You are on page 1of 43

ENZIM

Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan


oleh sel.Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme
dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka
reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.
Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh
makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel,
memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan,
pergerakan, dan lain-lain.

1. Nomenklatur Enzim
Biasanya enzim mempunyai akhiran –ase. Di depan –ase
digunakan nama substrat di mana enzim itu bekerja., atau nama reaksi yang
dikatalisis. Misal : selulase, dehidrogenase, urease, dan lain-lain. Tetapi
pedoman pemberian nama tersebut diatas tidak selalu digunakann. Hal ini
disebabkan nama tersebut digunakan sebelum pedoman pemberian nama
diterima dan nama tersebut sudah umum digunakan. Misalnya pepsin, tripsin,
dan lain-lain. Dalam Daftar Istilah Kimia Organik (1978), akhiran –ase
tersebut diganti dengan –asa.

2. Struktur Enzim
Pada mulanya enzim dianggap hanya terdiri dari protein dan
memang ada enzim yang ternyata hanya tersusun dari protein saja. Misalnya
pepsin dan tripsin.Tetapi ada juga enzim-enzim yang selain protein juga
memerlukan komponen selain protein. Komponen selain protein pada enzim
dinamakan kofaktor. Koenzim dapat merupakan ion logam/ metal, atau
molekul organik yang dinamakan koenzim. Gabungan antara bagian protein
enzim (apoenzim) dan kofaktor dinamakan holoenzim.
Enzim yang memerlukan ion logam sebagai kofaktornya
dinamakan metaloenzim.. Ion logam ini berfungsi untuk menjadi pusat katalis
primer, menjadi tempat untuk mengikat substrat, dan sebagai stabilisator
supaya enzim tetap aktif.

Tabel 1. Beberapa enzim yang mengandung ion logam sebagai


kofaktornya
Ion logam Enzim
Zn 2+ Alkohol dehidrogenase
Karbonat anhidrasa
Karboksipeptidasa

Mg2+ Fosfohidrolasa
Fosfotransferasa

Fe2+ / Fe3+ Sitokrom


Peroksida
Katalasa
Feredoksin

Cu2+/ Cu+ Tirosina


Sitokrom oksidasa

K+ Piruvat kinasa (juga memerlukan Mg2+)

Na+ Membrane sel ATPasa ( juga memerlukan K + dan


Mg2+)

3. Aktivitas Enzim
Seperti halnya katalisator, enzim dapat mempercepat reaksi Kimia
dengan menurunkan energi aktivasinya. Enzim tersebut akan bergabung
sementara dengan reaktan sehingga mencapai keadaan transisi dengan energi
aktivasi yang lebih rendah daripada energi aktivasi yang diperlukan untuk
mencapai keadaan transisi tanpa bantuan katalisator atau enzim.

4. Penggolongan (Klasifikasi) enzim


1. Hidrolase
Hidrolase merupakan enzim-enzim yang menguraikan suatu zat dengan
pertolongan air. Hidrolase dibagi atas kelompok kecil berdasarkan
substratnya yaitu :
A. Karbohidrase, yaitu enzim-enzim yang menguraikan golongan
karbohidrat.
Kelompok ini masih dipecah lagi menurut karbohidrat yang
diuraikannya, misal :
a. Amilase, yaitu enzim yang menguraikan amilum (suatu
polisakarida) menjadi maltosa 9 suatu disakarida).

amilase
2 (C6H10O5)n + n H2O n C12H22O11

amilum maltosa

b. Maltase, yaitu enzim yang menguraikan maltosa menjadi glukosa

maltase
C12H22O11 + H20 2 C6H12O6

maltosa glukosa

c. Sukrase, yaitu enzim yang mengubah sukrosa (gula tebu) menjadi


glukosa dan fruktosa.
d. Laktase, yaitu enzim yang mengubah laktase menjadi glukosa dan
galaktosa.
e. Selulase, emzim yang menguraikan selulosa ( suatu polisakarida)
menjadi selobiosa ( suatu disakarida)
f. Pektinase, yaitu enzim yang menguraikan pektin menjadi asam-
pektin.

B. Esterase, yaitu enzim-enzim yang memecah golongan ester.


Contoh-contohnya :
a. Lipase, yaitu enzim yang menguraikan lemak menjadi gliserol dan
asam lemak.
b. Fosfatase, yaitu enzim yang menguraikan suatu ester hingga
terlepas asam fosfat.

C. Proteinase atau Protease, yaitu enzim enzim yang menguraikan


golongan protein.
Contoh-contohnya:
a. Peptidase, yaitu enzim yang menguraikan peptida menjadi asam
amino.
b. Gelatinase, yaitu enzim yang menguraikan gelatin.
c. Renin, yaitu enzim yang menguraikan kasein dari susu.

2. Oksidase dan reduktase , yaitu enzime yang menolong dalam proses


oksidasi dan reduksi.
Enzim Oksidase dibagi lagi menjadi;
a. Dehidrogenase : enzim ini memegang peranan penting dalam
mengubah zat-zat organik menjadi hasil-hasil oksidasi.
b. Katalase : enzim yang menguraikan hidrogen peroksida menjadi air
dan oksigen.

3. Desmolase , yaitu enzim-enzim yang memutuskan ikatan-ikatan C-C, C-N


dan beberapa ikatan lainnya.
Enzim Desmolase dibagi lagi menjadi :
a. Karboksilase : yaitu enzim yang mengubah asam piruyat menjadi
asetaldehida.
b. Transaminase : yaitu enzim yang memindahkan gugusan amine
dari suatu asam amino ke suatu asam organik sehingga yang
terakhir ini berubah menjadi suatu asam amino.

Enzim juga dapat dibedakan menjadi eksoenzim dan endoenzim


berdasarkan tempat kerjanya, ditinjau dari sel yang membentuknya.Eksoenzim
ialah enzim yang aktivitasnya diluar sel. Endoenzim ialah enzim yang
aktivitasnya didalam sel.
Selain eksoenzim dan endoenzim, dikenal juga enzim konstitutif
dan enzim induktif. Enzim konstitutif ialah enzim yang dibentuk terus-
menerus oleh sel tanpa peduli apakah substratnya ada atau tidak. Enzim
induktif (enzim adaptif) ialah enzim yang dibentuk karena adanya rangsangan
substrat atau senyawa tertentu yang lain. Misalnya pembentukan enzim beta-
galaktosida pada escherichia coli yang diinduksi oleh laktosa sebagai
substratnya. Tetapi ada senyawa lain juga yang dapat menginduksi enzim
tersebut walaupun tidak merupakan substarnya, yaitu melibiosa. Tanpa adanya
laktosa atau melibiosa, maka enzim beta-galaktosidasa tidak disintesis, tetapi
sintesisnya akan dimulai bila ditambahkan laktosa atau melibiosa.

5. Koenzim
Dalam peranannya ,enzim sering memerlukan senyawa organik
tertentu selain protein. Ditinjau dari fungsinya, dikenal adanya koenzim yang
berperan sebagai pemindah hidrogen, pemindah elektron, pemindah gugusan
kimia tertentu (“group transferring”) dan koenzim dari isomerasa dan liasa.

Tabel 2. Contoh-contoh koenzim dan peranannya


No Kode Singkatan dari Yang
dipindahkan
1. NAD Nikotinamida-adenina dinukleotida Hidrogen
2. NADP Nikotinamida-adenina dinukleotida Hidrogen
fosfat
3. FMN Flavin mononukleotida Hidrogen
4. FAD Flavin-adenina dinukleotida Hidrogen
5. Ko-Q Koenzim Q atau Quinon Hidrogen
6. sit sitokrom Elektron
7. Fd Ferredoksin Elektron
8. ATP Adenosina trifosfat Gugus fosfat
9. PAPS Fosfoadenil sulfat Gugus sulfat
10. UDP Uridina difosfat Gula
11. Biotin Biotin Karboksil (CO2)
12. Ko-A Koenzim A Asetil
13. TPP Tiamin pirofosfat C2-aldehida

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, Dasar-dasar Mikrobiologi


Timotius, K.H, 1982, Mikrobiologi Dasar; Salatiga, Universitas Kristen
Satya Wacana

Penggolongan (Klasifikasi) enzim


« on: 09 February 2010, 14:15 »

1.   Hidrolase
Hidrolase merupakan enzim-enzim yang menguraikan suatu zat dengan
pertolongan air. Hidrolase dibagi atas kelompok kecil berdasarkan substratnya
yaitu :
A.   Karbohidrase, yaitu enzim-enzim yang menguraikan golongan karbohidrat.
Kelompok ini masih dipecah lagi menurut karbohidrat yang diuraikannya, misal :
a.   Amilase, yaitu enzim yang menguraikan amilum (suatu polisakarida) menjadi
maltosa 9 suatu disakarida).

      2 (C6H10O5)n + n H2O                 n C12H22O11


              
                     
b.   Maltase, yaitu enzim yang menguraikan maltosa menjadi glukosa
C12H22O11 + H20                 2 C6H12O6

c.   Sukrase, yaitu enzim yang mengubah sukrosa (gula tebu) menjadi glukosa dan
fruktosa.
d.   Laktase, yaitu enzim yang mengubah laktase menjadi glukosa dan galaktosa.
e.   Selulase, emzim yang menguraikan selulosa ( suatu polisakarida) menjadi
selobiosa ( suatu disakarida)
f.   Pektinase, yaitu enzim yang menguraikan pektin menjadi asam-pektin.

B.   Esterase, yaitu enzim-enzim yang memecah golongan ester.


  Contoh-contohnya :
a.   Lipase, yaitu enzim yang menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam
lemak.
b.   Fosfatase, yaitu enzim yang menguraikan suatu ester hingga terlepas asam
fosfat.

