You are on page 1of 11

Bagian Pertama

Pendahuluan

Kira-kira pada pergantian abad ini banyak orang islam Indonesia mulai menyadari
bahwa mereka tidak mungkin berkompetisi dengan keuatan-kekuatan yang menanantang dari
pihak kolonialisme Belanda. Mereka mulai menyadari perlunya perubahan-perubahan,
apakah ini dengan mulai mengali mutiara-mutiara Islam dari masa lalu yang telah memberi
kesanggupan kepada kawan-kawan mereka seagama pada abad Tengah untuk mengatasi
Barat dalam ilmu pengetahuan serta memeperluas daerah pengaruh, atau menggunakan
metode-metode baru yang telah dibawa ke Indonesia oleh pihak kolonial serta pihak misi
Kristen.

Salah satu daerah di Indonesia yang pada masa pergerakan perjuangan kemerdekaan
menunjukan corak yang sangat dinamis dalam perjuangan pergerakan melalui pendidikan
adalah Minangkabau (Sumatetra Barat). Satu catatan sejarah memeiliki makna yang cukup
penting adalah langkah yang dilakukan oleh Syekh Abdullah Ahmad dengan beberapa ulama
lainnya, yang mempelopori berdirinya Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) pada tahun 1919
di Surau Jembatan Besi Padang Panjang. PGAI merupakan organisasi keagamaan pertama
yang lahir di Sumatrera Barat yang anggotanya terdiri dari ulama-ulama Minagkabau yang
peduli terhadap kemajuan pendidikan Islam.

Salah satu bentuk pembaharuan pendidikan yang dikembangkan PGAI adalah dengan
didirikannya Normal Islam pada 1931, Normal Islam dikelola dengan sistem pendidikan
modern pada saat itu. Selanjutnya PGAI mendirikan Sekolah Islam Tinggi (SIT) pada 9
September 1940. Waktu itu yang baru dibuka hanya Fakultas Syariah, Pendidikan dan Bahasa
Arab. PGAI memiliki kontribusi yang sangat besar dalam usaha-usaha dalam pembaharuan
pendidikan Islam di Minangkabau (Sumatera Barat).

Bagian Kedua
Menakar Pembaharuan Pendidikan Islam

Pembaharuan dapat diartikan dengan apa saja yang belum dipahami, diterima, atau
dilaksanakan oleh penerima pembaharuan, meskipun mungkin bukan hal yang baru bagi
orang lain. Menurut Abdul-Rahman Saleh, Pembaharuan biasanya dipergunakan sebagai
peroses perubahan untuk memperbaiki keadaan yang ada sebelum ke cara atau situasi dan
kondisi yang lebih baik dan lebih maju, untuk mencapai suatu tujuan yang lebih baik dari
sebelumnya.

 Penyebab Lahirnya Pembaharuan

Sejarah memaparkan bahwa pada masa kejayaan Islam antara tahun 750-1250 M.
Umat islam pernah menganut pola berpikir rasional sebagaimana yang dilakukan aliran
teologi Mu’tajilah sebagai respons terhadap perkembangan budaya dan sosial yang ada kala
itu. Pemikiran rasional ini dimungkinkan oleh kontak ulama-ulama yang ada pada masa

1|Page
Abbasiyah dengan filsafat Yunani. Akibat perkenalan itu terjadilah persinggunngan ilmu
pengetahuan yang berkembang pesat dikalangan umat Islam dengan ilmu-ilmu warisan
Yunani. Akibat persinggungan itu, maka lahirlah tokoh-tokoh ilmuwan Islam yang menekuni
berbagi bidang keilmuwan, baik ilmu keagamaan maupun ilmu kealaman.

Kejayaan dalam agama islam itu berjalan perlahan setelah Bagdhad dihancurkan oleh
tentara Mongol pada tahun 1258, namun bidang ilmu pengetahuan umat Islam mengalami
kemunduran. Pada jaman ini disebut jaman pertengahan (1250-1800). Perkembangan
ilmuwan Islam yang muncul pada abad itu relatif sediit. Umat islam mulai sadar akan
ketinggalannya dari dunia barat sekitar abad 19. Menyadari hal tersebut, maka lahirlah tokoh-
tokoh pembaharuan, seperti Rifa’ah Badawi al-Thahtawi dengan gagasan cinta tanah air.
Pembaharuan tersebut pada prinsipnya mengajak umat Islam untuk bangkit dari tidur
lelapnya agar dapat melepaskan diri dari keterbelakangan dan tekanan penjajah. Dengan
demikian jelas bahwa latar belakang terjadinya pembaharuan dalam Islam karena ada
perasaan tertinggal dari kemajuan dunia Barat.

