You are on page 1of 12

c  

 
   
Mengetahui kekerasan logam (bahan) sebagai ukuran ketahanan logam tersebut
terhadap deformasi plastis. Kekerasan ini dinyatakan dengan angka kekerasan Brinnel,
Vickers atau skala Rockwell.

 
Mengetahui kemampuan pengerasan logam (baja) dengan menentukan ketebalan dan
distribusi kekerasan yang dicapai bila diberikan perlakuan panas tertentu sesuai dengan
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang
berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap
penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan
alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan,
untuk para insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk
para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap
pemotongan dari alat potong.
Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu,
walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme
yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.Setiap material yang akan digunakan,
maka sebelumnya perlu dilakukan pengujian/pengetesan material/logam, meliputi antara
lain:
- Uji tarik material,
- Uji kekerasan material,
- Uji metalografi, dan lain-lain.
Setiap material sebelum digunakan perlu dilakukan pengujian material/logam seperti
di atas, dengan maksud dan tujuan yang pada umumnya adalah untuk mengetahui sifat-
sifat utama dari material/logam tersebut, baik dari segi kekuatannya, ketahanan maupun
sifat-sifat yang lain terhadap suatu beban yang akan diberikan
Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai
ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras.
Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun
ndentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan
mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:
h p 


Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material lanjut,
tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich
Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian
dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling
rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan
tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan
material di dunia ini diwakili oleh: Talc, Orthoclase Gipsum, Quartz, Calcite, Topaz,
Fluorite, Corundum, Apatite, Diamond (intan)
Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6) tetapi
tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara
5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama
berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral
diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja,
sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar.
- 
   

Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang
mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan
dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang
dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang
ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin
tinggi.
 
