You are on page 1of 11

POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan


gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik
lautan yakni pasang surut. Menurut Nybakken (1992) zona intertidal merupakan
daerah yang paling sempit diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai
dari pasang tertinggi sampai pada surut terendah. Zona ini hanya terdapat pada
daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai yang landai. Semakin landai
pantainya maka zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya semakin terjal
pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit.

Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah


intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan
interaksi antar atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari
permukaan keperairan juga tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Webber
dan Thurman (1991) bahwa pantai berbatu di zona intertidal merupakan salah satu
lingkungan yang subur dan kaya akan oksigen. Selain oksigen daerah ini juga
mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga sangat cocok untuk beberapa
jenis organisme untuk berkembang biak.

Pada tiap zona intertidal terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara
satu daerah dengan daerah yang lain. Jenis substrat daerah intertidal ada yang
berpasir adapula yang berbatu. Hal lain yang dapat dilihat yakni pembagian zona
juga dapat dilihat dari pasang surutnya dan organismenya. Pada pokok bahasan ini
lebih ditekankan pada pembahasan intertidal daerah berbatu.
Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah
intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan
interaksi antar atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari
permukaan keperairan juga tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Webber
dan Thurman (1991) bahwa pantai berbatu di zona intertidal merupakan salah satu
lingkungan yang subur dan kaya akan oksigen. Selain oksigen daerah ini juga
mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga sangat cocok untuk beberapa
jenis organisme untuk berkembang biak. Pada tiap zona intertidal terdapat
perbedaan yang sangat signifikan antara satu daerah dengan daerah yang lain.
Jenis substrat daerah intertidal ada yang berpasir adapula yang berbatu. Hal lain
yang dapat dilihat yakni pembagian zona juga dapat dilihat dari pasang surutnya
dan organismenya. Pada pokok bahasan ini lebih ditekankan pada pembahasan
intertidal daerah berbatu.

Ada berbagai faktor yang menyebabkan adanya berbagai macam distribusi


pada daerah intertidal. Pada dasarnya faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian
besar yang saling terkait yaitu:

1. Faktor fisika. Faktor ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada
ekosistem intertidal. Akibat adanya pasang surut maka menyebabkan
faktor pembatas pada daerah ini menjadi lebih ekstrim. Faktor pembatas
tersebut yaitu kekeringan, suhu, dan sinar matahari ketiga faktor tersbeut
saling terkait. Jika laut surut maka daerah intertidal terekspose oleh sinar
matahari, akibatnya suhu meningkat. Suhu yang meningkat menyebabkan
penguapan dan dampaknya daerah menjadi kering.
2. Faktor biologis. Faktor ini sangat tergantung dari faktor fisik perairan.
Organisme berusaha untuk menyesuaikan diri pada keadaan yang sangat
ekstrim tersebut. Ada berbagai macam cara organisme menyesuaikan diri
salah satunya dengan mengubur diri atau memodifikasi bentuk cangkang
agar dapat hidup pada derah yang kering.
Skema Umum Untuk Zonasi Pantai Berbatu

Pada dasarnya pembagian zonasi untuk pantai berbatu dilihat dari pasang
surut yang terjadi. Pantai ini didominasi oleh substrat dari batu. Menurut
Stephenson and Stephenson (1972) in Raffaelli and Hawkins (1996) menyatakan
bahwa pembagian zona pada pantai berbatu dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. A high-shore area (bagian pantai yang paling atas) atau yang biasa disebut
supralittoral fringe. Pada zona ini dicirikan oleh berbagai organisme
seperti alga yang menjalar, Cyanobacteria (bakteri hijau biru) dan cacing
kecil, periwinkles.
2. A broad midshore zone (zona bagian tengah yang lebar) atau yang biasa
disebut midlittoral zone. Pada daerah ini didominasi oleh pemakan
suspense seperti bernakel, kerang atau terkadang tiram.
3. A narrower low-shore zone (zona bagian bawah yang sempit) atau yang
biasa disebut infralittoral fringe. Pada daerah ini didominasi oleh alga
merah, organisme penghasil kapur, kebanyakan berbentuk menjalar,
terkadang kelp yang lebat (alga coklat) atau terkadang pada suatu tempat
di Hemisphere selatan yaitu penyering makanan seperti tunicata (sea
squirt).