Menelusuri sejarah yang melaterbelakangi adanya pembaharuan pendidikan Islam


pada abad modern dapat dilihat dari dua faktor penting. Pertama, kondisi internal dalam
dunia pendidikan dan intelektual Islam. Kedua, faktor eksternal, yaitu terjadi kontak
hubungan antara Islam dan dunia Barat menyadarkan umat Islam untuk mengimbanginya.

 Pengertian Pendidikan Secara Umum

Kata pendidikan ditinjau dari segi etimologi berasal dari kata dasar didik yang berarti
“ memelihara dan memberi latihan, ajaran, pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran”. Sedangkan secara terminologi pendidikan adalah usaha yang dilakukan seseorang
atau sekelompo orang untuk mempengaruhi orang lain yang bertujuan untuk mendewasakan
manusia seutuhnya, baik lahir maupun batin. Artinya, dengan pendidikan, manusia bisa
memiliki kesetabilan dalam pandangan hidup dan kesetabilan dalam nilai-nilai kehidupan
dengan penuh rasa tanggung jawab.

 Pengertian Pendidikan Islam

Menurut Moh. Al-Toumy Al-Syaibany, dalah mengubah tingkah laku individu dalam
kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitar
melalui proses pendidikan yang mengandung nilai-nilai Islami agar mendapatkan
kebahagiaan Dunia dan Akhirat. Bertolak dari uraian di atas, maka yang dimaksud dengan
pembaharuan pendidikan Islam adalah upaya umat Islam baik oleh tokoh maupun lembaga
untik melakukan perubahan dalam pendidikan Islam ke arah yang lebih berkualitas dengan
cara menyumbangkan pemikirannya sesuai dengan tuntutan zaman dengan tetap berpedoman
kepada Al-Qur’an dan Sunnah.

2|Page
Bagian Ketiga
Sumatera Barat Akhir Abad 19-Awal 20

Semasa penjajahan, Sumatera Barat berstatus keresidenan, Residentie van Sumatera


West kust. Penduduknya di awal abad ke 20 berjumlah 1.288.624 orang, atau 3.199
perkilomter persegi. Daerah ini dulu sangat penting, kaena letaknya yang menguntungkan,
karena menjadi daerah pantai penghubung ujung utara dan ujung selatan Sumatera. Daerah
pesisirnya menempati posisi pok sebagai pintu gerbang masuk segala macam barang, baik
yang bersifat materi maupun ideologi, karena di sanalah terdapat pelabuhan dagang yang
ramai tempo dulu. Sekujur wilayahnya indah permai dan subur dengan segala danau dan
sungai-sungai besarnya sebagai jalur penghubung yang sangat penting ke wilayah-wilayah
pesisir Sumatera bagian Timur. Hasil kombinasi yang harmonis dari faktor alam
Minangkabau telah menghadiahan ketenangan dan kemakmuran bagi penghuninya.

Dinamika Sosial Budaya dan Agama

Sebelum bangsa Barat datang ke Minagkabau, masyarakat sangat menonjol dalam hal
adat istiadat. Bagi masyarakat Minangkabau, adat merupakan aturan kehidupan sosial,
bahkan tidak ada bandingannya, karena mereka sangat teguh dalam memegang adat. Sikap
orang Ninangkabau menjunjung tinggi adat ini disebabkan mereka meyakini bahwa adat yang
mereka pedomi merupakan warisan leluhur mereka yang paling berharga yang harus
dipelihara. Sikap keterikatan dengan adat adat ini sedemikian kuat, sehimgga orang tidak
mungkin memahami struktur sosial budaya Minangkabau tanpa memperhatikan pengaruh
adat dalam kehidupannya.

Perjumpaan adat masyarakat Minangkabau telah mengalami fase-fase perkembangan


sendiri berkenaan dengan perjumpaannya dengan nilai-nilai luar. Pertama, fase animisme dan
dinamisme. Fase ini berlangsung sebelum abad V hingga abad VII. Pada fase ini adat
Minangkabau sangat dipengaruhi oleh ajaran animisme dan dinamisme.