C.   Proteinase atau Protease, yaitu enzim enzim yang menguraikan golongan


protein.
Contoh-contohnya:
a.   Peptidase, yaitu enzim yang menguraikan peptida menjadi asam amino.
b.   Gelatinase, yaitu enzim yang menguraikan gelatin.
c.   Renin, yaitu enzim yang menguraikan kasein dari susu.

2.   Oksidase dan reduktase , yaitu enzime yang menolong dalam proses oksidasi
dan reduksi.
Enzim Oksidase dibagi lagi menjadi;
a.   Dehidrogenase : enzim ini memegang peranan penting dalam mengubah zat-
zat organik menjadi hasil-hasil oksidasi.
b.   Katalase : enzim yang menguraikan hidrogen peroksida menjadi air dan
oksigen.

3.   Desmolase , yaitu enzim-enzim yang memutuskan ikatan-ikatan C-C, C-N dan


beberapa ikatan lainnya.
Enzim Desmolase dibagi lagi menjadi :
a.   Karboksilase : yaitu enzim yang mengubah asam piruyat menjadi asetaldehida.
b.   Transaminase : yaitu enzim yang memindahkan gugusan amine dari suatu
asam amino ke suatu asam organik sehingga yang terakhir ini berubah menjadi
suatu asam amino.

Enzim juga dapat dibedakan menjadi eksoenzim dan endoenzim berdasarkan


tempat kerjanya, ditinjau dari sel yang membentuknya.Eksoenzim ialah enzim
yang aktivitasnya diluar sel. Endoenzim ialah enzim yang aktivitasnya didalam
sel.
Selain eksoenzim dan endoenzim, dikenal juga enzim konstitutif dan enzim
induktif. Enzim konstitutif ialah enzim yang dibentuk terus-menerus oleh sel
tanpa peduli apakah substratnya ada atau tidak. Enzim induktif (enzim adaptif)
ialah enzim yang dibentuk karena adanya rangsangan substrat atau senyawa 
tertentu yang lain. Misalnya pembentukan enzim beta-galaktosida pada
escherichia coli yang diinduksi oleh laktosa sebagai substratnya. Tetapi ada
senyawa lain juga yang dapat menginduksi enzim tersebut walaupun tidak
merupakan substarnya, yaitu melibiosa. Tanpa adanya laktosa atau melibiosa,
maka enzim beta-galaktosidasa tidak disintesis, tetapi sintesisnya akan dimulai
bila ditambahkan laktosa atau melibiosa.

ENZIM (SIFAT – SIFAT UMUM)


Kontribusi : Wheny

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Enzim merupakan polimer biologik yang mengatalisis lebih dari satu proses
dinamik yang memungkinkan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang.
Sebagai determinan yang menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai
peristiwa fisiologik, enzim memainkan peranan sentral dalam masalah kesehatan
dan penyakit. Pemecahan makanan untuk memasok energi serta unsur-unsur
kimia pembangunan tubuh (building blocks); perakitan building blocks tersebut
menjadi protein, membran sel, serta DNA yang mengkodekan informasi genetik;
dan akhirnya penggunaan energi untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini
dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara
cermat. Sementara dalam keadaan sehat semua proses fisiologis akan berlangsung
dalam cara yang tersusun rapi serta teratur dan homeostatis tetap dipertahankan,
homeostatis dapat mengalami gangguan berat pada keadaan patologis. Sebagai
contoh, cedera jaringan hebat yang mencirikan penyakit sirosis hepatis dapat
menimbulkan gangguan berat pada kemampuan sel membentuk enzim-enzim
yang mengatalisis berbagai proses metabolisme penting seperti sintesis ureum.
Ketidakmampuan mengubah ammonia yang toksik menjadi ureum yang nontoksik
sebagai akibat dari penyakit tersebut akan diikuti dengan intoksikasi ammonia,
dan akhirnya koma hepatikum. Suatu spektrum penyakit genetik langka tetapi
yang sering sangat menurunkan keadaan umum penderitanya dan kerap fatal,
memberi contoh-contoh tambahan dramatis tentang konsekuensi fisiologis drastis
yang dapat menyertai gangguan terhadap aktivitas bahkan hanya satu enzim.
Menyusul suatu cedera jaringan berat (misal, infark jantung atau paru,
cedera remuk pada anggota gerak) atau pertumbuhan sel yang tidak terkendali
(misal, karsinoma prostat), enzim yang mungkin khas bagi jaringan tertentu akan
dilepas ke dalam darah. Dengan demikian, pengukuran terhadap enzim intrasel ini
didalam serum dapat memberikan informasi diagnostik dan prognostic yang tidak
ternilai bagi dokter.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1) Klasifikasi Enzim berdasarkan tipe dan mekanism reaksi.
2) Enzim memerlukan koenzim.
3) Enzim murni berfungsi sangat penting bagi pemahaman struktur, fungsi,
mekanisme reaksi, dan pengaturan enzim.
4) Enzim dapat ditemukan di dalam organel spesifik

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusam masalah maka makala ini bertujuan sebagai berikut:
1) Mengetahui Klasifikasi Enzim berdasarkan tipe dan mekanism reaksi.
2) Mengetahui bahwa Enzim memerlukan koenzim.
3) Mengetahui Enzim murni berfungsi sangat penting bagi pemahaman
struktur, fungsi, mekanisme reaksi, dan pengaturan enzim.
4) Mengetahui Enzim dapat ditemukan di dalam organel spesifik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ENZIM DIKLASIFIKASIKAN BERDASARKAN TIPE DAN


MEKANISME REAKSI

Satu abad lalu, baru ada beberapa enzim yang dikenal dan kebanyakan di
antaranya mengatalisis reaksi hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini
diidentifikasi dengan penambahan akhiran –ase pada nama substansi atau substrat
yang dihidrolisisnya. Jadi, lipase menghidrolisis lemak (Yunani lipos), amilase
menghidrolisis pati (Yunani amylon), dan protease menghidrolisis protein.
Meskipun banyak sisa peristilahan ini masih tetap bertahan sampai sekarang,
pemakaiannya sudah terbukti tidak memadai ketika ditemukan berbagai enzim
yang mengatalisis reaksi yang berbeda terhadap substrat yang sama, misal,
oksidasi atau reduksi terhadap fungsi alcohol suatu gula. Sementara akhiran -ase
tetap digunakan, nama enzim yang ada sekarang ini lebih menekankan pada tipe
reaksi yang dikatalisisnya. Sebagai contoh, enzim dehidrogenase mengatalisis
pengeluaran hidrogen, sementara enzim transferase mengatalisis reaksi
pemindahan gugus. Dengan semakin banyaknya enzim yang ditemukan,
ketidakjelasan juga semakin tak terelakkan, dan kerap kali tidak jelas enzim mana
yang tengah dibicarakan oleh seorang penyelidik. Untuk mngatasi permasalahan
ini, International Union of Biochemistry (IUB) telah mengadopsi sebuah sistem
yang kompleks tetapi tidak meragukan bagi peristilahan enzim yang didasarkan
pada mekanisme reaksi. Meskipun kejelasan dan pengurangan keraguan tersebut
membuat sistem nomenklatur IUB dipakai untuk ujian riset, nama yang lebih
pendek tetapi kurang begitu jelas tetap digunakan dalam buku ajar dan
laboratorium klinik. Karena alasan tersebut, sistem IUB hanya disampaikan secara
sepintas.
1) Reksi dan enzim yang mengatalisis reaksi tersebut membentuk enem
kelas, masing-masing mempunyai 4-13 subkelas.
2) Nama enzim terdiri atas 2 bagian. Nama pertama menunjukkan substrat.
Nama kedua, yang berakhir dengan akhiran –ase, menyatakan tipe reaksi yang
dikatalisis.
3) Informasi tambahan, bila diperlukan untuk menjelaskan reaksi, dapat
dituliskan dalam tanda kurung pada bagian akhir; misal, enzim yang mengatalisis
reaksi L-malat + NAD+  piruvat + CO2 + NADH + H + diberi nama 1.1.1.37 L-
malat: NAD+ oksidoreduktase (dekarboksilasi).
4) Setiap enzim mempunyai nomor kode (EC) yang mencirikan tipe reaksi
ke dalam kelas (digit pertama), subkelas (digit kedua), dan subsubkelas (digit
ketiga). Digit keempat adalah untuk enzim spesifik. Jadi, EC 2.7.1.1 menyatakan
kelas 2 (transferase), subkelas 7 (transfer fosfat), subsubkelas 1 (alcohol
merupakan aseptor fosfat). Digit terakhir menyatakan heksokinase atau ATP: D-
heksosa 6-fosfotrasferase, sebuah enzim yang mengatalisis pemindahan fosfat dari
ATP ke gugus hidroksil pada atom karbon keenam molekul glukosa.

2.2 ENZIM MEMERLUKAN KOENZIM


Banyak enzim yang megatalisis proses pemindahan gugus dan reaksi lain
memerlukan, di samping substratnya, sebuah molekul organik sekunder yang
dikenal sebagai koenzim karena tanpa koenzim, enzim tersebut tidak aktif.
Koenzim akan memperbesar kemampuan katalitik sebuah enzim sehingga
menjadi jauh melebihi kemampuan yang ditawarkan hanya oleh gugus fungsional
asam aminonya, yang menyusun massa enzim tersebut. Koenzim yang berikatan
secara erat dengan enzim lewat ikatan kovalen atau gaya nonkovalen kerap kali
disebut sebagai gugus prostetik.. Koenzim yang mampu berdifusi secara bebas
umumnya berfungsi sebagai unsur pembawa (yang didaur ulang secara kontinu)
hydrogen (FADH), hidrida (NADH dan NADPH), atau unit-unit kimia seperti
gugus asil (koenzim A) atau gugus metil (folat), membawanya bolak-balik antara
tempat pembentukannya dan pemakaiannya. Oleh karena itu, koenzim yang
disebut belakangan ini dapat dianggap sebagai substrat sekunder.
Jenis-jenis enzim yang membutuhkan koenzim adalah enzim yang
mengatalisis reaksi oksidoreduksi, pemindahan gugus serta isomerisasi, dan reaksi
yang membentuk ikatan kovalen (kelas IUB 1,2,5, dan 6). Reaksi lisis, termasuk
reaksi hidrolisis yang dikatalisis oleh enzim-enzim pencernaan, tidak memerlukan
koenzim.

