Professional Documents
Culture Documents
“ Wa’alaikumsalam,” jawab mama, “ Eh, anak mama sudah pulang,” lanjut mama sambil
mencium dahi Mitta.
“ Ma, yang tadi pagi itu beneran atau enggak sih?” tanya Mitta.
“ Yang tadi pagi itu lho, shower yang menghisap darahku,” jawab Mitta.
“ Iiih…Mama jawabnya pelit banget sih, tapi kata Bi Inah rumah ini banyak setannya,
jadi harus di pagarin,” ujar Mitta.
“ Di pagarin gimana sih maksud kamu?” tanya mama, mama yang sedang sibuk
berdandan tidak berkonsentrasi kepada pertanyaan-pertanyaan Mitta, jadi mama menjawabnya
sedikit ngawur.
“ Aduh, mama bertanyanya jangan ngawur dong! Jangan dandan terus!” perintah Mitta.
“ Iya-iya, mama sudah selesai kok dandannya, memangnya ada apa sayang?” tanya
mama.
“ Itu lho, rumah kita harus di pagarin! Jadi gini cara memagari rumahnya, caranya taburi
garam di setiap pojok-pojok rumah supaya setan enggak bisa masuk, itu kata Bi Inah lho,” kata
Mitta memberitahu mama.
“ Aku juga enggak tahu, itu kan kata Bi Inah, mungkin setan takut kali sama garam,” ujar
Mitta
“ Setan takut sama garam? Enggak mungkin, memangnya cacing takut sama garam,” kata
mama.
“ Enggak tahu tuh, mungkin ada setan model baru yang takut sama garam kali,” kata
Mitta.
“ Ah, ada-ada saja deh kamu, ya sudah, cepat sana, kamu ganti baju dulu!” perintah
mama.
“ Mitta! Ayo turun, kita sarapan dulu, mama sudah menyiapkan nasi goreng kesukaanmu
tuh,” perintah mama.
“ Iya ma, sebentar, aku pakai hand body dulu!” kata Mitta.
“ Ya sudah deh, mama menunggu kamu di ruang makan ya!” kata mama.
“ Sayang, mama dan papa mau jalan-jalan dulu ya!” kata mama.
“ Bukannya begitu sayang, mama dan papa kan jarang pergi berdua, oleh karena itu,
sekarang kita ingin menyempatkan untuk pergi berdua, enggak apa-apa kan sayang? Lagipula, di
rumah kan sudah ada Bi Inah,” kata mama.
“ Betul tuh non, kan nyonya dan tuan jarang pergi berdua, kasihan dong non, kan sudah
ada bibi yang menemani Non, jadi Non kan enggak sendirian di rumah,” kata Bi Inah.
“ Ya udah deh enggak apa-apa, tapi bibi jangan keluar rumah ya!” perintah Mitta.
“ Baik nyonya, saya akan menjaga Non Mitta dengan sebaik-baiknya,” kata Bi Inah.
“ Bi, aku ke kamar dulu ya! Tapi bibi janji enggak akan pergi kemana-mana!” perintah
Mitta.
“ Iya, bibi janji enggak akan pergi kemana-mana, bibi cuma di dapur kok,” kata Bi Inah.
Kamar Mitta berada di lantai atas, jadi dia harus melewati tangga dulu, tangga di rumah
Mitta sangat mewah, tentu saja, Mitta kan orang kaya, pasti segala sesuatu selalu bagus, mewah
dan indah, pada saat Mitta ingin menaiki tangga, Mitta melihat ada bayangan seperti orang yang
memakai jubah dan topi berwarna hitam di lantai atas.
“ Oh iya, itu dia Non, setannya!” Bi Inah ikut bergemetar, “ Hah?! Non, banjir-banjir!”
Bi Inah sekarang yang gantian berteriak.
“ Hah?! Banjir? Ya sudah kita kabur saja yuk bi!” perintah Mitta, suasana pun semakin
ricuh.
“ Fiuuh..untung kita sudah pergi, bibi tadi bilang apa sih? Banjir?” tanya Mitta.
“ He..he..he..itu bukan banjir bi, lagipula di luar kan enggak hujan,” kata Mitta sambil
tertawa-tawa.
“ Hm, pantas saja dari tadi bau pesing, ya sudah, sekarang Non ganti celana dulu!”
perintah Bi Inah.
“ Ya ampun, Non seperti anak kecil saja deh, yas udah, Non ganti celana di kamar bibi
saja, kan kamar bibi dekat dapur ini, itu dia kamar bibi, dapur dan tangga kan jaraknya jauh,”
kata Bi Inah.
“ Dari mana ya? Aha! Kan non punya lemari baju yang berisi baju-baju cadangan Non di
dekat kamar bibi,” kata Bi Inah memberitahu.
“ Oh iya, aku lupa, ya sudah, aku ganti celana dulu ya! Tapi bibi temanin ya!” perintah
Mitta.
