanpun sepakat
bahwa jika periode keemasan tersebut hanya berlangsung satu kali sepanjang rentang
kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa betapa meruginya suatu keluarga,
masyarakat dan bangsa jika mengabaikan masa-masa penting yang berlangsung pada
anak usia dini.
Sebagai komitmen dan keseriusan antar bangsa terhadap pendidikan anak usia
dini telah dicapai berbagai momentum dan kesepakatan penting yang telah digalang
secara internasional. Salah satunya adalah Deklarasi Dakkar yang diantaranya
menyepakati bahwa perlunya upaya memperluas dan memperbaiki keseluruhan
perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan
dan kurang beruntung. Adapun komitmen antara bangsa secara internasional lainnya
adalah kesepakatan antar negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang menyepakati ”Dunia yang layak bagi anak 2002” atau dikenal dengan ”world fit
for children 2002”. Beberapa kesepakatan yang diperoleh adalah (1) mencanangkan
kehidupan yang sehat, (2) memberikan pendidikan yang berkualitas, (3) memberikan
perlindungan terhadap penganiayaan, eksploitasi dan kekerasan.
Dalam tahun yang sama, bangsa Indonesia telah membuat catatan sejarah baru dalam
upaya perlindungan anak dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
dan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam
undang-undang nomor 23 ditegaskan beberapa poin penting sebagai berikut :
1. Pasal 4 mengungkapkan bahwa Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diksriminasi.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 1


2. Pasal 9 mengungkapkan dua hal pokok yaitu ;
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang
menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan
bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan
khusus.
Demikian pula dengan Undang-Undang Nomor 20 yang telah memberikan
payung hukum untuk perlunya diselenggarakan pendidikan anak usia dini pada ketiga
jalur pendidikan. Pada pasal 28 undang-undang nomor 20 ditegaskan tentang
penyelenggaraan pendidikan anak usia dini pada jalur informal (keluarga), jalur non
formal (seperti Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak) dan jalur formal
(Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Atfal).
Walapun berbagai upaya secara konseptual maupun praktis telah diupayakan
dalam membangun anak usia dini namun masih banyak anak usia dini Indonesia yang
belum terlayani kebutuhannya pada bidang pendidikan (sensus terbaru 2005 mencapai
26 juta). Pada sisi lain, kelembagaan pendidikan anak usia dini yang ada baru dapat
menampung sebesar 27% angka partisipasi kasar (APK). Hal ini diperburuk dengan
masih rendahnya kualitas penyelenggaraan lembaga pendidikan anak usia dini
diselenggarakan dilihat dari aspek standard program yang diberikan, proses
pembelajaran yang belum mengakomodasi kebutuhan anak dan kualitas serta
kualifikasi tenaga pendidik anak usia dini yang masih tergolong rendah.
Dalam rangka membantu memenuhi kebutuhan anak usia dini pada bidang
pendidikan, pemerintah berusaha menfasilitasi dikembangkannya rujukan kurikulum
yang diharapkan dapat membantu memberikan pendidikan yang berkualitas pada anak
usia dini. Dengan rujukan kurikulum ini diharapkan dapat membantu lembaga
pendidikan keluarga (informal), lembaga pendidikan masyarakat (nonformal) dan
lembaga pendidikan anak usia dini formal dalam memperoleh akses konsep panduan
kurikulum anak usia dini.
Kurikulum PAUD dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan
perkembangan (standar performen) anak pada segala aspek perkembangan sehingga
dapat membantu mempersiapkan anak beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan
masa kini dan masa depan kehidupannya. Kurikulum rujukan ini diharapkan akan
membantu pendidik memberikan standar isi, proses dan pengelolaan pembelajaran
yang berkualitas untuk anak usia dini.

B. Tujuan

Tujuan pengembangan model kurikulum PAUD disusun sebagai panduan


praksis pembelajaran pada anak usia dini sesuai dengan karakteristik dan tahapan
perkembangannya. Secara spesifik, panduan kurikulum diarahkan untuk :
1. memberikan guideline bagi pendidik dan stakeholder lainnya dalam melaksanakan
pendidikan pada anak usia dini.
2. membantu guru membuat keputusan tentang bagaimana mengorganisasi kelas
dan bagaimana membimbing dan merespon perilaku anak.
3. membantu guru menyesuaikan dengan falsafah pendidikan dan mempraktekan
kurikulum serta memahami isinya.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 2


C. Lingkup Pengembangan Model Kurikulum PAUD

Lingkup pengembangan model kurikulum PAUD ini mencakup beberapa


batasan sebagai berikut :
1. Lingkup kurikulum PAUD masa depan akan menjangkau ranah usia anak 0 tahun
sampai usia 6 tahun.
2. Anak usia dini pada usia SD kelas perlu diberikan pendidikan dengan
menggunakan pendekatan anak usia dini.
3. Lingkup kurikulum PAUD yang akan dibangun mencakup standar kebutuhan
perkembangan, proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik belajarnya dan
proses penilaian yang dilakukan secara autentik.
4. Lingkup kurikulum PAUD ini dapat dipergunakan untuk kebutuhan PAUD pada
semua jalur pendidikan anak usia dini.

D. Prinsip-prinsip Pengembangan Model Kurikulum PAUD

Pengembangan model kurikulum ini memperhatikan sejumlah prinsip yang


direkomendasikan secara akademik oleh para ahli pendidikan anak usia dini.
Beberapa prinsip yang dimaksud diantaranya adalah :
1. Memperhatikan kebutuhan anak dalam berbagai aspek perkembangan.
Prinsip ini memberikan dasar dalam pengembangan model kurikulum inovatif
yang harus memperhatikan, mencermati dan mengakomodasi berbagai ragam
aspek perkembangan dan konsep perkembangan anak usia dini. Masing-masing
aspek perkembangan memiliki karakteristik dan tahapan perkembangan yang
berbeda satu dengan lainnya sehingga akan memiliki dampak dalam menyusun
dan mengembangkan rencana dan proses pembelajaran, pengelolaan dan
penilaian. Demikian berbagai konsep perkembangan yang perlu diakomodasi
diantaranya adalah konsep psikologi perkembangan anak dalam hal belajar,
motivasi dan minat.
2. Beorientasi pada bermain.
Pengembangan model kurikulum inovatif PAUD harus dianalisis pada
3. Lingkungan yang kondusif.
4. Menggunakan keterpaduan.
5. Mengembangkan kecakapan hidup.
6. Menggunakan media dan sumber belajar lingkungan.
7. Dilaksanakan secara bertahap.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 3


Bab LANDASAN PENGEMBANGAN MODEL
KURIKULUM PAUD

2
A. Landasan Filosofis-Pedagogis

Filosofis pendidikan merupakan kerangka landasan yang sangat fundamental


bagi pendidik yang akan melaksanakan tugas profesionalnya sebagai guru. Kerangka
filosofis memberikan gambaran tentang cara pandang guru terhadap pendidikan itu
sendiri (termasuk didalamnya kurikulum : tujuan pendidikan dan isi pendidikan), anak
didik dan proses pembelajaran. Kerangka filosofis harus menjadi kerangka berpikir
guru atau mind set guru dalam menyelenggarakan praksis pembelajaran.
Adapun landasan pedagogis memberikan sejumlah pemahaman konseptual dan
praktis tentang bagaimana proses pendidikan itu terjadi dalam berbagai lingkungan,
termasuk didalamnya adalah pola pengasuhan anak, model pembelajaran, metode
pembelajaran dan teknik pembelajaran, penggunaan media dan sumber belajar,
penyusunan langkah pembelajaran dan penilaian yang mendidik anak.
Dari sudut filosofis pendidikan, banyak ragam konsep cara pandang pelaksanaan
pendidikan yang digagas para filosof. Beberapa konsep filosofis tersebut dapat
dirangkum sebagai berikut :
1. Idealisme.
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa alam semesta ini adalah
perwujudan intelegensi dan kemauan, hal zat atau substansi yang kekal dan abadi
dalam dunia ini bersifat keijiwaan, spiritual atau rohaniah. Dan hal-hal yang
bersifat materil bersumber kepada hal-hal yang bersifat kejiwaan. Tokoh aliran
ini antara lain Plato, David Hume, dan Hegel.
Pandangannya tentang hakikat pengetahuan menyatakan bahwa pengetahuan yang
benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali. Pengetahuan yang
diperoleh melalui indera tidak pasti, tidak lengkap, karena dunia materi hanyalah
tipuan belaka, sifatnya maya, dan menyimpang dari keadaan lingkungan yang
lebih sempurna. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang
yang mempunyai akal pikiran cemerlang, dan sebagian besar manusia hanya
sampai pada tingkat pendapat. Sehubungan dengan teori pengetahuannya, intelek
dan akal memegang peranan yang sangat penting atau menentukan proses belajar
mengajar, karena menurut aliran ini manusia akan dapat memperoleh pengetahuan
dan kebenaran sejati. Dengan demikian pengetahuan yang diajarkan di sekolah
harus bersifat intelektual.
Hakikat nilai menurut pandangan idealisme bersifat absolut. Standar tingkah laku
manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari kenyataan sebenarnya
atau metafisik. Hanya satu kebenaran, yaitu kebenaran yang berasal dari Sang
Pencipta.
Pendidikan menurut idealisme diartikan sebagai upaya terencana untuk
mewujudkan manusia ideal yaitu manusia yang dapat mencapai keselarasan
individual yang terpadu dalam keselarasan alam semesta. Upaya pendidikan harus
ditujukan pada pembentukan karakter, watak, menusia yang berbudi luhur,
pengembangan bakat insani dan kebajikan sosial.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 4