Kedua, fase pengaruh Hindu dan Budha, mulai abad VI M sampai abad VII M. Fase
ini adat Minangkabau berakulturasi dengan ajaran Hindu-Budha. Ajaran ini sangat mudah
diterima, karena dalam beberapa hal persesuaian dengan adat sebelumnya yang dipengaruhi
oleh animisme dan dinamisme. Ketiga, adalah fase Islam. Pada awal kedatangan Islam ke
Minangkabau, tidak ditemukan adanya resistensi dari masyarakat setempat.

Namun penerimaan Islam yang demiian, pada hakikatnya menimbulkan beberapa


persoalan , khusus dengan terjadinya percampura Islam dan ajaran-ajaran adat serta ajaran
Hindu-Budha. Sehingga agama yang ada di masyarakat cenderung berbaur dengan kebiasaan-
kebiasaan setempat. Corak keagamaan seperti ini pada umumnya dipraktikkan oleh orang-
orang Islam, tetapi masih memegang teguh adat sebelumnya. Sementara di sisi lain terdapat
kelompok umat Islam yang justru ingin mempraktikkan ajaran-ajaran Islam secara murni
yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist. Dua kelompok yang cukup bersebrangan ini
dalam perjalanannya menimbulkan konflik sosial yang cukup kompleks. Puncak dari konflik
antara keduanya adalah dengan adanya Perang Paderi.

3|Page
Kondisi Sosial Intelektual

Kondisi intelektual Minangkabau pada penghujung abad 19 terutama diwarnai oleh


adanya pertentangan antara kaum “Tua” dan kaum “Muda”. Pertentangan itu diawali dengan
sikap kaum “Tua” yang kurang begitu semangat dalam menegakkan nilai-nilai agama Islam
akibat kekalahannya dalam Perang Paderi. Mereka tidak mau melihat masyarakat menderita
akibat adanya konflik-konflik sosial yang disebabkan oleh agama. Sikap kaum tua yang
demikian ternyata tidak disukai oleh kelompok ulama kaum muda. Apa yang diperlihatkan
oleh kaum tua mnurut mereka menjadikan agama Islam sebagai agama yang beku dan tidak
dinamis.

Pertentangan antara dua kelompok ini hampir mirip dengan pertentangan kaum Adat
dan Paderi, hanya sja beda dengan aktualisasinya. Pertentangan ini hanya sebatas pada adu
argumentasi alam mempertahankan pendapatnya masing-masing. Pertentangan yang
demikian merupakan tonggak bagi munculnya semangat untuk pengkajian secara intens
dikalangan masyarakat Minangkabau. Atau lebih tepatnya sebagai tonggak bagi dimulainya
era modern Islam di Minangabau.

Pendidikan Islam di Sumatera Barat Sebelum Pembaharuan

Pada dasarnya pendidikan Islam di Sumatera Barat sebelum tahun 1900 terdiri dari
dua tingkat saja yaitu tingkat pengajian Al-Qur’an dan pengajian kitab.

1. Tingkat pengajian Al-Qur’an

Dalam sistem pengajian Al-Qur’an yang dipakai adalh guru duduk di tengah-tengah
murid atau guru berada disebelah ujung Surau, sedangkan murid duduk mengelilinginya
dalam bentuk seperempat lingkaran. Sistem pendidikan yang seperti itu disebut surau.
Tingkat pengajaran Al-Qur’an ini juga terbagi atas dua bagian yaitu :

a. Bagian rendah : Mula-mula murid diperkenalkan dengan huruf-huruf Al-Qur’an


kemudian tanda baca, apabila murid sudah dapat menyebutkan dengan baik maka
pelajaran dilanjutkan dengan Juz ‘Amma. Setelah lancar membaca Juz ‘Amma
barulah di mulai membaca Al-Qur’an. Setelah lancar membaca Al-Qur’an akan
segera di khatamkan sebagai tanda tamat belajar pengajian Al-Qur’an dengan
suatu upacara yang disebut khatam Al-Qur’an.
b. Bagian tinggi : pada bagian ini sudah diajarkan tajwid termasuk iramanya. Selain
itu, diajarkan lagu-lagu kasidah dan lagu-lagu lainnya. Pengajaran ini bertujuan
untuk memudahkan mempelajari irama Al-Qur’an. Tamatan bagian atas inilah
yang dapat disebut qari dan sudah diperbolehkan mengajar pada tingkat pertama.
2. Tingkat Pengajian Kitab

