Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
- Tujuan Pengujian
1. Untuk mengetahui karakteristik logam dan struktur logam dalam hubungannya
dengan sifat-sifat fisik dan mekaniknya.
2. Untuk mengetahui kekerasan dan keuletan suatu logam dan paduannya.
3. Mengetahui fase-fase yang terjadi pada saat pendinginan dilakukan.
4. Mengetahui reaksi-reaksi pembentukan.
- Manfaat Pengujian
1. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap karakteristik logam.
2. Mengetahui pengaruh media pendingin dan massa jenis terhadap karakteristik
logam.
3. Dapat menganalisa dan melihat struktur yang terbentuk lewat pemotretan struktur.
4. Dengan mengetahui sifat logam maka dapat dipilih bahan sesuai dengan
kebutuhan suatu konstruksi yang akan dibuat.
Bab II
Landasan Teori
A B
40μm
Struktur mikro pelet dari serbuk yarosit hasil pengolahan yang disinter pada berbagai suhu.A.1100°C, B.
1200°C, dan C. 1300°C.Warna gelap (hitam), Pori dan warna terang, matriks Fe2O3.
Informasi analitik
- Macrostructure evaluation: pengetsaan kimiawi lebih mendalam biasanya digunakan
untuk mengkarakterisasi material inhomogeneteis skala besar pada komposisi,
struktur, massa jenis, dll. Metode ini biasanya berguna untuk lasan, coran, tempaan,
dan gabungan matriks-organik pada susunan, kerusakan/cacat, dan strukturnya.
- Microstructure evaluation: penampakan karakteristik mengandung informasi
mengenai komposisi, distribusi fasa, sifat-sifat fisik dan mekanik, proses
termomekanika dan kerusakan-kerusakan.
- Quantitative metallography: penampakan yang diobservasi dapat dianalisa untuk
mendapatkan ukuran karakteristik termasuk ukuran butir, fase pecahan volume, dan
dimensi-dimensi linearnya. Ukuran-ukurannya dapat diperoleh dengan cara manual
atau dengan metode semi-automatic komputerisasi dari gambar digital yang
diperoleh.
Aplikasi khas
- Verifikasi perlakuan panas logam paduan
- Pengukuran ketebalan lapisan
- Pengevaluasian pada sendi pematrian atau lasan
- Penentuan kedalaman pengerasan permukaan
- Pengevaluasian ketahanan korosi
- Analisis kegagalan
- Kerusakan mikroskopik pada perlengkapan semikonduktor
- Susunan mikroskopik
Struktur butir
Keterangan:
1. Sementit
Juga dikenal sebagai besi karbida yang memiliki rumus kimia, Fe 3C. Sementit
mengandung 6,67% karbon. Memiliki tipikal keras dan campuran interstisial rapuh
dari kekuatan tariknya yang rendah (kurang lebih 5000 psi) tetapi memiliki kekuatan
tekan yang tinggi. Struktur kristalnya adalah ortorombik.
2. Austenit
Juga dikenal sebagai besi gamma (γ), yang merupakan sebuah larutan padat
interstisial dari karbon yang dilarutkan dalam besi yang memiliki struktur kristal face
centered cubic (FCC). Sifat-sifat austenit rata-rata adalah:
Tensile strength 150,000 psi.
Hardness Rockwell C 40
Toughness High
Normalnya austenit tidak stabil pada suhu kamar. Tapi di bawah kondisi-kondisi
tertentu mungkin saja austenit dihasilkan pada suhu kamar.
3. Ferrit
Juga dikenal sebagai besi alpha (α), yang merupakan larutan padat interstisial dari
sejumlah kecil karbon yang dilarutkan dalam besi yang memiliki sturktur kristal body
centered cubic (BCC). Ferrit adalah struktur yang paling lembut pada diagram besi-
besi karbida. Sifatnya rata-rata adalah:
Toughness Low
4. Perlit (α + Fe3C)
Merupakan campuran eutektoid yang mengandung 0,83% karbon dan terbentuk pada
suhu 1333°F melalui pendinginan yang sangat lambat. Bentuknya sangat datar dan
merupakan campuran antara ferrit dan sementit. Struktur dari perlit seperti matriks
putih (dasarnya dari ferrit) termasuk bentuk pipihnya yang seperti sementit. Sifat rata-
ratanya adalah:
Diperlukan sejumlah dosis dari karbon dan sejumlah dosis dari besi untuk
membentuk sementit (Fe3C). Begitu juga perlit yang membutuhkan sejumlah dosis
dari sementit dan ferrit.
