You are on page 1of 20

LAPORAN TUGAS SEJARAH

STRATEGI ORGANISASI PERGERAKAN


KEBANGSAAN INDONESIA

DITUJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS


MATA PELAJARAN SEJARAH
DI SMA NEGERI 2 KOTA BENGKULU

Disusun oleh
Dwi Yulystine Tanawi
XI Akselerasi

DINAS PENDIDIKAN NASIONAL ( DIKNAS )


SMA NEGERI 2 KOTA BENGKULU
TAHUN 2010/2011

1
B. STRATEGI ORGANISASI PERGERAKAN KEBANGSAAN
INDONESIA

Pada saat menginjak abad 20 ,sistem kolonial di Indonesia banyak sekali mengalami
perkembangan baik di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Hal ini juga secara
langsung mempengaruhi bangsa Indonesia. Sejak adanya politik etis pada awal tahun 1900
yang dicetuskan oleh Conrad Theodore Van Deventer, banyak sekali lahir golongan elit
terpelajar di Indonesia. Politik etis merupakan bentuk politik balas budi pemerintah Belanda
terhadap bangsa Indonesia yang telah dipolitisasi.
Berkat politik etis, bangsa Indonesia dapat memperoleh pendidikan / edukasi sehingga
dicapai kesadaran emansipasif bangsa. Karena banyaknya kaum terpelajar
yang ada, maka seiring waktu lahirlah organisasi-organisasi yang bergerak di berbagai
bidang, baik politik maupun bidang lainnya yang mengarah kepada kemerdekaan negara
Indonesia. Hal-hal tersebut adalah waktu di mana perjuangan mencapai Indonesia merdeka
dimulai.
Dalam masa pergerakan nasional Indonesia ada dua hal yang pantas dicatat sebagai
momentum sejarah yang paling bersejarah.
Pertama, munculnya gerakan Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. Ini merupakan
organisasi yang paling fenomenal dalam menyarakan kemerdekaan Indonesia dengan cara
melaksanakan aksi nasional dan percaya pada kekuaran sendiri. Perhimpunan Indonesia
adalah suatu gerakan yang mampu membangkitkan semangat, tujuan, dan cita-cita bangsa
Indonesia untuk menentang gerakan imperialisme dan kolonialisme. Dengan segala tindakan
politis yang progresif, gerakan organisasi Perhimpunan Indonesia dapat dikatakan sebagai
“manifesto politik” yang pertama dari semua gerakan nasional yang pernah ada sejak tahun
1908 hingga tahun 1920-an. Manifesto politiknya adalah Indonesia Merdeka.
Kedua, munculnya Sumpah pemuda yang merupakan kristalisasi dari seluruh aspirasi
dan cita-cita bangsa Indonesia untuk bersatu dan memerdekakan diri dari penjajah. Landasan
Sumpah Pemuda saar itu termuat dalam Triloginya yakni satu tanah air Indonesia, satu
bangsa Indonesia dan satu bahasa Indonesia.
Dengan keadaan yang seperti itu, maka sejak tahun 1908 mulai berdirilah organisasi-
organisasi modern di Indonesia baik yang bersifat politik, ekonomi, maupun sosial dan
budaya.
Sejarah Indonesia sejak tahun 1908 memulai babak baru, yaitu babak pergerakan
nasional. Hal itu ditandai dengan berdirinya Budi Utomo. Tiga tahun setelah Boedi Oetomo
lahir, tahun 1911 berdiri organisasi bagi orang-orang Islam di Indonesia, yaitu Sarekat
Dagang Islam (SDI) di Solo oleh Haji Samanhudi. Lalu namanya dirubah menjadi Sarekat
Islam untuk menarik anggota lebih banyak. Selain organisasi yang disebut diatas masih
banyak organisasi lain yang didirikan baik bersifat kooperatif maupun radikal, baik yang di
dalam negeri maupun di luar negeri. Tetapi tujuan dari organisasi tersebut hampir sama yaitu
kemerdekaan Indonesia walaupun tidak terang-terangan diungkapkan. Masa pergerakan

2
nasional di Indonesia terbagi menjadi tiga masa. Dari masa kooperatif, masa radikal, terakhir
masa bertahan.
Banyak sekali organisasi-organisasi radikal yang melakukan aksinya. Antara lain
yaitu ISDV. ISDV adalah organisasi yang berhaluan komunis. Pergerakannya sangat radikal.
Organisasi pergerakan nasional lainnya yang palin gberpengaruh bagi perkembangan bangsa
yaitu PNI. PNI dipelopori tokoh yang sangat gigih memperjuangkan kemerdekaan yaitu Bung
Karno. Tetapi akhirnya karena Gubernur Jenderal pada saat itu sangat reaksioner terhadap
pergerakan maka organisasi ini dinyatakan terlarang dan tokoh-tokohnya diasingkan. PNI
merupakan organisasi yang terakhir yang menandai berakhirnya masa pergerakan radikal.

