You are on page 1of 17

1.

Prinsip Dasar Kesehatan Kerja Oleh Pusat Kesehatan Kerja

Pengertian

• Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh
produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23).
• Konsep dasar dari Upaya Kesehatan Kerja ini adalah : Identifikasi permasalahan,
Evaluasi dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian.

Ruang Lingkup Kesehatan Kerja

Kesehatan Kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan
kondisi yang bertujuan untuk :

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua


lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan
oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan
kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

Kapasitas Kerja, Beban Kerja dan Lingkungan Kerja

Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam
kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan
menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.

Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya
dengan baik.

Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai (modal) awal seseorang untuk melakukan
pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat
depengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja dan lain-lain.

Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau
kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan
atau penyakit akibat kerja.

Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain) dapat
merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya
kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh factor-faktor pelayanan
kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor lainnya.

Lingkungan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang ditimbulkan

Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh
pemajanan dilingkungan kerja. Dewasa ini terdapat kesenjangan antara pengetahuan ilmiah
tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya.

Misalnya antara penyakit yang sudah jelas penularannya dapat melaui darah dan pemakaian
jarum suntik yang berulang-ulang, atau perlindungan yang belum baik pada para pekerja Rumah
sakit dengan kemungkinan terpajan melalui kontak langsung.

Untuk mengantisipasi permasalahan ini maka langkah awal yang penting adalah pengenalan /
identifikasi bahaya yang bisa timbul dan di Evaluasi, kemudian dilakukan pengendalian.

Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya dilingkungan kerja ditempuh tiga
langkah utama, yakni:

1. Pengenalan lingkungan kerja.

Pengenalan linkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal
(�walk through inspection�), dan ini merupakan langkah dasar yang pertama-tama
dilakukan dalam upaya kesehatan kerja.

2. Evaluasi lingkungan kerja.

Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang


mungkin timbul, sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi permasalahan.

3. Pengendalian lingkungan kerja.

Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat/bahan yang


berbahaya dilingkungan kerja. Kedua tahapan sebelumnya, pengenalan dan evaluasi, tidak dapat
menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi hanya dapat dicapai dengan teknologi
pengendalian yang adekuat untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan di kalangan para
pekerja.

−Pengendalian lingkungan (Environmental Control Measures)

Disain dan tata letak yang adekuat


Penghilangan atau pengurangan bahan berbahaya pada
sumbernya.

−Pengendalian perorangan (Personal Control Measures)

Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternatif lain untuk


melindungi pekerja dari bahaya kesehatan. Namun alat pelindung perorangan
harus sesuai dan adekuat .
Pembatasan waktu selama pekerja terpajan terhadap zat tertentu yang
berbahaya dapat menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan
kerja.

Kebersihan perorangan dan pakaiannya, merupakan hal yang penting, terutama


untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan kimia
serta partikel lain.

2.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan Oleh Pusat Kesehatan


Kerja

I. PENDAHULUAN

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang
harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,
memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan
dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari
angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.

Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah


mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.

Diantara sarana kesehatan, Laboratorium Kesehatan merupakan suatu institusi dengan


jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan laboratorium
kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial.
Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium menentukan kesehatan dan
keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi
laboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas laboratorium semakin meningkat.

Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yang
merupakan bahan toksisk korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologi.
Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah pecah, berionisasi dan
radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan
percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan.

Oleh karena itu penerapan budaya �aman dan sehat dalam bekerja� hendaknya
dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor Kesehatan termasuk Laboratorium
Kesehatan.

II. FASILITAS LABORATORIUM

• Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan


pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia
atau bahan yang bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit,
penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh
terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.
• Disain laboratorium harus mempunyai sistem ventilasi yang memadai dengan
sirkulasi udara yang adekuat.
• Disain laboratorium harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap bahan
kimia yang berbahaya yang dipakai.
• Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas
yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
• Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah terbakar dan melindungi tempat
yang aman dari bahaya kebakaran dapat disediakan bendung-bendung talam.
• Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah
sejauh mungkin.
• Tempat penyimpanan di disain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh
bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar.
• Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K).

III. MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan
kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen
tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan
peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan
masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada
akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

1. Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan.


Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30�40% masyarakat pekerja
kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa
anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk
bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan
bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan
non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan
tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan
kecelakaan kerja.

2. Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24
jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut
adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat
menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik
(irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan
jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa
melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan stres.

3. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja
dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja
dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

IV. IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


LABORATORIUM KESEHATAN DAN PENCEGAHANNYA

A. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya
kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan
sampai kepada yang paling berat.

Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :

1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien


2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :

1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari :


o Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
o Lingkungan kerja
o Proses kerja
o Sifat pekerjaan
o Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang
dapat terjadi antara lain karena :
o Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
o Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
o Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
o Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik.

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :

1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk
kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium.

Akibat :

• Ringan
o memar
• Berat
o fraktura, dislokasi, memar otak, dll.

Pencegahan :

• Pakai sepatu anti slip


• Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
• Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak
rata konstruksinya.
• Pemeliharaan lantai dan tangga

2. Mengangkat beban Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat,


terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.

Akibat : cedera pada punggung.

Pencegahan :

• Beban jangan terlalu berat


• Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
• Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah
tungkai bawah sambil berjongkok
• Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.

3. Mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya Hal ini merupakan pekerjaan sehari-hari
di laboratorium

Akibat :

• Tertusuk jarum suntik


• Tertular virus AIDS, Hepatitis B.

Pencegahan :

• Gunakan alat suntik sekali pakai


• Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi
langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan
destruction clip).
• Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup

4. Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang
mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3
unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.

Akibat :

• Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan
kematian.
• Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.

Pencegahan :

• Konstruksi bangunan yang tahan api


• Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
• Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
• Sistem tanda kebakaran
o Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan
segera
o Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara
otomatis
• Jalan untuk menyelamatkan diri
• Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.
• Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.

B. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di laboratorium


kesehatan
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab,
harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja.
Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya
Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah
dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia
juga (WHO).

Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat
luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan
Kerja adalah �penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar
berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut
memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.

Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor


biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan
dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent
yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat
pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit,
tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien,
gawat darurat, karantina dll.)

1) Faktor Biologis

Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain
kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci,
yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang
menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat
menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores
atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.

Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara
teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di
RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang
praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang
infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun
mempunyai peluang terkena infeksi

Pencegahan :

1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi


dan desinfeksi.
2. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam
keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan
infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory
Practice)
4. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan
spesimen secara benar
6. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
7. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8. Kebersihan diri dari petugas.

2) Faktor Kimia

Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-
obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam
komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua
bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka.
Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada
umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena
alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, trhirup
atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.

Pencegahan :

1. �Material safety data sheet� (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas
laboratorium) dengan benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3) Faktor Ergonomi

Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai
efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif,
secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and
to fit the Man to the Job

Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja


dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini
disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak
sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka
panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang
paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain)

4) Faktor Fisik

Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi :

1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian


2. Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan
kecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi
pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol
dapat membahayakan petugas yang menangani.

Pencegahan :

1. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.


2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar laser
6. Filter untuk mikroskop

5) Faktor Psikososial Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan


yang dapat menyebabkan stress :

• Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramahan-tamahan
• Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
• Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja.
• Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal.

V. PENGENDALIAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN KECELAKAAN


MELALUI PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :


1. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
2. Petugas kesehatan dan non kesehatan 1. UU No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
3. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
5. Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
6. Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.

B. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara


lain :

1. Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang
meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
2. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
3. Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-
masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
4. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk
pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat
radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
5. Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan
mengupayakan pencegahannya.

C. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) al.:

1. Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja


2. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan
non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
3. Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain

D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)

Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal
(Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis
pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah
ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan
deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan
dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini
diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat
dan tepat (prompt-treatment)

Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang


meliputi :

1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum


seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai
melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon
pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang
akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umum Pemerikasaan kesehatan awal ini
meliputi:
o Anamnese pekerjaan
o Penyakit yang pernah diderita
o Alrergi
o Imunisasi yang pernah didapat
o Pemeriksaan badan
o Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
 Tuberkulin test
 Psiko test
2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara
berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko
kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar
pemeriksaan berkala

Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus
seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan
lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

1. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus


diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga
ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.

Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern


laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus
merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya
pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak
berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan
dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan
sebagainya.

VI. PENUTUP

Kesehatan dan keselamatan kerja di Laboratorium Kesehatan bertujuan agar petugas,


masyarakat dan lingkungan laboratorium kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan
sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut,
perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak
pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-
jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan,
petunjuk teknis dan pedoman K3 di laboratorium kesehatan serta menjalin kerjasama
lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut. Keterlibatan
dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola laboratorium kesehatan
mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak
petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus
berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai
subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja ,
diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di laboratorium kesehatan
dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada
masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010. (Dr.Erna
Tresnaningsih MOH, PhD,SpOK sebagai Kepala Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI)

3.

Aortic insufficiency

Definition:

Aortic insufficiency is a heart valve disease in which the aortic valve weakens or
balloons, preventing the valve from closing tightly. This leads to backward flow of blood
from the aorta (the largest blood vessel) into the left ventricle (the left lower chamber of
the heart).

Alternative Names:
Aortic valve prolapse; Aortic regurgitation

Causes, incidence, and risk factors:

Aortic insufficiency can result from any condition that weakens the aortic valve. In the
past, rheumatic fever was the primary cause of aortic insufficiency. Now that antibiotics
are used to treat rheumatic fever, other causes are more commonly seen.

These include congenital conditions (abnormalities of the valve which are present at
birth), endocarditis (valve infection), high blood pressure, Marfan's syndrome, aortic
dissection (a tear in the lining of the aorta), ankylosing spondylitis, Reiter's syndrome,
syphilis (now rare), and other disorders.

Aortic insufficiency affects approximately 5 out of every 10,000 people. It is most


common in men between the ages of 30 and 60.

http://tahajudcallmq.wordpress.com/2007/06/16/gerakan-shalat
bermanfaat-untuk-kesehatan-tubuh/
GERAKAN SHALAT BERMANFAAT UNTUK
KESEHATAN TUBUH
Posted on Sabtu, 16 Juni, 2007. Filed under: Hikmah, Kenapa Bertahajud? |

Shalat ternyata tidak hanya menjadi amalan utama di akhirat nanti, tetapi
gerakan-gerakan shalat paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia.
Bahkan dari sudut medis, shalat adalah gudang obat dari berbagai jenis pnyakit.
Allah, Sang Maha Pencipta, tahu persis apa yang sangat dibutuhkan oleh
ciptaanNya, khususnya manusia. Semua perintahNya tidak hanya bernilai
ketakwaan, tetapi juga mempunyai manfaat besar bagi tubuh manusia itu sendiri.
Misalnya, puasa, perintah Allah di rukun Islam ketiga ini sangat diakui
manfaatnya oleh para medis dan ilmuwan dunia barat. Mereka pun serta merta
ikut berpuasa untuk kesehatan diri dan pasien mereka.

Begitu pula dengan shalat. Ibadah shalat merupakan ibadah yang paling
tepat untuk metabolisme dan tekstur tubuh manusia. Gerakan-gerakan di dalam
shalat pun mempunyai manfaat masing-masing. Misalnya:

Takbiratul Ihram

Berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar tlinga, lalu melipatnya di depan
perut atau dada bagian bawah. Gerakan ini bermanfaat untuk melancarkan aliran
darah, getah bening (limfe), dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah
otak memungkinkan darah mengalir lancer ke seluruh tubuh. Saat mengangkat
kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi
lancer. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian
bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya
pada tubuh bagian atas.

Ruku’

Ruku’ yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila
diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala
lurus dengan tulang belakang. Gerakan ini bermanfaat untuk menjaga
kesempurnaan posisi serta fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai
penyangga tubuh dan pusat saraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka
aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut
berfungsi untuk merelaksasikan otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu,
rukuk adalah sarana latihan bagi kemih sehingga gangguan prostate dapat
dicegah.