Jika karbon yang diperlukan tidak cukup, yaitu kurang dari 0,83%, besi dan
karbonnya akan menyatu membentuk Fe3C sampai seluruh karbonnya habis terpakai.
Sementit ini akan bergabung dengan sejumlah ferrit untuk membentuk perlit.
Sejumlah sisa dari ferrit akan tinggal didalam struktur sebagai ferrit bebas. Ferrit
bebas juga dikenal sebagai ferrit proeutektoid. Baja yang mengandung ferrit
proeutektoid disebut juga sebagai baja hipoeutektoid.
Bagaimanapun, jika terdapat kelebihan karbon diatas 0,83% pada austenit, perlit akan
terbentuk, dan kekurangan karbon dibawah 0,83% akan membentuk sementit.
Kelebihan kandungan sementit diletakkan pada batas butir. Kelebihan kandungan
sementit ini juga dikenal sebagai sementit proeutektoid.
5. Ledeburit
Adalah campuran eutektik dari austenit dan sementit. Ledeburit mengandung 4,3%
karbon dan menandakan keeutektikan dari besi cor. Ledeburit terbentuk ketika
kandungan karbon lebih dari 2%, yang ditunjukkan oleh garis pembagi pada diagram
equilibrium diantara baja dan besi cor.
6. Besi δ
Besi δ terbentuk pada suhu diantara 2552 dan 2802°F. dia terbentuk dari kombinasi
dengan melt hingga sekitar 0,5% karbon, kombinasi dengan austenit hingga sekitar
0,18% karbon dan keadaan fasa tunggal hingga sekitar 0,10% karbon. Besi δ
memiliki struktur kristal body centered cubic (BCC) dan memiliki sifat magnetik.
Reaksi-reaksi pembentukan
Martensit
Perbedaan antara austenit dengan martensit adalah, dalam beberapa hal, cukup kecil:
pada bentuk austenit sel satuannya berbentuk kubus sempurna, pada saat
bertransformasi menjadi martensit bentuk kubus ini berdistorsi menjadi lebih panjang
dari sebelumnya pada satu dimensi dan menjadi lebih pendek pada dua dimensi yang
lain. Gambaran matematis dari kedua struktur ini cukup berbeda, untuk alasan-alasan
simetri, tapi ikatan kimia yang tertinggal sangat serupa. Tidak seperti sementit, yang
ikatannya mengingatkan kita kepada material keramik, kekerasan pada martensit sulit
dijelaskan dengan hubungan-hubungan kimiawi. Penjelasannya bergantung kepada
perubahan dimensi struktur kristal yang tidak kentara dan kecepatan transformasi
martensit. Austenit bertransformasi menjadi martensit pada pendinginan yang kira-
kira setara dengan kecepatan suara – terlalu cepat bagi atom-atom karbon untuk
keluar melalui kisi-kisi kristal. Distorsi yang menghasilkan sel satuan mengakibatkan
dislokasi kisi-kisi yang tak terhitung jumlahnya pada setiap kristal, yang terdiri dari
jutaan sel satuan. Dislokasi ini membuat struktur kristal sangat tahan terhadap
tegangan geser – yang berarti secara sederhana bahwa ia tidak bisa dilekukkan dan
tergores dengan mudah
Gambar 2 menunjukkan bagian atas dari diagram TTT. Seperti yang terlihat pada
gambar 2, ketika austenit didinginkan ke suhu dibawah temperatur kritis, ia
bertransformasi ke struktur kristal yang berbeda tergantung pada ketidakstabilan
lingkungannya. Laju pendinginannya dapat dipilih secara spesifik sehingga austenit dapat
bertransformasi hingga 50%, 100%, dan lain sebagainya. Jika kecepatan pendinginan
sangat lambat seperti pada proses annealing, kurva pendinginan akan melewati sampai
seluruh area transformasi dan produk akhir dari proses pendinginan ini akan menjadi
100% perlit. Dengan kata lain, ketika laju pendinginan yang diterapkan sangat lambat,
seluruh austenit akan bertransformasi menjadi perlit. Jika laju pendinginan melewati
pertengahan dari daerah transformasi, produk akhirnya adalah 50% austenit dan 50%
perlit, yang berarti bahwa pada laju pendinginan tertentu kita dapat mempertahankan
sebagian dari austenit, tanpa mengubahnya menjadi perlit.