2.2.1 Koenzim Dapat dianggap Sebagai Subtrat Sekunder


Untuk dua laasan penting, akan sering kali membantu untuk menganggap
koenzim sebagai substrat sekunder. Alasan pertama, perubahan kimia di dalam
koenzim terjadi tepat mengimbangi perubahan kimia yang berlangsung di dalam
substrat. Sebagai contoh, dalam reaksi oksideruduksi, jika satu molekul substrat
dioksidasi, satu molekul koenzim akan direduksi.
Aalsan kedua untuk memberi koenzim penghargaan yang sama adalah
bahwa aspek reaksi ini mungkin mempunyai makna fisiologik mendasar yang
lebih besar. Sebagai contoh, peran penting kmampuan otot yang bekerja secara
anaerob untuk mengubah piruvat menjadi laktat tidak terletak pada piruvat
ataupun laktat. Reaksi tersebut semata-mata bertujuan mengoksidasi koenzin
NADH yang tereduksi menjadi NAD+. Tanpa NAD+ glikolisis tidak dapat
berlanjut dan sintesis ATP Anaerob (dan dengan demikian, aktivitas kerjannya)
akan terhenti. Di bawah keadaan anaerob, reduksi piruvat menjadi laktat
menghasilkan oksidasi ulang NADH dan memunkinkan sintesis ATP. Reaksi lain
dapat melakukan funsi ini sama baiknya. Sebagai contoh pada bakteri atau ragi
yang tumbuh secara anaerob, metabolit yang berasal dari piruvat bertindak secara
oksidan bagi NADH dan mereka sendiri berada dalam keadaan tereduksi.

OH O

CH O C O

H3C C H3C C

I-Laktat Piruvat
NAD+ NADH + H+
Gambar : NAD+ bekerja sebagai kosubstrat dalam reaksi laktat
hidrogenase.
Tabel . Mekanisme bagi regenerasi Anaerob NAD+

Oksidan Produk Tereduksi Bentuk Kehidupan


Piruvat Laktat Otot, bakteri laktat, ragi
Asetaldehid Etanol (yeast) Eschrichia coli
Dihidroksiasoton fosfat -Gliserofosfat bakteri heterolaktat
Fruktosa Matinol

2.2.2 Fungsi Koenzim sebagai Reagensia Pemindah Gugus


Tipe reaksi biokimia pemindahan gugus

D–G+A A–G+D
Yang memindahkan gugus molekul fungsional (G) dari molekul donor (D-
G) kepada sebuah molekul aseptor akhir (misal, reaksi dahidrogenasi) atau
sebagai pembawa gugus intermediet (misal, reksi transaminasi). Diagram berikut
melukiskan konsep yang disebut terakhir ini.
D– H KoE A–H

D KoE - H A
Meskipun diagram ini mengesankan pembentukan hanya satu kompleks
KoE-G tunggal saat berlangsungnya seluruh reaksi, sebenarnya ada berbagai
kompleks intermediet KoE-G yang dapat terlibat dalam suatu reaksi tertentu
(misal, transaminasi).
Jika gugus yang dipindahkan merupakan hydrogen, adalah biasa untuk
menggambarkan hanya “separuh reaksi” di sebelah kiri:

D– H KoE

D KoE - H
Bahwa hal ini sebenarnya merepresentasikan hanya suatu kasus khusus dari
pemindahan gugus yang biasa dapat paling mudah dipahami dalam pengertian
reksi yang berlangsung di dalam sel utuh.

2.2.3 Koenzim Dapat Diklasifikasikan Menurut Gugus yang Pemindahannya


Dipermudah oleh Koenzim tersebut
Berdasarkan konsep di atas, kita dapat mengklasifikasikan koenzim sebagai
berikut:
Untuk pemindahan gugus bukan hydrogen:
Gula fosfat
KoA-SH
Tiamin pirofosfat
Piridoksal fosfat
Koenzim folat
Biotin
Koenzim kobamida (B12)
Asam lipoat
Untuk pemindahan hidrogen:
NAD+, NADP+
FMN, FAD
Asam lipoat
Koenzim Q

2.2.4 Banyak Koenzim Merupakan Derivat Vitamin B dan Derivat Adenosin


Monofosfat
Vitamin B membentuk bagian dalam struktur banyak koenzim. Vitamin B
nikotinamida, tiamin, riboflafin dan asam pantotenat merupakan unsur
esensial yang membentuk koenzim bagi oksidasi serta reduksi biologik, dan
koenzim kobamida serta asam folat berfungsi dalam metabolisme satu karbon.
Banyak koenzim mengandung adenin, ribose, serta fosfat, dan merupakan darivat
adenosin monofosfat (AMP). Contoh-contohnya mencakup NAD+ dan NADP+.

2.3 ENZIM MENGATALISIS REAKSI SPESIFIK ATAU REAKSI TIPE


Kesanggupan enzim mengatalisis satu reaksi spesifik dan pada hakikatnya
tidak mengatalisis reaksi yang lain mungkin merupakan sifat enzim yang paling
signifikan. Laju proses metabolisme karenanya dapat diatur oleh perubahan dalam
efisiensi katalitik enzim spesifik. Banyak enzim mengatalisis jenis reaksi yang
sama (pemindahan fosfat, reduksi-oksidasi, dl) dengan hanya sejumlah kecil
substrat yang secara structural berhubungan, kendati sering pada kecepatan reaksi
yang secara bermakna lebih rendah. Berbagai reaksi dengan substrat alternatif ini
cenderung terjadi kalau substrat terdapat dalam konsentrasi yang tinggi. Meskipun
kadar sedemikian jarang ditemukan di dalam sel hidup, kadar ini dapat diciptakan
di laboratorium. Disini, substrat alami dan sintetik alternatif digunakan untuk
memfasilitasi pendeteksian enzim dan penelitian mengenai mekanisme
katalitiknya.

Gambar : Pelekatan tiga titik sebuah substrat ke tapak – aktif enzim yang
berbentuk planar

2.3.1 Enzim Memperlihatkan Spesifisitas Optis


Kecuali enzim epimerase (rasemase) yang mengatalisis interkonversi isomer
optis, umumnya semua enzim akan memperlihatkan spesifisitas optis absolut
untuk paling tidak suatu porsi molekul substrat. Dengan demikian, enzim dari
lintasan glikolisis dan oksidasi langsung akan mengatalisis interkonversi
gulafosfat-D tetapi tidak gulafosfat-L. Dengan beberapa pengecualian (misal,
enzim D-asam amino oksidase pada ginjal), kebanyakan enzim mamalia bekerja
pada isomer-L asam amino.
Spesifisitas optis dapat meluas hingga satu porsi tertentu atau hingga
keseluruhan melekul substrat tersebut. Enzim glikosidase menggambarkan kedua
ujung ekstrem. Enzim ini mengatalisis hidrilisis ikatan glikosida antara gula dan
alcohol, bersifat sangat spesifik untuk bagian gula serta untuk ikatan ( atau ),
tetapi relatif nonspesifik untuk aglikon (porsi alcohol).

2.3.2 Enzim Bersifat Spesifik bagi Tipe Reaksi yang Dikatalisisnya


Enzim untuk proses lisis (enzim lisis) bekerja pada kelompok kimia khusus,
misal, enzim glikosidase pada glikosida, pepsin serta tripsin pada ikatan peptida,
dan esterase pada senyawa-senyawa ester. Berbagai substrat peptida yang berbeda
dapat diserang oleh hanya satu enzim sehingga mengurangi jumlah enzim
pencernaan yang seharusnya diperlukan. Enzim protease dapat pula mengatalisis
proses hidrolisis senyawa ester. Penggunaan ester sebagai substrat untuk sintesis
telah mempermudah penelitian terhadap mekanisme kerja enzim protease.
Enzim-enzim lisis tertentu memperlihatkan spesifisitas yang lebih tinggi.
Enzim kimotripsin menghidrolisis ikatan peptida; pada reaksi ini, gugus karboksil
berasal dari asam amino aromatik fenilalanin, tirosin, atau triptofan. Enzim
karboksipeptidase dan aminopeptidase melepas asam-asam amino satu persatu,
masing-masing secara berturutan, dari ujung terminal karboksil atau terminal
amino rantai polipeptida.
Meskipun beberapa enzim oksidoreduktase memanfaatkan NAD+ dan
NADP+ sebagai akseptor elektronnya, kebanyakan hanya menggunakan salah satu
di antaranya. Secara umum, enzim oksidoreduktase yang berfungsi dalam proses
biosintesis sistem-sistem mamalia (misal, sintesis asam lemak atau sterol)
menggunakan NADPH sebagai reduktan sementara enzim yang berfungsi dalam
proses penguraian (misal, glikolisis, oksidasi asam lemak) menggunakan NAD+
sebagai oksidan.

