Professional Documents
Culture Documents
PENEMUAN HUKUM
Proses pembentukan oleh hakim, atau aparat
hukum lainnya yang ditugaskan untuk
penerapan peraturan huium umum pada
persitiwa konkrit, lebih lanjut dapat
dikatakan bahwa penemuan hukum adalah
proses konkretisasi atau individualisasi
peraturan hukum (das solen) yang bersifat
umum dengan mengingat akan peristiwa
konkrit (das sein) tertentu.
(Mertokusumo, 2001:37)
Hakim
Sifatnya konfliktif, kekuatan mengikat sebagai hukum, sebagai
sumber hukum
Pembentuk Undang-undang
Sifatnya Preskriptif
Notaris
Sifatnya problematis, sumbernya adalah klien
Dosen, Pakar, Ilmuwan
Sifatnya reflektif, bukan merupakan hukum karena teoritis,
merupakan sumber hukum (doktrin)
Para Piihak
Sifatnya emosionil, pada dasarnya setiap orang berhak
melakukan penemuan hukum tetapi bukan merupakan hukum
dan bukan sumber hukum
NO MATERI KETERANGAN
01 Sejarah Timbul setelah kodifikasi CODE CIVIL Prerancis
sempurna.
SISTEM OTONOM
Tokoh Van Eikima Hommes, Francois Geny dan Paul
Scolten. Hakim tidak lagi sebagai corong undang-undang
tetapi sebagai pembentuk hukum yang secara mandiri
memberikan bentuk kepada isi Undang-Undang dan
menyesuaikannya dengan kebutuhan-kebutuhan
Asas Curia Novit (Hakim dianggap tahu hukum)
UU NO 4 Tahun 2004
Pasal 1 “ Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila demi tundangerselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia”.
Pasal 2 (1) penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana tercantum
pada pasal 1 diserahkan kepada badan-badan peradilan dan ditetapkan
dengan undang , dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan
mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya
Pasal 14 “ Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili
suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang
jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Pasal 23 ayat (1) “ segala putusan pengadilan selain memuat alasan-alasan
dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu
dari peraturan- peraturan bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili.
Pasal 28 Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,
mengikuti, memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Metode Interpretasi
1. Interpretasi Gramatikal
2. Interpretasi Sistematis
3. Interpretasi historis
4. Interpretasi sosiologis atau teologis
5. Interpretasi komparatif
6. Interpretasi antisipatif atau futuristis
Metode Argumentasi
1. Argumentasi peranalogian (analogi)
2. Argumentasi a contrario
3. Argumentasi rechverfijning (pengkonkretan
hukum atau penghalusan hukum
NO METODE INTERPRETASI URAIAN
01 Gramatikal/ Bahasa Menafsirkan kata-kata dalam UU
sesuai dengan kaidah bahasa, kaidah
hukum tata bahasa
02 Sistematis Menafsirkan UU sebagai bagian dari
keseluruhan sistem dari perundang-
undangan
03 Historis Penafsiran dengan menyimak latar
belakang sejarah hukum atau sejarah
ketentuan tertentu (UU)
04 Sosiologis Menafsirkan makna atau subtansi UU
untuk diselaraskan dengan kebutuhan
atau kepentingan masyarakat..
05 Komparatif Penafsiran dengan cara
membandingakan peraturan pada
sistem hukum satu dengan peraturan
yang ada pada sistem hukum yang
lainnya.
06 Futuristis Penafsiran dengan mengacu kepada
rumusan dalam rancangan perundang-
undangan yang dicita citakan
NO METODE ARGUMENTASI URAIAN
01 Analogi Penemuan hukum dengan mencari
esensi dari species ke genius, atau
dari suatu peristiwa yang khusus ke
peristiwa umum
02 A contrario Mengabstrasikan suatu prinsip suatu
ketentuan untuk kemudian prinsip itu
secara berlawanan arti dan tujuannya
pada peristiwa konkret yang belum
ada pengaturannya.
03 Rechtvervijnings Mengkonkretkan suatu ketentuan
(penkonkretan hukum dalam UU yang abstrak atau terlalu
atau penghalusan luas cakupannya sehingga perlu
hukum) dikonkretkan oleh hakim