Sedangkan pembagian menurut Reseck (1980) zonasi pada pantai berbatu dibagi
menjadi empat zonasi :

1. Zone I : daerah yang paling tinggi dan selalu kering (spray zone/upper
litoral zone).
2. Zona II : Daerah yang mengalami kekeringan 2 kali sehari selama pasang
terendah, selama 4-6 jam.
3. Zona III : Daerah yang mengalai kekeringan dalam waktu yang agak
pendek, kurang lebih 1-3 jam.
4. Zona IV : Daerah yang mengalami kekeringan sangat relatif singkat,
kurang lebih 12 jam.

Pembagian zonasi pada pantai berbatu juga dapat didasarkan oleh organisme yang
hidup pada daerah tersebut (Barnes & Hughes, 1999). Pembagian zonasi tersebut
dibagi menjadi dua bagian yakni:

1. .Zonasi dari mikroalga. Zonasi ini didasarkan oleh fotosintesis yang terjadi
didalam air. Pembagian tersebut yakni:
a) Pada spesies yang terdapat pada lower shore fotosintesis lebih baik di
udara dibanding dalam air.
b) Pada spesies yang terdapat pada mid hingga upper shore fotosintesis
lebih baik didalam air disbanding diatas daratan. Kekuatan fotosintesis
dalam air pada spesies ini yakni enam kali lebih kuat.
2. Zonasi dari hewan. Zonasi ini didasarkan oleh dua hal yang sangat
signifikan yaitu:
a) Makanan. Ketersediaan makanan sangat penting utamanya bagi
organisme yang pergerakannya sangat lambat atau yang tidak
berpindah tempat.
b) Pergerakan. Organisme perlu berpindah untuk mencari makan,
sehingga faktor ini juga sangat terkat dengan faktor yang pertama.
Penyebab Zonasi

Zonasi adalah distribusi atas & bawah organisme yang dipengaruhi


berbagai faktor. Dari semua pantai intertidal, pantai berbatu paling mudah dikenal
dan menonjol zonasi organisme (pembagian horizontal) yang terlihat pada waktu
pasang turun, tetapi ternyata sulit untuk mengetahui mengapa organisme tersebar
di zona ini. Gagasan Lama Penyebab Zonasi

Menurut Colman (1933) dalam Raffaelli, 1996 bahwa batas-batas kritis


pada pantai berubah dengan cepat, dan beberapa organisme mencapai batas atas
dan bawahnya sebagai berikut :

I. Batas bawah banyak terdapat organisme intertidal terletak antara surut


terendah yang ekstrim (ELWS) & air surut rata-rata (MLWS).
II. Jenis yang hidup di bagian tepi daerah sublitoral mempunyai batas atas
antaraair surut rata-rata pasut purnama (MLWS) & air surut rata-rata
pasut bulan setengah (MLWN).
III. Batas atas beberapa organisme terjadi pada kondisi ekstrim, saat batas air
tertinggi waktu pasang terendah (E(L)HWN).

Intisari dari pendapat zonasi terkini:

 Lebih menekankan pola zonasi yang dibagi antara batas zona atas & zona
bawah secara terpisah & menggambarkan perbedaan antara tumbuhan &
hewan sesil

Menurut Baker, 1909; Gowanloch and Hayes, 1926; Broekhuysen, 1941; Biebl,
1952; Southward, 1958; review: Newell, 1979 dalam Raffaelli, 1996 bahwa
penyebab zonasi mengakibatkan organisme memiliki kemampuan yang berbeda
dalam bertahan hidup di luar air, yaitu dengan kemampuan penyesuaian
morfologi, fisiologi dan tingkah laku.

Penyebab Batas Zona Atas (Tumbuhan & Hewan Sesil) Pantai Berbatu

Menurut Newell, 1979; Norton, 1985 dalam Rafaelli, 1996 bahwa faktor
fisik seperti kekeringan atau tekanan termal yang membatasi distribusi batas atas
pantai berbatu. Ketika organisme berada di udara terbuka (surut terendah), mereka
mulai kehilangan air, sehingga organisme harus mempunyai sistem tubuh yang
dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan air di udara terbuka.