1. Budi Utomo (BU)

Budi Utomo Wahidin Sudirohusodo

Budi Utomo (ejaan Soewandi: Boedi Oetomo) adalah sebuah organisasi pemuda
yang didirikan oleh Dr. Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908. Berdirinya Budi Utomo
menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada
saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Saat
ini tanggal berdirinya Budi Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional.
Budi Utomo adalah organisasi pergerakan modern yang pertama di Indonesia
dengan memiliki struktur organisasi pengurus tetap, anggota, tujuan dan juga rencana
kerja dengan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan.
Budi Utomo lahir dari inspirasi yang dikemukakan oleh Wahidin Soedirohoesodo di
saat beliau sedang berkeliling ke setiap sekolah untuk menyebarkan beasiswa, salah
satunya STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen). Sejak saat itu,
mahasiswa STOVIA mulai terbuka pikirannya dan mereka mulai mengadakan
pertemuan-pertemuan dan diskusi yang sering dilakukan di perpustakaanSTOVIA oleh
beberapa mahasiswa, antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek,
Saleh, dan Soeleman. Mereka memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk dan selalu
dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh bangsa lain (Belanda), serta bagaimana cara
memperbaiki keadaan yang amat buruk dan tidak adil itu.
Para pejabat pangreh praja (sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan
kepentingan sendiri dan jabatan. Dalam praktik mereka pun tampak menindas rakyat

3
dan bangsa sendiri, misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya untuk
menyenangkan hati atasan dan para penguasa Belanda.
Para pemuda mahasiswa itu juga menyadari bahwa mereka membutuhkan sebuah
organisasi untuk mewadahi mereka, seperti halnya golongan-golongan lain yang
mendirikan perkumpulan hanya untuk golongan mereka seperti Tiong Hoa Hwee
Koan untuk orang Tionghoa dan Indische Bond untuk orang Indo-Belanda. Pemerintah
Hindia Belanda jelas juga tidak bisa diharapkan mau menolong dan memperbaiki nasib
rakyat kecil kaum pribumi, bahkan sebaliknya, merekalah yang selama ini
menyengsarakan kaum pribumi dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang sangat
merugikan rakyat kecil.
Para pemuda itu akhirnya berkesimpulan bahwa merekalah yang harus mengambil
prakarsa menolong rakyatnya sendiri. Pada waktu itulah muncul gagasan Soetomo
untuk mendirikan sebuah perkumpulan yang akan mempersatukan semua orang Jawa,
Sunda, dan Madura yang diharapkan bisa dan bersedia memikirkan serta memperbaiki
nasib bangsanya. Perkumpulan ini tidak bersifat eksklusif tetapi terbuka untuk siapa
saja tanpa melihat kedudukan, kekayaan, atau pendidikannya.
Pada awalnya, para pemuda itu berjuang untuk penduduk yang tinggal di Pulau Jawa
dan Madura, yang untuk mudahnya disebut saja suku bangsa Jawa. Mereka mengakui
bahwa mereka belum mengetahui nasib, aspirasi, dan keinginan suku-suku bangsa lain
di luar Pulau Jawa, terutama Sumatera, Sulawesi, dan Maluku. Apa yang diketahui
adalah bahwa Belanda menguasai suatu wilayah yang disebut Hindia (Timur) Belanda
(Nederlandsch Oost-Indie), tetapi sejarah penjajahan dan nasib suku-suku bangsa yang
ada di wilayah itu bermacam-macam, begitu pula kebudayaannya.
Dengan demikian pada awalnya Budi Utomo memang memusatkan perhatiannya
pada penduduk yang mendiami Pulau Jawa dan Madura saja, karena menurut anggapan
para pemuda itu, penduduk Pulau Jawa dan Madura terikat oleh kebudayaan yang
sama.
Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu ruang
belajar STOVIA, Jakarta, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa
hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo.
Namun, para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa
kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka
berpendapat bahwa "kaum tua"-lah yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para
pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.
Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin
organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priayi" atau para
bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo,
bekas Bupati Karanganyar (presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario Noto
Dirodjo dari Keraton Pakualaman dan wakil ketuanya Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Meluruskan dan memaknai arti sejarah adalah kewajiban pertama sebagai landasan
untuk membangun kecerdasan masyarakat bangsanya . Ini adalah awal dari agenda
dideklarasikannya sebuah gerakan masyarakat intelektual yang dimotori oleh
Dr.Sutomo. Pada tahun 1908 itulah awal mula gagasan Dr.Sutomo beserta kerabat dan
kawan-kawannya untuk mempersatukan seluruh pemuda di tanah air, guna