2.4 AKTIVITAS KATALITIS YANG DIMILIKI ENZIM


MEMFASILITASI PENDETEKSIAN ENZIM TERSEBUT
Jumlah enzim yang kecil di dalam sel mempersulit pengukuran kadarnya di
dalam ekstrak jaringan atau cairan. Untungnya, aktivitas katalitis yang dimiliki
enzim dapat menjadi sarana pemeriksaan yang sensitive dan spesifik bagi
pengukuran kadar enzim itu sendiri. Kemampuan mengatalitis transformasi
ribuan, puluhan ribu, atau bahkan lebih molekul substat menjadi produk dalam
periode waktu yang singkat memberikan kepada setiap molekul enzim
kemampuan untuk secara kimiawi menguatkan keberadaannya.
Untuk mengukur kadar enzim di dalam sebuah sampel ekstrak jaringan atau
cairan biologik lain, kecepatan reaksi yang dikatalitis oleh enzim dalam sampel
tersebut harus ditentukan. Dalam kondisi yang tepat, hasil pengukuran kecepatan
reaksi harus sebanding dengan jumlah enzim yang ada. Karena jumlah molekul
atau massa enzim yang ada sukar ditentukan, hasil pengukuran tersebut
dinyatakan dalam unit enzim.. Jumlah relatif enzim dalam berbagai ekstrak
kemudian dapat dibandingkan. International Union of Biocemistry mengartikan
satu unit aktivitas enzim sebagai 1 mikromol (1 mol; 10-6) substrat yang bereaksi
atau produk yang ditransformasikan per menit.

2.4.1 Kadar Dehidrogenase Tergantung-NAD+ Diukur pada 340 nm


Dalam reaksi yang melibatkan NAD+ atau NADP+ (enzim-enzim
dehidrogenase), sifat NADH atau NADPH (tetapi bukan NAD+ atau NADP+ )
yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 340 nm (Gambar 8-4)
membawa manfaat. Oksidasi NADH menjadi NAD+ terjadi disertai dengan
penurunan densitas optik (OD, optical density) pada 340 nm, yang proporsional
dengan jumlah NADH yang dioksidasi. Demikian pula, kalau NAD + direduksi,
OD pada 340 nm akan meningkat sebanding dengan jumlah NADH yang
terbentuk. Perubaahan OD pada 340 nm ini dapat dimanfaatkan bagi pemeriksaan
analisis kuantitatif setiap enzim dehidrogenase yang bergantung NAD + atau
NADP+ sebagai berikut. Bagi enzim dehidrogenase yang mengatalitis oksidasi
NADH oleh substratnya yang teroksidasi, kecepatan penurunan OD pada 340 nm
akan berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Oleh karena itu, hasil
pengukuran kecepatan oenurunan OD pada 340 nm memungkinkan kita
menyimpulkan kuantitas enzim, yang dinyatakan dengan unit aktivvitas, yang
terdapat di dalam sampel biologik tertentu seperti serum atau ekstrak jaringan

0,8
Densitas Optik

0,6

NADH
0,4

0,2
NAD+
0
200 250 300 350 400
Panjang gelombang (nm)
Gambar : Spektrum Absopsi NAD+ dan NADH. Densitas yang tampak di sini
adalah untuk 44 Mg/L, larutan di dalam sebuah sel dengan lintasan cahaya 1 cm
NADP+ mempunyai spectrum yangmasing-masing analog dengan spectrum NAD+
dan NADH.

2.4.2 Kadar Banyak Enzim Dapat Diukur dengan Merangkaikannya pada


Enzim Dehidrogenase
Pada contoh diatas, laju pembentukan produk (NADH) diukur untuk
menentukan aktivitas enzim. Enzim selain dehidrogenase diukur kadarnya lewat
pengukuran kecepatan kemunculan produk (atau, yang lebih jarang dilakukan,
lewat pengukuran kecepatan hilangnya substrat). Sifat-sifat fisiokimiawi produk
atau substrat akan menentukan metode spesifik yang dipilih untuk mengukur
kadar enzim. Cara yang sering dan mudah dilakukan adalah “merangkaikan”
(coupling) produk reaksi dengan sebuah enzim dehidrogenase, dengan produk
srbagai substrat.

2.5 ENZIM MURNI BERFUNGSI SANGAT PENTING BAGI


PEMAHAMAN STRUKTUR, FUNGSI, MEKANISME REAKSI, DAN
PENGATURAN ENZIM.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pemurnian enzim adalah mengisolasi
enzim spesifikasi dan ekstra sel “Mentah” (crude) yang mengandung banyak
komponen lain. Molekul-molekul kecil dapat disingkirkan lewat dialysis atau
filtrasi gel, asam nukleat melalui pngendapan dengan antibiotik streptomisin, dan
seterusnya. Permaslahannya adalah memisahkan enzim yang kita kehendaki dari
ratusan protein yang mempunyai stuktur kimia dan fisika yang seupa.
Perjalanan suatu pemurnian tipikal dan enzim hati dengan pemulihan yang
baik serta pemurnian keseluruhan yang besarnya mencapai 490 kali lipat.
Glukosa
ATP, Mg 2+
HEKSOKINASE

ADP, Mg2+
Glukosa-6-Fosfat
NADP+
GLUKOSA-6-FOSFAT
DEHIDROGENAE

NADP + H+
6-Fosfoglukonolakton

Enzim Diperoleh dari Sumber-Sumber Alami atau dari Sel Tempat Enzim
Tersebut Siekspresikan oleh Gen yang diKlon.
Dulu, riset awal terhadap enzim terbatas pada protein yang dapat dimurnikan
dari sel-sel binatang, tanaman, atau bakteri tempat enzim tersebut terdapat secara
alami. Sekarang, teknologi DNA rekombinan telah memungkinkan ilmuwan
memprouksi protein di dalam sel tempat protein tersebut normalnya tidak
ditemukan. Sel-sel hospes tipikal adalah bakteri dan ragi yang secara kuantitas
mudah tumbuh. Kemmapuan mengekspresikan protein rekombinan pada tingkat
yang relatif tinggi menjadikan para ilmuwan mempu mengisolasi enzim yang sulit
dimurnikan karena konsentrasi rendahnya di dalam sel tempat mereka ditemukan
secara alami. Lebih lanjut, melalui perubahan DNA yang mengkodekan protein
melalui mutagenesis berorientasi –tapak (site-directed mutagenesis), para
Ilmuwan dapat menambah, menghilangkan, atau mengubah asam-asam amino
spesifik dalam enzim rekombinan untuk untuk memfasilitasi penentuan peran
fungsional dan strukturalnya. Perubahan dapat pula dilakukan untuk membuat
protein lebih mudah dimurnikan. Bagaimanapun, pmurnian enzim dan sumbernya
yang alami tetap merupakan hal yang penting, khususnya guna mengidentifikasi
sifat serta peran modifikasi posstranslasi yang yang berfungsi mengatur lokasi
enzim serta efisiensi katalik.
Pemurnian Dilakukan menggunakan Kromatografi pada pertukaran Ion
atau pada Penyangga Penyisih Ukuran.
Porosdur pemurnian klasik yang bermanfaat adalah pengendapan dengan berbagai
konsentrasi garam (umumnya garam ammonium atau natrium sulfat) atau pelarut
(aseton atau etanol), pemanasan diferensial atau denaturasi PH Diferensil,
sentifugasi diferensial, filtrasi gel, dan elektroferosis. Adsopsi selektif dan elusi
protein dari zat penukar anio selulosa, yaitu deitilaminoetil (DEAE) selulosa dan
zat penukar anion selulosa, yaitu karboksimetil selulosa (CMC,
carbokxymethylcellulose) juga telah memberikan hasil yang sangat baik bagi
pemurnian protein secara cepat dalam jumlah besar.
Sebagi contoh,PH ekstrak ekuesosa jaringan hati diatur hingga 7, 5 yang pada PH
ini, sebagian besar protein akan memiliki muatan netto negatif. Campuran protein
dapat larut ini kemudian dialirkn lewat kolom selulosa DEAE pada PH 7.5
bemuatan negatif akan terikat ke DEAE lewat interkasi muatan yang berlawanan,
sementara protein yang tidak bermuatan atau yang mempunyai muatan positif
mengalir langsung lewat kolom tersebut. Kemudian, kolom selulosa DEAE ini
dielusikan menggunakan gradien NaCl, yang memiliki kisaran dari konsntrasi
rendah hingga tinggi, dan dilarutkan dalam pendapan denganPH 7,5. karena Cl-
bersaing dengan protein untuk berikatan ke penyangga yang bermuatan positif,
protein untuk elusikan secara selektif; protein yang memiliki ikatan paling lemah
diikat paling awal, dan protein yang memiliki ikatan paling kuat diikat palinh
akhir. Pemisahan protein analog dolakukan mengyunakn penyangga bermuatan
negatif seperti karboksimetilselulosa atau fosfoselulosa pada PH yang sedikit
lebih rendah untuk memastikan bahwa protein bermuatan lebih positif.
Pemisahan protein dapat pula dilakukan pada baha berpori yang dikenal
sebagai “ayakan molecular”.. Kalau campuran protein dialirkan lewat kolom yang
mengandung ayakan molecular, protein yang berukuran kecil akan tersebar baik di
dalam ruang antar partikel maupun di dalam ruang internal atau pori-pori
penyangga. Ketika campuran protein dengan ukuran yang berbeda-beda mengalir
lewat kolom, mobilitas protein yang berukuran kecil akan terhambat, relatif
terhadap protein yang ukurannya terlalu besar untuk masuk ke dalam pori- poi ini.
Dengan demikian,protein berukuran besar akan muncul dari dalam kolom
sebelum protein yang berukuran kecil.
Tabel : Rangkuman skema pemurnian enzim tipikal
Fraksi Enzim Aktivitas Protein Aktivitas Pemulihan
1
Total (mU) Total Spesifik Keseluruhan
(mg) (mU/mg)
Homogenat hati mentah 100.000 10.000 10 (100)
Cairan supernatan, pemusingan 100.000 x 98.000 8.000 12, 2 98
g 90.000 1.500 60 90
Endapan [NH4]2SO4 40 – 50 % 60.000 250 240 60
Endapan aseton 20 – 35 % 58.000 29 2.000 58
Fraksi kolom DEAE 80 – 110 52.000 20 2.600 52
Endapan [NH4]2SO4 43 – 48 % 50.000 12 4.160 50
Kristal pertama 49.000 10 4.900 49
Rekritalisasi