2. Realisme
Realisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa ada alam semesta yang
bersifat materil yang tidak bergantung kepada hal-hal yang bersifat kejiwaan, dan
dapat diketahui secara langsung melalui pengalaman pendriaan dan dengan
mempergunakan pikiran. Tokoh aliran ini antara lain Aristoteles (realisme klasik),
dan Thomas Aquino (realisme religius).
Teori pengetahuan realisme, menyatakan adanya prinsip ketidaktergantungan
pengetahuan. Kenyataan hadir dengan sendirinya dan bersifat obyektif, tidak
bergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia. Pengetahuan yang benar
diperoleh melalui pengalaman pendriaan. Pengetahuan yang benar adalah yang
sesuai dengan fakta. Dalam kaitannya dengan hakikat nilai, realisme menyatakan
bahwa standar tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam, dan pada taraf yang
lebih rendah diatur oleh kebijaksanaan yang telah teruji dalam kehidupan
Pendidikan dalam pandangan realisme adalah proses perkembangan intelegensi,
daya kraetif dan sosial individu yang mendorong pada terciptanya kesjahteraan
umum. Pendidikan yang berdasarkan realisme konsisten dengan teori belajar S-R.
Dengan demikian pendidikan juga dapat diartikan sebagai upaya pembentukan
tingkah laku oleh lingkungan.
3. Naturalisme Romantik
Tokoh aliran filsafat ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Dia
dilahirkan di Switzerland, tetapi sebagian besar hidupnya dihabiskan di Perancis
dimana dia menjadi filsuf terpimpin pada masanya. Rousseau diakui sebagai
bapak romantisisme, yaitu suatu gerakan di mana para seniman dan para penulis
menekankan tema-tema yang sentimentil, kealamiahan/kewajaran, dan kemurnian.
Gagasan ini mempengaruhi konsepsi Rousseau tentang anak.
Pandangan Rousseau tentang perkembangan anak disajikan dalam novelnya Emile
(1762). Emile adalah teori pendidikan yang ditujukan kepada bangsawan kaya
pada zamannya yang biasanya hidup artifisial dipenuhi dengan segala macam tata
cara hidup ningrat. Dalam karyanya yang tersohor ini, Rousseau menggambarkan
perawatan dan pemantauan seorang anak laki-laki bernama Emile dari masa bayi
hingga dewasa muda.
Ajaran filsafat naturalisme romantik Rousseau dalam Emile antara lain berisi
gagasan sebagai berikut: “Segala sesuatu yang berasal dari Sang Pencipta adalah
baik, tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan manusia. Pendidikan
Emile adalah pendidikan naturalistik atau alami dalam arti: (1) pendidikan yang
mengembangkan kemampuan-kemampuan alami atau bakat/pembawaan anak, (2)
pendidikan yang berlangsung dalam alam, dan (3) pendidikan negatif. Dengan
menggunakan sarana berupa sastra, Rousseau mampu menggambarkan pandangan
teoritisnya tentang perkembangan anak dan memberikan saran-saran mengenai
metode yang paling tepat tentang cara merawat dan mendidik anak.
Yang mendasar bagi teori Rousseau adalah kembalinya kepada pandangan
Descartes bahwa anak-anak dilahirkan dengan membawa pengetahuan dan ide,
yang berkembang secara alamiah dengan usianya. Perkembangan dalam
pandangan ini, dihasilkan melalui suatu rangkaian tahapan yang dibimbing oleh
suatu proses sejak dilahirkan. Pengetahuan itu diperoleh secara bertahap melalui
interaksi dengan lingkungannya yang diarahkan oleh minat dan perkembangannya
sendiri. Pengetahuan bawaan anak meliputi hal-hal seperti prinsip-prinsip keadilan
dan kejujuran, dan yang berada di atas semuanya yaitu rasa kesadaran. “Rouseau
juga memandang bahwa anak pada dasarnya adalah baik karena Tuhan membuat
segala sesuatu baik (Krogh, 1994:15)

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 5


Sesuai dengan pandangan di atas, maka pendekatan untuk mendidik anak
bukanlah dengan mengajar anak secara formal atau melalui pengajaran langsung,
akan tetapi dengan memberi kesempatan kepada mereka belajar melalui proses
eksplorasi dan diskoveri. “Anak harus diberi kesempatan untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman positif, diberi kebebasan dan mengikuti minat-minat
spontannya. (Krogh, 1994:15). Rousseau mengkritik pendidikan yang sifatnya
artifisial atau dibuat-buat, dan dia menganjurkan pendidikan itu harus natural.
Dalam biografinya Emile, Rousseau menyarankan bahwa untuk mendidik Emile
paling sedikit harus mengandung tiga gagasan yang saat ini didukung oleh
beberapa ahli pendidikan. Pertama, anak-anak dapat didorong untuk mempelajari
disiplin ilmu (body of knowledge) hanya apabila mereka telah memiliki kesiapan
kognitif untuk mempelajarinya. Kedua, anak-anak belajar sebaik mungkin apabila
mereka didorong secara mudah kepada informasi atau gagasan dan dilibatkan
untuk memperoleh suatu pemahaman tentang dirinya melalui proses penemuan
oleh dirinya sendiri. Ketiga, parawatan dan pendidikan anak harus membantu
perkembangan secara permisif dari pada menggunakan jenis interaksi yang
mengandung disiplin kaku, karena disiplin kaku tidak sesuai dengan pandangan
yang lebih romantis tentang anak.
Sesuai dengan pandangannya bahwa anak dilahirkan membawa bakat yang baik,
maka pendidikan adalah pengembangan bakat anak secara maksimal melalui
pembiasaan, latihan, permainan, partisipasi dalam kehidupan, serta penyediaan
kesempatan belajar dan belajar selaras dengan tahap-tahap perkembangan anak.
4. Pragmatisme
Aliran filsafat ini disebut juga instrumentalisme atau eksperimentalisme. Disebut
instrumentalisme karena memandang bahwa tujuan pendidikan bukanlah terminal,
akan tetapi alat atau instrumen untuk mencapai tujuan berikutnya. Dan dikatakan
eksperimentalisme karena untuk membuktikan kebenaran digunakan metode
eksperimen. Tokoh aliran filsafat ini antara lain John Dewey dan Williams James.
Pragmatisme adalah salah satu aliran filsafat yang anti metafisika. Kenyataan
yang sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan dalam
kehidupan ini berubah (becoming), hakikat segala sesuatu adalah perubahan itu
sendiri. Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikis dan sosial. Manusia
dilahirkan dalam keadaan tidak dewasa dan tak berdaya, tanpa dibekali dengan
bahasa, keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan atau norma-norma sosial. Hal ini
mengandung arti bahwa setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai
kemampuan-kemampuan biologis, psikologis, dan sosial. Sesuai dengan
pandangannya tentang hakikat realitas, manusia dipandang sebagai mahluk yang
dinamis, tumbuh dan berkembang. Anak dipandang sebagai individu yang aktif.
Hakikat pengetahuan menurut pragmatisme terus berkembang. Pengetahuan
bersifat hipotetis dan relatif yang kebenarannya tergantung pada kegunaannya
dalam kehidupan dan praktek. Pengetahuan adalah instrumen untuk bertindak
sedangkan dalam membahas hakikat nilai pragmatisme menyatakan bahwa tidak
ada nilai yang berlaku secara universal atau absolut. Etika tidak diturunkan dari
hukum tertinggi yang bersumber dari zat supernatural. Standar tingkah laku
perseorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman
hidup. Etika pragmatisme memiliki karakteristik: empiris, relatif, partikular
(khusus), dan ada dalam proses.Pendidikan diartikan sebagai proses reorganisasi
dan rekonstruksi (penyusunan kembali) pengalaman sehingga dapat menambah
efisiensi individu dalam interaksinya dengan lingkungan dan dengan demikian
mempunyai nilai sosial untuk memajukan kehidupan masyarakat.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 6


5. Eksistensialisme
Pokok pemikiran filsafat eksistensialisme dicurahkan kepada pemecahan yang
kongkrit terhadap persoalan “berada” mengenai manusia. Eksistensialisme adalah
aliran filsafat yang memandang segala gejala berpangkal pada eksistensi.
Eksistensi adalah cara manusia berada. Caranya manusia berada di dunia ini
berbeda dengan caranya benda-benda lain di dunia. Karena keberadaan benda-
benda tersebut tidak sadar akan dirinya sendiri, sedangkan manusia adalah
makhluk yang sadar akan dirinya dan akan yang diperbuatnya. Manusia hidup di
dunia ini berlangsung dalam keberadaan yang tidak sebenarnya (tidak autentik)
dan dalam keberadaan yang sebenarnya. Dalam keberadaan yang tidak
sebenarnya, manusia memperlakukan dirinya sebagai obyek, tertuju kepada
mempertahankan diri dan mencari kepuasan, merasakan ketiadaan dan
keputusasaan. Dalam keberadaan yang sebenarnya manusia memperlakukan
dirinya sebagai subyek, menciptakan gagasan, dan mewujudkannya dalam bentuk
kebudayaan, kesenian, moral, dan sebagainya, bertransendensi ke atas, dan
mendekatkan dirinya kepada Tuhan.Prinsip-prinsip umum filsafat eksistensialisme
dapat dikemukakan sebagai berikut:
Hakikat realitas adalah sesuatu yang independen, dunia fisik ada dan ini dapat
merupakan ancaman bagi realisasi dari tujuan personal. realitas spiritual dapat
atau tidak untuk ada.
Hakikat manusia adalah dualisme tubuh dan jiwa dengan perhatian utama kepada
jiwa. Manusia bukan semata-mata objek tetapi juga subjek yang dapat
memberikan arti pada dirinya sendiri serta terhadap benda-benda lain karena
manusia dapat memperlakukan obyek yang ada di luar dirinya sendiri. Hakikat
pengetahuan cenderung kepada skeptisisme. Tetapi tetap mengakui kemungkinan
mencapai kebenaran sedangkan hakikat nilai menyatakan bahwa standar moral
bersifat majemuk, seseorang bebas memilih standar moral, tetapi ada beberapa
standar moral yang imperatif. Menurut pandangan eksistensialisme kebebasan
adalah sahabat terbaik manusia, namun kebebasan dalam konteks eksistensialisme
adalah kebebasan yang dapat dipertanggungjawabkan baik terhadap diri sendiri
maupun terhadap orang lain. Eksistensialisme memiliki hubungan yang erat
dengan pendidikan, karena keduanya membahas manusia. masalah hidup,
hubungan antar manusia, hekikat kepribadian, dan kemerdekaan. Pendidikan
diartikan sebagai upaya mewujudkan diri sendiri melalui proses penghayatan dan
belajar sendiri.
Berdasarkan pandangan filsafat pendidikan yang digambarkan di atas terdapat
dua aliran filsafat yang dapat dijadikan landasan filosofis yang relatif dominan dalam
pengembangan kurikulum PAUD, yaitu (1) aliran realisme yang memandang
pendidikan sebagai proses perkembangan intelegensi, daya kreatif dan sosial individu
yang mendorong kepada terciptanya kesejahteraan umum, dan (2) aliran pragmatisme
yang memandang pendidikan sebagai proses reorganisasi dan rekonstruksi
pengalaman individu sehingga dapat menambah efisiensi individu dalam interaksi
dengan lingkungan dan dengan demikian mempunyai nilai sosial untuk memajukan
kehidupan masyarakat.
Tokoh aliran Pragmatisme antara lain John Dewey dan Williams James.
Dewey dalam bukunya Democracy and Education menekankan pentingnya
pendidikan karena berdasarkan tiga pokok pemikiran, yaitu; (1) pendidikan
merupakan kebutuhan untuk hidup, (2) pendidikan sebagai pertumbuhan, dan (3)