4
merencanakan agenda Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 . Gerakan tersebut sepakat
menamakan dirinya sebagai Gerakan Budi Utomo, yang berarti Budi yang Utama. Lalu
pada tahun 1928, gerakan nasional Budi Utomo diganti namanya menjadi Budi Utama.
• Berikut ini beberapa usulan yang diberikan oleh organisasi Budi Utomo yaitu:
1. Meninggikan tingkat pengajaran di sekolah guru baik guru bumi putera maupun
sekolah priyayi.
2. Memberi beasiswa bagi orang-orang bumi putera.
3. Menyediakan lebih banyak tempat pada sekolah pertanian.
4. Izin pendirian sekolah desa untuk Budi Utomo.
5. Mengadakan sekolah VAK / kejuruan untuk para bumi putera dan para perempuan.
6. Memelihara tingkat pelajaran di sekolah-sekolah dokter jawa.
7. Mendirikan TK / Taman kanak-kanak untuk bumi putera.
8. Memberikan kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di
sekolah rendah eropa atau sekolah Tionghoa - Belanda.
• Kongres pertama budi utomo diadakan di Yogyakarta pada oktober 1908 untuk
mengkonsolidasikan diri dengan membuat keputusan sebagai berikut :
1. Tidak mengadakan kegiatan politik.
2. Bidang utama adalah pendidikan dan kebudayaan.
3. Terbatas wilayah Jawa dan Madura, kemudian ditambahkan dengan Bali.
4. Mengangkat Adipati Tirtokusumo yang menjabat sebagai Bupati Karanganyar
sebagai ketua dan Dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai wakil ketuanya.
• Pemerintah Hindia-Belanda mengesahkan Budi Utomo sebagai badan hukum yang
sah karena dinilai tidak membahayakan, namun tujuan organisasi Budi Utomo
tidak maksimal karena banyak hal, yakni :
1. Mengalami kesulitan dinansial.
2. Kelurga Adipati Tirtokusumo lebih memperhatikan kepentingan pemerintah
kolonial daripada rakyat.
3. Lebih memajukan pendidikan kaum priyayi dibanding rakyat jelata.
4. Keluarga anggota-anggota dari golongan mahasiswa dan pelajar.
5. Bupati-bupati lebih suka mendirikan organisasi masing-masing.
6. Bahasa belanda lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan Bahasa
Indonesia.
7. Pengaruh golongan priyayi yang mementingkan jabatan lebih kuat
dibandingkan yang nasionalis.

2. Perhimpunan Indonesia (PI)

5
G. Mangunkusumo, Moh. Hatta, Iwa Kusuma Sumantri, Sastro Mulyono, dan M. Sartono
Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia adalah organisasi pelajar dan
mahasiswa Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908. Indische
Vereeniging berdiri atas prakarsa G. Mangunkusumo, Moh. Hatta, Iwa Kusuma
Sumantri, Sastro Mulyono, dan M. Sartono. Mereka menyadari betapa pentingnya
organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah vereeninging ini memasuki
kancah politik. Saat itu pula Vereeniging menerbitkan sebuah buletin yang diberi
nama Hindia Poetera, namun isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada
politik.
Semula, gagasan nama indonesisch (Indonesia) diperkenalkan sebagai
pengganti indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan
itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiër (orang Indonesia).
Pada September 1922, saat pergantian ketua antara Dr. Soetomo dan Herman
Kartawisastra, organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Saat itu
istilah "Indonesier" dan kata sifat "Indonesich" sudah tenar digunakan oleh para
pemrakarsa Politik Etis.
Para anggota Indonesische juga memutuskan untuk menerbitkan kembali
majalah Hindia Poetra dengan Mohammad Hatta sebagai pengasuhnya. Majalah ini
terbit dwibulanan, dengan 16 halaman dan biaya langganan seharga 2,5 gulden setahun.
Penerbitan kembali Hindia Poetra ini menjadi sarana untuk menyebarkan ide-ide
antikolonial. Dalam 2 edisi pertama, Hatta menyumbangkan tulisan kritik mengenai
praktek sewa tanah industri gula Hindia Belanda yang merugikan petani.
Saat Iwa Kusumasumantri menjadi ketua pada 1923, Indonesische mulai
menyebarkan ide non-kooperasi yang mempunyai arti berjuang demi kemerdekaan
tanpa bekerjasama dengan Belanda.
Tahun 1924, saat M. Nazir Datuk Pamoentjak menjadi ketua, nama majalah Hindia
Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka.
Tahun 1925 saat Soekiman Wirjosandjojo menjadi ketua, nama organisasi ini resmi
berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
M. Hatta menjadi Voorzitter (Ketua) PI terlama yaitu sejak awal
tahun 1926 hingga 1930, sebelumnya setiap ketua hanya menjabat selama setahun.
Tokoh-tokoh lain yang menjadi anggota organisasi ini antara lain, Achmad
Soebardjo, Soekiman Wirjosandjojo, Arnold Mononutu, Prof Mr Sunario
Sastrowardoyo, Sastromoeljono, Abdul Madjid, Sutan Sjahrir, Sutomo, Ali
Sastroamidjojo, dll.
Dalam nomor pertama majalah Indonesia Merdeka tahun 1924 yang diterbitkan
Perhimpunan Indonesia dikatakan “Kita memasuki tahun baru dengan pakaian baru dan
nama baru. Pergantian nama itu bukanlah merupakan hasil khayalan secara tiba-tiba,
tetapi hanya merupakan penarikan garis yang dimulai dengan perubahan Indische
Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging.”
Dalam pengantar edisi pertama majalah Indonesia Merdeka, dikemukakan kesamaan
antara penjajahan Indonesia oleh Belanda dan pendudukan Belanda oleh bangsa
Spanyol. Diberi pula argumentasi bahwa orang Indonesia sekarang juga tidak lagi

6
bersedia menyebut negaranya Hindia Belanda seperti halnya orang Belanda yang tidak
mau menyebut Nederland-Spanyol. Pelajaran yang telah diterima dari guru-guru orang
Belanda tentang sejarah Belanda dan cerita keberanian orang Belanda melawan
Spanyol telah menyalakan semangat melawan pemerintahan asing.
Semua karangan yang diterbitkan Indonesia Merdeka, kemudian sampai ke tanah air
dan secara sembunyi-sembunyi dijadikan bahan bacaan populer oleh kalangan muda
Indonesia. Dalam salah satu edisi Indonesia Merdeka, muncul sebuah tulisan yang
dikenal dengan "Manifesto 1925" . Isinya menyangkut ketegasan sikap:
1. Rakyat Indonesia sewajarnya diperintah oleh pemerintah yang dipilih mereka
sendiri
2. Dalam memperjuangkan pemerintahan sendiri itu tidak diperlukan bantuan
dari pihak mana pun dan
3. Tanpa persatuan kukuh dari berbagai unsur rakyat tujuan perjuangan itu sulit
dicapai.