Beberapa pengamatan secara alami seperti percobaan di lapangan


menunjukkan bahwa kekeringan dapat membentuk batas atas bagi organisme dan
zona-zona. Sebagai contoh, di zona beriklim sedang bagian utara, batuan yang
kemiringannya menghadap ke utara biasanya mempunyai lebih banyak organisme
dengan individu yang sama di bandingkan dengan batuan di dekatnya yang
kemiringannya menghadap ke selatan. Begitu pula, gua-gua, batu karang dan
celah-celah yang berada diatas tingkat pasang surut kritis akan tetap lembab ketika
daerah yang terbuka menjadi kering, sehingga memungkinkan organisme dapat
hidup di situ.

Selain itu kekeringan biasanya bereaksi bersama-sama dengan suhu. Suhu


yang tinggi dapat menyebabkan kekeringan dan pengaruh sinergistik dari faktor
tersebut mungkin lebih mematikan daripada jika tiap faktor itu bereaksi sendiri.

Cahaya mengatur penyebaran alga intertidal, alga intertidal di bagi 3


kelompok yaitu alga merah cokelat dan hijau, dan ketiganya menyerap spektrum
cahaya yang berbeda. Alga hijau berada di tempat paling atas karena menyerap
sinar merah, alga cokelat ditengah dan alga merah yang menyerap cahaya hijau
terdapat di daerah yang dalam. Hal ini disebabkan adanya interaksi beberapa
faktor dan faktor biologis alga itu sendiri.
Penyebab Batas Bawah Tumbuhan dan Hewan Sesil Pantai Berbatu

Secara umum, faktor biologis lebih kompleks dan kadang – kadang sukar
dipahami karena berkaitan erat dengan faktor- faktor lainnya. Persaingan di antara
organisme umumnya disebabkan karena makanan dan tempat (ruang) hidup. Di
zona intertidal berbatu terbatas persediaan ruang hidup karena luas daerah yang
terbatas. Akibatnya terjadi persaingan ruang yang intensif. Sebagai contoh
penelitian yang dilakukan oleh Connell (1961), dimana dia menunjukkan bahwa
terjadi persaingan ruang antara Chathamalus stellatus (Little gray bernacles)
dengan Balanus balanoides (Rock bernacles).

Contoh yang lebih kompleks mengenai persaingan adalah hasil penelitian


Dayton (1971), mengenai persaingan antara kerang Mytilus californianus dan
beberapa organisme teritip memperebutkan ruang di pantai terbuka. Pisaster dapat
memangsa Thais dan teritip dari berbagai ukuran dan juga merupakan predator
utama bagi Mytilus yang berukuran kecil atau sedang. Pisaster mampu
mempengaruhi struktur keseluruhan komunitas di intertidal.

Alga intertidal juga sering menujukkan batas dalam penyebaran batas dan
bawahnya. Hal ini disebabkan oleh tingkat pasang surut kritis, juga berkaitan
dengan persaingan ruang dan cahaya. Sebagai contoh kelp besar yang dominan
Hedophyllum sessile, Laminaria setchelli dan Lessionopsis littoralis, semuanya
tumbuh lebat dan menyaingi beberapa spesies yang lebih kecil di daerah intertidal
bawah. Zonasinya ditentukan oleh perubahan-perubahan faktor fisik yang
berhubungan dengan kedalaman seperti cahaya dan gerakan ombak. Semakin
dalam perairan, intensitas cahaya semakin terbatas. Sebagian lagi oleh persaingan
antar spesies (Nybakken, 1992).

Grazer dapat berperan dalam mengatur batas atas dan bawah spesies alga.
Kelompok grazer yang dominan adalah berbagai limpet, bulu babi dan siput
litorina.

Perilaku larva hewan sesil yang digerakan induknya pada zonasi

Komunitas bentik substrat lunak dicirikan dengan penyebaran organisme


yang tidak merata serta bervariasi tertentu kelimpahan dan komposisi spesies.
Kebanyakan komunitas bentik laut mempunyai tahap larva bergerak bebas dan
dapat memilih daerah yang akan mereka tempati. Larva tidak menetap begitu saja
pada perairan atau substrat yang ada jika tiba waktunya untuk bermetamorfosis
menjadi dewasa. Mereka mempunyai kemampuan untuk menunda selama jangka
waktu tertentu sebelum mereka menemukan substrat yang cocok untuk menetap
sebagai habitat hidup. Namun jika setelah jangka waktu tertentu mereka belum
juga menemukan substrat yang baik, mereka akan melakukan metamorfosis pada
substrat yang kurang baik tersebut.