  
Tipe pengetesan kekerasan material/logam ini adalah dengan mengukur tahanan
plastis dari permukaan suatu material komponen konstruksi mesin dengan speciment
standar terhadap ³penetrator´. Adapun beberapa bentuk penetrator atau cara pegetesan
ketahanan permukaan yang dikenal adalah :
a. Ball indentation test [ Brinel]
b. Pyramida indentation [Vickers]
c. Cone indentation test [Rockwell]
d. Uji kekerasan Mikro
Berikut penjelasannya :
a. Metode Brinell
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu
material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan
pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinnel
diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinnel sampai 400 HB, jika lebih
dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun
Vickers. Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari
beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas
permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor
(Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji)
adalah 3000 N sedang jika diameter Identornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada
mesin uji) adalah 750 N.
Diameter bola dengan gaya yang di berikan mempunyai ketentuan, yaitu:
÷p Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan terlalu kecil maka akan
mengakibat kan bekas lekukan yang terjadi akan terlalu kecil dan mengakibat kan
sukar diukur sehingga memberikan informasi yang salah.
÷p Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan terlalu besar makan dapat
mengakibat kan diameter bola pada benda yang di uji besar (amblas nya
bola)sehingga mengakibat kan harga kekerasan nya menjadi salah.
Pengujian kekerasan pada brinneel ini biasa disebut BHN(brinnel hardness number). Pada
pengujian brinnel akan dipengaruhi oleh beberapa factor berikut:
1. Kehalusan permukaan.
2. Letak benda uji pada identor.
3. Adanya pengotor pada permukaan.
Dalam Praktiknya, pengujian Brinnel biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HB 5 / 750 / 15
hal ini berarti bahwa kekerasan Brinell hasil pengujian dengan bola baja (Identor)
berdiameter 5 mm, beban Uji adalah sebesar 750 N per 0,102 dan lama pengujian 15
detik. Mengenai lama pengujian itu tergantung pada material yang akan diuji. Untuk
semua jenis baja lama pengujian adalah 15 detik sedang untuk material bukan besi lama
pengujian adalah 30 detik.
b. Metode Vickers
Vickers adalah hampir sama dengan uji kekerasan Brinell hanya saja dapat mengukur
sekitar 400 VHN. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk
piramida dengan sudut puncak 136.Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari
beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas
permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.
Secara matematis dan setelah disederhanakan, HV sama dengan 1,854 dikalikan beban uji
(F) dibagi dengan diagonal intan yang dikuadratkan. Beban uji (F) yang biasa dipakai
adalah 5 N per 0,102; 10 N per 0,102; 30 N per 0,102N dan 50 per 0,102 N. Dalam
Praktiknya, pengujian Vickers biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti
bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102
dan lama pembebanan 15 detik. Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini berarti bahwa
kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama
pembebanan 30 detik.
c. Rockwell
Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena simple dan tidak
menghendaki keahlian khusus. Digunakan kombinasi variasi indenter dan beban untuk
bahan metal dan campuran mulai dari bahan lunak sampai keras.
Indenter :
- bola baja keras
ukuran 1/16 , 1/8 , 1/4 , 1/2 inci (1,588; 3,175; 6,350; 12,70 mm)
- intan kerucut
Hardness number (nomor kekerasan) ditentukan oleh perbedaan kedalaman penetrsi
indenter, dengan cara memberi beban minor diikuti beban major yang lebih besar.
Berdasarkan besar beban minor dan major, uji kekerasan rockwell dibedakan atas 2 :
÷p rockwell
÷p rockwell superficial untuk bahan tipis
Uji kekerasan rockwell :
- beban minor : 10 kg
- beban major : 60, 100, 150 kg
Uji kekerasan rockwell superficial :
- beban minor : 3 kg
- beban major : 15, 30, 45, kg
Skala kekerasan :
SIMBOL INDENTER BEBAN MAJOR (KG)
A Intan 60
B Bola 1/16 inch 100
C Intan 150
D Intan 100
E Bola 1/8 inch 100
F Bola 1/16 inch 60
G Bola 1/16 inch 150
H Bola 1/8inch 60
K Bola 1/8 inch 150
Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah :
a. HRa (Untuk material yang sangat keras)
b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi
dan beban uji 100 Kgf.
c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan
sudut puncak
120 derjat dan beban uji sebesar 150 kgf.
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu
material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji (speciment) yang berupa
bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
d. Uji kekerasan mikro
Pada pengujian ini identor nya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi
piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan
pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah dengan
menggunakan beban statis. Bentuk idento yang khusus berupa knoop meberikan
kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers.
Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipisatau emngukur
kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume
bahan yang ditegangkan.
Hardenability adalah sifat yang menentukan dalamnya daerah logam yang dapat
dikeraskan. Pendinginan yang terlalu cepat dapat dihindarkan karena dapat menyebabkan
permukaan logam (baja) retak..
Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda (benda kerja) terhadap
penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang kebih keras penetrator). Kekerasan meru-
pakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh un-sur-unsur
paduannya dan kekerasan suatu bahan tersebut dapat berubah bila dikerjakan dengan cold
worked seperti pengerolan, penarikan, pemakanan dan lain-lain serta kekerasan dapat
dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas antara lain;
Komposisi kimia, Langkah Perlakuan Panas, airan Pendinginan, Temperatur Pemanasan,
dan lain-lain Proses hardening cukup banyak dipakai di Industri logam atau bengkel-
bengkel logam lainnya.Alat-alat permesinan atau komponen mesin banyak yang harus
dikeraskan supaya tahan terhadap tusukan atau tekanan dan gesekan dari logam lain,
misalnya roda gigi, poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda bergerak.
Dalam kegiatan produksi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produksi
adalah merupakan masalah yang sangat sering dipertimbangkan dalam Industri dan selalu
dicari upaya-upaya untuk mengoptimalkannya. Pengoptimalan ini dilakukan mengingat
bahwa waktu (lamanya) menyelesaikan suatu produk adalah berpengaruh besar terhadap
biaya produksi.
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan dan
fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada
kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperatur
pemanasan (temperatur autenitising), holding time dan laju pendinginan yang dilakukan
serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak tergantung pada
hardenability.
Langkah-langkah proses hardening adalah sebagai berikut :
1.p melakukan pemanasan (heating) untuk baja karbon tinggi 200-300 diatas Ac-1
pada diagram Fe-Fe3 C, misalnya pemanasan sampai suhu 8500, tujuanya adalah
untuk mendapatkan struktur Austenite, yang salah sifat Austenite adalah tidak
stabil pada suhu di bawah Ac-1,sehingga dapat ditentukan struktur yang
diinginkan. Dibawah ini diagram Fe-Fe3C dibawah ini :
2.p Penahanan suhu (holding), Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan
maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada
temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga
struktur austenitnya homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit dan
diffusi karbon dan unsur paduannya. Pedoman untuk menentukan holding time
dari berbagai jenis baja:
÷p Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah Yang mengandung
karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang singkat, 5 ± 15 menit
setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai.
÷p Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah Dianjurkan menggunakan holding
time 15 -25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.
÷p Low Alloy Tool Steel Memerlukan holding time yang tepat, agar kekerasan yang
diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per milimeter tebal
benda, atau 10 sampai 30 menit.
÷p High Alloy Chrome Steel Membutuhkan holding time yang paling panjang di
antara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur pema-nasannya.
Juga diperlukan kom-binasi temperatur dan holding time yang tepat. Biasanya
dianjurkan menggunakan 0,5 menit permilimeter tebal benda dengan minimum 10
menit, maksimum 1 jam.
÷p Hot-Work Tool Steel Mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut pada
10000 C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat
besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15-30 menit. High Speed Steel
Memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi, 1200-13000C.Untuk
mencegah terjadinya pertumbuhan butir holding time diambil hanya beberapa
menit saja. Misalkan kita ambil waktu holding adalah selama 15 menit pada suhu
8500 .
1.p Pendinginan. Untuk proses Hardening kita melakukan pendinginan secara cepat
dengan menggunakan media air. Tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur
martensite, semakin banyak unsur karbon,maka struktur martensite yang terbentuk
juga akan semakin banyak. Karena martensite terbentuk dari fase Austenite yang
didinginkan secara cepat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat
berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur
tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil,sehingga kekerasanya
meningkat.
Proses pendinginan sendiri memiliki dua macam proses, yaitu :
1. Proses pendinginan secara langsung
Proses ini dilakukan dengan cara logam yang sudah dipanaskan hingga suhu austenite dan
setelah itu logam didinginkan dengan cara mencelupkan logam tersebut ke dalam media
pendingin cair, seperti air, oli, air garam dan lain-lain.
Pada percobaan Jominy, kecepatan pendinginan tidak merata. Hal tersebut
disebabkan karena hanya satu bagian/ujung (bagian bawah) dari benda uji diâ 
dengan semprotan air sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi menurun sepanjang
benda uji, dimulai dari ujung yang disemprot air.
Perlu dibedakan pengertian kekerasan dengan kemampukerasan. Kekerasan adalah
kemampuan dari suatu material untuk menahan beban samapai deformasi plastis.
Sedangkan kemampukerasan adalah kemampuan suatu material untuk dikeraskan.
Pada percobaan ini pelaksanaannya menggunakan dua metode, dimana cara
pendinginan untuk ujung yang bawah dengan cara menyemprotkan air langsung yaitu
â  sedangkan untuk ujung yang lain dilakukan dengan cara 


