You are on page 1of 6

Epidural Hematom

March 10th, 2011

I. PENDAHULUAN

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang mengakibatkan
akumulasi darah di ruang potensial antara duramater dan tulang tengkorak dan paling sering
terjadi karena fraktur pada tulang tengkorak.

Otak di tutupi olek tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu
yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat
benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak
mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi
otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam
ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom. Epidural hematom merupakan komplikasi terburuk dari cedera kepala sehingga
memerlukan diagnosis segera dan intervensi bedah. (1,2,3 )

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar
10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir
sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang beresiko mengalami EDH adalah
orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.(2,9)

60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada
umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang
berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1. (9)

Tipe- tipe : (6)


1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri
2. Subacute hematoma ( 31 % )
3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

III. ETIOLOGI

Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang
bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan
motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan
fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.(2,9)

IV. ANATOMI

Pelindung yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah duramater,
araknoid, dan piamater. Masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dan strukturnya berbeda
dari struktur lainnya. Dura adalah membrane luar yang liat, semitanslusen, dan tidak elastis.
Terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan endosteal (periosteal) dan lapisan meningeal. Laisan
endosteal sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang membungkus dalam calvaria. Sedangkan
lapisan meningeal yang terletak sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang
berlanjut terus di foramen magnum dengan duramater yang membungkus medulla spinalis.
Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula
interna.

Araknoid merupakan suatu membrane halus, fibrosa, dan elastis. Membrane ini tidak melekat
pada duramater, akan tetapi ruangan antara kedua membrane tersebut (ruang subdural)
merupakan ruangan yang potensial. Perdarahan pada ruang subdural dapat menyebar dengan
bebasdan hanya terbatas oleh sawar falks serbri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati
ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong dan oleh karena itu mudah sekali
cedera dan robek pada trauma kepala.

Piamater adalah suatu membrane halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus.
Piamater merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang yang masuk ke dalam semua sulkus
dan membungkus semua girus; kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Di antara
araknoid dan piamater terdapat ruang subaraknoid. Ruangan ini melebar dan mendalam pada
temat tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal.

V. PATOFISIOLOGI

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea
media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.
Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.(8)
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan
antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi
menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih
lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. (8)

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak
kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di
bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang
dapat dikenal oleh tim medis.(1)

Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla
oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga
(okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata.
Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski
positif.(1)

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang
berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut
peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda
vital dan fungsi pernafasan.(1)

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin
lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar
dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala
yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan
kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena
lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada
subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan
trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan
tidak pernah mengalami fase sadar. (8)

Sumber perdarahan : (8)


• Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )
• Sinus duramatis
• Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi karena progresifitasnya yang cepat
karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak
menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.  Karena itu setiap penderita dengan
trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat,
harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10)

VI. GAMBARAN KLINIS


Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Dapat didahului lucid
interval, kemudian kesadaran memburuk. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak
memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada
saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti. (3,17)

Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala.
Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala. Gejala yang sering tampak
seperti penurunan kesadaran (bisa sampai koma), tampak bingung, penglihatan kabur, susah
bicara, nyeri kepala hebat, keluar darah dari hidung atau telinga, tampak adanya luka yang dalam
atau goresan pada kulit kepala, mual, pusing, dan berkeringat. (3,8)

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan
epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya
pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial.
Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun
sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil
tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi
yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.(11)
Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak
akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur. (8)

VII. GAMBARAN RADIOLOGI

Foto Polos Kepala

Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma. Dengan
proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk
mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media. (10)

Computed Tomography (CT-Scan)

Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intracranial
lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada
kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas
darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral.
Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang
akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah. (6,8,16)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater,
berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur
yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan
diagnosis.(9,10,16)
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1.Hematoma subdural

Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan arachnoid. Secara
klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang
lambat. Terjadinya lebih lama, beberapa hari sampai beberapa bulan post trauma. Sakit kepala
tidak hilang, kadang-kadang menghebat. Didapati edema papil, lateralisasi, kalau lebih lama lagi
dapat terjadi penurunan kesadaran. (17)

Hematoma subdural bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan
bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya di
sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak
penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit. (10, 17)

2.Hematoma Subarachnoid

Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di dalamnya.


Terjadinya secara tiba-tiba, nyeri kepala terutama di daerah suboccipital/kuduk, ditemukan
defisit neurologis dan disertai perangsangan meningeal. (10, 17)

IX. PENATALAKSANAAN
Penanganan darurat :
• Dekompresi dengan trepanasi sederhana
• Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau gunakan
posisi trendelenburg terbalik untuk mengurangi tekanan intracranial dan meningkatkan drainase
vena.(9)

Terapi medikamentosa

Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan dexametason (dengan
dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis 1-3
mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini
masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi
profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus
epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin.
Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan
saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk
mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial
yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang
biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg
%.(8)
Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat : (15)
• Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
• Keadaan pasien memburuk
• Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika
untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan
emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.(8)
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
• > 25 cc = desak ruang supra tentorial
• > 10 cc = desak ruang infratentorial
• > 5 cc = desak ruang thalamus
Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
•Penurunan klinis
•Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang
progresif.

You might also like