You are on page 1of 8

MENGENAL SUPERKONDUKTOR

Oleh : Sugata Pikatan

Superkonduktivitas suatu bahan bukanlah hal yang baru. Sifat ini diamati untuk yang
pertama kalinya pada tahun 1911 oleh fisikawan Belanda H.K. Onnes, yaitu ketika ia menemukan
bahwa air raksa murni yang didinginkan dengan helium cair ( suhu 4,2 K ) kehilangan seluruh
resistansi listriknya. Sejak itu harapan untuk menciptakan alat-alat listrik yang ekonomis terbuka
lebar-lebar. Bayangkan, dengan resistansinya yang nol itu superkonduktor dapat menghantarkan
arus listrik tanpa kehilangan daya sedikitpun, kawat superkonduktor tidak akan menjadi panas
dengan lewatnya arus listrik.

Kendala terbesar yang masih menghadang terapan superkonduktor dalam peralatan praktis
sehari-hari adalah bahwa superkonduktivitas bahan barulah muncul pada suhu yang amatrendah,
jauh di bawah 0°C! Dengan demikian niat penghematan pemakaian daya listrik masih harus
bersaing dengan biaya pendinginan yang harus dilakukan. Oleh sebab itulah para ahli sampai
sekarang terus berlomba-lomba menemukan bahan superkonduktor yang dapat beroperasi pada
suhu tinggi, kalau bisa ya pada suhu kamar.

SUHU KRITIK

Perubahan watak bahan dari keadaan normal ke keadaan superkonduktor dapat


dianalogikan misalnya dengan perubahan fase air dari keadaan cair ke keadaan padat. Perubahan
watak seperti ini sama-sama mempunyai suatu suhu transisis, pada transisi superkonduktor suhu ini
disebut sebagai suhu kritik Tc, pada transisi fase ada yang disebut titik didih (dari fase cair ke gas)
dan titik beku (dari fase cair ke padat). Pada transisi feromagnetik suhu transisinya disebut suhu
Curie. Besaran fisis yang berkaitan dengan transisi superkonduktor adalah resistivitas bahan, mari
kita lihat grafik resistivitas sebagai fungsi suhu mutlak pada gambar 1.

Gambar 1.

Pada suhuT > T c bahan dikatakan berada dalam keadaan normal, ia memiliki
resistansi listrik. Transisi ke keadaan normal ini bukan selalu berarti menjadi konduktor biasa yang
baik, pada umumnya malah menjadi penghantar yang jelek, bahkan ada yang ekstrim menjadi
isolator! Untuk suhuT < T c

bahan berada dalam keadaan


superkonduktor. Di dalam eksperimen, pengukuran resistivitasnya dilakukan dengan

menginduksi suatu sampel bahan berbentuk cincin, ternyata arus listrik yang terjadi dapat

bertahan sampai bertahun-tahun. Resistivitasnya yang terukur tidak akan melebihi 10-25
ohm.meter, sehingga cukup beralasan bila resistivitasnya dikatakan sama dengan nol.
Perkembangan bahan superkonduktor dari saat pertama kali ditemukan sampai
sekarang dapat diikuti pada tabel di bawah ini.
Bahan
Tc (K)
Ditemukan tahun
Raksa Hg (α )
4,2
1911
Timbal Pb
7,2
1913
Niobium nitrida
16,0
1960-an
Niobium-3-timah
18,1
1960-an
Al0,8Ge0,2Nb3
20,7
1960-an
Niobium germanium
23,2
1973
Lanthanum barium
tembaga oksida
28
1985
Yttrium barium tembaga
oksida (1-2-3 atau YBCO) 93
1987
Thalium barium kalsium
tembaga oksida
125
1987

Keluarga superkonduktor yang terdiri dari unsur-unsur tunggal yang dipelopori oleh
temuan Onnes, disebut superkonduktor tipe I atau superkonduktor konvensional, ada kira-kira 27
jenis dari tipe ini. Suatu hal yang menarik, bahwa unsur-unsur yang pada suhu kamar merupakan
konduktor banyak diantara mereka yang tidak memiliki sifat superkonduktor pada suhu rendah,
contohnya tembaga, perak dan golongan alkali.