Penyangga Kromatografi Afinitas Mampu Mengenali Regio Enzim Spesifik


Ciri yang menonjol pada kromatografi afinitas adalah kemampuannya untuk
secara selektif mengeluarkan satu protein tertentu, atau yang paling sering,
sejumlah kecil protein tertentu, dari campuran protein yang kompleks. Teknik ini
menggunakan suatu ligand tak bergerak yang mengadakan interaksi spesifik
dengan enzim yang ingin dimurnikan. Kalau campuran protein tersebut
dipanjankan pada ligand tersebut. Protein yang tidak di kehendaki akan mengalir
lewat kolom dan dibuang. Protein yang di kehendaki kemudian akan dielusikan
dari ligan yang tak bergerak memakai cairan elusi yang umumnya berupa larutan
garam atau ligand berbentuk larut dengan konsentrasi tinggi. Permunian yang
dicapai melalui teknik kromatografi afinitas ini sangat mengesankan dan sering
melebihi hasil yang mungkin di peroleh dengan pemakaian sejumlah teknik klasik
secara berturutan
Ligand yang di suka adalah substrat serta derivat koenzim atau zat perwarna
organic yang bertindak sebagai nukleotida atau analog koenzim yang berikatan
secara kovalen dengan sebuah penyangga inert (misal, NAD-Spandex, Blue
Sepharose). Ligand ini secara khas berikatan dengan penyangga lewat molekul
penghubung.Yang mempunyai panjang tiga hingga delapan atom karbon.
Pada kromatografi yang bersifat hidrofobik, hidrokarbon, alkil atau aril akan
terikat ke penyangga seperti sephadex. Retensi protein pada penyangga ini
melibatkan interaksi hidrofobik antara rantai alkil dan regio hidrofobik pada
protein tersebut. Protein kemudian di masukan ke dalam larutan yang
menggandung garam dengan konsentrasi tinggi (misal, [NH4]2SO4) dan dielusikan
dengan garam yang sama yang memiliki gradien menurun.
Teknologi DNA Rekombinan Dapat Menjadi Sumber Enzim Yang Kaya
Banyak gen yang mengkodekan enzim telah diklon, ditentukan rangkaiannya, dan
disisipkan ke dalam vector yang berasal dari plasmid atau faga tempat gen
tersebut dapat di kontrol oleh suatu promoter yang kuat. Promoter tersebut dapat
“mendorong” produksi enzim rekombinan hingga mencapai taraf yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan yang terdapat pada sumber – sumber alam. Dengan
menggunakan promoter yang diatur oleh zat penginduksi (inducer) kimia spesifik,
ekspresi enzim rekombinan dapat diatur secara cermat. Umumnya vector ekspresi
semacam ini disisipkan ke dalam mikroorganisme yang mudah tumbuh seperti
Escherichia coli atau ragi untuk memproduksi enzim rekombinan.
Protein Fusi Rekombinan Dimurnikan dengan kromatograsi afinitas
Disamping menghasilkan sumber yang kaya akan enzim, yang sangat
memfasilitasi pemurnian, teknologi DNA rekombinan dapat digunakan untuk
menciptakan protein termodifikasi yang dapat dimurnikan dengan kromatografi
afinitas. Cara yang umum dilakukan adalah dengan mengikatkan kepada gen,
sejumlah rangkaian nukleutida yang k\mengkodekan ekstensi protein sehingga
terbentuk protein fusi yang merupakan ligand yang baik bagi penyangga afinitas
spesifik. Salah satu pendekatan yang popular adalah denngan mengikatkan rantai
yang terdiri atas lima atau enam asam amino histidin atau sebagai alternatif lain,
domain pengikat substrat untuk enzim glutation S-trasferase kepada gugus
terminal amino atau karboksil enzim yang bersangkutan. Protein fusi rekombinan
trsebut kemudian dapat dimurnikan pada kolom afinitas yang berisi ion logam
bivalen terikat seperti Ni2+ (untuk fusi dengan polihistidin) atau glutation terikat
(untuk protein fusi glutation S-trasferase) (Gambar 8-6).Protein fusi sering
mengandung tapak (site) pembelahan untuk protease yang sangat spesifik seperti
trombin, pada regio yang menghubungkan kedua bagian dari protein fusi tersebut.
Hal ini memungkinkan pengeluaran domain fusi tambahan tersebut setelah
pemurnian afinitas.

GST
Enzim

GST yang mengkodekan plasmid DNA Hasil klon


Dengan tapak trombin yang mengkodekan enzim

Ligasikan menjadi satu

GST T Enzim

Lakukan tranfeksi sel, tambahkan zat


Penginduksi, kemudian lakukan
pemecahan zat

Alirkan kedalam kolom afinitas


glutation
(GSH)

GST Enzim
GST

lakukan alusi dengan GSH proses


dengan trombin

GST Enzim
GST
Gambar : Penggunaan protein –fusi glutation S-tranferae (GST) untuk pemurnian
enzim rekombinan
Elektroforesis Gel Poliakrilamida Dapat Mendeteksi Kontaminan
Penilaian homogeneitas protein paling baik dilakukan dengan elektroforesis
gel poliakrilamida (PAGE, polyacrylida gel electrophoresis) di bawah berbagai
kondisi. Yang paling popular di antaranya adalah elektroforesis gel poliakrilamida
atau PAGE dengan sodium dodesil sulfat (SDS), suatu detergen ion yang
memisahkan protein multimerik menjadi protomer. Karena setiap ikatan peptida
mengikat kurang lebih dua buah molekul SDS, polipeptida tersebut memiliki
muatan negatif yang kuat. Dengan demikian, jarak yang ditempuh setiap
polipeptida ketika bermigrasi kearah anoda bergantung pada massa molecular
relatifnya (Mr). Sebagai alternatif lain, PAGE dapat dilaksanakan dalam kondisi
asli yaitu, tanpa adanya SDS atau denaturan lain sehingga struktur kuaterner dan
kerap kali pula aktivitas katalitik enzimnya dapat dipertahankan. Dalam PAGE
dua dimensi (O’Farrell), dimensi pertama memisahkan protein yang terdenaturasi
berdasarkan nilai pl-nya dengan melakukan ekuilibrasi protein tersebut di dalam
medan listrik yang mengandung urea dan dengan gradien pH yang dipertahankan
oleh amfolit terpolimerisasi. Setelah pemrosesan dengan SDS selesai, dimensi
kedua kemudian memisahkan protein berdasarkan ukuran molecular unit
protomernya.

2.6 ENZIM DAPAT DITEMUKAN DI DALAM ORGANEL SPESIFIK


Susunan spasial dan kompartementalisasi enzim, substrat, serta kofaktor di
dalam sel mempunyai makna yang teramat penting. Sebagai contoh, di dalam sel-
sel hati, enzim untuk glikolisis terdapat di dalam sitoplasma sedangkan enzim
untuk siklus asam sitrat di dalam mitokondria. Distribusi enzim diantara berbagai
organel subselular dapat dipelajari setelah dilakukan fraksionasi homogenat sel
melalui sentrifugasi berkecepatan tinggi. Kandungan enzim pada setiap fraksi
kemudian diperiksa.
Penentuan lokasi suatu enzim tertentu didalam sebuah sel atau jaringan pada
keadaan yang relatif tetap acapkali dilakukan dengan prosedur histokimiawi
(“histoenzimologi”). Sayatan tipis jaringan yang dibekukan (frozen section)
dengan ketebalan 2 hingga 10m diproses dengan substrat untuk suatu suatu
enzim tertentu. Di mana terdapat enzim, di situ akan terbentuk produk dari reaksi
yang dikatalisis enzim tersebut. Jika terwarna dan tidak larut, produk akan tetap
berada di tempat pembentukannya dan mengungkap lokasi enzim.
Histoenzimologi menghasilkan gambar grafik dan pola yang relatif bersifat
fisiologik mengenai distribusi enzim.

2.7 ISOZIM MERUPAKAN BENTUK YANG MEMPUNYAI


PERBEDAAN FISIK TETAPI DENGAN AKTIVITAS KATALISIS
YANG SAMA
Kalau teknik pemurnian enzim diaplikasikan, sebagai contoh kepada enzim
malat dehidrogenase yang berasal dari sumber yang berbeda (misal, hati tikus dan
escherichia coli), kita akan melihat dengan jelas bahwa sekalipun enzim malat
dehidrogenae yang berasal dari hati tikus maupun E coli akan mengatalisis reaksi
yang sama, sifat-sifat fisik dan kimiamereka memperlihatkan banyak perbedaan
bemakna. Bnetuk – bentuk fisik berbeda dari aktivitas yang ama juga dapat
ditemukan dalam berbagai jaringan organisme yang sama, dalam tipe-tipe sel
yang berbeda, dalam kompartemen sunselular, atau dalam organisme prokaryotik
seperti E coli. Temuan ini diperoleh sebagai hasil penerapan prosedur pemisahan
elektroforentik pada pemisahan bentuk-bentuk aktivitas enzimatik tertentu yang
berbeda secara elektroforetis.
Pemisahan dan Identifikasi Isoenzim memiliki Nilai Diagnostik
Isozim laktat dehidrogenase dalam serum dapat dilihat dengan melakukan
elektroforesis terhadap sampel serum pada bahan penyangga pati, agar atau gel
poliakrilamoda, yang biasanya dilakukan dengan PH 8,6. isozim tersebut
mempunyai muatan yang belainan pada pH 8,6 ini dan bermigrasi menuju lima
daerah yang berlainan pada elektoferogram. Isozim tersebut dideteksi berdasarkan
kemampuan masing –masing isozim. Mengatalisis proses reaksi suatu zat pewarna
yang tidak berwarna menjadi bentuk yang berwarna dan tidak larut.
Campuran Assay dehidrogenase tipikal mengandung NAD+ suatu substrat
terteduksi , bentuk teroksidasi zat pewarna redoks seperti nitroblue tetrazolium
(NBT), pembawa (carrier) electron intermediet yang diperlukan bagi pemindahan
elektron dari NADH ke NBT, serta pendapat serta ion pengaktif jika dibutuhkan..

