You are on page 1of 26

Bab I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Pengetahuan metalografi pada dasarnya adalah mempelajari karakteristik atau


susunan dari suatu logam atau paduan logam dalam hubungannya dengan suatu analisis
kimia dan metalografi dari suatu logam atau paduan logam. Biasanya logam tidak
memiliki keseluruhan potongan disebabkan oleh pembawaan heterogen dalam logam.
Dewasa ini terdapat beberapa jenis bahan yang digunakan pada industri-industri
atau tujuan-tujuan lain. Untuk mendapatkan material yang baik harus diketahui segala hal
mengenai karakteristik struktural atau susunan dari logam atau paduan logam yang akan
dipakai atau digunakan pada industri-industri atau untuk keperluan lainnya.
Dengan mengetahui karakteristik susunan atau struktur dari suatu logam maka
dengan mudah kita dapat memilih bahan untuk suatu konstruksi tertentu. Dengan
melakukan pengujian metalografi maka dapat dilakukan berbagai jenis perubahan pada
suatu material setelah mengetahui karakteristiknya.
Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pengujian metalografi sangat berperan bagi
dunia industri. Oleh karena itu kita harus berusaha mencari material yang memiliki sifat
dan karakteristik yang baik.
1.2. Tujuan dan Manfaat Pengujian

- Tujuan Pengujian
1. Untuk mengetahui karakteristik logam dan struktur logam dalam hubungannya
dengan sifat-sifat fisik dan mekaniknya.
2. Untuk mengetahui kekerasan dan keuletan suatu logam dan paduannya.
3. Mengetahui fase-fase yang terjadi pada saat pendinginan dilakukan.
4. Mengetahui reaksi-reaksi pembentukan.

- Manfaat Pengujian
1. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap karakteristik logam.
2. Mengetahui pengaruh media pendingin dan massa jenis terhadap karakteristik
logam.
3. Dapat menganalisa dan melihat struktur yang terbentuk lewat pemotretan struktur.
4. Dengan mengetahui sifat logam maka dapat dipilih bahan sesuai dengan
kebutuhan suatu konstruksi yang akan dibuat.
Bab II
Landasan Teori

2.1. Teori Dasar

Pengetahuan metalografi ialah penggambaran secara topografi atau penampakan


mikrostruktur dari permukaan material yang telah disiapkan. Sifat-sifat dan kekhasan dari
suatu material dikendalikan oleh strukturnya yang diperlajari dalam metalografi.
Pada teknik ini, permukaan planar dipersiapkan untuk mendapatkan penyelesaian
yang halus. Bahan kimia atau metode lain dari pengetsaan biasanya digunakan untuk
menggambarkan penampakan mikrostruktur atau makrostruktur, yang mengandung
informasi mengenai distribusi fasa, ukuran butir, kepadatan struktur, dan proses termo-
mekanikanya
Metalografi juga digunakan untuk mengkarakterisasi bentuk makroskopik dan
mikroskopik pada bagian planar dari las, brazes, dan komponen-komponen yang telah
dipabrikasi. Pada analisis kegagalan, morfologi atau keretakan korosi dapat
dikarakterisasi pada cara tes kegagalan. Sampel yang telah disiapkan dapat diperiksa oleh
mata biasa, mikroskop cahaya, dan atau mikroskop electron.
Contoh:

A B

40μm

Struktur mikro pelet dari serbuk yarosit hasil pengolahan yang disinter pada berbagai suhu.A.1100°C, B.
1200°C, dan C. 1300°C.Warna gelap (hitam), Pori dan warna terang, matriks Fe2O3.
 Informasi analitik
- Macrostructure evaluation: pengetsaan kimiawi lebih mendalam biasanya digunakan
untuk mengkarakterisasi material inhomogeneteis skala besar pada komposisi,
struktur, massa jenis, dll. Metode ini biasanya berguna untuk lasan, coran, tempaan,
dan gabungan matriks-organik pada susunan, kerusakan/cacat, dan strukturnya.
- Microstructure evaluation: penampakan karakteristik mengandung informasi
mengenai komposisi, distribusi fasa, sifat-sifat fisik dan mekanik, proses
termomekanika dan kerusakan-kerusakan.
- Quantitative metallography: penampakan yang diobservasi dapat dianalisa untuk
mendapatkan ukuran karakteristik termasuk ukuran butir, fase pecahan volume, dan
dimensi-dimensi linearnya. Ukuran-ukurannya dapat diperoleh dengan cara manual
atau dengan metode semi-automatic komputerisasi dari gambar digital yang
diperoleh.

 Aplikasi khas
- Verifikasi perlakuan panas logam paduan
- Pengukuran ketebalan lapisan
- Pengevaluasian pada sendi pematrian atau lasan
- Penentuan kedalaman pengerasan permukaan
- Pengevaluasian ketahanan korosi
- Analisis kegagalan
- Kerusakan mikroskopik pada perlengkapan semikonduktor
- Susunan mikroskopik
 Struktur butir

Diagram besi-besi karbida

Keterangan:
1. Sementit
Juga dikenal sebagai besi karbida yang memiliki rumus kimia, Fe 3C. Sementit
mengandung 6,67% karbon. Memiliki tipikal keras dan campuran interstisial rapuh
dari kekuatan tariknya yang rendah (kurang lebih 5000 psi) tetapi memiliki kekuatan
tekan yang tinggi. Struktur kristalnya adalah ortorombik.
2. Austenit
Juga dikenal sebagai besi gamma (γ), yang merupakan sebuah larutan padat
interstisial dari karbon yang dilarutkan dalam besi yang memiliki struktur kristal face
centered cubic (FCC). Sifat-sifat austenit rata-rata adalah:
Tensile strength 150,000 psi.

Elongation 10 % in 2 in gage length.

Hardness Rockwell C 40

Toughness High

Table 1. Sifat-sifat dari austenit

Gbr. 1. Struktur kristal austenit

Normalnya austenit tidak stabil pada suhu kamar. Tapi di bawah kondisi-kondisi
tertentu mungkin saja austenit dihasilkan pada suhu kamar.
3. Ferrit
Juga dikenal sebagai besi alpha (α), yang merupakan larutan padat interstisial dari
sejumlah kecil karbon yang dilarutkan dalam besi yang memiliki sturktur kristal body
centered cubic (BCC). Ferrit adalah struktur yang paling lembut pada diagram besi-
besi karbida. Sifatnya rata-rata adalah:

Tensile Strength 40,000 psi

Elongation 40 % in 2 in gage length


Hardness Less than Rockwell C 0 or less than
Rockwell B 90.

Toughness Low

Table 2. Properti dari ferrit.

Gbr. 2. Struktur kristal ferrit (besi alpha)

4. Perlit (α + Fe3C)
Merupakan campuran eutektoid yang mengandung 0,83% karbon dan terbentuk pada
suhu 1333°F melalui pendinginan yang sangat lambat. Bentuknya sangat datar dan
merupakan campuran antara ferrit dan sementit. Struktur dari perlit seperti matriks
putih (dasarnya dari ferrit) termasuk bentuk pipihnya yang seperti sementit. Sifat rata-
ratanya adalah:

Tensile Strength 120,000 psi

Elongation 20 % in 2 in gage length

Hardness Rockwell C 20 or BHN 250-300

Table 3. Properti dari perlit


Gbr. 3. Mikrostruktur dari perlit (cahaya dasarnya adalah matriks ferrit, garis hitamnya adalah jaringan
sementit)