Pemberontakan komunis di pulau Jawa bulan November 1926 sangat mengejutkan


Pemerintah Belanda dan semenjak itu pula gerak-gerik Perhimpunan Indonesia diawasi
secara ketat dan dituding sebagai motor penggerak pemberontakan tersebut.
Pada September 1927 Hatta, Abdul Madjid, Nazir Pamuntjak ditangkap di Den
Haag dan dibawa ke penjara Casiusstraat. Mereka dituduh menjadi anggota
perkumpulan terlarang, terlibat dalam pemberontakan, dan menentang kerajaan
Belanda. Salah satu yang dijadikan barang bukti adalah hubungan dengan Samaoen,
tokoh yang dianggap bertanggungjawab dalam pemberontakan komunis tahun 1926.
Bantuan uang dari Samaoen kemudian dijadikan persoalan dalam pengadilan,
Perhimpunan Indonesia dituding menerima bantuan uang dari Moskwa. Demikian pula
konvensi yang dibuat Hatta dengan Samaoen pada akhir Desember 1926, dikatakan
bahwa PI mengadakan kerjasama dengan komunis untuk melawan pemerintah kolonial.
Perhimpuan Indonesia adalah organisasi yang berpusat di Belanda dan tidak
mempunyai cabang di Indonesia, akan tetapi mempunyai hubungan erat dengan dengan
orang-orang sehaluan dengan PI seperti Soenario, Sartono, Ishak, Budhiarto, Suyadi
dll.
Pada beberapa tempat di Indonesia didirikan komite, tugasnya menyiapkan segala
sesuatu yang diperlukan untuk Kongres Nasional Indonesia yang akan diadakan
di Bandung pada akhir tahun 1927. Tujuannya ialah mendirikan Indonesisch
Nationalistische Volkspartij (Partai Nasional Rakyat Indonesia). Komite-komite
didirikan sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh Perhimpunan Indonesia.
Namun sebelum Kongres dimaksud terlaksana, Hatta dan teman-temannya sudah
dijebloskan ke dalam penjara di Den Haag.
Kegiatan Perhimpunan Indonesia (PI) pada tahun 1926-1927 adalah menghadiri
kongres internasional seperti:
• Kongres Demokrat Internasional di Bierville (1926) dan Perhimpunan
Indonesia diwakili oleh Drs. Moh. Hatta

7
• Kongres Liga Melawan Imperialisme dan Penindasan di Brussel (1927) dan
Perhimpunan Indonesia diwakili oleh Drs. Moh. Hatta

3. Sarekat Islam (SI)

R.M. Tirtoadisuryo

Sarekat Islam (SI) adalah sebuah organisasi perdagangan berlandaskan hukum


Islam. SI adalah salah satu organisasi kebangsaan di Indonesia. Tujuan dari SI awalnya
adalah melawan dominasi pedagang asing dan keturunan dengan nama Sarekat Dagang
Islam (SDI). Selanjutnya keadaan politik dan sosial mendukung SI menjadi organisasi
yang tampil di perpolitikan, maka SDI berubah nama menjadi SI atau Sarekat Islam.
Beberapa sejarawan menganggap kelahiran SI pantas dijadikan tolak ukur awal dalam
pergerakan Indonesia selanjutnya.
Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan
pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji
Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para
pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan
pedagang-pedagang besar Timur Asing.
Pada saat itu, pedagang-pedagang tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki
hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Indonesia lainnya. Kebijakan yang
sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian menimbulkan
perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi.
SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan
perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi,
perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang
berpengaruh. R.M. Tirtoadisuryo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiah
di Batavia. Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu
di Buitenzorg. Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan
organisasi serupa tahun 1912. Tjokroaminoto masuk SI bersama Hasan Ali Surati,
seorang keturunan India, yang kelak kemudian memegang keuangan surat kabar SI,
Utusan Hindia. Tjokroaminoto kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah
nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI).
8
Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto,
nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak
hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika
ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan jiwa dagang.
2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat
rakyat.
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
5. Hidup menurut perintah agama.

SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di
antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka
untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai badan
hukum. Pada awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya
diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur
politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik
dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan
kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan
Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya
partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya
ke Volksraad tahun 1917.
Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini
Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan
bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antar bangsa Indonesia, membantu
anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi, serta mengembangkan kehidupan
relijius dalam masyarakat Indonesia. Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober
1917. Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29 September hingga 6
Oktober 1918 di Surabaya. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan jika Belanda
tidak melakukan reformasi sosial berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di luar
parlemen.
SI yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham
sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan
organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada
mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham yang
mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari
Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya kurang berhasil. Sehingga mereka
menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil
menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu membela
rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan cara yang berbeda.