Pada tingkat ini yang dipelajari adalah kitab-kitab agama yang bertuliskan Arab saja,
seperti kitab tafsir, hadist, dan fiqih yang bercorak tradisional. Terdapat pula kitab lain separti
nhwu dan sharaf. Murid-murid yang telah lulus dalam tingkat ini dapat dikatakan sudah
menguasai ajaran agama Islam secara agak mendalam an mereka suadah bisa menguasai

4|Page
pengetahuan tata bahasa Arab. Dengan demikian mereka dapat memperdalam sendiri
ilmunya karena sudah memiliki alat untuk membahas kitab-kitab.

Penidikan Islam di Sumatera Barat Setelah Pembaharuan

Pembaharuan pendidikan yang terjadi di Minangkabau pada abad ke-20.


Pembahasannya difokuskan pada identifikasi aspek-aspek pendidikan dimana terjadi
perubahan/modernisasi yang signifikan menuju kepada perbaikan. Gerakan paderi yang
pertama membawa hembusan pertama modernisasi di Minangkabau dan mengakibatkan
perubahan peran Surau. Gelombang awal ini yang kremudian dilanjutkan oleh kaum Muda
yang berhasil mendorong transformasi Surau menjadi madrasah. Pada tahap berikutnya arus
modernisasi pendidikan ini mengambil wujud lahirnya berbagai lembaga pendidikan Islam
modern yang mencoba mengakomodasi sisi positif tradisi Surau dan mengombinasikannya
dengan sistem pendidikan modern ala Barat.

Gerakan Paderi Sebagai Awal Modernisme Pendidikan

Gerakan Paderi yang sering dikatakan sebagai “fundamentalis” dan mirip dengan
wahabi ini berawal dengan kepulangan Haji Sumanik yang melaksanakan Haji pada tahun
1803. Ia ingin juga melaksanakan pemurnian yang sama di Kampung halamannya. Upaya
gerakan Paderi memodernisasi juga memberi pengaruh yang signifikan. Paling tidak gerakan
ini berhasil memperkuat pengaruh agama Islam dalam sistem kemasyarakatan. Kemenangan
belanda atas Paderi memaksakan keadaan baru bagi daerah ini. Pendidikan agama mengalami
kemunduran, tidak saja karena tekan Belanda tetepi juga dikarenakan merosotnya ekonomi
masyarakat pribumi sebagai akibat monopoli perdagangan. Kemunduran diperparah lagi
dengan upaya Belanda mendirikan seolah-sekolah sekuler, yang kemudian berhasil menarik
simpati masyarakat demi kepentimngan ekonomi dan gengsi sosial.

Dalam keadaan seperti ini Surau tampak secara berangsur-angsur mulai kehilangan
perannya yang dulu menjadi sentral masyarakat Minangkabau. Semakin banyak Surau yang
terlantar karena tidak adanya murid, di samping itu tidak adanya guru yang dapat
menggantikan karena wafat dalam perang Paderi.

Transformasi Surau Menjadi Madrasah

Di atas sudah disebutkan keadaan Surau yang semakin termarginalisasi sebagai akibat
kekalahan perang Paderi dan pembangunan sekolah secara besar-besaran oleh Belanda.
Berhadapan dengan keadaan ini, lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak mempunyai
pilihan lain kecuali dengan memoderenosasi baik secara kelembagaan, maupun karakteristik
isinya. Sedikit demi sedikit Surau mengalami transformasi merespon keadaan yang
mengitarinya. Pembaharuan yang dialami Surau ini terutama berkaitan dengan buku-buku
yang semula satu macam saja kemudian berkrembang, menjadi berbagai kitab untuk setiap
displin ilmu. Pada masa ini kitab yang ditulis sudah tidak dipelajari lagi. Kitab yang dipakai
sudah kitab cetaan semua yang dipesan langsung dari Mesir.