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 7


pendidikan sebagai fungsi sosial. Yang menyebabkan pendidikan sebagai kebutuhan
untuk hidup, adalah karena adanya anggapan bahwa selain pendidikan sebagai alat,
melainkan juga berfungsi sebagai pembaharu hidup atau renewal of life. Hidup itu
selalu berubah, selalu menuju kepada pembaharuan. Hidup itu ialah a self renewing
process throught action upun environment. Yang menyebakan pendidikan sebagai
pertumbuhan, karena adanya kebelum matangan si anak, akan tetapi dalam kebelum
matangan itu terdapat potensi tersembunyi yang disebut potensialitas pertumbuhan.
Dalam mengaktualkan potensi-potensi yang tersembunyi tersebut, pendidikan
memiliki peranan penting sedangkan yang menyebabkan pendidikan sebagai fungsi
sosial adalah, karena sebagai individu anak juga sebagai makhluk sosial yang selalu
berinteraksi dengan individu lainnya. Oleh karena itu dalam hal ini pendidikan harus
mampu memfasilitasi anak dalam melakukan proses sosialisasi sehingga dapat
menjadi warga masyarakat yang diharapkan.
Di samping pandangan di atas, sesuai dengan pandangannya tentang hakikat
realitas yang terus mengalir, berubah, berkembang, Dewey mengemukakan bahwa
pendidikan berarti perkembangan sejak lahir hingga menjelang kematian. Jadi
pendidikan itu juga berarti kehidupan, dengan lain perkataan, pendidikan adalah hidup
itu sendiri. Bagi Dewey, education is growth, development, life. Artinya proses
pendidikan tidak mempunyai tujuan di luar dirinya tetatpi terdapat dalam pendidikan
itu sendiri. Proses pendidikan bersifat kontinyu, reorganisasi dan rekonstruksi, dan
pengubahan pengalaman hidup. Pragmatisme tidak mengenal adanya tujuan umum
atau tujuan akhir pendidikan, yang ada hanyalah tujuan instrumental karena
tercapainya tujuan yang satu adalah alat untuk mencapai tujuan berikutnya. Setiap
fase perkembangan kehidupan, masa kanak-kanak. Masa pemuda dan masa dewasa,
semuanya adalah fase pendidikan, semua yang dipelajari pada fase-fase tersebut
mempunyai arti sebagai pengalaman belajar, pengalaman pendidikan. Dalam arti yang
luas pendidikan menurut pragmatisme dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah
segala bentuk pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan hidup
dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan seseorang.
Beberapa pandangan Dewey tentang pendidikan dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Pendidikan yang benar hanya akan muncul dengan menggali keunggulan-
keunggulan anak yang timbul dari tuntutan situasi sosial dimana dia menemukan
dirinya sendiri. Melalui tuntutan sosial anak dirangsang untuk mampu bertindak
sebagai anggota suatu unit sosial tertentu.
2. Insting dan potensi-potensi anak menjadi titik tolak untuk semua pendidikan.
3. Pendidikan adalah suatu proses hidup setiap individu dan bukan persiapan untuk
hidup.
4. Sebagai lembaga sosial, sekolah harus menyajikan kehidupan nyata dan penting
bagi anak sebagaimana yang terdapat di dalam rumah, di lingkungan sekitar, atau
di lingkungan masyarakat luas. (Dewey dalam Krogh, 1994)
Tujuan pendidikan diarahkan untuk mencapai suatu kehidupan yang demokratis.
Demokrasi bukan dalam arti politik, melainkan sebagai cara hidup bersama, sebagai
way of life, pengalaman bersama dan komunikasi bersama. Dewey mengemukakan
beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang baik sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan berdasarkan kegiatan dan kebutuhan
intrinsik peserta didik.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 8


2. Tujuan pendidikan harus mampu menimbulkan suatu metode yang dapat
mempersatukan aktifitas pengajaran yang sedang berlangsung.
3. Pendidik harus tetap menjaga jangan sampai ada tujuan umum dan tujuan akhir.
Untuk mengetahui bagaimana proses belajar terjadi pada anak didik, kita lihat
bagaimana syarat-syarat untuk pertumbuhan. Pendidikan sama dengan pertumbuhan.
Syarat pertumbuhan adalah adanya kebelum dewasaan atau kebelum matangan
(immaturity), yang berarti kemampuan untuk berkembang. Immaturity tidak berarti
negatif, tetapi positif, kemampuan kecakapan, dan kekuatan untuk tumbuh.
Menunjukkan bahwa anak didik adalah hidup, ia memiliki semangat untuk berbuat.
Pertumbuhan bukan sesuatu yang harus kita berikan, akan tetapi sesuatu yang harus
mereka lakukan sendiri.
Ada dua sifat immaturity, yakni kebergantungan dan plastisitas.
Kebergantungan berarti kemampuan untuk menyatakan hubungan sosial, dan akan
menyebabkan individu menjadi matang dalam hubungan sosial. Sebagai hasilnya,
akan tumbuh kemampuan interdependensi atau saling kebergantungan antara anggota
masyarakat yang satu dengan yang lain. Plastisitas mengandung pengertian
kemampuan untuk berubah. Plastisitas berarti juga habitat yaitu kecakapan
menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat untuk mencapai tujuan, bersifat aktif,
mengubah lingkungan.
Dalam proses belajar, Dewey menekankan pentingnya prinsip learning by
doing atau belajar dengan bekerja, belajar melalui praktek, karena belajar dengan
bekerja adalah dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan seperti halnya pendidikan
dengan kehidupan atau seperti halnya anak dengan masyarakat. Learning by doing
berlaku bagi semua tingkatan usia anak.
Kapankah proses belajar dimulai dan kapankah berakhir. Sesuai dengan
pandangan Dewey, bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan diri, maka proses
belajar pun berlangsung terus-menerus sejak lahir dan berakhir pada saat kematian.
Pendidikan adalah pengalaman, yaitu suatu proses yang berlangsung secara terus-
menerus. Terdapat hubungan yang erat antara proses belajar, pengalaman dan
berpikir. Pengalaman itu bersifat aktif dan pasif. Pengalaman yang bersifat aktif
berarti berusaha, mencoba dan mengubah, sedangkan pengalaman pasif berarti
menerima dan mengikuti saja. Kalau kita mengalami sesuatu maka kita berbuat,
sedangkan kalau mengikuti sesuatu kita memperoleh akibat atau hasil belajar. Belajar
dari pengalaman adalah menghubungkan pengalaman kita dengan pengalaman masa
lalu dan yang akan datang. Belajar dari pengalaman berarti mempergunakan daya
pikir reflektif (reflective thinking) dalam pengalaman kita. Pengalaman yang efektif
adalah pengalaman yang reflektif. Ada lima langkah berpikir reflektif menurut
Dewey, yaitu:
1. Merasakan adanya keraguan, kebingungan yang menimbulkan masalah,
2. Mengadakan interpretasi tentatif (merumuskan hipotesis),
3. Mengadakan penelitian atau pengumpulan data yang cermat,
4. Memperoleh hasil dari pengujian hipotesis tentatif,
5. Hasil pembuktian sebagai sesuatu yang dijadikan dasar untuk berbuat.
Metode berpikir reflektif atau problem solving yang dikemukakan di atas
merupakan metode mengajar utama yang disarankan Dewey. Langkah pertama dan
kedua bersumber dari berpikir deduktif, sedangkan langkah ketiga dan keempat
merupakan tahap berpikir induktif. Dengan demikian dari langkah kesatu sampai
dengan langkah keempat terdapat gabungan berpikir deduktif dan induktif, dan

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 9


kemudian hasil gabungan berpikir harus diuji kembali dalam implementasi.
Pengujian terakhir inilah yang paling menentukan, karena kebenaran pragmatis
ditentukan dalam realitas hidup manusia yang sebenarnya. Pragmatisme tidak
menolak metode mengajar selain problem solving sepanjang metode tersebut relevan
dan dapat menimbulkan aktivitas serta inisiatif anak. Dengan demikian metode
mengajar harus bersifat fleksibel.
Dalam penyusunan bahan ajar menurut Dewey hendaknya memperhatikan
syarat-syarat sebagai berikut: (1) bahan ajar hendaknya konkrit, dipilih yang betul-
betul berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan mendetail, (2)
pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam
keudukan yang berarti yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru dan
kegiatan yang lebih menyeluruh.
Bahan ajar harus berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji serta minat-
minat dan kebutuhan-kebutuhan anak. Hal yang terakhir memberikan implikasi bahwa
sekolah perlu membuat kurikulum difersifikasi untuk memenuhi minat dan kebutuhan
anak. Bahan-bahan pelajaran bagi anak didik tidak bisa semata-mata diambil dari
buku-buku pelajaran yang diklasifikasikan dalam bentuk disiplin ilmu yang ketat,
akan tetapi harus bersifat interdisipliner, berisikan kemungkinan-kemungkinan, yang
harus mendorong anak untuk aktif dan berbuat, dan memberikan rangsangan kepada
anak untuk bereksperimen. Bahan pelajaran harus merupakan kegiatan yang
berkenaan dengan sesuatu masalah (problem).
Peranan pendidik menurut pragmatisme bukanlah sebagai instruktur yang
mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, akan tetapi
sebagai fasilitator. Secara rinci peranan pendidik menurut pragmatisme adalah sebagai
berikut:
1. Pendidik tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai
dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
2. Pendidik hendaknya menciptakan suatu situasi, sehingga anak merasakan adanya
suatu masalah yang dihadapi, sehingga timbul minat untuk memecahkan masalah
tersebut,
3. Untuk membangkitkan minat anak, hendaknya guru mengetahui kemampuan serta
minat masing-masing atau peserta didik.
4. Pendidik hendaknya dapat menciptakan siatusi yang dapat menimbulkan kerja
sama dalam belajar, antara murid dengan murid begitu pula antara guru dengan
murid.
Bertolak dari pernyataan di atas, maka peran guru adalah memberikan
dorongan kepada peserta didik untuk bekerja bersama-sama, menyelidiki dan
mengamati sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan, sesuai dengan minat yang ada
pada dirinya. melalui kegiatan belajar dengan bekerja. Lembaga pendidikan
merupakan suatu lingkungan khusus, bagian dari lingkungan manusia yang
mempunyai peranan dan fungsi khusus sebagai berikut:
Lembaga pendidikan khususnya sekolah dipandang sebagai sebuah
mikrokosmos dari masyarakat yang lebih luas. Di sini para siswa dapat mengkaji
masalah-masalah sosial pada umumnya, yang sering dihadapi oleh masyarakat.
Sekolah harus menjadi laboratorium belajar yang hidup, dan menjadi suatu model
kerja demokrasi. Lembaga pendidikan mempunyai fungsi-fungsi khusus sebagai
berikut:

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 10


1. Menyediakan lingkungan yang disederhanakan. Tidak mungkin memasukkan
seluruh peradaban manusia yang sangat kompleks ke dalam sekolah. Dengan
demikian pula, anak didik tidak mungkin dapat memahami seluruh masyarakat
yang sangat kompleks. Itulah sebabnya lembaga pendidikan merupakan
masyarakat atau lingkungan hidup manusia yang disederhanakan
2. Membentuk masyarakat yang lebih baik pada masa yang akan datang. Anak didik
tidak belajar dari masa lampau tetapi belajar dari masa sekarang untuk
memperbaiki masa yang akan datang.
3. Mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam
lingkungan. Lembaga pendidikan memberi kesempatan kepada setiap
individu/anak didik untuk memperluas lingkungan hidupnya.

B. Landasan Psikologis

endidikan pada anak usia dini diberbagai kelembagaannya sesungguhnya


merupakan proses interaksi antara pendidik dengan anak didik untuk

P membantu anak mencapai tugas-tugas perkembangannya dan/atau


memperoleh optimalisasi berbagai ragam potensi perkembangan. Dalam
konteks interaksi edukatif, ragam pemahaman kondisi psikologis pendidik
dan anak didik menjadi konsep penting untuk memberikan acuan dalam
penyusunan dan pengembangan kurikulum. Kondisi psikologis pendidik dan
anak didik akan tergambarkan dalam landasan psikologis. Landasan psikologis
merupakan acuan konseptual akademis yang berisi kajian konsep psikologi yang
memberikan pemahaman berbagai konsep tentang perkembangan anak (psikologi
perkembangan dan perkembangan anak), bagaimana cara anak belajar (psikologi
belajar) dan faktor yang mempengaruhi belajar anak (psikologi pendidikan).
Dalam konteks psikologi perkembangan dan perkembangan anak, setiap anak didik
memiliki karakteristik dan tahapan perkembangan normatif yang relatif sama sesuai
dengan usia kalender (cronological ages). Standar normatif perkembangan akan
menjadi kerangka acuan dalam menyusun standar kompetensi perkembangan sesuai
dengan usia kelender masing-masing murid. Walaupun secara normatif anak memiliki
standar perkembangan yang relatif sama namun dalam proses pencapaiannya, setiap
anak memiliki keunikan, tempo dan irama perkembangan masing-masing. Terdapat
perbedaan kondisi psikologis (mental ages) yang telah dimiliki dan dicapai setiap
anak didik dibandingkan dengan standar perkembangan yang sesuai dengan usia
kalender (sesuai usia). Perbedaan tersebut dalam konsep perkembangan anak
dipangaruhi oleh faktor heriditas (faktor bawaan), pengalaman interaksi anak dalam
keluarga (termasuk kondisi spiritual-keagaman, kondisi ekonomi, kondisi sosial-
antropologi yang dimiliki keluarga). Beberapa konsep generik psikologi
perkembangan dan perkembangan anak yang dijadikan landasan psikologis dalam
naskah akademik ini diantaranya adalah :
1. Pemahaman tentang konsep perkembangan anak didik dapat diperoleh melalui
studi perkembangan, baik yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik,
sosiologik maupun studi kasus. Studi longitudinal telah memperoleh sejumlah
informasi tentang perkembangan individu melalui pengamatan dan pengkajian
perkembangan sepanjang masa perkembangan, dari saat lahir sampai dengan
dewasa, seperti yang pernah dilakukan oleh Williard C. Olson. Metode cross
sectional melakukan pengamatan dan pengkajian terhadap berbagai kelompok
selama suatu periode yang singkat. Hal ini pernah dilakukan oleh Arnold Gessel.
Ia mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 11


fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan kemampuan serta perilaku mereka.
Studi psikoanalitik dilakukan oleh Sigmund Freud beserta para pengikutnya. Studi
ini lebih banyak diarahkan mempelajari perkembangan anak pada masa-masa
sebelumnya, terutama pada masa kanak-kanak (balita). Menurut Freud,
pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa balita dapat mengganggu
perkembangan pada masa-masa berikutnya. Metode sosiologik digunakan oleh
Robert Havighurst yang mempelajari perkembangan anak dilihat dari tuntutan
akan tugas-tugas yang harus dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat. Tuntutan
akan tugas-tugas kehidupan masyarakat ini oleh Havighurst disebut sebagai tugas-
tugas perkembangan (developmental tasks). Ada seperangkat tugas-tugas
perkembangan yang harus dikuasai individu dalam setiap tahap perkembangan.
Metode studi kasus dilakukan dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para ahli
psikologi perkembangan menarik beberapa kesimpulan tentang pola-pola
perkembangan anak. Studi seperti ini pernah dilakukan oleh Jean Piaget tentang
perkembangan kognitif anak.
2. Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu pendekatan
pentahapan (stage approach), pendekatan diferensial (differential approach) dan
pendekatan ipsatif (ipsative approach). Menurut pendekatan pentahapan,
perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap perkembangan. Setiap tahap
perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan tahap yang
lainnya. Pendekatan diferensial melihat bahwa individu memiliki kesamaan dan
perbedaan. Atas dasar persamaan dan perbedaan tersebut, individu dikatagorikan
atas kelompok-kelompok yang berbeda, seperti kelompok individu berdasarkan
jenis kelamin, ras, agama, status sosial-ekonomi dan sebagainya. Selain itu,
pendekatan ipsatif adalah suatu pendekatan yang berusaha melihat individu
berdasarkan karakteristiknya. Dari ketiga pendekatan itu yang banyak dianut oleh
para ahli psikologi perkembangan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan ini
lebih disenangi karena lebih jelas menggambarkan proses ataupun urutan
perkembangan dan kemajuan individu. Dalam pendekatan pentahapan, dikenal
dua variasi, pertama, pendekatan yang bersifat menyeluruh mencakup segala segi
perkembangan, seperti perkembangan fisik dan gerakan motorik, sosial,
intelektual, moral, emosional, religi dan sebagainya. Kedua, pendekatan yang
bersifat khusus, yang mendeskripsikan salah satu segi atau aspek perkembangan
saja. Dalam pentahapan yang bersifat menyeluruh dikenal tahap-tahap
perkembangan dari Jean Jacques Rousseau, G. Stanley Hall, Havighurst, dan lain-
lain. Rousseau membagi seluruh masa perkembangan anak atas empat tahap
perkembangan, yaitu masa bayi (infancy), usia 0-2 tahun merupakan tahap
perkembangan fisik, masa anak (childhood), usia 2-12 tahun, masa perkembangan
sebagai manusia primitif. Masa remaja awal (pubercence), usia 12-15 tahun, masa
bertualang yang ditandai dengan perkembangan intelektual dan kemampuan nalar
yang pesat. Masa remaja (adolescence), usia 15-25 tahun, masa hidup sebagai
manusia yang beradab, masa pertumbuhan seksual, sosial, moral dan kata hati.
Stanley Hall adalah salah seorang ahli psikologi Perkembangan penganut teori
evolusi. Hall menerapkan teori rekapitulasi, salah satu konsep dalam teori evolusi,
pada perkembangan anak. Menurut teori rekapitulasi, perkembangan individu
merupakan rekapitulasi dari perkembangan spesiesnya (ontogeny recapitulates
phylogeny). Hall membagi keseluruhan masa perkembangan anak atas empat
tahap. Masa kanak-kanak (infancy), usia 0-4 tahun, yang merupakan masa
kehidupan sebagai binatang melata dan berjalan. Masa anak (childhood), usia 4-8
tahun, masa manusia pemburu. Masa puer (youth), usia 8-12 tahun, masa manusia

