Professional Documents
Culture Documents
(AMPK 112)
Otonomi Daerah
Oleh:
Kelompok 5
(A1C10004) (A1C10025)
Dosen Pengajar:
1
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2010/2011
Otonomi Daerah
2
Secara substansial, otonomi daerah mirip dengan Negara federasi.
Bedanya, federalisme berangkat dari pola bottom-up, artinya daerah-daerah
dengan kekuasaannya masing-masing, setuju untuk bergabung dalam satu
pemerintahan Negara. Dalam hal ini kedudukan antara pemerintahan pusat
dan daerah cenderung sejajar. Sementara otonomi daerah, berangkat dari pola
top-down, dimana satu pemerintahan pusat masih lebih tinggi dibanding
pemerintah daerah.
3
tertanam kuat sehingga proses pembangunan di daerah berjalan lamban
dan kepengurusan kepentingan rakyat terabaikan.
4
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Ada dua tujuan yang ingn dicapai melalui kebijakan desentralisasi yaitu
tujuan politik dan tujuan administrative. Tujuan Politik akan memposisikan
Pemda sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat local
dan secara nasional untuk mempercepat terwujudnya civil society. Sedangkan
tujuan administrative akan memposisikan Pemda sebagai unit pemerintahan di
tingkat local yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan masyarakat secara
efektif dan ekonomis.
5
warganya. Tanpa itu, pemda akan kesulitan dalam memberikan akuntabilitas
atas legitimasi yang telah diberikan kepada pemda untuk mengatur dan
mengurus masyarakat.
1. Strategi demokratisasi
6
Para pakar asing menilai bahwa Negara dengan wilayah yang begitu luas
dan penduduk yang sangat majemuk, seperti Indonesia haruslah
meletakkan federalisme sebagai pilihan untuk mencegah terjadinya konflik
kesukuan atau daerah. Namun karena istilah federalisme dikhawatirkan
justru memicu berdirinya negara-negara baru di daerah-daerah, maka
gagasan otonomi daerahlah yang kemudian lebih popular. Meskipun sudah
dijelaskan bahwa federasi dengan otonomi daerah tipis perbedannya.
2. Kapitalisasi ekonomi
3. Ancaman disintegrasi
7
sumber daya alam di suatu wilayah, juga rawan menimbulkan perebutan
dalam menentukan batas wilayah masing-masing. Konflik horizontal
sangat mudah tersulut. Di era OTDA tuntutan pemekaran wilayah juga
semakin kencang dimana-mana. Pemekaran ini telah menjadikan NKRI
terkerat-kerat menjadi wilayah yang berkeping-keping. Satu provinsi
pecah menjadi dua-tiga provinsi, satu kabupaten pecah menjadi dua-tiga
kabupaten, dan seterusnya. Semakin berkeping-keping NKRI semakin
mudah separatisme dan perpecahan terjadi. Dari sinilah bahaya
disintegrasi bangsa sangat mungkin terjadi, bahkan peluangnya semakin
besar karena melalui otonomi daerah campur tangan asing semakin mudah
menelusup hingga ke desa-desa. Melalui OTDA, bantuan-bantuan
keuangan bisa langsung menerobos ke kampung-kampung.
8
semakin tidak terdeteksi oleh pusat atau memang hasil konspirasi dengan
pemerintah pusat. Tentu rakyatlah yang menjadi korban.
9
daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar
pertimbangan :
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi
obyektif di daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk
memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk
lebih baik dan maju.
G. Aturan Perundang-undangan
10
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
11
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala
Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-
pejabat di daerah; dan
3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam
melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah
Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah
tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskannya.
12
sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan
peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas
wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan
peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada
Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan
rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui
bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam
prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang
dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia.
Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974
ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah
pusat.
13
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda
dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
14
kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam,
peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu
diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5. Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk
dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat.
Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat,
diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom
yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam
melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan
kepadanya.
6. Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau
otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai
peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi
perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat
diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan
mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan
pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang
ditetapkan oleh pemerintah.
7. Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara
lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang
berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
8. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah
lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai
fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih
dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah
administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan
DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
15
10. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi
daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan
pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi
daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi
daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat
dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan
undang-undang.
11. Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan
dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh
DPRD.
12. Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama,
standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13. Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada
propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi
adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni
serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau
diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota.
Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum,
kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu
lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum
mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14. Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan
dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern
oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar
daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki
kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah,
Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis
Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan
pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha
16
milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya
diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu
Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
15. Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD
dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban
Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
Kesimpulan
1. Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang
diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
4. Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan
dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu :
nilai Unitaris dan nilai dasar Desentralisasi Teritorial.
17
5. Titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati
II).
6. Prinsip otonomi yang dianut adalah: nyata, bertanggung jawab, dan dinamis.
8. Hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah : hak
anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta
keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat;
prakarsa; dan penyelidikan.
10. Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus
menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan
dihadapkan pada beberapa pilihan, yaitu : melakukan pembagian kekuasaan
dengan pemerintah daerah, pembentukan negara federal, atau membuat
pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
18
Soal-soal
a. Otonomi Daerah
b. Otonomi Dunia
c. Otonomi Internasional
d. Otonomi Nasional
e. Otonomi Negara
a. Area Otonom
19
b. Daerah Otonom
c. Lingkungan Otonom
d. Negara Otonom
e. Wilayah Otonom
b. Peraturan Daerah
c. Acuan Hukum
d. Keputusan Presiden
e. Pancasila
4. Dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu :
a. Kota
20
b. Kabupaten
c. Provinsi
d. Daerah Tingkat I
e. Daerah Tingkat II
a. UUD 1945
21
8. Hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota;
meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan
pendapat; prakarsa; dan penyelidikan merupakan hak yang dimiliki oleh....
a. Anggota DPD
b. Anggota DPRD
c. Anggota DPR
d. Anggota KPK
e. Anggota KPU
a. Anggota KPK
b. Anggota KPU
c. Anggota DPD
d. Anggota DPR
e. Anggota DPRD
22
10. Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
pelaksanaan Otonomi Daerah, kecuali :
a. UU No. 5 Tahun 1974
b. UU No. 22 Tahun 1999
c. UU No. 25 Tahun 1999
d. UU No. 32 Tahun 2004
e. UU No. 3 Tahun 2005
23