You are on page 1of 4

Seeorang dokter bedah plastik yang memberi garansi kepada pasiennya

berupa perubahan bentuk hidung dari pesek menjadi mancung,namun pada


kenyataannya setelah operasi hidung pasien menjadi “meleleh”.

Dari contoh kasus di atas, dokter tersebut dapat di katakan melakukan


wanprestasi dan malpraktek. Pada dasarnya rumah sakit merupakan
suatu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat,akan tetapi pelayanan kesehatan yang di berikan oleh rumah
sakit tidak selamanya berjalan dengan lancar,sebagai contoh kasus tersebut
di atas,seorang ahli bedah dalam menjalankan tugasnya sangat diperlukan
kehati-hatian, sebab jika terjadi kelalaian dalam tindakannya maka akan
berdampak buruk bagi pasien serta menimbulkan kerugian bagi si pasien.
Apabila hal ini terjadi, maka pasien dapat menuntut pertanggung jawaban
secara perdata kepada dokter ahli bedah akibat kelalaian yang
ditimbulkannya. Dan rumah sakitpun harus ikut bertanggung jawab atas
segala peristiwa yang terjadi di dalamnya. Hal seperti ini menunjukkan
bahwa masyarakat semakin paham dan kritis terdahap kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan rumah sakit kepada masyarakat, selain itu
masyarakat juga menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai subjek
hukum. Disisi lain, tenaga kesehatan selalu di tuntut untuk hati-hati dan
penuh tanggung jawab dalam melaksanakan standar profesinya.

Hubungan antara dokter dengan pasien dalam hukum kesehatan dikenal


sebagai transaksi terapeutik sebagai suatu perjanjian perdata. Transaksi
terapeutik tunduk pada peraturan mengenai hukum perjanjian buku III
KUHPer. Perjanjian dokter dan pasien dilihat dari isinya merupakan perjanjian
upaya (inspanningverbitenis) dan bukan perjanjian hasil
(resultaatverbitenis). Adanya perjanjian pada transaksi terapeutik ini
melahirkan hak dan kewajiban pada para pihak. Pertanggung jawaban dokter
dalam transaksi terapeutik secara umum dapat dibagi 3 yaitu
pertanggungjawaban atas kerugian yang diakibatkan oleh :

1. Lalai atau kekurang hati-hatian (pasal 1366 KUHPer)

2. Wanprestasi (pasal 1239 KUHPer)

3. Tanggung jawab atasan dan bawahan(pasal 1367 KUHPer), dalam


hal ini antara rumah sakit dan dokter

Dalam pertanggung jawaban tersebut dokter juga wajib untuk tunduk pada
kode etik kedokteran Indonesia, standar profesi, dan standar prosedur
operasional serta ketentuan-ketentuan hukum administrasi (surat tanda
regristrasi, surat ijin praktek) dalam hal menjalankan pekerjaannya sebagai
dokter.

Tinjauan dari hukum pidana,contoh kasus diatas memenuhi syarat pasal-


pasal sebagai berikut :

1. Penganiayaan (pasal 351 ayat 2 KUHP),jika tidak terjadi persetujuan


garansi secara tertulis.

2. Kelalaian (pasal 360 ayat 1 KUHP).

Malpraktek ditinjau dari segi hukum anministrasi,tenaga perawatan


dikatakan telah melakukan “administrative malpractice”,manakala tenaga
perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Pemerintah
mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang
kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk
menjalankan profesinya(Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek),batas
kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila di langgar tenaga
kesehatan tersebut dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
Pelanggaran terhadap hukum administrasi tersebut antara lain seperti dokter
tidak mempunyai Surat Ijin Kerja,Surat Ijin Praktek, atau melanggar batas
kewenangan tenaga keperawatan. Aspek hukum administrasi dalam
Penyelenggaraan praktik kedokteran setiap dokter/dokter gigi yang telah
menyelesaikan pendidikan dan ingin menjalankan praktik kedokteran
dipersyaratkan untuk memiliki ijin. Pada hakekatnya, perangkat izin(formal
atau material) menurut hukum administrasi adalah :

1. Mengarahkan aktivitas artinya, pemberian izin (formal dan material)


dapat member konstribusi,ditegakkannya penerapan standar
profesi dan standar pelayanan yang harus dipenuhi oleh para
dokter(dan dokter gigi) dalam pelaksanaan praktiknya.

2. Mencegah bahaya yang mungkin timbul dalam rangka


penyelenggaraan praktik kedokteran, dan mencegah
penyelenggaraan praktik kedokteran oleh orang yang tidak berhak.

3. Mendistribusikan tenaga dokter(dan dokter gigi),yang dikaitkan


dengan kewenangan pemerintah daerah atas pembatasan tempat
praktik dan penataan Surat Izin Praktik(SIP).

4. Melakukan proses seleksi, yakni penilaian administratif, serta


kemampuan teknis yang harus dipenuhi oleh setiap dokter(dan
dokter gigi).
5. Memberikan perlindungan terhadap warga masyarakat terhadap
praktik yang tidak dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi
tertentu.

Apabila salah satu poin di atas dilanggar maka tenaga perawatan (dokter
dan dokter gigi) telah melakukan malpraktek.

Dokter tersebut dapat di gugat ganti rugi oleh si pasien akibat tidak sesuai
dengan janjinya,bila dokter tersebut memenuhi unsur-unsur hukum perdata,
yaitu:

1. Lalai atau kekurang hati-hatian (pasal 1366 KUHPer)

2. Wanprestasi (pasal 1239 KUHPer)

3. Tanggung jawab atasan dan bawahan(pasal 1367 KUHPer), dalam


hal ini antara rumah sakit dan dokter.

You might also like