Pada tahun 1960-an lahirlah keluarga superkonduktor tipe II, yang biasanya berupa
kombinasi unsur molybdenum (Mo), niobium (Nb), timah (Sn), vanadium (V), germanium (Ge),
indium (In) atau galium (Ga). Sebagian merupakan senyawa, sebagian lagi merupakan larutan
padatan. Sifatnya agak berbeda dengan tipe I karena suhu kritiknya relatif lebih tinggi, sehingga tipe II
ini sering disebut superkonduktor yang alot. Semua alat yang telah menerapkan superkonduktor
dewasa ini menggunakan bahan tipe II ini, alasannya akan menjadi jelas kemudian.
Pada tahun 1985 di laboratorium riset IBM di Zurich,A.Muller danG.Bednorz memulai
era baru bagi ilmu bahan superkonduktor. Mereka menemukan bahwa senyawa keramik tembaga
oksida dapat memiliki sifat superkonduktor pada suhu yang relatif tinggi, rekor suhu kritik yang
saat ini sudah mencapai 125 K juga dipegang oleh golongan ini. Perkembangan selanjutnya
tampak agak seret, para ahli sendiri masih meributkan ada tidaknya batas suhu kritik yang mungkin
dicapai. Ahli riset di Institut Teknologi California meramalkan bahwa suhu kritik
superkonduktivitas tidak akan pernah melampaui 250 K, jadi masih cukup jauh di bawah suhu
kamar. Apakah benar demikian, kita tunggu saja hasil-hasil penelitian berikutnya
Kristal no.3/Juli/1989
3
Gambar 2
MEDAN MAGNET KRITIK

Tinggi rendahnya suhu transisi Tc dipengaruhi banyak faktor. Seperti tekanan yang dapat
menurunkan titik beku air, suhu kritik superkonduktor juga bisa turun dengan hadirnya medan
magnet yang cukup kuat. Kuat medan magnet yang menentukan harga Tc ini disebut medan kritik
(Hc). Kita lihat grafik ketergantungan Tc terhadap kuat medan magnet pada gambar2.

Walaupun Pb bersuhu kritik normal (tanpa medan magnet) 7,2 K, apabila ia


dikenai medan H = 4,8×
× 104 A/m misalnya, suhu kritiknya turun menjadi 4 K. Artinya
dengan medan sbesar itu pada suhu 5 K pun Pb masih bersifat normal. Medan kritiknya ini
dapat dinyatakan dengan persamaan :
Hc(T) = Hc (0) [ 1 - (T/Tc)2 ]
Hc (0) adalah harga maksimum Hc yaitu harga pada suhu 0 K.
Medan kritik ini tidak harus berasal dari luar, tapi juga bisa ditimbulkan oleh medan internal, yaitu
jika ia diberi aliran arus listrik. Untuk superkonduktor berbentuk kawat beradius r, arus kritiknya
dinyatakan oleh aturanSilsbee :

Ic = 2π .r.Hc

Jadi pada suhu tertentu (T < T c ) , bahan superkonduktor memiliki ketahanan yang
terbatas terhadap medan magnet dari luar dan arus listrik yang bisa diangkutnya. Kalau harga-
harga kritik ini dilampaui, sifat superkonduktor bahan akan lenyap dengan sendirinya. Ambil
contoh untuk kawat Pb beradius 1 mm pada suhu 4 K, agar ia tetap bersifat superkonduktor ia tidak
boleh menerima medan magnet lebih besar dari 48000 A/m atau mengangkut arus listrik lebih dari
300 A. Pada ukuran dan suhu yang sama Nb3Sn mampu mengangkut 12500 A, oleh sebab itulah
secara teknis superkonduktor tipe II lebih baik pakai.