5|Page
Kaum Muda dan Munculnya Madrasah

Pembaharuan roda pendidikan Islam di Minangkabau terpusat pada tokoh yang


populer sebagai empat serangkai. Mereka ini adalah Syekh Muhammad Jamil Jambek di
Bukittinggi, Haji Abdullah Ahmad di Padang Panjang, Syekh Karim Amrillah di Maninjau
dan Padang, Syekh Muhammad Thaib Umar di Batusangkar, kemudian mereka dikenal
sebagai kaum Muda. Gerakan ini mampu menggebrak kesunyian dan kemunduran lembaga
pendidikan Islam, sosial dan politik masyarakat Minangkabau.

Mereka mulai mendirikan Madrsah yang dimodernisasikan meniru gaya Barat.


Bedanya dengan sekolah Belanda pada waktu itu adalah apabila sekolah yang didirikan
Belanda tidak menerima pelajaran agama, sedangkan madrasah ini penggabungan antara
pelajaran umum dan agama. Pengajaran susdah tidak di Surau lagi melainkan sudah di kelas
dengan penjenjangan yang jelas.

Pada 1914 Seykh Abdullah Ahmad memprakarsai berdirinya Syarikat Oesaha di


Padang, organisasi sosial yang bergerak di bidang pembaharuan pendidikan agama Islam.
Usaha pertama organisasi ini yaoitu mendirikan HIS Abadiyah (23 Agustus 1915) sebagai
reaksi terhadap polotik Belanda yang mendirikan Hollandsch Inlandsche School (HIS)
sekuler. Abadiyah ini cara yang memungkinkan agar umat Islam tidak dapat kesempatan
seolah Belanda dapat ditampung di sana. Abadiyah ini memasukkan agama dalam
kurikulumnya.

Pada tahun 1918 berdiri pula perkumpulan Sumatera Thawalib yang mendirikan
sekolah-sekolah agama. Kemudian pada 1920 berdiri PGAI yang kemudian mendirikan
Normal Islam, Sekolah modern untuk mempersiapkan guru-guru agama islam. Pada 10
Oktober 1915 Zainudin Labay el-Yunusi mendirikan Diniyah School. Sekolah ini hanya
bertahan 2 tahun karena mendapattantangan yang keras dari masyarakat. Kemudian adiknya
Rahmah el-Yunusiah mendirikan pula Diniyah School Puteri pada 1 November 1923.

Bagian Keempat
Sejarah Kelembagaan PGAI

Lahirnya suatu organisasi dilatarbelakangi oleh peristiwa pada masa sebelumnya dan
akan melakukan kegiatan yang sesuai dengan cita-cita. Kira-kira pada pergantian abad ini
banyak orang islam Indonesia mulai menyadari bahwa mereka tidak mungkin berkompetisi
dengan keuatan-kekuatan yang menanantang dari pihak kolonialisme Belanda. Mereka mulai
menyadari perlunya perubahan-perubahan, apakah ini dengan mulai mengali mutiara-mutiara
Islam dari masa lalu yang telah memberi kesanggupan kepada kawan-kawan mereka seagama
pada abad Tengah untuk mengatasi Barat dalam ilmu pengetahuan serta memeperluas daerah
pengaruh, atau menggunakan metode-metode baru yang telah dibawa ke Indonesia oleh pihak
kolonial serta pihak misi Kristen.

Salah satu daerah di Indonesia yang pada masa pergerakan perjuangan kemerdekaan
menunjukan corak yang sangat dinamis dalam perjuangan pergerakan melalui pendidikan

6|Page
adalah Minangkabau (Sumatetra Barat). Satu catatan sejarah memeiliki makna yang cukup
penting adalah langkah yang dilakukan oleh Syekh Abdullah Ahmad dengan beberapa ulama
lainnya, yang mempelopori berdirinya Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) pada tahun 1919
di Surau Jembatan Besi Padang Panjang. PGAI merupakan organisasi keagamaan pertama
yang lahir di Sumatrera Barat yang anggotanya terdiri dari ulama-ulama Minagkabau yang
peduli terhadap kemajuan pendidikan Islam.

Maksud dan Tujuan Didirikan PGAI

Sebagai organisasi Ppergerakan Islam, PGAI berasaskan pada Al-Qur’an dan


terutama yang menjadi maksud berdasar ayat 87 dari surat Hud, yang artinya: “Tidak adalah
yang jadi maksud kami dalam beramal ini, selain untuk mencari serta mengusahakan
perbaikan sedaya upaya kami serta mengharap taufik dan hidayah dari illahi.”