Pendinginan di ujung yang disemprot dengan air pendinginannya lebih cepat daripada
ujung yang satunya karena bantuan udara/suhu ruangan. Jadi laju pendinginan terbesar
terjadi di ujung benda uji yang disemprot air.

2. Proses pendinginan secara tidak langsung


Proses ini dilakukan dengan cara, logam yang telah dipanaskan sampai dengan suhu
austenite setelah itu logam didinginkan dengan cara menyemprotkan air pada salah satu
ujung dari logam tersebut atau dengan cara didinginkan pada udara terbuka atau
temperature kamar.
Adapun metode-metode pendinginan sebagai berikut :
1.p Quenching
Quenching merupakan suatu proses pendinginan yang termasuk pendinginan langsung.
Pada proses ini benda uji dipanaskan sampai suhu austenite dan dipertahankan beberapa
lama sehingga strukturnya seragam, setelah itu didinginkan dengan mengatur laju
pendinginannya untuk mendapatkan sifat mekanis yang dikehendaki. Pemilihan
temperature media pendingin dan laju pendingin pada proses quenching sangat penting,
sebab apabila temperature terlalu tinggi atau pendinginan terlalu besar, maka akan
menyebabkan permukaan logam menjadi retak.
Hasil quench hardening ->
÷p menghasilkan produk yang keras tetapi getas
÷p Menghasilkan tegangan sisa
÷p Keuletan dan ketangguhan turun. Fluida yang ideal untuk media quench agar
diperoleh struktur martensit, harus bersifat:
1.p Mengambil panas dengan cepat didaerah temperatur yang tinggi.
2.p Mendinginkan benda kerja relatif lambat di daerah temperatur yang rendah,
misalnya di bawah temperatur 350ÛC agar distorsi atau retak dapat dicegah.
  
Tempering dimaksudkan untuk membuat baja yang telah dikeraskan agar lebih
menjadi liat, yaitu dengan cara memanaskan kembali baja yang telah diquench pada
temperature antara 3000F sampai dengan 12000F selama 30 sampai 60 menit, kemudian
didinginkan dengan temperature kamar. Proses ini dapat menyebabkan kekerasan menjadi
sedikit menurun tetapi kekuatan logam akan menjadi lebih kuat.
  
Proses ini dilakukan dengan memanaskan spesimen sampai di atas suhu transformasi,
dimana keseluruhannya menjadi fasa austenite lalu didinginkan perlahan-lahan di dalam
tungku. Pada proses annealing ini proses pendinginan secara perlahan-lahan sehingga
tidak terdapat martensit

