Professional Documents
Culture Documents
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas. Diajukan kepada Ibu Sri Hidayayti M.Ag sebagai
dosen pada mata kuliah Fiqh Munakahat dan Mawaris
Pada Jurusan Muamalat Perbankan Syariah
A. PENGERTIAN
Definisi pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan
kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan
mahram.
Firman Allah SWT :
“Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.” (An-Nisa : 3)
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan
atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat
mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang
sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan
perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang
lainnya.
Sebenarnya pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan
kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan antara
dua keluarga. Betapa tidak? Dari baiknya pergaulan antara si istri dengan suaminya, kasih-
mengasihi, akan berpindah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihaknya,
sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan bertolong-tolong sesamanya dalam
menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan penikahan seseorang
akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
B. HUKUM NIKAH
1. Jaiz (diperbolehkan), ini asal hukumnya.
2. Sunat, bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah dan lain-lainnya.
3. Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda
pada kejahatan (zina).
4. Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.
5. Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.
C. RUKUN NIKAH
1. Shigat (akad), yaitu perkataan dari pihak wali peremp uan, seperti kata wali,
“Saya nu kahkan eng kau dengan anak saya bernama… , Jawab mempelai laki-laki,
“Saya terima menikahi….,.
Tidak sah akad nikah kecuali dengan lafadz nikah, tazwij, atau terjemahan
dari keduanya.
Sabda Rasulullah SAW, :
“Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan. Sesungguhnya kamu ambil mereka
dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat
Allah.” (Riwayat Muslim)
2. Wali (wali si perempuan). Keterangannya adalah sabda Nabi SAW :
“Barang siapa di antara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya,
maka
pernikahannya batal.” (Riwayat empat orang ahli hadist, kecuali
Nasai)
3. Dua orang saksi.
Sabda Nabi SAW :
“Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.”(Riwayat
Ahmad).
F. MAHAR
Secara etimolo gis berarti maskawin . Se cara term inolo gis, bermakna “pemberian
wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk
menimbulkan rasa rasa cinta kasih bagi seorang istri kepad a c alon suami”. Imam Syafii
memberikan definisi yang
lebih terbu k a dan jelas yakn i “sesuatu (bisa harta mau pun jasa) yang wajib diberikan oleh
suami
1
kepad a istri untu k menghalalkan seluruh ang go ta badannya”
Firman Allah SWT :
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan.” (An-Nisa : 4)
Pemberian mahar ini wajib atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikah, dan
apabila tidak disebutkan pada waktu akad, pernikahan itu pun sah.
Syarat-syarat Mahar
Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
a. harta/bendanya berharga. Tidak sah dengan yang tidak berharga walaupun tidak
ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi apabila mahar sedikit dan
bernilai maka tetap sah.
b. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan khamr, babi,
atau darah. Karena semua itu haram.
c. Harta/barangnya bukan barang hasil curian maupun ghasab, artinya mengambil barang
milik orang lain tanpa seizinnya.
1
Abdurrahman AlJaziriy, al fiqh ala madzahib alarbaah.
d. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sah mahar dengan barang yang
2
tidak jelas keadaanya dan atau tidak disebutkan jenisnya .
Jumlah Mahar
Mengenai besaran mahar, para Ulama sepakat bahwa tidak ada batasan tertinggi dalam
pemberian mahar. Tetapi mereka berselisih pendapat tentang batas terendah.
1. Imam Syafii, dkk. Berpendapat bahwa bagi mahar tidak ada batas terendahnya.
Segala sesuatu yang dapat menjadi harga bagi sesuatu yang lain dapat dijadikan mahar.
2. Imam Malik dan malikiyah mengatakan bahwa mahar itu paling sedikit
nilainya mencapai seperempat dinar emas murni atau perak seberat tiga dirham. Atau
bisa berupa barang dengan nilai yang setara dengan itu.
3. Imam Hanafi berpendapat bahwa paling sedikit mahar itu adalah sepuluh dirham.
Riwayat lain ada yang mengatakan lima dirham atau lima belas dirham.
G. MACAM-MACAM MAHAR
a. Mahar Musamma
Yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya pada akad
nikah. Mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila
1. having sex.
2
Ibid
Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain sedang kamu
telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka
janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah
kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan
(menanggung) dosa yang nyata ?
2. salah satu dari keduanya (suami dan istri) meninggal dunia. Demikian menurut
ijma‟
.
b. Mahar mitsil (sepadan)
Yaitu mahar yang tidak disebut besar kadarnya sebelum ataupun ketika pernikahan.
Atau mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga
terdekat, gak jauh dari tetangga sekitarnya, dengan mengingat status sosial, pendidikan
dan kecantikannya.