Gbr. 2. Bagian atas dari diagram TTT (daerah transformasi austenit-perlit)
Gbr. 3. Bagian bawah dari diagram TTT (austenit-martensit dan daerah transformasi bainit)
Gbr. 8. Diagram TTT dan struktur mikro yang didapat dengan jenis laju pendinginan yang berbeda
Tidak jauh dari lahirnya TEM, SEM dikembangkan pertama kali tahun 1938
oleh Manfred von Ardenne (ilmuwan Jerman). Konsep dasar dari SEM ini sebenarnya
disampaikan oleh Max Knoll (penemu TEM) pada tahun 1935. SEM bekerja
berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya
informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya gambar yang
didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi.
Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada
mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron
baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel
ketika permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder
atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar
amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT
(cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar
bisa dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan,
sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.
Jenis-jenis mikroskop
1. Mikroskop kontras fase
Merupakan metode dalam metalografi yang memungkinkan dapat memberikan
gambaran dari permukaan yang khusus bahkan juga untuk keadaan tanpa
perbedaan warna atau pantulannya.
Kegunaannya:
- untuk pengamatan paduan yang terdiri dari beberapa fase setelah
dilakukan etsa ringan.
- mendeteksi tingkat awal dari pengendapan, pengamatan dari permukaan celah,
kristal kembar.
- sifat-sifat deformasi lain juga dapat dicek.
2. Mikroskop cahaya terpolarisasi
Merupakan adanya sinar yang jatuh pada permukaan benda uji yang membentuk
bidang terpolarisasi dan sinar yang dipantulkan dianalisis oleh unit polarisasi yang
letaknya berlawanan terhadap polaritas, sehingga bidang polarisasi alat
penganalisis tegak lurus terhadap polaritas.
3. Mikroskop optik
Pengamatan pada mikroskop ini tidak berbeda dengan yang lain karena kita tidak
dapat melihat atom-atom itu satu persatu. Batas butir dapat dianggap berdimensi
dua, bentuknya mungkin melengkung dan sesungguhnya memiliki ketebalan
tertentu yaitu 2-3 kali jarak atom. Ketidakseragaman orientasi antara butiran yang
berdekatan menghasilkan tumpukan atom yang kurang efisien sepanjang batas.
Komponen utama mikroskop optik:
- Cermin datar
- Lensa obyektif
- Lensa okuler
4. Mikroskop scanning electron
Sebuah mikroskop electron dimana gambar yang dihasilkan terbentuk dari sinar
yang disinkronisasikan dengan electron probe melakukan scanning pada objek.
Intensitas gambar yang dibentuk oleh sinar menyebar secara merata atau emisi
sekunder dari specimen ketika probe membenturnya.
Contoh:
Stereo optical microscope Reichart (10 X - 100 X) with CCD camera.
Digital macro recording system with Bosch monochrome camera and Scion
PCI frame grabber.
Resolution 60 Angstroms
Magnification range: 10 X - 180 000 X
SE detector
BSE detetor
STEM detector
Dindima Spectrum digital image acquisition system for SEM
2.2. Teori pengamplasan, pemolesan, dan etsa
Pengamplasan
Proses ini dimaksudkan untuk memperkecil kerusakan permukaan yang terjadi
akibat dari perngerjaan atau pemotongan. Selanjutnya selain proses pengamplasan
harus dilakukan pendinginan secukupnya dengan jalan memberikan fluida pendingin
sehingga struktur-struktur mikronya tidak rusak. Setiap langkah pengamplasan
dilakukan dengan menghilangkan sama sekali bagian yang terdeformasi yang
diperoleh dari langkah pengamplasan sebelumnya. Sangat diinginkan agar waktu
pengamplasan sesingkat mungkin atau tidak memerlukan waktu yang lama.