Sebagai perbandingan YBCO pada suhu 77 K dapat mengangkut arus sebesar 530 A, cukup
lumayan! Naiknya suhu operasi mempunyai nilai ekonomis, karena biaya pendinginan menjadi
lebih murah dibandingkan helium cair Satu liter He harganya US$ 4 (Rp.7000) sedangkan satu
liter N2 cuma 25 cent (Rp.450),

padahal dalam prakteknya penguapan 1 liter N2 setara dengan penguapan 25 liter He.

EFEK MEISSNER

Sifat kemagnetan superkonduktor diamati olehMeissner danOchsenfeld pada tahun 1933,


ternyata superkonduktor berkelakuan seperti bahan diamagnetiksempurna, ia menolak medan
magnet sehingga ia pun dapat mengambang di atas sebuah magnet tetap. Jadi kerentanan
magnetnya (susceptibility)χ

χ = -1, bandingkan dengan konduktor biasa

yangχ

χ = -10-5. Fenomena ini disebut efek Meissner yang tersohor itu.

Jadi satu keunggulan lagi bagi superkonduktor terhadap konduktor biasa. Ia tidak saja
menjadi perisai terhadap medan listrik, tapi juga terhadap medan magnet, artinya medan listik dan
magnet sama dengan nol di dalam bahan superkonduktor.

Tetapi pada tahun 1935London bersaudara melalui penelitian sifat elektrodinamik


superkonduktor mendapatkan bahwa intensitas medan magnet masih dapat menembus bahan
superkonduktor walaupun hanya sebatas permukaan saja, ordenya hanya beberapa ratus angstrom.
Sifat rembesan ini dinyatakan oleh parameterλ
λ yang disebut kedalaman

rembesan London. Medan magnet ternyata berkurang secara eksponensial terhadap

kedalaman sesuai dengannya.

B (x) = Bo exp -(x /λ )

Bo adalah medan di luar dan x adalah kedalamannya.

λ membesar dengan naiknya suhu, di Tc harga λ

λ tak berhingga besar, sehingga medan

magnet mampu menerobos ke seluruh bagian bahan tersebut atau dengan perkataan lain

sifat superkonduktor telah hilang digantikan dengan keadaan normalnya.

Teori London ini juga memberikan kesimpulan bahwa dalam bahan supekonduktor arus
listrik akan mengalir di bagian permukaannya saja. Hal ini berbeda dengan arus listrik dalam
konduktor biasa yang mengalir secara merata di seluruh bagian konduktor.

Perbandingan watak magnetik pada keadaan normal, superkonduktor tipe I dan

tipe II adalah seperti pada gambar 3.

(untuk menjaga suhu 4 K).


Pada tipe ii terdapat daerah peralihan yaitu antara Hcl dan Hc , pada saat itu struktur bahan terjadi
dari daerah normal yang berupa silinder-silinder kecil, disebut fluksoid karena bisa diterobos fluks
magnet, yang dikelilingi sepenuhnya oleh daerah superkonduktor.

TEORI BCS

Teori tentang superkonduktor yang lebih terinci melibatkan mekanika kuantum yang
dalam, diajukan olehBarden,Cooper danSchrieffer pada tahun 1975 dikenal sebagai teori BCS
yang akhirnya memenangkan hadiah Nobel pada tahun 1972.

Dalam teori ini dikatakan bahwa elektron-elektron dalam superkonduktor selalu dalam
keadaan berpasang-pasangan dan seluruhnya berada dalam keadaan kuantum yang sama,
pasangan-pasangan ini disebut pasangan Cooper.

Kita bandingkan dengan elektron konduksi dalam konduktor biasa. Di sini elektron
bergerak sendiri-sendiri dan akan kehilangan sebagian energinya jika ia terhambur oleh kotoran
(impurities) atau olehphonon, phonon adalah kuantum energi getaran kerangka (lattice) kristal
bahan. Elektron tersebut akan menimbulkan distorsi terhadap kerangka kristal sehingga
menimbulkan daerah tarikan. Tarikan ini dalam superkonduktor pada suhu rendah bisa
mengalahkan tolakan Coulomb antar elektron, sehingga dengan ukar menukar phonon dua elektron
justru akan membentuk ikatan menjadi pasangan Cooper. Oleh karena keadaan kuantum mereka
semuanya sama, suatu elektron tidak dapat terhambur tanpa mengganggu pasangannya, padahal
pada suhuT < T c getaran kerangka tidak memiliki cukup energi untuk mematahkan ikatan
pasangan tersebut. Akibatnya mereka tahan terhadap hamburan, jadilah bahan tersebut
superkonduktor.