Ada 3 kemungkinan tipe dan cara strategi larva invertebrata bentik, cara
pertama adalah planktotrofik dengan menghasilkan sejumlah besar telur-telur
kecil. Telur-telur itu akan menetas menjadi larva yang berenang bebas sebagai
plankton. Cara kedua lesitotrof dengan memproduksi lebih sedikit telur dan
membekali dengan lebih banyak energi dari kuning telur. Telur-telur itu akan
menetas menjadi larva dan karena mempunyai cadangan kuning telur, mereka
tidak makan plankton. Cara ketiga larva non pelagik/juvenil dengan
menghapuskan tahap larva sama sekali. Telur akan mengalami perkembangan
yang lama tanpa sumber energi tambahan.

Kebanyakan larva mengapung bebas dan bersifat fototaksis positif


sehingga memungkinkan mereka bebas bergerak cepat. Tetapi jika tiba waktunya
untuk menetap, mereka menjadi fototaksis negatif dan bermigrasi ke arah dasar
perairan. Ada beberapa larva yang sangat sensitif terhadap cahaya dan tekanan
sehingga hanya menempati lapisan tertentu pada kolom perairan. Selain itu
penyebaran yang menuju dekat dasar hanya untuk larva yang siap untuk menetap.
Sedangkan spesies yang berlainan mempunyai waktu produksi yang berlainan
juga dalam setahun

Menurut MacArthur (1960), di kenal dua pola daur hidup organisme yang
agak berbeda pada habitat mana pun juga, yaitu tipe oportunistik dan ekuilibrium.
Namun, ada pula organisme yang bersifat antara keduanya dan mempunyai variasi
campuran dari sifat-sifat tersebut. Pada perairan yang dangkal dengan substrat
lunak dan banyak terdapat pergerakan ombak yang mengacaukan substrat tersebut
dan mengangkat lapisan atas sedimen banyak ditemukan organisme tipe
opurtunistik. Komunitas bentik umumnya terdiri dari opurtunistik. Sedangkan tipe
ekuilibrium cenderung menempati perairan yang lebih dalam.

Pemakan suspensi lebih melimpah pada substrat berpasir karena substrat


biasanya lebih stabil sehingga tidak mengakibatkan tersumbatnya permukaan
penyaring makanannya. Sedangkan kebanyakan pemakan deposit melimpah
pada sedimen lumpur dan lumak yang banyak mengandung bahan organik. Hal ini
disebabkan karena organisme pemakan deposit menggali beberapa sentimeter
teratas dari dasar dan menyebabkan lapisan berpatikel halus menjadi renggang
dan tidak stabil dan lapisan ini mudah tersuspensi kembali oleh gerakan air.
Namun keadaan ini tidak mematikan larvanya karena mereka menggali ke dalam
substrat yang lebih padat di bawahnya. Dengan cara ini, pemakan deposit
membentuk komunitasnya sendiri.
Daftar Pustaka

Barnes, R.S.K. and Hughes (1982) An introduction to Marine Ecology,


Blackwell Scientifitc Oxford.

David Raffaelli and Stephen Hawkins, (1996) Intertidal Ecology Chapman


& Hall, 2-6 Boundary Row, London SEI 8HN.

Dayton P.K. 1975.Experimental evaluation of Ecological dominance in a


rocky intertidal algal comunity. Ecol Monogr.

Hutabarat, H and Steward M. Evans. 2000. Pengantar Oseanografi.


Universitas Indonesia (UI-Press) Jakarta

James W. Nybakken (1992) . Biologi Laut suatu pendekatan ekologi PT


Gramedia Jakarta

Karleskint, G, Jr. 1998. Introduction to Marine Biology. Harcout Brace


College Publishers. USA.

Sumich, J.L., 1992. An Introduction to the Biology of Marine Life 5th


Edition. Wm.C. Brown Publishers, USA

http://www.docstoc.com/docs/10625521/Penyebab-Zonasi

http://www.docstoc.com/docs/10628568/pola-distribusi-ekosistem-intertidal

You might also like