Diperlukan sejumlah dosis dari karbon dan sejumlah dosis dari besi untuk
membentuk sementit (Fe3C). Begitu juga perlit yang membutuhkan sejumlah dosis
dari sementit dan ferrit.
Jika karbon yang diperlukan tidak cukup, yaitu kurang dari 0,83%, besi dan
karbonnya akan menyatu membentuk Fe3C sampai seluruh karbonnya habis terpakai.
Sementit ini akan bergabung dengan sejumlah ferrit untuk membentuk perlit.
Sejumlah sisa dari ferrit akan tinggal didalam struktur sebagai ferrit bebas. Ferrit
bebas juga dikenal sebagai ferrit proeutektoid. Baja yang mengandung ferrit
proeutektoid disebut juga sebagai baja hipoeutektoid.
Bagaimanapun, jika terdapat kelebihan karbon diatas 0,83% pada austenit, perlit akan
terbentuk, dan kekurangan karbon dibawah 0,83% akan membentuk sementit.
Kelebihan kandungan sementit diletakkan pada batas butir. Kelebihan kandungan
sementit ini juga dikenal sebagai sementit proeutektoid.
5. Ledeburit
Adalah campuran eutektik dari austenit dan sementit. Ledeburit mengandung 4,3%
karbon dan menandakan keeutektikan dari besi cor. Ledeburit terbentuk ketika
kandungan karbon lebih dari 2%, yang ditunjukkan oleh garis pembagi pada diagram
equilibrium diantara baja dan besi cor.
6. Besi δ
Besi δ terbentuk pada suhu diantara 2552 dan 2802°F. dia terbentuk dari kombinasi
dengan melt hingga sekitar 0,5% karbon, kombinasi dengan austenit hingga sekitar
0,18% karbon dan keadaan fasa tunggal hingga sekitar 0,10% karbon. Besi δ
memiliki struktur kristal body centered cubic (BCC) dan memiliki sifat magnetik.

Reaksi-reaksi pembentukan
 Martensit
Perbedaan antara austenit dengan martensit adalah, dalam beberapa hal, cukup kecil:
pada bentuk austenit sel satuannya berbentuk kubus sempurna, pada saat
bertransformasi menjadi martensit bentuk kubus ini berdistorsi menjadi lebih panjang
dari sebelumnya pada satu dimensi dan menjadi lebih pendek pada dua dimensi yang
lain. Gambaran matematis dari kedua struktur ini cukup berbeda, untuk alasan-alasan
simetri, tapi ikatan kimia yang tertinggal sangat serupa. Tidak seperti sementit, yang
ikatannya mengingatkan kita kepada material keramik, kekerasan pada martensit sulit
dijelaskan dengan hubungan-hubungan kimiawi. Penjelasannya bergantung kepada
perubahan dimensi struktur kristal yang tidak kentara dan kecepatan transformasi
martensit. Austenit bertransformasi menjadi martensit pada pendinginan yang kira-
kira setara dengan kecepatan suara – terlalu cepat bagi atom-atom karbon untuk
keluar melalui kisi-kisi kristal. Distorsi yang menghasilkan sel satuan mengakibatkan
dislokasi kisi-kisi yang tak terhitung jumlahnya pada setiap kristal, yang terdiri dari
jutaan sel satuan. Dislokasi ini membuat struktur kristal sangat tahan terhadap
tegangan geser – yang berarti secara sederhana bahwa ia tidak bisa dilekukkan dan
tergores dengan mudah