Pemolesan
Dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Pemolesan kasar
Arah pemolesan tegak lurus dengan arah pengamplasan akhir. Specimen
diarahkan ke depan dan ke belakang agar partikel-partikel absorbsinya dapat
didistribusikan dengan merata diatas piringan pemoles. Specimen harus diputar
untuk mencegah terjadinya ekor komet.
Selama pemolesan, besar penekanan hendaknya jangan terlalu berangsur-angsur
dikurangi. Setiap akhir langkah pemolesan harus dibersihkan. Pemolesan kasar
bertujuan untuk menghilangkan bagian yang terdeformasi akibat dari langkah
sebelumnya.
2. Pemolesan halus
Pemolesan halus dilakukan dengan tangan atau dengan menggunakan pemolesan
otomatis.
Selama proses pemolesan, specimen harus digerakkan secara kontinu dan diputar-
putar untuk mencegah terjadinya ekor komet, partikel abrasive yang digunakan
adalah pasta dengan ukuran 2,1 dan ½ atau alumina ½ dan 1/10 cm.
Kualitas penyiapan yang terbaik untuk suatu specimen metalografi kebanyakan
diperoleh dengan jalan memoles dengan otomatis. Specimen yang dipoles halus
kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk dilihat apakah masih ada goresan-
goresan, kesalahan memoles, inklusi-inklusi non logam, retakan, dsb.
Etsa
Umumnya reaksi yang sesuai untuk etching pada metalografi specimen terdiri
dari organik dan anorganik, alkali dan beberapa sifat dari wujud lain yang kompleks
dalam larutan dengan beberapa bahan pelarut seperti air, alcohol, gliserin atau
campuran dari bahan pelarut ini. Aktivitas dan perilaku umum dari etsa metalografi
mempunyai hubungan dengan salah satu karakteristik berikut:
1. Hydrogen ion concentration
2. Hydroxy ion concentration
3. Kemampuan sifat menodai yang diterima satu atau lebih komponen strukturnya.
Untuk suatu logam atau paduannya yang dietsa secara memuaskan dikehendaki
struktur (detailnya) yang bersih. Tujuannya agar specimen dapat diketahui lebih baik
dari fase yang ada. Etsa bisa dilakukan pada permukaan specimen yang telah
disiapkan dengan pencelupan. Pemilihan metode yang diperlukan tergantung pada
tujuan yang diinginkan waktu pengetsaan specimen penting dalam menemukan etsa
yang digunakan, bergantung pada logam yang dipilih untuk dietsa.
Langkah-langkah etsa:
1. Spesimen yang telah mengalami proses pemolesan dicuci dengan air untuk
menghilangkan serbuk (kotoran polish).
2. Setelah itu specimen dilap dengan menggunakan tissue dan sejenisnya.
3. Permukaan specimen kemudian ditetesi dengan alcohol 97% + HCOO 3 37%
dengan menggunakan pipet.
4. Spesimen yang telah ditetesi dengan alcohol dibilas dengan air kemudian
didinginkan.
5. Setelah kering specimen diletakkan diatas mikroskop kemudian dipotret.
Bab III
Kesimpulan
3.1. Kesimpulan
1. Dengan mengetahui karakteristik logam kita dapat mengetahui sifat-sifat fisik dan
mekanik material.
2. Dengan percobaan metalografi kita dapat mengetahui kekerasan dan keuletan
melalui struktur butirnya.
3. Fasa-fasa yang terjadi pada saat pendinginan dapat diketahui melalui struktur
butir.
4. Reaksi-reaksi pembentukan dapat diketahui setelah pengamatan pada mikroskop.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf Mukhlis
D 211 04 020
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2007