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 12


belum beradab. Masa remaja (adolescence), usia 12/13 tahun sampai dewasa,
merupakan masa manusia beradab. Robert J. Havighurst menyusun fase-fase
perkembangan atas dasar problema-problema yang harus dipecahkannya dalam
setiap fase. Tuntutan akan kemampuan memecahkan problema dalam setiap fase
perkembangan ini oleh Havighurst disebutnya sebagai tugas-tugas perkembangan
(developmental tasks). Havighurst membagi seluruh masa perkembangan anak
atas lima fase, yaitu masa bayi (infancy), dari 0-1/2 tahun, masa anak awal (early
childhood) 2/3 – 5/7 tahun masa anak (late childhood) dari 5/7 – masa pubersen,
masa adolesen awal (early adolescence) dari pubersen ke pubertas, dan masa
adolesen (late adolescence) dari masa pubertas sampai dewasa. Untuk setiap fase
perkembangan, Havighurst menghimpun sejumlah tugas-tugas perkembangan
yang harus dikuasai anak. Dikuasai atau tidaknya tugas-tugas perkembangan pada
suatu fase berpengaruh bagi penguasaan tugas pada fase-fase berikutnya. Dalam
pendekatan pentahapan yang bersifat khusus, dikenal pentahapan dari Piaget,
Erikson, dan sebagainya. Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap perkembangan
dari kemampuan kognitif anak. Dalam perkembangan kognitif menurut Piaget,
yang terpenting adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep. Melalui
penguasaan konsep-konsep itu, anak mengenal lingkungan dan memecahkan
berbagai problema yang dihadapi dalam kehidupannya. Ada empat tahap
perkembangan kognitif anak menurut konsep Piaget, yaitu :
♦ Tahap sensorimotor, usia 0-2 tahun;
♦ Tahap praoperasional, usia 2-4 tahun;
♦ Tahap konkret operasional, usia 7-11 tahun;
♦ Tahap formal operasional, usia 11-15 tahun.
Tahap sensorimotor disebut juga sebagai masa descriminating and labeling.
Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahasa awal,
waktu sekarang dan ruang yang dekat saja. Masa praoperasional atau masa
prakonseptual disebut juga sebagai masa intuitif dengan kemampuan menerima
perangsang yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya,
walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi
waktu dan tempat masih terbatas. Masa konkret operasional disebut juga masa
performing operation. Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan tugas-
tugas menggabungkan, memisahkan, meyusun, menderetkan, melipat dan
membagi. Masa formal operasional disebut juga sebagai masa proportional
thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi. Mereka
sudah mampu berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, menyintesis,
mampu berpikir abstrak dan berpikir reflektif serta memecahkan berbagai
persoalan.
Erick Homburger Erikson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengi-
kut Sigmund Freud. Ia memusatkan studinya terhadap perkembangan
psikososial. Ada delapan tahap perkembangan psikososial, yaitu :
♦ Tahap I : Basic Trust vs Mistrust (0 – 1 tahun)
Anak mendapat rangsangan dari lingkungan. Bila dalam merespon
rangsangan anak mendapat pengalaman yang menyenangkan akan tumbuh
rasa percaya diri, sebaliknya menimbulkan rasa curiga
♦ Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (2 – 3 tahun)
Anak sudah harus mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan
seluruh otot-otot tubuhnya. Bila sudah merasa mampu menguasai anggota
tubuh bisa menimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 13


memberi kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan
menumbuhkan rasa malu dan ragu-ragu.
♦ Tahap 3 : Initiative vs Guilt (4 – 5 tahun)
Pada masa ini anak harus dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan
orangtua, anak harus dapat bergerak bebas dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Kondisi lepas dari orangtua menimbulkan rasa untuk
berinisiatif, sebaliknya menimbulkan rasa bersalah.
♦ Tahap 4 : Industry vs Inferiority ( 6 tahun – pubertas)
Anak harus dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk
menyiapkan diri untuk memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu
keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan
tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai,
menimbulkan rasa rendah diri.
♦ Tahap 5 : Identity & Repudiation vs Identity Diffusion (masa remaja)
Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, masa mencari dan
mendapatkan peran dalam masyarakat. Seorang remaja akan berhasil
memperoleh identitas diri jika ia dapat memenuhi tuntutan biologis,
psikologis dan sosial yang ada dalam kehidupan. Sebaliknya, jika tidak
berhasil maka terburai identitasnya.
♦ Tahap 6 : Intimacy & Solidarity vs Isolation ( masa dewasa muda)
Orang yang berhasil mencapai integritas identitas diri akan mampu menjalin
keintiman dengan orang lain maupun diri sendiri. Jika seorang dewasa muda
masih takut kehilangan diri sendiri bila menjalin hubungan erat (intim)
dengan orang lain, berarti ia belum mampu melebur identitas dirinya bersama
orang lain. Hal ini menunjukkan ketidak mampuan menumbuhkan keintiman
dengan orang lain. Jika seseorang gagal menjalin hubungan yang bersifat
intim, maka akan mengucilkan diri.
♦ Tahap 7 : Generativity vs Stagnation (masa dewasa)
Berperan sebagai orang dewasa yang produktif, yang mampu
menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi masyarakat. Seseorang yang
berhasil melaksanakan perannya seperti yang dituntut oleh masyarakat, dalam
dirinya akan tumbuh perasaan ingin berkarya, sebaliknya jika tidak mampu
berperan akan berkembang perasaan mandeg/stagnasi.
♦ Tahap 8 : Integrity vs Despair (masa tua)
Seseorang harus hidup dengan apa yang telah dijalaninya selama ini. Secara
ideal seyogyanya ia telah mencapai integritas diri. Integritas diri adalah
menerima segala keterbatasan yang ada dalam kehidupan, memiliki rasa
bahwa ia adalah bagian dari sejarah kehidupan. Sebaliknya bila ia merasa
tidak berbuat apa-apa dalam hidup, menyesali hidup, takut menghadapi
kematian, menimbulkan rasa putus asa.
Berbagai perkembangan yang terjadi pada anak usia dini diperoleh melalui
kematangan dan belajar. Perkembangan karena faktor belajar dapat terjadi dalam
berbagai situasi lingkungan dimana terjadi interaksi anak dengan manusia (orang
dewasa, teman dan adik) dan dengan lingkungan alam sekitar. Pemahaman konsep
tentang bagaimana anak belajar pada berbagai kondisi lingkungan tersebut dapat
ditelaah dan digambarkan melalui psikologi belajar. Belajar pada dasarnya merupakan
proses perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen sebagai hasil interaksi
individu (anak) dengan lingkungannya. Dalam proses interaksi dengan lingkungan,
banyak konsep psikologi belajar memberikan penjelasan dari berbagai perspektif
sesuai kajian para ahli, termasuk tentang bagaimana cara anak usia dini melakukan

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 14


aktivitas yang dinamakan belajar tersebut. Menurut Morris L. Bigge dan Murice P
Hunt (1980 : 226-227) ada tiga rumpun teori belajar yang memberikan penjelasan
tentang bagaimana kegiatan belajar itu terjadi, yaitu teori disiplin mental,
behaviorisme dan cognitive gestalt field.
1. Menurut rumpun teori disiplin mental, dari kelahirannya atau secara herediter, anak
telah memiliki potensi-potensi tertentu. Belajar merupakan upaya untuk
mengembangkan potensi-potensi tersebut. Ada beberapa teori yang termasuk
rumpun disiplin mental yaitu : disiplin mental theistic, disiplin mental humanistic,
naturalisme dan apersepsi. Teori disiplin mental theistic berasal dari psikologi
daya. Menurut teori ini, individu atau anak mempunyai sejumlah daya mental
seperti untuk mengamati, menanggap, mengingat, berpikir, memecahkan masalah,
dan sebagainya. Belajar merupakan proses melatih daya-daya tersebut. Bila daya-
daya tersebut terlatih maka dengan mudah dapat digunakan untuk menghadapi atau
memecahkan berbagai masalah. Teori disiplin mental humanistic bersumber pada
psikologi humanisme klasik dari Plato dan Aristoteles. Teori ini hampir sama
dengan teori pertama bahwa anak memiliki potensi-potensi. Potensi-potensi perlu
dilatih agar berkembang. Perbedaannya dengan teori disiplin mental theistic, teori
ini menekankan bagian-bagian, latihan bagian atau aspek tertentu. Teori disiplin
mental humanistic lebih menekankan keseluruhan, keutuhan. Pendidikannya
menekankan pendidikan umum (general eduation). Kalau seseorang menguasai
hal-hal yang bersifat umum akan mudah ditransfer atau diaplikasikan kepada hal-
hal lain yang bersifat khusus. Teori naturalisme atau natural unfoldment atau self
actualization. Teori ini berpangkal dari psikologi naturalisme romantic dengan
tokoh utamanya Jean Jecques Rousseau. Sama dengan kedua teori sebelumnya
bahwa anak mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan. Kelebihan dari teori
ini adalah mereka berasumsi bahwa individu bukan saja mempunyai potensi atau
kemampuan untuk berbuat atau melakukan berbagai tugas, tetapi juga memiliki
kemauan dan kemampuan untuk belajar dan berkembang sendiri. Agar anak dapat
berkembang dan mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya, pendidik
atau guru perlu menciptakan situasi yang permisif, yang jelas. Melalui situasi
demikian, ia dapat belajar sendiri dan mencapai perkembangan secara optimal.
Teori belajar yang keempat adalah teori apersepsi, disebut juga Herbartisme,
bersumber pada psikologi strukturalisme dengan tokoh utamanya Herbart. Menurut
aliran ini belajar adalah membentuk masa apersepsi. Anak mempunyai kemampuan
untuk mempelajari sesuatu. Hasil dari suatu perbuatan belajar disimpan dan
membentuk suatu masa apersepsi dan masa apersepsi ini digunakan untuk
mempelajari atau mengasai pengetahuan selanjutnya. Demikian seterusnya,
semakin tinggi perkembangan anak, semakin tinggi pula masa apersepsinya.
2. Rumpun atau kelompok teori belajar yang kedua adalah Behaviorisme, yang biasa
disebut S-R Stimulus-Respon. Kelompok ini mencakup tiga teori yaitu S-R Bond,
Conditioning, Reinforcement. Kelompok teori ini berangkat dari asumsi bahwa
anak atau individu tidak memiliki atau membawa potensi apa-apa dari
kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari
lingkungan. Lingkungan, apakah itu lingkungan keluarga, sekolah atau masyarakat,
lingkungan manusia, alam, budaya, religi yang membentuknya. Kelompok teori ini
tidak mengakui sesuatu yang bersifat mental. Perkembangan anak menyangkut hal-
hal nyata yang dapat diamati, dilihat. Teori S-R Bond bersumber dari psikologi
koneksionisme atau teori asosiasi dan merupakan teori pertama dari rumpun
behaviorisme. Menurut teori ini, kehidupan tunduk kepada hokum stimulus respon
atau aksi-reaksi. Setangkai mawar merah dapat merupakan suatu stimulus dan