9
Dengan usaha yang baik, mereka berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh muda SI
seperti Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini
menyebabkan SI pecah menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto
dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen. SI merah berlandaskan asas sosialisme-
komunisme. Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh
SI antar lain:
1. Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki
kekuasaan yang lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri.
Pemimpin cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya,
dalam hal ini Semaoen adalah ketua SI Semarang.
2. Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai,
mengingat pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan
organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI) dan berhasil
meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi 20.000 orang
pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang.
3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan
membumbungnya harga-harga dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk
mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan dengan mudahnya rakyat
memihak pada ISDV.
4. Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu
Terbuka (sistem liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan
wabah pes yang melanda pada tahun 1917 di Semarang.
SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto) berhaluan kanan berpusat di
kota Yogyakarta. Sedangkan SI Merah (Semaoen, Alimin, Darsono) berhaluan kiri
berpusat di kota Semarang. Sedangkan HOS Tjokroaminoto merupakan penengah di
antara kedua kubu tersebut, walaupun beliau lebih mengarah kepada SI Putih. Jurang
antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya
pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-
Islamisme.
Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi.
Anggota SI harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan agar SI bersih
dari unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga Tan Malaka
meminta pengecualian bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil karena disiplin partai
diterima dengan mayoritas suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari
Muhammadiyah dan Persis pun turut pula dikeluarkan, karena disiplin partai tidak
memperbolehkannya.
Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat lagi dalam kongres SI pada bulan
Februari 1923 di Madiun. Dalam kongres, Tjokroaminoto memusatkan tentang
peningkatan pendidikan kader SI dalam memperkuat organisasi dan pengubahan nama
SI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI).
Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan bahwa tujuan perjuangan adalah
mencapai kemedekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah PSI ditambah
namanya dengan Indonesia sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).

10
Pada tahun itu juga PSII menggabungkan diri dengan Permufakatan Perhimpunan-
Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pada tahun 1930, akibat keragaman cara pandang di antara anggota partai, PSII
pecah menjadi beberapa partai politik, diantaranya Partai Islam
Indonesia dipimpin Sukiman, PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII sendiri.
Perpecahan itu melemahkan PSII dalam perjuangannya.

4. Indische Partij

Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo

Indiche Partij adalah partai politik pertama di Hindia Belanda. Didirikan pada tahun
1912 oleh tiga serangkai, yaitu Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat. Melalui partai ini, Ernest Douwes Dekker mendesak pemerintah untuk
mengubah garis kebijaksanaan yang ditempuh. Gagasan-gagasan demikian yang
muncul dalam pers Hindia-Belanda mendapat perhatian bukan hanya di kalangan kaum
Indo, tetapi juga di kalangan pribumi yang sudah mendapat pendidikan Barat dan
menguasai bahasa Belanda, di antaranya Dr Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi
Soerjaningrat. Bersama kedua tokoh ini Ernest Douwes Dekker mengadakan aksi
antikolonial sehingga mereka sering dianggap sebagai tiga serangkai. Dalam hubungan
ini tiga serangkai memelopori gerakan politik dengan resmi membentuk Indische Partij
atau Partai Hindia. Asas perjuangan Indiche Partij adalah nasionalisme dan kooperatif.
Semboyannya berbunyi : Indie los van Holland (Hindia bebas dari Holland) dan Indie
voor Inders (Hindia untuk orang Hindia). Keanggotaanya bersifat terbuka bagi semua
orang tanpa pandang bulu, dengan tujuan:
1. Membangkitkan rasa cinta tanah air Indonesia

11
2. Membangun kerja sama untuk kemajuan tanah air mempersiapkan tanah air bagi
kehidupan bangsa yang merdeka
Tujuan partai ini benar-benar revolusioner, karena ingin mendobrak kenyataan
politik rasial yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Tindakan
itu terlihat nyata ketika pada tahun 1913, pemerintah kolonial Belanda akan
mengadakan upacara 100 tahun bebasnya negeri Belanda dari jajahan Perancis
(Napoleon Bonaparte), dengan cara memungut dana dari rakyat Indonesia.
Melalui majalah De Express, Suwardi Suryaningrat menulis sebuah artikel yang
mengkritik pemerintah Belanda dengan judul "Als ik eens
Nederlander was" (Jika Aku Seorang Belanda).
Berikut kutipannya
“………Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan
pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya.
Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk
menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk
menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita garuk
pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang
Belanda, apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama
ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengkongsi suatu pekerjaan
yang ia sendiri tidak ada kepentingan sedikitpun . Seandainya aku seorang Belanda, aku
protes peringatan yang akan diadakan itu. Aku akan peringatkan kawan-kawan
penjajah, bahwa sesungguhnya sangat berbahaya pada saat itu mengadakan perayaan
peringatan kemerdekaan. Aku akan peringatkan semua bangsa Belanda jangan
menyinggung peradaban bangsa Indonesia yang baru bangun dan menjadi berani.
Sungguh aku akan protes sekeras-kerasnya……..”
Akibat dari tindakan yang radikal melalui artikel tersebut, pemerintah Belanda
dibuat resah dan pada tanggal 31 Maret 1913 , tiga serangkai diasingkan (diinternir).
Douwes Dekker dibuang ke Timor (Kupang). Tjipto Mangunkusumo dibuang ke Banda
sedangkan Suwardi Suryaningrat dibuang ke Bangka. Tidak lama kemudian mereka
dieksternir (diasingkan) ke Belanda.
Namun pada tahun 1914 ,Cipto Mangunkusumo diizinkan kembali karena masalah
kesehatan. Pada tahun 1917 Douwes Dekker dibebaskan dari hukuman dan Suwardi
Suryaningrat pada tahun 1918 ,lalu kembali ke Indonesia. Bersamaan dengan waktu
pengasingan 3 serangkai dimulai, pemerintah Hindia Belanda telah membubarkan
Indische Partij.
Partai ini sudah dilarang karena sikapnya yang radikal untuk menuntut
kemerdekaan ,namun perjuangan masih terus berlanjut. Sebagian besar anggotanya
berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde dan Comite Boemi Poetra. Pengalaman di
pengasingan atau dibuang tidak membuat tokoh-tokoh 3 serangkai jera dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