   
Proses memanaskan baja sehingga seluruh fasa menjadi austenite dan didinginkan
pada temperature suhu kamar, sehingga dihasilkan struktur normal dari perlit dan ferit.
Dapat disimpulkan bahwa dengan proses hardening pada baja karbon tinggi akan
meningkatkan kekerasanya. Dengan meningkatnya kekerasan, maka efeknya terhadap
kekuatan adalah sebagai berikut :
÷p Kekuatan impact (impact strength) akan turun karena dengan meningkatnya
kekerasan, maka tegangan dalamnya akan meningkat. Karena pada pengujian
impact beban yang bekerja adalah beban geser dalam satu arah , maka tegangan
dalam akan mengurangi kekuatan impact.
÷p Kekuatan tarik (tensile sterngth) akan meningkat. Hal ini disebabkan karena pada
pengujian tarik beban yang
bekerja adalah secara aksial yang berlawanan dengan arah dari tegangan dalam, sehingga
dengan naiknya kekerasan akan meningkatkan kekuatan tarik dari suatu material.
Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro
dan sifat mekanis logam disebut Perlakuan Panas ( c) Pada pengujian
Jominy ini kita melakukan proses pendinginan secara langsungkarena pendinginan
dilakukan dengan cara menyemprotkan logam dengan air pada salah satu ujungnya.
Pada proses ini kita sebaiknya menghindari laju pendinginan yang cepat karena, pada
prose pendinginan cepat akan mengakibatkan benda uji akan mengalami retak-retak,
sedangkan pada laju pendinginan yang lambat benda uji yang dihasilkan akan memiliki
tingkat kekerasan yang tinggi dan keuletan yang baik.
Logam yang didinginkan dengan kecepatan yang berbeda-beda misalnya dengan
media pendingin yang berbeda, air, udara atau minyak akan mengalami perubahan
struktur mikro yang berbeda. Setiap struktur mikro misalnya fasa martensit, bainit, ferit
dan perlit merupakan hasil transformasi fasa dari fasa austenit. Masing-masing fasa
tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan yang berbeda-beda dimana untuk setiap
paduan bahan dapat dilihat pada diagram Continous Cooling Transformation (CCT) dan
Time Temperature Transformation (TTT) diagram. Masing-masing fasa di atas
mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Dengan pengujian Jominy maka dapat
diketahui laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan kekerasan bahan yang
berbeda. Pada percobaan Jominy ini , mampu keras dari suatu baja yang sama akan
bervariasi karena dipengaruhi oleh komposisinya, dimana komposisi tersebut merupakan
komposisi kimia dan terdapat ukuran-ukuran dari setiap benda uji atau spesimen.
Spesimen yang biasa digunakan dalam percobaan Jominy test ini adalah baja karbon.
Pada baja,pendinginan yang cepat dari fasa austenit menghasilkan fasa martensit yang
tinggi kekerasannya. Untuk pendinginan lambat akan mendapatkan struktur
Laju pendinginan bergantung pada media pendinginnya juga. Adapun media pendingin
adalah sebagai berikut :
± Brine (air + 10 % garam dapur)
± Air
÷p Sangat umum digunakan sebagai quenching, dan juga mudah diperoleh sehingga
tidak ada
÷p kesulitan dalam pengambilan dan penyimpanan.
÷p Panas jenis dan konduktivitas termal tinggi, sehingga kemampuan
mendinginkannya tinggi.
÷p Dapat mengakibatkan distorsi
÷p Digunakan untuk bendaíbenda kerja yang simetris dan sederhana
± Salt bath, merupakan campuran nitrat dan nitrit (NaNO3 dan NaNO2)
± Larutan minyak dalam air
± Udara dimana pendinginan dilakukan dengan menyemprotkan udara bertekanan ke
benda kerja
±Oli
÷p Banyak digunakan
÷p Laju pendinginan lebih lambat dibandingkan air
÷p Konduktivitas termal, panas laten penguapan rendah
÷p Viskositas tinggi, laju pendinginan menjadi rendah(pendinginan lambat)
÷p Viskositas yang rendah menyebabkan laju pendinginan tinggi dan menjadi mudah
terbakar.
Metode hardening selain Jominy test adalah Grossman test. Hardenability suatu baja
diuukur oleh diamater suatu baja yang strukturmikro tepat di intinya adalah 50 %
martensite setelah dilakukan proses hardening dengan pendinginan tertentu. Baja
berbentuk silinder (panjang min 5xD) dengan variasi diameter dilakukan pengerasan
dengan media pendingin tertentu. Hasil pengersan diuji metallography dan kekerasan,
diameter baja tersebut yang intinya tepat 50 % martensite dianyatakan sebagai diameter
kritis (D0), pada suatu laju pendinginan tertentu Laju pendinginan dinyatakan dengan
koefisien of severity (H). Karena harga Do masih tergantung dengan laju pendinginan
tertentu maka dirumuskan Harga diameter baja tersebut (50% martensite) dengan
pendinginan Ideal (H=tak Hingga) yang disebut sebagai diameter ideal (Di).

Sumber : (http://gregoriusagung.wordpress.com/2009/11/22/uji-kekerasan-dan-jominy-
test/)

You might also like