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 15


direspon oleh mata dengan cara meliriknya. Kesan indah yang diterima individu
dapat merupakan stimulus yang mengakibatkan terespon untuk memetik bunga
tersebut. Demikian halnya dengan belajar, terdiri atas rentetan hubungan stimulus
respons. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus respons
sebanyak-banyaknya. Tokoh utama teori ini adalah Edward L. Thorndike. Ada tiga
hukum belajar yang sangat terkenal dari Thorndike, yaitu Law of readness, Law of
exercise or repetition dan Law of effect (Bigge & Thurst, 1980 : 273). Menurut
hukum kesiapan (law of readness), hubungan antara stimulus dan respon akan
terbentuk atau mudah terbentuk apabila telah ada kesiapan pada sistem syaraf
individu. Menurut hukum latihan atau pengulangan (law of exercise or repetition),
hubungan antara stimulus dan respons akan terbentuk apabila sering dilatih atau
diulang-ulang. Selanjutnya, menurut hukum akibat (law of effect), hubungan
stimulus dan respons akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan. Teori
kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning atau stimulus-response with
conditioning. Tokoh utama dari teori ini adalah Watson. Belajar atau pembentukan
hubungan antara stimulus dan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu.
Contohnya, sebelum anak-anak masuk kelas dibunyikan bel, bunyi bel merupakan
kondisioning bagi anak, sehingga setiap anak mendengar bunyi bel berarti
tandanya harus masuk kelas. Teori ketiga adalah reinforcement dengan tokoh
utamanya C. L. Hull. Teori ini berkembang dari teori psikologi, reinforcement,
yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori S-R Bond dan conditioning.
Bila pada teori conditioning, kondisi diberikan pada stimulus, maka pada
reinforcement kondisi diberikan pada respons. Reinforcement dapat berupa angka
tinggi, pujian, atau hadiah dengan maksud agar kegiatan yang dilakukan oleh akan
anak lebih giat dan sungguh-sungguh. Di samping reinforcement positif dikenal
pula reinforcement negatif, yaitu untuk mencegah atau menghilangkan suatu
perbuatan yang kurang baik atau tidak disetujui masyarakat. Reinforcement
berupa: peringatan, teguran, ancaman, sanksi, atau berupa hukuman.
3. Rumpun yang ketiga adalah cognitive gestalt field. Teori belajar dari rumpun ini
adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari psikologi gestalt field. Menurut teori
ini belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau
mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara
baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk
struktur tubuhnya sendiri. Gestalt field melihat bahwa belajar itu merupakan
perbuatan yang bertujuan, eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau
insight merupakan citra diri atau perasaan tentang pola-pola atau hubungan.
Selain konsep psikologi perkembangan, perkembangan anak dan psikologi belajar,
secara psikologi proses interaksi edukatif antara pendidik dan anak didik akan
melibatkan kondisi psikologis lain seperti motivasi, minat, keberbakatan, kreatifitas,
proses pembelajaran dan penilaian kemajuan anak (perkembangan anak). Kondisi
psikologis ini biasanya dipelajari dalam kajian konsep psikologi pendidikan. Beberapa
kesimpulan yang dapat diperoleh dari kajian landasan psikologis ini diantaranya
adalah : Perkembangan anak merupakan salah satu sasaran utama dalam kegiatan
pendidikan atau pembelajaran diberbagai satuan, jenis dan jenjang pendidikan. Dalam
pelaksanaan kegiatan pendidikan harus memperhatikan berbagai aspek/dimensi,
tahapan dan karakteristik perkembangan anak yang menjadi subjek didik.
Karakteristik perkembangan yang menjadi perhatian adalah bahwa sepanjang rentang
perkembangan anak usia dini, khususnya pada usia 3-6 tahun ditandai oleh masa-masa
penting seperti masa peka, masa eksplorasi, masa bermain dan masa terjadinya
aktivitas berlebihan atau over activity. Keseluruhan masa tersebut diakui para ahli

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 16


sebagai masa keemasan atau the golden ages pada anak usia dini. Masa keemasan ini
merupakan masa yang paling penting dan menjadi dasar bagi perkembangan anak
selanjutnya sampai anak mencapai tingkat kedewasaannya.
Kerangka landasan psikologis lainnya yang menjadi dasar dalam kurikulum
ini adalah tahapan perkembangan anak pada berbagai dimensi perkembangan.
Tahapan dimensi perkembangan akan memberikan acuan bagi pendidik untuk
memperhatikan dan penyesuaikan berbagai komponen program, metode, teknik dan
proses pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan pada aspek
perkembangan yang dialami anak. Dengan demikian guru akan selalu menyesuaikan
strategi pembelajaran sesuai dengan tahapan perkembangan anak sehingga dapat
melaksanakan dan mengembangkan proses pembelajaran yang appropriate.
Pada anak usia dini, karakteristik perkembangan anak yang perlu menjadi
perhatian adalah terjadinya masa “over activity”, masa yang menunjukkan terjadinya
aktivitas yang berlebihan pada anak. Anak cenderung menunjukkan aktivitas
berlebihan pada berbagai waktu dan kesempatan serta aktivitas seolah tidak mengenal
lelah, bahkan sekalipun ia dalam keadaan sakit secara fisik biasanya anak akan tetap
berusaha menunjukkan aktivitasnya terutama dalam melakukan kegiatan bermain.
Konsep perkembangan seperti inilah yang menjadi salah satu dasar pengembangan
pembelajaran pada anak usia dini menggunakan konsep “moving class” atau kelas
bergerak atau kelas berpindah dengan waktu bermain (dan belajar) lebih lama,
terutama kegiatan Halfday dan fullday school.
Melalui kegiatan moving class anak-anak menunjukkan keatifannya dalam
bermain dan belajar sehingga secara bertahap akan merasakan dan mengalami
kebutuhan langsung terhadap belajar. Konsep tersebut juga menjadi dasar dalam
mengembangkan model pembelajaran sentra atau area. Model pembelajaran sentra
memberikan kesempatan pada anak untuk belajar dengan cara berpindah (bergerak)
dari satu sentra ke sentra lainnya. Melalui kegiatan sentra anak akan selalu
menunjukkan keaktifannya dalam belajar

C. Landasan Neurologi

Neurosains merupakan salah satu lompatan keilmuan pendukung yang sangat


memberikan kontribusi dalam menelaah dan memahami perkembangan psikologis
melalui kajian keilmuan tentang sel syaraf. Temuan yang dimaksud diantaranya
dikemukakan oleh Wittrock (dalam Clack, 1983) menemukan bahwa terdapat tiga
wilayah perkembangan otak yang semakin meningkat yaitu serabut dendrit,
kompleksitas hubungan dendrit dan pembagian sel syaraf.
Berbagai penelitian telah dilakukan oleh para ahli dimulai dari Binet-Simon (1908-
1911) hingga Gardner (1998) yang berbicara pada fokus yang sama yaitu fungsi otak
yang terkait dengan kecerdasan. Otak yang berada di dalam organ kepala memiliki
peran yang sangat penting selain sebagai pusat sistem syaraf juga berperan penting
dalam menentukan kecerdasan seseorang. Begitu pentingnya fungsi otak sehingga
banyak ahli untuk meneliti dan menggali optimalisasi fungsi kerja otak dalam
mengembangkan sumber daya manusia. Optimalisasi kecerdasan dimungkinkan
apabila sejak usia dini, anak telah mendapatkan stimulasi yang tepat untuk
perkembangan otaknya. Pada saat kelahiran, otak bayi mengandung 100 milyar
neuron dan satu triliun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-
cabang neuron) yang akan membentuk sambungan antar neuron. Sambungan-
sambungan antar neuron inilah yang akan membentuk pengalaman yang akan dibawa
anak seumur hidupnya.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 17


Sesudah kelahiran, kegiatan otak dipengaruhi dan tergantung pada kegiatan
neuron dan cabang-cabangnya dalam membentuk bertriliun-triliun sambungan antar
neuron. Melalui persaingan alami, otak akan memusnahkan sambungan (sinapsis)
yang jarang digunakan. Pemantanpan sambungan terjadi apabila neuron mendapatkan
informasi yang mampu menghasilkan letupan-letupan listrik. Letupan tersebut
merangsang bertambahnya produksi myelin yang dihasilkan oleh zat perekat glial.
Semakin banyaknya zat myelin yang diproduksi maka semakin banyak dendrit-
dendrit yang tumbuh, sehingga akan semakin banyak synap yang berarti lebih banyak
neuron-neuron yang menyatu membentuk unit-unit. Kualitas kemampuan otak dalam
menyerap dan mengolah informasi tergantung dari banyaknya neuron yang
membentuk unit-unit. Synap akan bekerja secara cepat sampai usia anak lima-enam
tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi kualitas kemampuan
otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh
pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya, terutama
pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini anak memiliki potensi
yang luar biasa dalam mengembangkan berbagai kemampuannya yang meliputi
kemampuan berbahasa, kognitif, motorik, sosialisasi dan sebagainya. Bila anak tidak
mendapat lingkungan yang merangsangnya, maka perkembangan otaknya tidak akan
berkembang dan anak akan menderita. Penelitian terbaru menemukan bahwa apabila
anak-anak jarang diajak bermain atau jarang disentuh, perkembangan otaknya 20%
atau 30% lebih kecil daripada ukuran normalnya pada usia itu.