I’tidal

Bangun dari ruku’, tubuh kembali tegak setelah mengangkat kedua tangan
setinggi telinga. I’tidal merupakan variasi dari postur setelah ruku’ dan sebelum
sujud. Gerakan ini bermanfaat sebagai latihan yang baik bagi organ-organ
pencernaan. Pada saat I’tidal dilakukan, organ-organ pencernaan di dalam perut
mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Tentu memberi efek
melancarkan pencernaan.

Sujud

Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada
lantai. Posisi sujud berguna untuk memompa getah bening ke bagian leher dan
ketiak. Posis jantung di atas otak menyebabkan daerah kaya oksigen bisa
mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang.
Oleh karena itu, sebaiknya lakukan sujud dengan tuma’ninah, tidak tergesa-gesa
agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Posisi seperti ini menghindarkan
seseorang dari gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik ruku’ maupun sujud
memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.

Duduk di antara sujud

Duduk setelah sujud terdiri dari dua macam yaitu iftirosy (tahiyat awal) dan
tawarru’ (tahiyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki. pada saat
iftirosy, tubuh bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan saraf nervus
Ischiadius. Posisi ini mampu menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang
sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarru’ sangat
baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (uretra), kelenjar
kelamin pria (prostate) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan dengan benar,
posisi seperti ini mampu mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada
iftirosy dan tawarru’ menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan
kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga
kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita.

Salam

Gerakan memutar kepala ke kanan dank e kiri secara maksimal. Salam


bermanfaat untuk bermanfaat untuk merelaksasikan otot sekitar leher dan kepala
menyempurnakan aliran darah di kepala sehingga mencegah sakit kepala serta
menjaga kekencangan kulit wajah.

Gerakan sujud tergolong unik. Sujud memiliki falsafah bahwa manusia


meneundukkan diri serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari
pantatnya sendiri. Dari sudut pandang ilmu psikoneuroimunologi (ilmu
mengenai kekebalan tubuh dari sudut pandang psikologis) yang di dalami Prof.
Soleh, gerakan ini mengantarkan manusia pada derajat setinggi-tingginya.
Mengapa?

Dengan melakukan gerakan sujud secara rutin, pembuluh darah di otak terlatih
untuk menerima banyak pasokan oksigen. Pada saat sujud, posisi jantung
berada di atas kepala yang memungkinkan darah mengalir maksimal ke otak.
Artinya, otak mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang memacu kerja sel-
selnya. Dengan kata lain, sujud yang tuma’ninah dan kontinu dapat memicu
peningkatan kecerdasan seseorang.

Setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara
normal. Darah tidk akan memasuki urat saraf di dalam otak melainkan ketika
seseorang sujud dalam shalat. Urat saraf tersebut memerlukan darah untuk
beberapa saat tertentu saja. Ini berarti, darah akan memasuki bagian urat
tersebut mengikuti waktu shalat, sebagaimana yang telah diwajibkan dalam
Islam.

Riset di atas telah mendapat pengakuan dari Harvard University, Amerika


Serikat. Bahkan seorang dokter berkebangsaan Amerika yang tak dikenalnya
menyatakan diri masuk Islam setelah diamdiam melakukan riset pengembangan
khusus mengenai gerakan sujud. Di samping itu, gerakan-gerakan dalam shalat
sekilas mirip gerakan yoga ataupun peregangan (stretching). Intinya, berguna
untuk melenturkan tubuh dan melancarkan peredaran darah. Keunggulan shalat
dibandingkan gerakan lainnya adalah di dalam shalat kita lebih banyak
menggerakkan anggota tubuh, termasuk jari-jari kaki dan tangan.

Sujud adalah latihan kekuatan otot tertentu, termasuk otot dada. Saat sujud,
beban tubuh bagian atas ditumpukan pada lengan hingga telapak tangan. Saat
inilah kontraksi terjadi pada otot dada, bagian tubuh yang menjadi kebanggan
wanita. Payudara tak hanya menjadi lebih indah bentuknya tetapi juga
memperbaiki fungsi kelenjar air susu di dalamnya.