LAKTAT DEHIDROGENASE
(Laktat) SH2 S (piruvat)

NAD+ NADH + H+

PMS Tereduksi PMS Teroksidasi

NBT Teroksidasi NBT tereduksi

(Tidak berwarna) (Formazan Biu)

Gambar : reaksi yang dirangkaiakn untuk mendeteksi aktivitas laktat


dehidrogenase pada sebuan elektroferogram. (NBT, netroblue tetrazolium, PMS,
phenazine methosulfate).
Isozim merupakan produk dari gen yang berkerabat erat.
Enzim oligomerik dengan protomer yang tidak sama bisa terdapat. Yang
sering, satu jaringan mengahsilkan terutama satu jenis protomer, sementara
jaringan lain menghasilkan protomer lain. Bila protomer-protomer ini dapat
brgabung melalui berbagai cara untuk membangun sebuah enzim yang aktif
(misal, tetramer), terbentuklah isozim dengan aktifitas enzimatik tersebut.
Isozim laktat dehidrogenase memiliki perbedaan pada tingkat stuktur
kuanternernya. Molekul oligomerik laktat dehidrogenase stuktur kuanternernya.
Molekul oligomerik laktat dehidrogenase (berat molekul 130.000) terdiri atas
empat protomer dengan dua tipe, yaitu tipe H dan M (berat molekul sekitar
34.000). hanya molekul tetramiklah yang mempunyai aktivitas katalitik. Jika
urutan tidak penting, protomer ini dapt dikambinasikan melaLui cara berikut :
HHHH
HHHM
HHMM
HMMM
MMMM
Markert telah menggunakan sejumlah kondisi yang diketahui dapat
membongkar dan membentuk kembali struktur kuanterner untuk menerangkan
hubungan antar isozim laktat dehidrogenase. Pemecahan dan pembentukan
kembali laktat dehidrogenase –I1 atatu laktat dehidrogenase –I5 homogen tidak
emnghasilkan isozim yang baru.
2.8 ANALISIS KUANTITATIF ENZIM PLASMA TERTENTU
MEMPUNYAI MAKNA DIAGNOSTIK.
Enzim plasma nonfungsional tidak melakukan sembanrang fungsi fisiologik
ynag diketahui di dalam darah. Substrat sering tidak ditemukan di dalam plasma,
dan enzim sendiri terdapat di dalam darah manusia normal dengan kadar sampai
sejuta kali lipat lebih rendah daripada kadar di jaringan. Keberadaan enzim di
dalam plasma dengan kadar yang meningkat diatas nilai normalnya menunjukkan
peningkatan laju kerusakan jaringan.
2.9 ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI MEMFASILITASI
PENEGAKAN DIAGNOSIS PENYAKIT GENTIK
Penegakan diagnosis penyakit genetic telah memperoleh dorongan yang luar
biasa dari perkembangan teknologi DNA rekombinan. Meskipun semua penyakit
molecular telah lama diketahui terjadi sbagai akibat perubahan DNA, teknik untuk
pemeriksan langsung terhadap rangkaian DNA, teknik untuk pemeriksaan
langsung terhadap rangkaian DNA baru belakangan ini tersedia. Pengembangan
pelacakan hibridasi untuk fragmen DNA telah menghasilkan sejumlah teknik
penapisan prenatal dengan sensitivitas yang memedai guna menentukan ada
tidaknya kalainan herediter, teknik ini dilakukan dengan memetakan enzim
retriksi DNA yang berasal dari sel-sel janin dalam cairan amnion atau dengan
memeriksa produk yang dihasilkan menggunakan oligonukleotida sebagai
senyawa primer untuk reaksi rantai polimerase, (PCR, polymerase chain
reaction). Pada prinsipnya berbagai pelacak terhadap DNA dapat dilakukan untuk
menengakan diagnosis sebagaian besar penyakit genetik. Sebuah pelacak terhadap
DNA yang dibuat terhadap suatu bagian gen untuk sub unit hemoglobin normal
dapat mendeteksi fragmen restrisik yang emmendek atau tidak ada akibat delesi di
dalam gen tersebut, sebagaiman terjadi pada sebagian penyakit talasemia-, dan
pada tipe-tipe talasemia - serta -, ∆ yang langka.
HASIL DIGESTI RESTRIKSI YANG SUDAH TERLACAK DAPAT
MENGUNGKAPKAN GEN HOMOLOG DENGAN RANGKAIAN BASA
BERBEDA.
Pelacak DNA dapat pula digunakan mendeteksi rangkaian DNA yang
behubungan erat dengan gen. Pemeriksaan analisis ini dapat dikembangkan untuk
mendeteksi berbagai variasi kromosom spesifik (perbedaan dalam rangkaian antar
kromosom homolog). Digesti DNA oleh enzim retriksi endonuklease akan
menghasilkan peta restriksi berbeda-beda (pola fragmen DNA) dari gen-gen
homologyang mengandung rangkaian basa yang berlainan . fenomena ini diberi
nam “polimorfisme panjang fragmen restriksi”. Bagi penyakit genetic yang
berhubungan dengan RFLP,seorang manusia yang menjadi pembawa penyakit
tersebut akan membawa satu kromosom dengan gen normal dan satu kromosom
lagi dengan gen cacat.
RNA KATALITIK
Meskipun jelas bukan merupakan protein, asam ribonukleat (RNA)
tertentu akan memperlihatkan aktivitas katalitik yang sangat spesifik bagi substrat
tertentu. RNA ini yang memenuhi semua kriteria klasik untuk didefinisi sebagai
enzim, disebut ribozim. Meskipun substrat yang dikatalisis oleh ribozim hanya
terbatas pada ikatan fosfodiester RNA, spesifitas kerjanya sepenuhnya sebanding
kerja enzim yang klasik. Ribozim mengatalisis reaksi trans esrterifikasi dan
akhirnya reaksi hidrolisis ikatan fosfodiester dalam molekul RNA. Reaksi ini
diperlancar oleh gugus OH.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Enzim merupakan katalisator yang mengatur kecepata berlangusngnaya
berbagai proses fisiologik
2. Cacat pada fungsi enzim sering menyebabkan penyakit
3. Enzim yang mengatalisis reaksi yang melibatkan pemindahan gugus
isomerisasi, oksido-reduksi, atau sintesis ikatan kovalen memerlukan
substrat yang dikenal dengan koenzim
4. Sebagian besar enzim bersifat sangat spesifik terhadap substratnya, koenzim
serta tipe reaksi yang dikatalisisnya. Meskipun demikian, beberapa enzim
protease juga memecah ester. Bagi enzim yang bekerja pada substrat dapat
pula ikut bereaksi, tetapi umumnya dengan kecepatan yang lebih rendah.
5. Pengukuran aktivitas enzim merupakan hal sentral bagi penentuan kuantitas
enzim dalam riset atau laboratorium klinik.
6. Aktivitas enzim dehidrogenase yang bergantung –NAD(P) + diperiksa secara
spektrofotomentris dengan mengukur perubahan absorbsi pada 330 mm
yang menyertai oksidasi atau reduksi NAD (P)H.
7. Perangkaian enzim lain pada dehidrogenase dapat memperlancar
analisisnya.
8. Untuk menyelidiki struktur mekanisme kerja, dan pengaturan aktivitasnya,
enzim harus dimurnikan hingga mencapai homogeneitas sekitar 95%.
9. teknik pemurnian enzim mencakup presipitasi selektif dengan pelarut garam
atau organic dan kromatografi pada penyangga pertukaran ion, filtrasi gel,
afinitas substrat, ligand zat warna, atau interaksi hidrofobik.
10. kemampuan memanfaatkan teknik rekombinan DNA untuk
mengekspresikan enzim dalam tubuh hospes yang dipilih telah membawa
revolusi dalam teknik pemurnian enzim dengan menghasilkan enzim dalan
jumalh besar yang dalam sebagian besar keadaan, mudah dimurnikan hingga
mencapa homogeneitas.
11. Kemajuan pemurnian dinilai dengan mengukur peningkatan aktifitas
spesifik suatu enzim (aktivitas per unit masa) dan homogenitas akhir lewat
elektroforesis gel poliakrilamida (PAGE).
12. Penentuan lokasi enzim intrasel yang tepat disimpulkan lewat teknik
histokimia dan fraksionasi sel, yang dirangkaiakn dengan analisis enzimatik,
terhadap sayatan jaringan atau fraksi homogenat sel, isozim, bentuk yang
secara fisik berbeda pada enzim nonfungsional di dalam serum menunjukan
kerusakan pada jaringan tertentu manusia, dan memberikan informasi
diagnostik seta prognostic yang berharga.
13. Kemampuan enzim restriksi endonuklease mendeteksi perubahan yang
sangat kecil pada struktur gen telah memungkinkan dokter mendiagnosis
penyakit genetic akibat mutasi yang menghasilkan enzim yang cacat atau
enzim nonfungsional.
14. RNA katalitik yang dikenl sebagai ribozim mengatalisis reaksi hidrolisis
yang sangat spesifik ikatan fosfodiester pada RNA. Reaksi ini amat penting
dalam berbagai pristiwa pemrosesan yang terlibat di dalam maturasi pra-
mRNA
3.2 SARAN
Peranan enzim dalam kesehatan sangat penting, untuk itu manusia
hendaknya lebih menjaga kesehatan. Dan kami penyusun mengharapkan masukan
untuk penyempurnaan makalah ini.
KEPUSTAKAAN