“ Iya, bibi tunggu di dalam kamar bibi, Non ganti celananya di kamar mandi yang ada di
dalam kamar bibi saja!” perintah Bi Inah.
“ Oke deh, ya sudah, kita harus cepat masuk ke kamar bibi, kalau enggak, nanti setannya
keburu ke sini lho,” kata Mitta.
“ Hah?! Siapa tuh bi? Jangan-jangan setan yang tadi,” kata Mitta yang masih terbayang-
bayang kepada setan yang tadi.
“ Jangan mengira gitu dulu, siapa tahu itu adalah tuan dan nyonya,” kata Bi Inah.
“ Oh iya, benar juga, ya sudah, kita bukain pintunya saja!” perintah Mitta.
Lalu mereka berdua berjalan menuju pintu dengan sangat hati-hati, kemudian mereka membuka
pintu dan ternyata itu adalah “ Mammmaaaaaa,” Mitta berteriak memanggil mama sambil
memeluk mama.
“ Oh begitu, kamu kan udah besar, udah kelas 6, kok masih nangis sih? Gimana kamu
ini?” tanya papa.
“ Tapi kan…tapi kan…tapi kan…Haccciiiiiiiii!” Mitta bersin tanpa di tutup oleh
tangannya, akibatnya ingus yang ada di hidung Mitta keluar semua, apalagi saat itu Mitta habis
menangis, wah pasti banyak sekali ingusnya.
“ Ya ampun Mitta, kalau bersin itu di tutup pakai tangan atau pakai tissue, kamu seperti
baru di ajarkan saja deh, ingat Mitta, kamu sudah kelas 6, kamu tidak boleh manja lagi!” perintah
mama.
“ Kan mama dan papa yang memanjakan aku,” kata Mitta membela dirinya.
“ Kita memang memanjakan kamu, tapi itu untuk kamu sewaktu masih kecil saja,
sekarang kamu sudah tidak boleh manja lagi, kamu harus mandiri!” perintah mama.
“ Iya, aku ngerti, tapi kalau sudah di manjakan gitu, susah untuk mandiri kembali,” kata
Mitta.
“ Hm, ini semua gara-gara papa! Papa yang memanjakan Mitta, ayo! Papa harus
bertanggung jawab!” perintah mama.
“ Lho, kok mama jadi menyalahkan papa sih? Kan mama juga yang ikut memanjakan
Mitta,” kata papa yang sekarang membela dirinya.
“ Eiit…berani berbuat harus berani bertanggung jawab, mama enggak mau tahu,
pokoknya papa harus bertanggung jawab!” perintah mama.
“ Enggak bisa gitu dong, mama kan juga yang memanjakan Mitta, berarti mama juga
harus bertanggung jawab dong!” perintah papa.
Mitta hanya bisa melihat mereka berkelahi, karena jika Mitta ikut campur dengan urusan mereka,
pasti Mitta di marahi oleh orang tuanya.
“ Eh, no coment ya! Pokoknya papa harus bertanggung jawab!” perintah mama.
“ Mama!”
“ Hoaaaammm…,” Mitta menguap, “ Mama, papa, jangan berantem terus dong, suka
banget sih sama berantem, memangnya enggak malu kedengaran tetangga?” tanya Mitta.
“ Ya sudah, sekarang saling minta maaf saja, supaya enggak dosa!” perintah Mitta.
“ Sudahlah, enggak perlu ngurusin masalah, aku jadi anak manja sampai nanti aku besar
pun enggak apa-apa, itu sudah takdir,” kata Mitta menenangkan.
“ Iya, benar juga kamu, ya sudah mama minta maaf ya pa!” kata mama sambil
menjulurkan tangannya.
“ Iya ma, papa juga minta maaf ya!” kata papa sambil menjulurkan tangan juga.
Oleh karena itu teman-teman, masalah yang kecil jangan di buat jadi besar, masalah
sepele juga jangan di permasalahkan, kita juga tidak boleh berkelahi, jika kita bermusuhan
kepada teman kita, kita harus cepat-cepat minta maaf, kalau tidak, nanti kita akan mendapat
dosa. Jika kita sudah minta maaf, tapi teman kita tidak mau memaafinya, biarkan saja, nanti biar
dia yang dosa sendiri. Ingat-ingat ya teman-teman!
Kamar mama dan papa juga berada di lantai atas, mereka ke atas menggunakan tangga,
pada saat mama, papa, dan Mitta ingin pergi ke kamar masing-masing, mama dan papa
terpeleset, “ Bruuukkkkkk!”.
“ Mama! Papa! Awas!” teriak Mitta, Mitta sudah melihat air di lantai, jadi Mitta
berteriak, tapi mama dan papa sudah lebih dahulu terpeleset, Mitta telat deh memberitahunya.