Masih dalam posisi sujud, manfaat lain yang bisa dinikmati kaum hawa
adalah otot-otot perut (rectus abdominis dan obliqus abdominis externus)
berkontraksi penuh saat pinggul serta pinggang terangkat melampaui kepala dan
dada. Kondisi ini melatih organ di sekitar perut untuk mengejan lebih dalam
dan lebih lama yang membantu dalam proses persalinan. Karena di dalam
persalinan dibutuhkan pernapasan yang baik dan kemampuan mengejan yang
mencukupi. Bila otot perut telah berkembang menjadi lebih besar dan kuat, maka
secara alami, otot ini justru menjadi elastis. Kebiasaan sujud menyebabkan
tubuh dapat mengembalikan dan mempertahankan organ-organ perut pada
tempatnya kembali (fiksasi).

Setelah melakukan sujud, kita melakukan gerakan duduk. Dalam shalat


terdapat dua jenis duduk: iftirosy (tahiyat awal) dan tawaru’ (tahiyat akhir). Hal
terpenting adalah turut berkontraksinya otot-otot daerah perineum. Bagi wanita,
di daerah ini terdapat tiga liang yaitu liang persenggamaan, dubur untuk melepas
kotoran, dan saluran kemih. Saat tawarru’, tumit kaki kiri harus menekan daerah
perineum. Punggung kaki harus diletakkan di atas telapak kaki kiri dan tumit kaki
kanan harus menekan pangkal paha kanan. Pada posisi ini tumit kaki kiri akan
memijit dan menekan daerah perineum. Tekanan lembut inilah yang
memperbaiki organ reproduksi di daerah perineum.

Pada dasarnya, seluruh gerakan shalat bertujuan meremajakan tubuh.


Jika tubuh lentur, kerusakan sel dan kulit sedikit terjadi. Apalagi jika dilakukan
secara rutin, maka sel-sel yang rusak dapat segera tergantikan. Regenerasi pun
berlangsung dengan lancar. Alhasil, tubuh senantiasa bugar.

Menuru penelitian Prof. Dr. Muhammad Soleh dalam desertasinya yang


berjudul “Pengaruh Shalat Tahajud terhadap Peningkatan Perubahan Respon
Ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Neuroimunologi” dengan
desertasi itu, Soleh berhasil meraih gelar doctor dalam bidang ilmu kedokteran
pada program pasca sarjana Universitas Surabaya yang dipertahankannya
beberapa waktu lalu.

Shalat tahajud ternyata bukan hanya sekedar shalat tambahan (sunah


muakkad), tetapi jika dilakukan secara rutin dan ikhlas akan bisa mengatasi
penyakit kanker. Secara medis, shalat tahajud mampu menumbuhkan respons
ketahanan tubuh (imunologi) khususnya pada imunoglobin M, G, A, dan
limfositnya yang berupa persepsi serta motivasi positif. Selain itu, juga dapat
mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang
dihadapi.

Selama ini, ulama melihat ikhlas hanya sebagai persoalan mental psikis.
Namun, sebetulnya permasalahan ini dapat dibuktikan dengan teknologi
kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri dapat dibuktikan
secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol dengan parameter kondisi
tubuh. Pada kondisi normal, jumlah kortisol pada pagi hari normalnya antra 38-
690 nmol/liter. Sedangkan pada malam hari atau setelah pukul 24.00, jumlah ini
meningkat menjadi 69-345 nmol/liter.

“Kalau jumlah hormone kortisolnya normal, dapat diindikasikan bahwa


orang tersebut tidak ikhlas karena merasa tertekan. Demikian juga sebaliknya,”
ujarnya seraya menegaskan temuannya ini membantah paradigma lama yang
menganggap ajaran agama Islam semata-mata dogma atau doktrin.

Menurut Dr. Soleh, orang stress biasanya rentan sekali terhadap penyakit
kanker dan infeksi. Dengan melakukan tahajud secara rutin dan disertai
perasaan ihklas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respon imun yang
baik serta besar kemungkinan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker.
Berdasarkan perhitungan medis, shalat tahajud yang demikian menyebabkan
seseorang memiliki ketahanan tubuh yang baik.

Sumber: Eramuslim

Publikasi 02/12/2005 09:50 WIB

You might also like