5. Partai Komunis Indonesia (PKI)

12
Lambang PKI
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang
berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan
pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926,
mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 dan membunuh 6 jenderal
TNI AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan peristiwa
G30S/PKI.
Partai ini didirikan atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914,
dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) (atau Persatuan
Sosial Demokrat Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas
85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial
Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda.
Pada Oktober 101 SM ISDV yang dipimpin oleh Semaun ini mulai aktif dalam
penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya
adalah Adolf Baars. Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan
Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari
semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun
demikian, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di
bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di
Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, kelompok reformis dari
ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial
Hindia. Pada 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu,
"Soeara Merdeka".
ISDV terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah.
Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah
sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di
kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas
warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia. Pada1919, ISDV hanya mempunyai
25 orang Belanda di antara anggotanya, dari jumlah keseluruhan kurang dari
400.0000.0000. orang anggota.
Pada awalnya PKI adalah gerakan yang berasimilasi ke dalam Sarekat Islam.
Keadaan yang semakin parah dimana ada perselisihan antara para anggotanya, terutama
di Semarang dan Yogyakarta membuat Sarekat Islam melaksanakan disiplin partai.
Yakni melarang anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan pergerakan
Indonesia. Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota yang beraliran komunis
kesal dan keluar dari partai dan membentuk partai baru yang disebut ISDV. Pada

13
Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi
Perserikatan Komunis di Hindia.
PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari Komunis
Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada kongresnya kedua Komunis
Internasional pada 1920. Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah
menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan
kolonial di Jawa Barat dan Sumatra Barat. PKI mengumumkan terbentuknya
sebuah republik. Pemberontakan ini dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial.
Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308 orang,
umumnya kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan di Papua.
Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-komunis yang
juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas pemberontakan
kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda.
Karena itu, PKI kemudian bergerak di bawah tanah.
Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam
perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas oleh Tan
Malaka, salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di
Sumatra. Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di cap sebagai pengikut Leon
Trotsky yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia. Walau begitu,
beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di Jawa terjadi.
Semisal Pemberontakan Silungkang di Sumatra.
Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri,
terutama karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin
PKI Moeso kembali dari pembuangan diMoskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali
PKI dalam gerakannya di bawh tanah. Namun Moeso hanya tinggal sebentar di
Indonesia. Kini PKI bergerak dalam berbagai front, seperti misalnya Gerindodan
serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa
Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpoenan Indonesia , yang tak lama
kemudian berada di dalam kontrol PKI.
Puncak aksi PKI adalah pemberotakan terhadap RI pada 18
September 1948 di Madiun, Jawa Timur. Tujuan pemberontakan itu adalah
meruntuhkan negara RI dan menggantinya dengan negara komunis. Dalam aksi ini
beberapa pejabat, perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan rakyat yang dianggap
musuh dibunuh dengan kejam. Tindakan kekejaman ini membuat rakyat marah dan
mengutuk PKI.
Tokoh-tokoh pejuang dan pasukan TNI memang sedang menghadapi Belanda, tetapi
pemerintah RI mampu bertindak cepat. Panglima Besar Soedirman memerintahkan
Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk
menjalankan operasi penumpasan pemberontakan PKI. Pada 30 September 1948,
Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI dan polisi. Dalam operasi ini Muso berhasil
ditembak mati sedangkan Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan
dijatuhi hukuman mati.

14
Dalam Peristiwa Madiun September 1948, pengikut PKI antara lain menangkap
Bupati Magetan Sakidi. Algojo PKI merentangkan sebuah tangga membelintang di atas
sebuah sumur di Soco. Lalu tubuh sang bupati dibaringkan di atas tangga itu. Ketika
telentang terikat seperti itu, algojo menggergaji tubuh Sakidi sampai putus dua,
langsung dijatuhkan ke dalam sumur. Nyonya Sakidi yang mendengar suaminya
dieksekusi di Soco, menyusul ke sana dengan menggendong dua anaknya yang berusia
1 dan 3 tahun. Dia nekad minta melihat jenazah suaminya. Repot melayaninya, PKI
sekalian membantai perempuan itu disaksikan kedua anaknya, lalu dicemplungkan juga
ke dalam sumur. Di Pati dan Wirosari, dubur warga desa ditusuk dengan bambu
runcing lalu ditancapkan di tengah sawah bagai orang-orangan pengusir burung.
Sementara itu, seorang perempuan ditusuk vaginanya dengan bambu runcing lalu juga
ditancapkan di tengah sawah.Kekejaman Peristiwa Madiun ini melekat sebagai ingatan
traumatik penduduk di sekitar Madiun itu.