Selanjutnya pada pasal 1 ayat b, dijelaskan bahwa perkumpulan ini berdiri selama 29
tahun terhitung semenjak mendapat pengakuan hukum. Tujuan PGAI tercantum dalam pasal
2 yaitu:

1. Akan menjaga hak dan kehormatan guru-guru agama Islam menurut keharusan agama
itu.
2. Akan memperbaii hal dan nasibnya guru-guru agama Islam menurut janji-janji yang
telah ditetapkan pemerintah tentang memelihara kesucian agama Islam dan
kemerdekaan guru-guru yang mengembangkan agama.
3. Akan memajukan dan memperbaiki pengajaran agama Islam.
4. Akan berdaya upaya akan memberi pertolongan atas kesengsaraan hidupnya guru-
guru agama Islam, yang mana merasa oleh perkumpulan.
5. Akan mengusahakan dan menunjang pendirian sekolah-sekolah tempat mempelajari
agama Islam.
6. Akan berikhtiar mencari kesempatan menyampaikan atau menyempurnakan
keperluan agama Islam.

Maksud yang menjadi tujuan tersebut akan dijalankan semata-mata untuk mengingat
undang-undang pemerintah dan keselamatan umum.

Tokoh-Tokoh Pendiri PGAI

Dari sekian nama di atas agaknya Haji Abdullah Ahmad memegang peranan utama
dalam pembentukan PGAI, karena dialah yang bertindak sebagai organisatornya.

Haji Abdullah Ahmad dilahirkan di Padang Panjang pada 1878 M. Orang tuanya
bernama Ahmad, seorang ulama dan sodara kain di Padang Panjang. Semasa kecil Abdullah
Ahmad sangat rajin belajar agama Islam. Selesai belajar dengan syekh yang satu ia
melanjutkan belajar dengan syekh yang lain yang ilmu pengetahuan agamanya lebih tinggi.
Namun dalam hatinya masih tidak ada kepuasan, ilmu agama yang diperolehnya dirasakan
belumlah lengkap. Oleh sebab itu, pada 1895 ia pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah
sambil menuntut ilmu di sana.

7|Page
Selama di Mekkah ia belajar dengan Syekh Ahmad Khatib seorang ulama besar yang
mengajar di Masjidil Haram. Syekh Ahmad Khotib (1852-1915) adalah putra Minangkabau
yang berjuang di Mekkah untuk bangsanya Indonesia. Tidak sedikit murid-muridnya yang
menjadi ulama dan pejuang kemerdekaan Indonesia, terutama ulama-ulama Islam yang ada di
Minangkabau semua merupakan muridnya. Dari syekh inilah Haji Abdullah Ahmad
menerima ide-ide pembaharuan Islam.

Setelah belajar kurang lebih empat tahun lamanya di Mekkah beliau kembali ke tanah
air . pada 1940 beliau mendirikan surau Jembatan Besi yang digunakan untuk tempat belajar
dengan menggunakan sistem pembelajaran halaqoh lalu ditekarnya dengan sistem
pembelajaran sama seperti Belanda. Perubahan sistem pendidikan yang dilakukan belia
mendapat sorotan dari masyarakat bahkan beliau dianggap kafir karena telah mencontoh
pendidikan Belanda. Oleh sebab itu beliau pindah ke Padang dan mendirikan Abadiyah
school pada 1909. Dan pada tahun 1915 berubah nama menjadi HIS Abadiyah. Setelah
kemerdekaan, HIS abadiyah pun berubah nama menjadi SD, SMP dan SMA yang kita lihat
sekarang.

Peranan beliau dalam perjuangan kemerdekaan di Sumatera Barat sampai akhir


hayatnya pada 25 November 1933 meninggalkan jasa-jasa yang masih hidup sampai
sekarang, diantaranya adalah Sekolah Abadiyah dan PGAI yang telah banyak menghasilkan
pejuang kemerdekaan dan pejuang agama, bahkan sekarang ini banyak yang aktif dalam
lapangan pemerintah dan pendidikan nasional ini adalah berkat didikan yang diberikan
Normal Islam dan lembaga pendidikannya pada masa lampau.