Murray, Robert K, 1996, Harper’s, Biochemistry


Mc. Gilvery, Robert W, And Gerald W, 1983
Page David, 1981.
Triman Jr, 2007 Materi Biokimia, Surabaya

mekanisme kerja enzim


MEKANISME KERJA ENZIM
Molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu dengan yang lain. Jika suatu
molekul substrat menumbuk molekul enzim yang tepat, substrat akan menempel
pada enzim. Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim disebut dengan
sisi aktif. Kemudian terjadi reaksi dan terbentuk molekul produk.
Banyak enzim yang dapat bekerja bolak-balik (reversible). Enzim dapat
mengubah substrat menjadi hasil akhir dan juga dapat mengubah hasil akhir
menjadi substrat jika lingkungannya berubah. Misalnya, enzim lipase dapat
berfungsi katalisator dalam perubahan lemak menjadi asam lemak dan glilserol.
Enzim lipase juga dapat mengubah kembali asam lemak dan gliserol menjadi
lemak (lipid).
Enzim juga bekerja secara spesifik, artinya enzim mempunyai fungsi yang khusus.
Jika enzim berbeda maka hasilnya akan berbeda pula. Misalnya, pemecahan
rafinosa (suatu trisakarida). Jika dilakukan oleh enzim sukrase rafinosa akan
terurai menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan jika dilakukan dengan oleh
enzim emulsion rafinosa akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa.
Ada dua teori mengenai mekanisme kerja enzim, yaitu lock and key theory dan
induced fit theory.
1) Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci)
Teori ini dikemukakan oleh Fischer (1988). Menurutnya, enzim diumpamakan
sebagai gembok karena memiliki sebuah bagian kecil yang dapat berikatan
dengan substrat yang disebut dengan sisi aktif, sedangkan substrat sebagai kunci
karena dapat berikatan secara pas dengan sisi aktif enzim.
Substrat dapat berikatan dengan enzim jika sesuai dengan sisi aktif enzim. Sisi
aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis
substrat saja, hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Substrat yang
mempunyai bentuk ruang yang sesuai dengan sisi aktif enzim akan berikatan dan
membentuk kompleks transisi enzim-substrat. Senyawa transisi ini tidak stabil
sehingga pembentukan produk berlangsung dengan sendirinya. Jika enzim
mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif akan berubah
sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang
sama.
2) Induced Fit Theory (Teori Ketepatan Induksi)
Teori ini dikemukakan oleh Daniel Koshland. Menurutnya, sisi aktif enzim
bersifat fleksibel. Akibatnya, sisi aktif enzim dapat berubah bentuk menyesuaikan
bentuk substrat. Teori ini sesuai dengan mekanisme kerja enzim yangt
sesungguhnya.
Reaksi antara substrat dengan enzim berlangsung karena adanya induksi molekul
substrat terhadap molekul enzim. Menurut teori ini, sisi aktif enzim bersifat
fleksibel dalam menyesuaikan stuktur sesuai dengan struktur substrat. Ketika
substrat memasuki sisi aktif enzim, maka enzim akan terinduksi dan kemudian
mengubah bentuknya sedikit sehingga mengakibatkan perubahan sisi aktif yang
semula tidak cocok menjadi cocok (fit). Kemudian terjadi pengikatan substrat oleh
enzim yang selanjutnya substrat diubah menjadi produk. Produk kemudian
dilepaskan dan enzim kembali pada keadaan semula dan siap untuk mengikat
substrat baru.
Diposkan oleh vhavha di 17.04
Sumber http://vha2rhe2.blogspot.com/2009/11/mekanisme-kerja-enzim.html

Peran enzim dalam metabolisme dan


pemanfaatannya di bidang diagnosis dan pengobatan
Enzim merupakan biomolekul yang mengkatalis reaksi kimia, di mana hampir
semua enzim adalah protein. Pada reaksi-reaksi enzimatik, molekul yang
mengawali reaksi disebut substrat, sedangkan hasilnya disebut produk.[1] Cara
kerja enzim dalam mengkatalisis reaksi kimia substansi lain tidak merubah atau
merusak reaksi ini.[2]

Peran enzim dalam metabolisme

Metabolisme merupakan sekumpulan reaksi kimia yang terjadi pada makhluk


hidup untuk menjaga kelangsungan hidup.[3] Reaksi-reaksi ini meliputi sintesis
molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil (anabolisme) dan penyusunan
molekul besar dari molekul yang lebih kecil (katabolisme). Beberapa reaksi kimia
tersebut antara lain respirasi, glikolisis, fotosintesis pada tumbuhan, dan protein
sintesis. Dengan mengikuti ketentuan bahwa suatu reaksi kimia akan berjalan
lebih cepat dengan adanya asupan energi dari luar (umumnya pemanasan), maka
seyogyanya reaksi kimia yang terjadi pada di dalam tubuh manusia harus diikuti
dengan pemberian panas dari luar. Sebagai contoh adalah pembentukan urea yang
semestinya membutuhkan suhu ratusan derajat Celcius dengan katalisator logam,
hal tersebut tidak mungkin terjadi di dalam suhu tubuh fisiologis manusia, sekitar
37° C. Adanya enzim yang merupakan katalisator biologis menyebabkan reaksi-
reaksi tersebut berjalan dalam suhu fisiologis tubuh manusia, sebab enzim
berperan dalam menurunkan energi aktivasi menjadi lebih rendah dari yang
semestinya dicapai dengan pemberian panas dari luar. Kerja enzim dengan cara
menurunkan energi aktivasi sama sekali tidak mengubah ΔG reaksi (selisih antara
energi bebas produk dan reaktan), sehingga dengan demikian kerja enzim tidak
berlawanan dengan Hukum Hess 1 mengenai kekekalan energi.[4] Selain itu,
enzim menimbulkan pengaruh yang besar pada kecepatan reaksi kimia yang
berlangsung dalam organisme. Reaksi-reaksi yang berlangsung selama beberapa
minggu atau bulan di bawah kondisi laboratorium normal dapat terjadi hanya
dalam beberapa detik di bawah pengaruh enzim di dalam tubuh.[5]

Pemanfaatan enzim sebagai alat diagnosis

Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga
kelompok:

1. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ
akibat penyakit tertentu.

Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti


prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di
cairan ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada
bagian kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan
adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke
lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan tetap. Apabila enzim
intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang
seharusnya, atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka dapat
diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya
membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh
beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang merusak tatanan lipid bilayer),
kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus), berkurangnya aliran
darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya, atau
terjadi perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi
mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh
(penyakit autoimun) dan mengakibatkan kebocoran membrane.

Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan


adalah sebagai berikut:

 Peningkatan aktivitas enzim renin menunjukkan adanya gangguan perfusi


darah ke glomerulus ginjal, sehingga renin akan menghasilkan angiotensin
II dari suatu protein serum yang berfungsi untuk menaikkan tekanan darah
 Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga
mencapai seratus kali lipat (normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan
adanya infeksi virus hepatitis, peningkatan sampai dua puluh kali dapat
terjadi pada penyakit mononucleosis infeksiosa, sedangkan peningkatan
pada kadar yang lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.
 Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga
empat ratus kali menunjukkan adanya pankreasitis akut, dan lain-lain.

2. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis.


Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari
petanda (marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu
senyawa petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya.
Kelebihan penggunaan enzim sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang
dihasilkan sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara
kimia, mampu digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang jumlahnya sangat
sedikit, serta praktis karena kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur.
Contoh penggunaan enzim sebagai reagen adalah sebagai berikut:

 Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter
globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat.
 Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-
oksidase yang dihasilkan bakteri Pseudomonas fluorescens.
 Pengukuran alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan
keracunan alcohol dapat dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol
dehidrogenase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisciae, dan lain-
lain.

3. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia.

Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan


reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang
dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang
digunakan. Selain itu, tidak semua senyawa memiliki enzimnya, terutama
senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan terhadap substrat
dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam
memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh
penggunaannya adalah sebagai berikut:

 Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent


Assay), antibodi mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua
yang sudah ditandai dengan enzim akan mengikat senyawa yang sama.
Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan substrat
enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan
cara imunosupresi biasa. Zat berwarna ini dapat digunakan untuk
menghitung jumlah senyawa yang direaksikan. Enzim yang lazim
digunakan dalam teknik ini adalah peroksidase, fosfatase alkali, glukosa
oksidase, amilase, galaktosidase, dan asetil kolin transferase.
 Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul
kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs
katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat berikatan dengan molekul
(obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini
adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.

Pemanfaatan enzim di bidang pengobatan


Pemanfaatan enzim dalam pengobatan meliputi penggunaan enzim sebagai obat,
pemberian senyawa kimia untuk memanipulasi kinerja suatu enzim dengan
demikian suatu efek tertentu dapat dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan),
serta manipulasi terhadap ikatan protein-ligan sebagai sasaran pengobatan.

1. Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim


untuk mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh
manusia untuk mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya
pemberian enzim sebagai pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat
sementara dan bersifat menetap. [6] Contoh keadaan defisiensi enzim yang
bersifat sementara adalah defisiensi enzim-enzim pencernaan. Seperti yang
diketahui, enzim-enzim pencernaan sangat beragam, beberapa di antaranya adalah
protease dan peptidase yang mengubah protein menjadi asam amino, lipase yang
mengubah lemak menjadi asam lemak, karbohidrase yang mengubah karbohidrat
seperti amilum menjadi glukosa serta nuklease yang mengubah asam nukleat
menjadi nukleotida.[7] Adapun defisiensi enzim yang bersifat menetap
menyebabkan banyak kelainan, yang biasanya juga disebut sebagai kelainan
genetic mengingat enzim merupakan protein yang ditentukan oleh gen. Contoh
kelainan akibat defisiensi enzim antara lain adalah hemofilia. Hemofilia adalah
suatu keadaan di mana penderita mengalami kesulitan penggumpalan darah
(cenderung untuk pendarahan) akibat defisiensi enzim-enzim terkait
penggumpalan darah. Saat ini telah diketahui ada tiga belas faktor, sebagian besar
adalah protease dalam bentuk proenzim, yang diperlukan dalam proses
penggumpalan darah. Pada penderita hemofilia, terdapat gangguan/defisiensi pada
faktor VIII (Anti-Hemophilic Factor), faktor IX, dan faktor XI. Kelainan ini dapat
diatasi dengan transfer gen yang mengkode faktor IX.[8] Diharapkan gen tersebut
dapat mengkode enzim-enzim protease yang diperlukan dalam proses
penggumpalan darah.

2. Enzim sebagai sasaran pengobatan merupakan terapi di mana senyawa tertentu


digunakan untuk memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang
merugikan dapat dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat.
Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat dibagi menjadi terapi di mana enzim sel
individu menjadi sasaran dan terapi di mana enzim bakteri patogen yang menjadi
sasaran.

a) Pada terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi,
digunakan senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai
penghambat bersaing. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini
adalah:

 Diabetes Melitus. Pada penyakit Diabetes Melitus, senyawa yang


diinduksikan adalah akarbosa (acarbose), di mana akarbosa akan bersaing
dengan amilum makanan untuk mendapatkan situs katalitik enzim amilase
(pankreatik α-amilase) yang seyogyanya akan mengubah amilum menjadi
glukosa sederhana. Akibatnya reaksi tersebut akan terganggu, sehingga
kenaikan gula darah setelah makan dapat dikendalikan.[9]
 Penumpukan cairan. Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang
mengatur pertukaran H dan Na di tubulus ginjal, di mana H akan terbuang
keluar bersama urine, sedangkan Na akan diserap kembali ke dalam darah.
Adalah senyawa turunan sulfonamida, yaitu azetolamida yang berfungsi
menghambat kerja enzim tersebut secara kompetitif sehingga pertukaran
kation di tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion Na akan dibuang keluar
bersama dengan urine. Sifat ion Na yang higroskopis menyebabkan air
akan ikut keluar bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa keuntungan
apabila terjadi penumpukan cairan bebas di ruang antar sel (udem).
Dengan kata lain senyawa azetolamida turut berperan dalam menjaga
kesetimbangan cairan tubuh.[10]
 Pengendalian tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan
angiosintase. Enzim renin-EKA berperan dalam menaikkan tekanan darah
dengan menghasilkan produk angiotensin II, sedangkan angiosintase
bekerja terbalik dengan mengurangi aktivitas angiotensin II. Untuk
menghambat kenaikan tekanan darah, maka manipulasi terhadap kerja
enzim khususnya EKA dapat dilakukan dengan pemberian obat
penghambat EKA (ACE Inhibitor).
 Mediator radang prostaglandin yang dibentuk dari asam arakidonat
melibatkan dua enzim, yaitu siklooksigenase I dan II (cox 1 dan cox II).
Ada obat atau senyawa tertentu yang mempengaruhi kinerja cox 1 dan cox
II sehingga dapat digunakan untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit.
 Dengan menggunakan prinsip pengaruh senyawa terhadap enzim, maka
enzim yang berfungsi untuk memecah AMP siklik (cAMP) yaitu
fosfodiesterase (PD) dapat dihambat oleh berbagai senyawa, antara lain
kafein (trimetilxantin), teofilin, pentoksifilin, dan sildenafil. Teofilin
digunakan untuk mengobati sesak nafas karena asma, pentoksifilin
digunakan untuk menambah kelenturan membran sel darah merah
sehingga dapat memasuki relung kapiler, sedangkan sildenafil
menyebabkan relaksasi kapiler di daerah penis sehingga aliran darah yang
masuk akan bertambah dan tertahan untuk beberapa saat.
 Penyakit kanker merupakan penyakit sel ganas yang harus dicegah
penyebarannya. Salah satu cara untuk mencegah penyebarannya adalah
dengan menghambat mitosis sel ganas. Seperti yang diketahui, proses
mitosis memerlukan pembentukan DNA baru (purin dan pirimidin). Pada
pembentukan basa purin, terdapat dua langkah reaksi yang melibatkan
formilasi (penambahan gugus formil) dari asam folat yang telah direduksi.
Reduksi asam folat ini dapat dihambat oleh senyawa ametopterin sehingga
sintesis DNA menjadi tidak berlangsung. Selain itu penggunaan azaserin
dapat menghambat biosintesis purin yang membutuhkan asam glutamate.
6-aminomerkaptopurin juga dapat menghambat adenilosuksinase sehingga
menghambat pembentukan AMP (salah satu bahan DNA).
 Pada penderita penyakit kejiwaan, pemberian obat anti-depresi (senyawa)
inhibitor monoamina oksidase (MAO inhibitor) dapat menghambat enzim
monoamina oksidase yang mengkatalisis oksidasi senyawa amina primer
yang berasal dari hasil dekarboksilasi asam amino. Enzim monoamina
oksidase sendiri merupakan enzim yang mengalami peningkatan jumlah
ada sel susunan saraf penderita penyakit kejiwaan.

b) Pada terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja,


digunakan prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi
yang sama atau menjadi bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada
sel pejamu. Hal ini bertujuan untuk melindungi sel pejamu, sekaligus
meningkatkan spesifitas terapi ini. Karena yang dibidik adalah enzim
mikroorganisme, maka penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah penyakit-
penyakit infeksi. Contoh terapi dengan menjadikan enzim mikroorganisme
sebagai sasaran kerja antara lain:

 Pada penyakit tumor, sel tumor dapat dikendalikan perkembangannya


dengan menghambat mitosisnya. Mitosis sel tumor membutuhkan DNA
baru (purin dan pirimidin baru). Proses ini membutuhkan asam folat
sebagai donor metil yang dapat dibuat oleh mikroorganisme sendiri
dengan memanfaatkan bahan baku asam p-aminobenzoat (PABA),
pteridin, dan asam glutamat. Suatu analog dari PABA, yaitu sulfonamida
dan turunannya dapat dimanfaatkan untuk menghambat pemakaian PABA
untuk membentuk asam folat.
 Penggunaan antibiotika, yaitu senyawa yang dikeluarkan oleh suatu
mikroorganisme di alam bebas dalam rangka mempertahankan substrat
dari kolonisasi oleh mikroorganisme lain dalam memperebutkan sumber
daya, juga berperan dalam terapi. Contohnya adalah penisilin, suatu
antibiotik yang menghambat enzim transpeptidase yang mengkatalisis
dipeptida D-alanil D-alanin sehingga peptidoglikan di dinding sel bakteri
tidak terbentuk dengan sempurna. Bakteri akan rentan terhadap perbedaan
tekanan osmotik sehingga gampang pecah.
 Perbedaan mekanisme sintesis protein antara mikroorganisme dan sel
pejamu juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu prinsip terapi.
Penggunaan antibiotika tertentu dapat menghambat sintesis protein pada
mikroorganisme. Contohnya antara lain:

Ø Tetrasiklin yang menghambat pengikatan asam amino-tRNA pada situs


inisiator subunit 30S dari ribosom sehingga asam amino tidak dibawa oleh tRNA.

Ø Streptomisin yang berikatan langsung dengan subunit 50S dari ribosom


sehingga laju sintesis protein berkurang dan terbentuk protein yang tidak
semestinya akibat kesalahan baca kodon mRNA.

Ø Kloramfenikol yang menyaingi mRNA untuk duduk di ribosom

Ø Neomisin B yang mengubah pengikatan asam amino-tRNA ke kompleks


mRNA ribosom.
3. Interaksi protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. Pengobatan dengan sasaran
interaksi protein-ligan mengacu kepada prinsip interaksi sistem mediator-reseptor,
di mana apabila mediator disaingi oleh molekul analognya sehingga tidak dapat
berikatan dengan reseptor, sehingga efek dari mediator tersebut tidak terjadi.
Contoh pengobatan dengan menjadikan interaksi protein-ligan sebagai sasarannya
antara lain:

a) Pengendalian tekanan darah yang diatur oleh hormon adrenalin. Reseptor yang
terdapat pada hormon adrenalin, yaitu α-reseptor dan β-reseptor dapat dihambat
oleh senyawa-senyawa yang berbeda. Penghambatan pada β-reseptor dapat
menimbulkan efek pelemasan otot polos dan penurunan detak jantung. Obat-
obatan yang bekerja dengan cara tersebut dikenal sebagai β-blocker.

b) Penggunaan antihistamin untuk tujuan tertentu. Histamin merupakan turunan


asam amino histidin yang berperan sangat luas, mulai dari neuromediator,
mediator radang pada kapiler, meningkatkan pembentukan dan pengeluaran asam
lambung HCl, kontraksi otot polos di bronkus, dan lain-lain. Tidak jarang ketika
misalnya terjadi peradangan yang memicu pengeluaran histamin, terjadi efek-efek
lain seperti sakit perut dan lain-lain. Untuk itu dikembangkan senyawa spesifik
yang mampu bekerja sebagai pesaing histamin, yaitu antihistamin. Dengan adanya
antihistamin ini, maka respon yang ditimbulkan akibat kerja histamin dapat
ditekan.

You might also like