D. Landasan Sosio-Antropologi
Manusia adalah makhluk sosial yang eksistensinya selalu dipengaruhi dan
mempengaruhi lingkungan sosial budaya. Proses saling mempengaruhi berkaitan dengan
perkembangan sosio kultural masyarakat di tingkat lokal, nasional, dan global yang antara
lain berupa universalisasi nilai budaya, demokratisasi, perkembangan teknologi, pelaksanaan
hak-hak asasi manusia, regionalisasi dan internalisasi kehidupan ekonomi.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 18


Bab MODEL-MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
3 PAUD

Pendidikan anak usia dini (early childhood education) merupakan suatu


disiplin ilmu pendidikan yang secara khusus memperhatikan, menelaah dan
mengembangkan berbagai interaksi edukatif antara anak usia dini dengan pendidik
untuk mencapai tumbuh kembang potensi anak secara optimal. Studi literatur
menunjukkan bahwa ilmu pendidikan anak usia dini menyajikan berbagai kajian
akademik tentang berbagai model dan proses pendidikan yang dapat diberikan dan
dikembangkan pada anak usia dini. Uraian pada bab 3 telah memberikan beberapa
model yang dapat diterapkan dan dikembangkan oleh para akademisi dan praktisi
pendidikan anak usia dini pada berbagai seting kelembagaan.
Sebagai rumpum keilmuan, pendidikan anak usia dini memiliki kerangka
ontologis, epistimologis dan aksiologis yang merupakan dasar suatu ilmu. Kerangka
ontologis pendidikan anak usia dini mencakup berbagai interaksi edukatif pada
wilayah situasi pendidikan (keluarga, masyarakat dan sekolah). Kajian ontologis ini
memberikan keluasan wilayah terapan dan pengembangan ilmu pendidikan anak usia
dini sehingga akan memiliki nilai guna (aksiologis) yang luas untuk berbagai
kepentingan dan tujuan. Pendidikan anak usia dini secara akademik dan praksis yang
dapat dipelajari, ditelah dan diterapkan serta dikembangkan dalam seting keluarga.
Interaksi edukatif antara anak usia dini dengan orang dewasa dalam keluarga
merupakan salah satu bentuk kajian khusus yang memberikan gambaran tentang isi
dan proses pendidikan yang dapat diterapkan dan dikembangkan dalam seting
keluarga. Nilai aksiologis dari gambaran isi dan proses pendidikan anak usia dini
dalam keluarga dapat dijadikan panduan dan perbandingan bagi orangtua maupun
calon orangtua untuk membimbing dan membina tumbuh kembang anak secara
optimal dalam lingkungan keluarga.
Ilmu pendidikan anak usia dini juga memberikan gambaran akademis dan
praksis tentang isi dan proses pendidikan yang terjadi antara anak usia dini dengan
lingkungan masyarakat. Pada lingkungan masyarakat sudah mulai muncul berbagai
lembaga pendidikan non formal yang memberikan perhatian khusus pada
pengembangan anak usia dini, seperti Bina Keluarga Balita, Posyandu, Taman
Bermain, Sanggar Kreatvitas anak dan Taman Pengasuhan Anak. Lembaga semi
formal tersebut sudah tentu perlu dan harus mempelajari dan menerapkan berbagai isi
dan proses pendidikan pada anak usia dini dengan benar sesuai dengan rujukan
akademis yang secara khusus mempelajari hal-hal tersebut.
Disamping itu, rumpun ilmu pendidikan anak usia dini dapat memberikan
gambaran akademis dan praksis tentang isi dan proses pendidikan dalam seting
persekolahan. Paradigma sekolah pada anak usia dini telah dipelajari, diteliti dan
dikembangkan oleh para ahli dengan menggunakan kerangka filosofis, model dan
pendekatan yang beraneka ragam. Keragaman tersebut dapat memberikan pilihan
model untuk diterapkan dan dikembangkan oleh para akademisi dan praktisi

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 19


pendidikan anak usia dini yang bekerja pada seting sekolah seperti Taman Kanak-
kanak dan Sekolah Dasar Kelas awal (primary grade).
Dari sudut epistimologi, kajian tentang metodologi pembelajaran anak usia
dini telah dikembangkan dengan acuan filosofis, pendekatan dan model yang
beraneka ragam, termasuk didalamnya adalah kajian tentang model kurikulum untuk
anak usia dini. Sesuai dengan kerangka landasar filsafat pada bab 2, pengembangan
kurikulum untuk anak usia dini secara garis besar dikelompokan dalam tiga model.
Pendekatan pertama dilakukan dengan model proses pematangan (maturitional
models). Pendekatan ini didasarkan pada teori yang dikembangkan oleh Gessel, Freud
dan Erikson. Pendekatan kedua dikenal dengan model tingkah laku-lingkungan yang
didasarkan pada teori Skinner, Baer, Bijou dan Bandura. Pendekatan ketiga dilakukan
dengan menggunakan model interaksi yang didasarkan pada teori Piaget dan
Vygotsky. Ketiga pendekatan tersebut dapat dijelaskan secara global sebagai berikut :

A. Pendekatan Model Pematangan (Maturations Models)


Menurut pandangan ini, anak-anak memiliki blue print (cetak biru) pola
tingkah laku tertentu. Perubahan tingkah laku terjadi sebagai hasil dari
kematangan psikologis (kesiapan) dan situasi lingkungan yang mengandung
tingkah laku tertentu (tugas-tugas perkembangan). Untuk menggunakan model
tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Aspek Administrasi
Lingkungan ruangan harus diperhitungkan untuk memberikan mobilitas
maksimal bagi perkembangan anak. Pusat-pusat pembelajaran hanya segala
sesuatu yang telah dibatasi (ditentukan) memiliki dampak terhadap
perkembangan anak. Perlengkapan ruangan diisi dengan bahan-bahan multi
dimensi yang melayani berbagai kegiatan ekpresi seperti bahasa, matematika,
gerak dan estetika.
2. Aspek Pendidikan
Aktivitas terdiri dari unit dan tema yang luas yang didasarkan pada studi minat
anak. Anak-anak bebas memilih aktivitas yang diinginkan. Penyusunan
aktivitas didasarkan pada tema yang disusun melalui berbagai permainan.
Strategi pemberian motivasi dilakukan melalui motivasi instrinsik verbal
misalnya do’a (harapan). Anak-anak dibentuk dalam suatu kelompok yang
heterogen. Pada saat tertentu dilakukan secara homogen berdasarkan pada
usia/tahap perkembangan. Susunan kegiatan belajar yang fleksibel dirancang
untuk memenuhi kebutuhan dan minat anak-anak. Penjajakan pada
kemampuan anak dilakukan melalui observasi secara keseluruhan yang
mencakup hal-hal yang bersifat fisik, kognitif dan afektif.
3. Evaluasi Program
Program dianggap berhasil jika anak-anak memperoleh kemajuan dalam hal
fisik, kognitif dan efektif.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 20


B. Model Aliran Tingkah Laku-Lingkungan
Model ini didasarkan pada teori Skinner, Baner, Bijou dan Bandura. Menurut
model tersebut, anak-anak dilahirkan dengan suatu batu tulis kosong (blank slate),
tingkah laku anak yang pasif dibentuk oleh kondisi lingkungan. Perubahan
tingkah laku terjadi sebagai hasil dari penguatan peristiwa yang terencana dan
yang tidak terencana. Dalam melaksanakan model kurikulum seperti ini pada anak
usia dini perlu diperhatikan hal-hal:
1. Komponen Administratif
Lingkungan ruangan yang diperhitungkan pada pusat perhatian anak serta
menghindari hal-hal yang akan mengganggunya. Daerah antara ruangan
dibatasi secara jelas yang seringkali dengan pembatas yang tinggi.
Perlengkapan ruangan ditata berdasarkan penajaman pada beberapa pusat
perhatian serta terdiri bahan-bahan unidimensional model yang menyajikan
program tersendiri sesuai sasaran dan melayani satu bentuk kegiatan ekspresi
tertentu (misalnya bahasa).
Staf berkedudukan sebagai perencana dan pengendali berbagai situasi
lingkungan. Berbagai aktivitas yang dilakukan orang dewasa hampir
seluruhnya digambarkan sebagai miniatur tingkah laku. Pengajaran dilakukan
langsung secara ekspositori pada sejumlah unit kecil dari bahan-bahan materi
yang diperoleh dari tugas-tugas besar dan berjenjang (sequensial).
2. Aktivitas Pendidikan
Berbagai aktivitas yang berorientasi pada tujuan dirancang untuk mencapai
pembelajaran budaya secara khusus (biasanya budaya akademik yang
alamiah). Materi pembelajaran yang sama seringkali menjadi harapan untuk
dikuasai oleh seluruh murid. Berbagai aktivitas dengan bentuk kegiatan
pengajaran yang dilakukan oleh guru, misalnya melalui latihan atau drill.
Strategi pemberian motivasi dilakukan dengan menggunakan sistem insentif.
Pengelompokan anak disusun berdasarkan kelompok homogen dari segi
kemampuan yang dimiliki oleh anak..
3. Evaluasi Program
Program dianggap berhasil jika anak-anak memiliki prestasi belajar
secara khusus yang bersifat akademik seperti persipan untuk mengikuti
sekolah selanjutnya.

C. Model Interaksi
Model pengembangan kurikulum ini didasarkan pada konsep teori Piaget.
Model ini beranggapan bahwa perkembangan anak merupakan hasil perpaduan
antara heriditas dan pengaruh lingkungan. Perkembangan akan terjadi pada
seseorang ketika orang melakukan pengorganisasian diri yang dicapai pada tahap
optimal oleh peristiwa yang dieksperientasikan.
1. Komponen Administratif Lingkungan ruangan yang dirancang untuk
memberikan keleluasaan pada anak-anak dalam mencapai berbagai aktivitas.
Pusat-pusat pembelajaran lebih dibatasi dibandingkan dengan model
pematangan tetapi anak-anak dapat berinteraksi dengan berbagai pusat
pembelajaran. Perlengkapan pada setiap ruangan terdiri atas berbagai bahan
multi dimensi yang dapat dipergunakan anak melakukan eksplorasi,
memecahkan persoalan serta menemukan berbagai cara mengembangkan
gagasan yang bersifat konseptual. Perlengkapan yang disusun harus memenuhi
kebutuhan anak pada bahan-bahan konkrit dan representatif.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 21


Staf bertindak sebagai pemerhati munculnya berbagai pengalaman yang
muncul pada diri anak pada tahapan perkembangan tertentu. Pada suatu waktu,
orang dewasa bertindak aktif misalnya memberikan berbagai pengalaman baru
pada anak namun pada kesempatan lain bertindak pasif menunggu anak-anak
untuk mencapai tahapan pembelajaran yang stabil. Orang dewasa juga sering
menekankan bahasa yang harus dimiliki anak untuk mengembangkan berbagai
konsep.
2. Komponen Pendidikan
Aktivitas pendidikan menekankan pada pembelajaran yang bersifat heuristik,
misalnya strategi pemecahan masalah, elaborasi keterampilan dan teknik
bertanya. Situasi akademik sering dihadirkan melalui suatu unit atau tema.
Berbagai rancangan aktivitas pembelajaran ditunjukkan oleh strategi
pemecahan masalah, elaborasi keterampilan dan teknik bertanya. Situasi
akademik sering dihadirkan melalui suatu unit atau tema. Berbagai rancangan
aktivitas dengan menggunakan motivasi instriksik, misalnya ‘epistemic
curiosity‘. Pengelompokan anak dilakukan secara heterogen (kelompok yang
berbeda) dari berbagai sudut pandangan. Anak-anak banyak bekerja secara
individual. Susunan aktivitas pembelajaran anak dilakukan untuk mencapai
penguasaan konsep yang bersifat temporal. Penentuan batas waktu yang lama
pada setiap situasi pembelajaran memungkinkan anak melakukan berbagai
kegiatan eksploratif.
3. Evaluasi program
Program dianggap berhasil jika anak-anak mencapai kemajuan pada
tahap perkembangan yang tinggi, misalnya pengetahuan fisik, pengetahuan
logika matematika, pengetahuan pembagian waktu temporal dan pengetahuan
sosial.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 22


Bab TAHAPAN PENGEMBANGAN
MODEL KURIKULUM PAUD
4
A. Pengumpulan dan Penelaahan Referensi
(Books Referen analysis and colecting)
Pendekatan analisis kebutuhan ditujukan untuk menelaah kebutuhan anak
dalam mengembangkan berbagai potensi perkembangannya dan pencapaian tugas-
tugas perkembangan secara normatif sesuai dengan usia kalender (chronological
Ages). Untuk menelaah ragam potensi perkembangan anak maka perlu dilakukan
proses analisis dimensi potensi perkembangan dari berbagai referensi, termasuk kajian
perkembangan anak ditinjau dari kecerdasan majemuk (multiple intelegence) dan
tahapan perkembangan pada masing-masing dimensi perkembangan yang dominan
dalam proses tumbuh kembang anak usia dini. Kajian referensi juga ditujukan untuk
memperoleh gambaran konseptual tentang konsep proses pendidikan (pembelajaran),
pengelolaan pembelajaran dan penilaian perkembangan anak usia dini.