SUPERKONDUKTOR KERAMIK

Bahan superkonduktor suhu tinggi yang memiliki bahan dasar keramik secara teoritis
belum dapat dijelaskan tuntas. Ia tidak bisa digolongkan ke dalam tipe I maupun II karena ada
beberapa sifatnya yang unik.

Bentuk kristalnya termasuk golonganperovskite, suatu bentuk kristal kubus yang cukup
populer. Rumus umum molekul perovskite adalah ABX3 , dimana A dan B adalah kaiton logam
dan X adalah anion non logam. Banyak bahan elektronis yang memiliki bentuk perovskite ini,
misalnya PbTiO3 dan PbZrO3 yang bersifat piezoelektrik kuat sehingga baik digunakan untuk
pressure-gauge.

Superkonduktor suhu tinggi ini ternyata berupa perovskite yang cacat. Misalnya YBCO
yang ditemukan oleh Chu Chingwu cs. dari Universitas Houston berbentuk 3 kubus perovskite
dengan rumus molekul YBa2Cu3O6,5 , yang menunjukkan defisiensi atom oksigen sebagai
anionnya (mestinya ada 9 atom). Nama lain untuk YBCO ini adalah 1-2-3, menunjukkan
perbandingan cacah atom Y, Ba dan Cu di dalam kristalnya. Atom-atom tembaganya terletak pada
suatu lapisan inilah arus listrik lewat dalam bahan YBCO. Struktur yang demikian memiliki andil
yang besar bagi sifat superkonduktivitas suhu tinggi, terbukti senyawa barium-kalium-bismuth-
oksida buatan AT & T Bell Laboratoies (1988) cuma memiliki Tc = 30 K, senyawa ini tentu saja
tidak memiliki atom tembaga sebagai lapisan penghantar elektron.

Elektron-elektron juga dalam keadaan berpasangan, hal ini telah dibuktikan dengan
dijumpainyaflukson yang merembes di dalamnya.Flukson adalah kuantum fluks

magnetik dalam superkonduktor, besarnya kira-kira 2 x 10-15 weber, dalam perhitungan besarnya
ini bersesuaian dengan kehadiran partikel bermuatan listrik dua kali muatan elektron.

Watak-wataknya yang masih perlu penjelasan teoritis adalah tarikan antar elektron dalam
pasangan Cooper yang ternyata masih cukup kuat walaupun suhu transisinya tinggi. Padahal suhu
yang tinggi menyebabkan bertambahnya cacah phonon, sehingga ikatan elektron itu seharusnya
akan hancur karenanya. dalam kaitan ini peranan kerangka kristal harus kembali dipertanyakan.
Mungkin saja kotoran di dalamnya yang justru mampu meredam interaksi phonon atau gangguan-
gangguan lain termasuk medan magnet yang besar agar ia tetap stabil sebagai superkonduktor.

Sifat lain yang tidak menguntungkan dari YBCO adalah mudahnya ia melepaskan oksigen
ke lingkungannya, padahal dengan berkurangnya atom oksigen sifat superkonduktornya akan
hilang. Lagi pula ia terlalu rapuh untuk dibentuk menjadi kawat.

Lebih jauh lagi Philip W. Anderson (pemenang hadiah Nobel 1977 bidang Fisika)
mengemukakan peranan besaranspin dalam fenomena superkonduktor suhu tinggi ini, pernyataan
ini telah didukung oleh data percobaan MIT oleh RJ Birgeneau.

Sungguh merupakan sebuah tantangan besar bagi para ahli dari berbagai bidang untuk
memahami lebih jauh fenomena superkonduktor jenis baru ini. Tampaknya bahan ini akan semakin
merajai teknologi pada masa yang akan datang, yaitu abad XXI.

You might also like