6. Partai Nasional Indonesia (PNI)

Rapat PNI
Partai Nasional Indonesia berdiri tahun 1927. Dilatarbelakangi oleh pemikiran-
pemikiran para mahasiswa yang dulunya tergabung dalam Perhimpunan Indonesia.
Walaupun satu sama lain dari kedua organisasi tersebut tidak memiliki hubungan, tetapi
kesamaan pola pikir dan prinsip-prinsip yang hampir sama dimiliki keduanya.
Propaganda-propaganda yang dilakukan oleh PNI pada masa permulaan juga dinilai
merupakan kelanjutan propaganda-propaganda dari Perhimpunan Indonesia.
Suasana politik yang sedang memanas, respon pemerintah Hindia Belanda yang
reaksioner, tumbuh dan berkembangnya paham-paham Nasionalisme modern di
Indonesia telah memberikan jalan kearah terciptanya gerakan-gerakan yang sifatnya
tidak evolusioner lagi, tetapi kegerakan yang lebih bercorak Nasionalisme murni dan
bersifat “radikal”.
Kegagalan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1926/1927
yang juga mengakibatkan partai tersebut menjadi terlarang untuk berdiri di Indonesia,
mengakibatkan banyak anggotanya kebingungan. Mereka menginginkan terus berjuang
untuk terciptanya kehidupan baru bagi masyarakat, oleh karena itu mereka masih butuh
15
tempat atau wadah yang menampung aspirasi politiknya. Tetapi pada masa itu tidak ada
partai atau perhimpunan yang dianggap seuai dengan apa yang mereka cita-citakan.
Oleh sebab itu butuh pembentukan wadah baru yang bersifat revolusioner dan mudah
diterima.
Awal mulanya kelahiran PNI ditandai dengan pembentukan kelompok-kelompok
studi di Surabaya oleh Sutomo dan Bandung oleh Soekarno yang kemudian
berkembang ke seluruh Jawa dan meluas lagi ke luar Jawa. Tujuan pendirian
kelompok-kelompok studi ini agar para pelajar Jawa dapat bersatu, menanamkan
kesadaran kepada mereka bahwaIndonesia adalah suatu bangsa.
Dari kelompok-kelompok belajar tersebut, banyak dilakukan pertemuan-pertemuan
yang membicarakan keadaan-keadaan sosial politik pada saat tersebut. Pada bulan April
di kediaman Soekarno merencanakan pembentukan sebuah partai baru. Terdapat orang-
orang yang hadir pada waktu itu seperti Ishak, Sunaryo, Tjipto Mangoenkoesoemo, J.
Tilaar, dan Sujadi. Mereka yang hadir akan menjadi anggota panitia yang harus
mempersiapkan kongres nasional secepatnya. Namun pertemuan ini hanya dilakukan
secara tertutup.
Pertemuan lain dilakukan oleh mereka pada 4 Juli 1927. Mereka merencanakan
rencana pembentukan sebuah partai baru dengan nama Partai Nasional Indonesia (PNI)
secara terbuka. Pertemuan 4 Juli tersebut menetapkan Soekarno sebagai ketua dan
anggaran-anggaran dasar keorganisasian. Tokoh-tokoh lainnya yang juga terlibat
seperti Dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Sartono SH, dan Dr. Samsi.
PNI pun mulai berkembang. Pada akhir tahun 1927 tercatat menjadi 3 cabang. Selain
di Bandung juga terbentuk cabang di Yogyakarta dan di Batavia. Pada bulan Desember
dibentuk juga sebuah panita di Surabaya untuk persiapan pembentukan cabang baru
di kota tersebut. Di Surabaya sendiri PNI resmi berdiri pada 5 Februari 1928.
Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia yang merdeka terlepas dari segala
penjajahan. PNI yakin jika Indonesia merdeka dan terlepas dari penjajahan maka
susunan kehidupan dan struktur sosial masyarakat Indonesia akan kembali seperti
sebagaimana mestinya. Tujuan tersebut bisa dipakai kalau kita bisa berdiri sendiri atau
percaya pada diri sendiri, dan tidak bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.
PNI yakin, dengan gerakan-gerakannya yang revolusioner pemerintah kolonial Belanda
tidak akan memberikan, membantu, atau memberi jalan untuk tercapainya suatu
kemerdekaan.
Organisasi ini mulai menanjak dan terkenal. Propaganda-propaganda tulisan maupun
lisannya banyak menyihir dan mempengaruhi rakyat. Pada permulaannya tema yang
banyak diangkat adalah tentang hubungan yang sifatnya penjajahan dan konflik yang
tidak dapat dihindari antara kaum penjajah dan kaunm yang di jajah, perlunya melawan
front kulit putih, perlunya pembentukan negara dalam negara, perlunya menumbuhkan
percaya akan kekuatan diri sendiri dan melepaskannya ketergantungan kita pada
Belanda dengan jalan “berdiri dengan kaki sendiri” untuk meraih kemerdekaan.
Dalam rapat tanggal 17- 18 Desember 1927 di Bandung terjadi suatu momen dimana
organisasi-organisai pergerakan nasional yang selama ini berjuang di bawah
benderanya masing-masing berkumpul dalam satu forum. Partai Nasional Indonesia
dengan beberapa organisasi lain seperti Partai Sarikat Islam, Budi Utomo, Pasundan,