Untu mengenang jasa dan perjuangannya, maka Gubernur kepala Daerah Sumatera
Barat dengan surat keputusannya menganugrahkan Piagam Penghargaan kepada beliau
sebagai pejuang masyarakat.

Program Kerja PGAI

Program kerja PGAI dapat digambarkan dengan berbagai kegiatan yang dilakukan. Di
bawah ini akan kita lihat beberapa dari program PGAI untuk mencapai tujuan organisasi
tersebut.

1. Mendirikan Rumah Penyantun Anak Yatim

Beberapa ketentuan tersebut adalah pemeliharaan anak yatim, dan pembinaan


dalam bidang pendidikan, dengan tujuan ikut menunjang perjuangan bangsa Indonesia
dalam merebut kemerdekaan. Dengan adanya Rumah Penyantun Anak Yatim yang
dibuka pada tahun 1931 anak yatim yang tersebar terpelihara dalam suatu tempat
dengan perlakuan yang sama. Dalam pemeliharaan PGAI anak-anak tersebut juga
diberi pendidikan yang sesuai dengan tingkat umurnya, termasuk pendidikan
keterampilan yang sangat berguna untuk masa depannya.

2. Mengadakan Pembaharuan Dan Mendirikan Normal Islam


Bersamaan dengan pembangunan gedung yang nantinya dipakai oleh anak
yatim tersebut, juga dibangun untuk dipakai oleh Normal Islam. Madrsah inilah yang

8|Page
pertama melakukan pembaharuan pendidikan Agama di Sumatera Barat dengan
memasukan ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulumnya. Murid yang masuk
Normal Islam adalah tamatan Thawalib, Diniyah, Tarbiyah dan lain-lain. Sekolah-
sekolah tersebut adalah sekolah swasta yang tumbuh akibat tertutupnya kesempatan
untuk memasuki sekolah-seolah Belanda.
Para guru yang mengajar di Normal Islam adalah mereka yang berpengalaman
mengajar dan adapula di antara mereka yang yang memeperdalam pengetahuannya di
Mesir selama beberapa tahun. Motivasui guru mengajar sejalan dengan perkembangan
pergerakan bangsa pada waktu itu. Pada dadsarnya kurikulum Normal Islam dapat
dibagi menjadi 3 bagian yang meliputi ilmu agama dan bahasa Arab, ilmu pendidikan
dan ilmu jiwa, ilmu pengetahuan umum dan bahasa asing. Pembaharuan sistem ini
dilengkapi dengan sarana yang cukup seperti buku-buku, alat peraga dan
laboratorium.
3. Melengkapi Sarana Pendidikan

Untuk melengkapi sarana pendidikan PGAI mengimpor alat-alat dari luar


negeri. Terutama alat-alat laboratorium yang di datangkan dari jerman untuk mata
pelajaran ilmu hayat, ilmu kimia, ilmu bumi dan ilmu alam. Begitu pula dengan mata
pelajaran yang lain. Dengan sarana yang lengkap tersebut menyebabkan proses
pembelajaran yang efesien.

4. Membuka Sekolah Tinggi


Pada 1940 Pgai mendirikan Sekolah Islam Tinggi, waktu itu baru ada dua
fakultas: fakultas syariah dan fakultas pendidikan dan bahasa Arab. Pemerintah
bBelanda menutup Normal Islam dan SIT pada 28 Januari 1942. Kemudian setelah
Jepang berkuasa di Sumatera Barat sejak 17 Maret 1942 Normal Islam dapat dibuka
kembali, sedangkan SIT tidak diijinkan oleh pemerintah Jepang. Jepang hanya
mengijinkan pembukaan sekolah sampai tingkat sekolah menengah, dengan tujuan
yang terbatas pada kepentingan perang.
5. Mempertahankan Eksistensi Sekolah-Sekolah Yang Telah Ada Dari Ancaman
Peraturan Seolah Liar

Pada tanggal 19 Septenmber 1932 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan


tentang Sekolah Liar menurut ketentuannya tersebut guru-guru yang mengajar harus
memiliki ijazah dari sekolah pemerintah atau sekolah subsidi. Bagi organisasi PGAI
peraturan sekolah liar pada dasarnya tidak maslah karena PGAI mendapat subsidi dari
pemerintah Belanda, namun PGAI tidak tinggal diam. Mereka membentuk sebuah
komite yang beranggotakan 123 orang dan mereka mengancam keras peraturan
Sekolah Liar. Akhirnya pemerintah Belanda terpaksa mempelajari kembali ketetapan
yang mereka buat tentang Sekolah Liar.