B. Pemetaan Kebutuhan Anak Usia Dini


(Mapping of Early childhood Need Assesment)
Pendekatan analisis kebutuhan ditujukan untuk menelaah kebutuhan anak
dalam mengembangkan berbagai potensi perkembangannya dan pencapaian tugas-
tugas perkembangan secara normatif sesuai dengan usia kalender (chronological
Ages). Untuk menelaah ragam potensi perkembangan anak perlu dilakukan pemetaan
deskripsi perkembangan anak usia 2-6 tahun sesuai karakteristik perkembangan pada
masing-masing dimensi perkembangan. Penelaahan ini akan menghasilkan gambaran
atau pemetaan secara rinci jenis potensi (dimensi) perkembangan yang akan menjadi
fokus dalam pengembangan anak usia dini. Pemetaan perkembangan yang dimaksud
berisi tentang deskripsi standar perkembangan yang harus dicapai atau dikuasai oleh
anak sesuai dengan usia kalender masing-masing anak. Deskripsi perkembangan ini
dianggap sebagai standar umum atau standar generik kebutuhan perkembangan anak
sesuai dengan usia kalendernya. Analisis kebutuhan anak secara individual yang
sesungguhnya adalah hasil asesmen (penjajakan) potensi perkembangan yang telah
dicapai anak dibandingkan dengan karakteristik perkembangan yang secara normatif
seharusnya dikuasai pada usia tertentu. Hasil asesmen terhadap masing-masing
individu anak diharapkan dapat membantu pendidik merancang dan mengembangan
isi program dan proses pembelajaran yang sesuai (appropriate Instructional) dengan
kebutuhan masing-masing anak atau kelompok anak.

C. Penyusunan Draft komponen Kurikulum


Pada tahap ini, tim perumus yang telah dibentuk membuat dan mempresentasi
komponen-komponen kurikulum yang dibutuhkan dan akan menjadi panduan dalam
menyelenggarakan pendidikan khususnya pada anak usia dini. Komponen kurikulum
yang dimaksud mencakup standar isi, standar proses, standar pengelolaan dan standar
penilaian. Keseluruhan standar dalam komponen kurikulum harus disusun dan
dijabarkan (dalam bentuk draft) sesuai dengan naskah akademik yang telah

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 23


disepakati. Dratf ini akan menjadi dasar dalam menyusun dan mengembangkan
komponen kurikulum secara lebih lengkap dan rinci.

D. Menyusun Standar Isi Perkembangan


Standar isi yang dimaksud adalah standar kompetensi perkembangan (SKP)
yang menggambarkan standar perkembangan normatif yang harus dicapai oleh anak
sesuai dengan usianya. Gambaran perkembangan ini dipetakan dalam bentuk matriks
standar kompetensi perkembangan yang dianalisis berdasarkan hasil analisis
kebutuhan perkembangan secara generik sesuai dengan usia kalender anak. Sesuai
dengan konsep dalam naskah akademik ini bahwa pengembangan kurikulum yang
dipergunakan menggunakan pendekan kontekstual maka pemetaan matriks standar
kompetensi perkembangan disertai dengan tema-tema yang dipergunakan sebagai
panduan mengembangkan aktivitas pembelajaran.
Hasil pemetaan tersebut dikomparasikan dengan standar kompetensi perkembangan
dalam acuan kurikulum generik KB/TK tahun 1994 (PKB TK 1994), standar
kompetensi 2004 (KBK TK/RA 2004) dan Menu Generik Anak Usia Dini yang
dikeluarkan direktorat PAUD Depdiknas. Keseluruhan kajian tersebut akan
memperoleh gambaran tentang standar isi perkembangan anak usia dini secara
komprehensif (usia lahir-6 tahun). Hasil kesimpulan kajian ini dikonfirmasi dan
dikomparasikan kembali dengan standar isi pendidikan pada lembaga pendidikan
anak usia dini pada Negara maju yang telah dikembangkan. Hasil kajian tersebut
dapat memberikan sejumlah alternatif inovasi pengemasan standar isi pembelajaran
pada lembaga pendidikan anak usia dini sebagai berikut :
1. Standar isi utama menggambarkan kompetensi perkembangan anak pada berbagai
dimensi perkembangan.
2. Berdasarkan standar isi utama kompetensi perkembangan tersebut dapat disusun
dalam bentuk pengemasan standar isi sebagai berikut :
a. Standar isi yang dikelompokan sesuai dimensi perkembangan (Moral-agama,
sosial-emosi, bahasa, kognitif, motorik halus, motorik kasar-fisik).
b. Standar isi yang dikelompokan sesuai konsep kecerdasan jamak (Linguistik,
Interpersonal, Intrapersonal (sosial), musik, spasial, logik matematis, visual-
spasial, spiritual dan natural).
c. Standar isi yang dikelompokan sesuai rumpun skolastik-akademik (Agama,
Bahasa, Studi Sosial, Sains, Seni dan matematika)
d. Standar isi yang dikelompokan sesuai aktivitas minat anak (bermain peran,
bermain balok, bermain air, dsb).
e. Standar isi yang dikelompokan sesuai gabungan antara kecerdasan jamak dan
skolastik akademik (Spiritual-Agama, Linguistik-Bahasa, Inter/intrapersonal-
Sosial Studi, Naturalis-Sains, Spasial-Seni, Logis matematis-Matematika,
Musikal-Musik, Naturalis-Sains).

E. Menyusun Standar Proses Pembelajaran


Berdasarkan draft yang diajukan dan disepakati pada tahap kedua, disusun dan
dijabarkan rencana proses pembelajaran yang akan dilaksanakan sesuai dengan
kesepakatan acuan model pembelajaran dalam naskah akademik. Standar proses
pembelajaran yang disusun mencakup proses assemen perkembangan, penyusunan
silabus dan lesson plan, panduan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pengembangan
acuan model dapat mengikuti tiga model dasar pengembangan kurikulum PAUD yang
dikemukakan dalam bab IV yaitu Maturisonal Models, Behavioristic Models dan
Interactionist Models. Dari ketiga kerangka model kurikulum tersebut dapat
Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 24
dikembangkan model pembelajaran anak usia dini sebagai berikut :
1. Model pembelajaran Berbasis Alam.
2. Model pembelajaran Montessori.
3. Model pembelajaran Sentra/Area.
4. Model pembelajaran Proyek.
5. Model pembelajaran MI (Multiple Intelegensi).
6. Model pembelajaran Piaget.

F. Menyusun Standar Pengelolaan Pembelajaran


Standar pengelolaan pembelajaran merupakan suatu panduan konseptual yang
memberikan bimbingan pada guru dalam upaya menciptakan iklim kegiatan
pembelajaran secara kondusif dan konstruktif melalui penataan lingkungan didalam
kelas (classroom management) dan penataan lingkungan di luar kelas (outdoor
activity management). Standar pengelolaan pembelajaran yang disusun secara
konseptual ini juga mengikuti panduan yang terdapat dalam naskah akademik.

G. Menyusun Standar Penilaian


Penilaian merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengetahui dan
menggambarkan proses pembelajaran dan hasil belajar yang dicapai oleh anak. Kedua
aspek penilaian tersebut akan dijadikan salah satu sasaran jabaran konsep dalam
penyusunan dan pengembangan standar penilaian. Standar penilaian akan
memberikan mencakup lingkup dimensi yang menjadi sasaran penilaian, prinsip
penilaian yang harus diperhatikan pendidik, teknik penilaian yang dipergunakan dan
prosedur pelaporan proses dan hasil penilaian.

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 25


Daftar Pustaka
Agus Soejiono, Aliran Baru dalam Pendidikan, (Bandung: CV Ilmu, 1999).
Charles Wolfgang, and Mary E. wolfgang. School for Young Children :
Developmentally Appropriate Practices. (Needham Heights, Florida
Universsity : Allyn and Bacon, 1992).
Christine I. Bennet, Comprehensive Multicultural Education. (Boston : Allyn and
Bacon, 1990).
Carrol Cattron, and Jan Allen. Early Childhood Curriculum, Second Edition. (New
Jersey : Merril an Imprint of Pretice Hall, 1993).
Celia Anita Decker, and John R. Decker. Planning and Administering Early
Childhood Education Programs, fifth edition. (New york : merril an George
Imprint of Macmillan Publishing Company, 1992).
Hapidin. Model-Model Pendidikan Untuk Anak Usia Dini. (Jakarta : Ghiyats Alfiani
Press -2000).
Hapidin. Strategi Pembelajaran : Acuan Konseptual dan Praksis. (Jakarta :
Pusdaini Press -2005).
Hapidin. Manajemen Penyelenggaraan TK. (Jakarta : Universitas Terbuka -2003).
Sri Anitah Wiryawa, Noorhadi, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 1991).

Naskah Akademik Pengembangan Model Kurikulum Inovatif PAUD 26

You might also like