16
Soematranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studieclub dan Allgemene sepakat
mendirikan federasi perhimpunan politik yang mereka beri nama Permufakatan
Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Pemerintah Kolonial Belanda dibawah tangan Gubernur Jendral De Graeff mulai
geram atas tindakan tindakan PNI. Berbahaya dimata pemerintah kolonial karena PNI
merupakan gerakan yang bersifat revolusioner kerena banyak gagasan dan anggotanya
bekas Perhimpunan Indonesia (PI). Untuk membendung pergerakan-pergerakan
nasional ini, tampaknya pemerintah kolonial belanda mencoba memisahkan kaum
nasionalis moderat dengan kelompok-kelompok nasioalis ekstrim agar mereka tidak
cepat berkembang. Mereka juga menggunakan politik adu domba agar kedua kaum
pergerakan tersebut saling bersengketa dan terpecah.
Pengaruh PNI semakin besar, sebaliknya pemerintah kolonial harus lebih bisa
membendung gerakan-gerakan PNI. Pemerintah menilai PNI berbahaya bagi stabilitas
sosial dan stabilitas politik Hindia Belanda. Untuk itu dilakukanlah berbagai upaya
untuk melakukan tinadakan tegas terhadap tokoh-tokohnya. Isu akan dilancarkannya
gerakan pemberontakan pada tahun 1930 menjadi alasan pemerintah untuk melakukan
penggeledahan pdan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI.
Adapun sebagai hakim, Mr. Dr. R. Siegembeek can Hoekelen menjatuhkan
hukuman kepada Ir. Soekarno dengan 4 tahun penjara, Maskun 2 tahun penjara, Gatot
Mangkupraja 1 tahun 8 bulan, dan Suriadinata 1 tahun 3 bulan.

7. Partai Indonesia (Partindo)

17
Soekarno

Para pemimpin PNI berhasil ditangkap, sehingga pimpinan partai dipegang oleh
Sartono SH. Namun, Sartono merasa khawatir akan kelanjutan dan perkembangan PNI.
Sartono khawatir PNI akan bernasib seperti PKI yang dianggap sebagai partai terlarang
oleh pemerintah Belanda. Kekhawatiran Sartono itu sangat berpengaruh terhadap
anggotanya. Demi keselamatan PNI, akhirnya dibubarkan dan berdirinya partai baru
yaitu Partai Indonesia (Partindo) tahun 1931. Akan tetapi, mereka yang tidak
menyetujui terhadap pembubaran PNI akhirnya membentuk partai lain dengan nama
PNI Baru / PNI Pendidikan.
Setelah Ir. Soekarno dibebaskan dari penjara tahun 1931, beliau memilih Partindo
sebagai alat perjuangannya. Kehadiran Soekarno member semangat baru kepada
anggota-anggotanya, sekaligus juga mengkhawatirkan pemerintah kolonil Belanda.
Soekarno ditangkap lagi dan diasingkan ke Ende, Flores. Pada tahun 1937, dipindahkan
ke Bengkulu dan tahun 1943 dibebaskan oleh Jepang.

8. PNI Pendidikan

18
Moh. Hatta Sutan Sjahrir

Mereka yang tidak setuju dengan pembubaran PNI akhirnya membentuk partai baru
yang bernama PNI Pendidikan yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta dan Sutan Sjahrir
dan berpusat di Bandung. Partai ini bersifat nonkooperatif dan model perjuangannya
sama dengan apa yang pernah dilakukan oleh PI, PNI, dan Partindo.
Gerakan partai ini dianggap sangat berbahaya oleh pemerintah Belanda, sehingga
para pemimpinnya ditangkap dan dibuang ke Digul (1934) dan pada tahun 1936 mereka
dipindahkan ke Belanda, tahun 1942 dipindahkan ke Sukabumi.

9. Partai Indonesia Raya (Parindra)

Parindra

Cikal bakal Parindra adalah Indische Studie Club di Surabaya yang dipimpin oleh
Dr. Sutomo. Pada tahun 1931, perkumpulan ini diubah menjadi Partai Bangsa
Indonesia (PBI). Tujuannya adalah untuk menyempurnakan derajat bangsa Indonesia
dengan melakukan hal-hal yang nyata dan dapat dirasakan oleh rakyat banyak, seperti
memajukan pendidikan, mendirikan koperasi rakyat, mendirikan bank-bank untuk
rakyat, dan juga mendirikan persatuan nelayan.
PBI berkali-kali mengadakan pendekatan dengan Budi Utomo. Dalam usaha
mengadakan pendekatan itu, yang memegang peranan penting adalah Dr. Sutomo
(Ketua PBI dan juga salah seorang pendiri Budi Utomo). PenggabunganVolksraad
(Dewan Rakyat) adalah Moh. Husni Thamrin. Beliau dikenal sebagai seorang ahli debat

19
karena seringnya melontarkan kecaman-kecaman terhadap pemerintah kolonial Belanda
dalam siding dewan rakyat tersebut.

20

You might also like