9|Page
Bagian Kelima

Usaha-usaha PGAI Dalam Pembaharuan Pendidikan Islam

Dalam kaitan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan PGAI sebagai pembaharu
pendidikan di Sumatera Barat dapat dikategorikan dalam beberapa aspek, di antaranya
sebagai berikut.

1. Aspek Kelembagaan

2. Aspek Metode dan Sistem Pengajaran

3. Aspek Tujuan dan Kurikulum Pendidikan

Faktor Penunjang dan Penghambat Usaha Pembaharuan PGAI

Dalam pembaharuan pendidikan yang dilakukan PGAI tidak berjalan lancar begitu
saja. Ada hal-hal yang menunjang dan ada pula hal-hal yang menghambat yang mengganjal.

 Faktor Penunjang

Kerjasama diantara PGAI dengan pemerintah kolonial dan masyarakat Islam


sekitarnya merupakan faktor penunjang dalam usaha mengadakan pembaharuan. Dengan
adanya kerjasama tersebut , PGAI dapat membeli sebidang tanah, tempat berdirinya
PGAI sekarang, dan berangsur-angsur PGAI dapat pula membangun beberapa unit
gedung, dan membeli peralatan laboratorium.Selain itu, pokok pemikiran mengenai
pembaharuan pendidikan Islam yang datang dari luar negeri khususnya Mesir.

 Faktor Penghambat

Ada beberapa faktor penghambat yang menghambat pembaharuan yang dilakukan


PGAI diantaranya ada pertentangan antara ulama muda dan tua. Lalu diperkenalkannya
paham komunisme yang menyababkan beda paham antara individu pengurus PGAI.

Hasil Usaha yang Dicapai PGAI

Terobosan PGAI dengan lembaga Normal Islam telah memberikan pengetahuan


umum di Madrasah serta penggunaan berbagai pendekatan dalam proses belajar dan
mengajar di Normal Islam telah mengantarkannya pula pada posisi sebagai tokoh pembaharu
sistem pendidikan. Jadi keberhasilan Normal islam merupakan cermin dan idealitas
masyarakat yang sekaligus dapat menjadi pendobrak kejumudan. Dan telah dapat menjadi
dinamistator semangat dan dinamika umat yang bersumber idealitas ajaran Islam yang
dianalsis dan dikembangkan oleh PGAI.

10 | P a g e
Implikasi Usaha PGAI Dalam Pembaharuan Pendidikan Islam Terhadap Pencapai
Tujuan

Keberadaan Normal Islam dalm realitas, telah mengukir sejarah banyak dalam
konteks pembaharuan sistem pendidikan madrasah dan sekaligus telah mempengaruhi pola
pikir intelektual Islam Minangkabau tentang konsep pendidikan Islam. Pengaruh itu dapat
dilihat dari:

1. Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga pendidikan

Pengaruh yang ditimbulkan dalam konteks kelembagaan, tidak hanya berhubung


dengan pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan. Pengaruh keberadaannya
juga dapat dilihat dalam konteks perjenjangan lembaganya.

2. Pengembangan Kurikulum dan Metode Pengajaran

Sistem yang dikembangkan Normal Islam telah pula menjadi model lembaga-lembaga
pendidikan ketika itu. Semua lembaga berusaha memesukan ilmu pengetahuan umum di
dalam kurikulumnya. Bila dicermati pesantern modern yang tumbuh dan berkembang
sejak awal tahun tujuh puluhan di berbagai wilayah Indonesia berkaca pada Pesantren
Modern Gontor. Padahal Pondok Pesantren Modern Gontor juga berkaca terhadap sistem
pendidikan Normal Islam.

3. Pemupukan Sikap Patriotik

Penerimaan murid pada Normal Islam yang tidak membedakan antara orang miskin
dan orang kaya, laki-laki dan perempuan, bangsawan atau bukan. Pengaruhnya
menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan, persamaan , persaudaraan, dan
semangat demokrasi. Banyak alumni Normal Islam yang aktif berkecimpung dalam
pergerakan, umumnya mereka menjadi tokoh dan pemimpin.

11 | P a g e

You might also like