Body Centered Tetragonal


Photomicrograph of Martensite Structure
Unit Cell
 DIAGRAM TTT

Diagram TTT (Time, Temperature, dan Transformation) adalah sebuah gambaran


dari suhu (temperatur) terhadap waktu logaritma untuk baja paduan dengan komposisi
tertentu. Diagram ini biasanya digunakan untuk menentukan kapan transformasi mulai
dan berakhir pada perlakuan panas yang isothermal (temperatur konstan) sebelum
menjadi campuran Austenit. Ketika Austenit didinginkan secara perlahan-lahan sampai
pada suhu dibawah temperatur kritis, struktur yang terbentuk ialah Perlit. Semakin
meningkat laju pendinginan, suhu transformasi Perlit akan semakin menurun. Struktur
mikro dari materialnya berubah dengan pasti bersamaan dengan meningkatnya laju
pendinginan. Dengan memanaskan dan mendinginkan sebuah contoh rangkaian,
transformasi austenit mungkin dapat dicatat. Diagram TTT menunjukkan kapan
transformasi mulai dan berakhir secara spesifik dan diagram ini juga menunjukkan
berapa persen austenit yang bertransformasi pada saat suhu yang dibutuhkan tercapai.
Peningkatan kekerasan dapat tercapai melalui kecepatan pendinginan dengan
melakukan pendinginan dari suhu yang dinaikkan seperti berikut: pendinginan furnace,
pendinginan udara, pendinginan oli, cairan garam, air biasa, dan air asin.
Pada gambar 1, area sebelah kiri dari kurva transformasi menunjukkan daerah
austenit. Austenit stabil pada suhu diatas temperatur kritis, tapi tidak stabil pada suhu
dibawah temperatur kritis. Kurva sebelah kiri menandakan dimulainya transformasi dan
kurva sebelah kanan menunjukkan berakhirnya transformasi. Area diantara kedua kurva
tersebut menandakan austenit bertransformasi ke jenis struktur kristal yang berbeda.
(austenit ke perlit, austenit ke martensit, austenit bertransformasi ke bainit).

Gbr. 1. Diagram TTT

Gambar 2 menunjukkan bagian atas dari diagram TTT. Seperti yang terlihat pada
gambar 2, ketika austenit didinginkan ke suhu dibawah temperatur kritis, ia
bertransformasi ke struktur kristal yang berbeda tergantung pada ketidakstabilan
lingkungannya. Laju pendinginannya dapat dipilih secara spesifik sehingga austenit dapat
bertransformasi hingga 50%, 100%, dan lain sebagainya. Jika kecepatan pendinginan
sangat lambat seperti pada proses annealing, kurva pendinginan akan melewati sampai
seluruh area transformasi dan produk akhir dari proses pendinginan ini akan menjadi
100% perlit. Dengan kata lain, ketika laju pendinginan yang diterapkan sangat lambat,
seluruh austenit akan bertransformasi menjadi perlit. Jika laju pendinginan melewati
pertengahan dari daerah transformasi, produk akhirnya adalah 50% austenit dan 50%
perlit, yang berarti bahwa pada laju pendinginan tertentu kita dapat mempertahankan
sebagian dari austenit, tanpa mengubahnya menjadi perlit.
Gbr. 2. Bagian atas dari diagram TTT (daerah transformasi austenit-perlit)

Gambar 3 menunjukkan jenis transformasi yang bisa didapatkan pada laju


pendinginan yang lebih tinggi. Jika laju pendinginan sangat tinggi, kurva pendinginan
akan tetap berada pada bagian sebelah kiri dari kurva awal transformasi. Dalam kasus ini
semua austenit akan berubah menjadi martensit. Jika tidak terdapat gangguan selama
pendinginan maka produk akhirnya akan berupa martensit.

Gbr. 3. Bagian bawah dari diagram TTT (austenit-martensit dan daerah transformasi bainit)

Pada gambar 4 laju pendinginan A dan B menunjukkan dua proses pendinginan


secara cepat. Dalam hal ini kurva A akan menyebabkan distorsi yang lebih besar dan
tegangan dalam yang lebih besar dari laju pendinginan B. Kedua laju pendinginan akan
menghasilkan produk akhir martensit. Laju pendinginan B juga dikenal sebagai laju
pendinginan kritis, seperti ditunjukkan oleh kurva pendinginan yang menyentuh hidung
dari diagram TTT. Laju pendinginan kritis didefinisikan sebagai laju pendinginan
terendah yang menghasilkan 100% martensit juga memperkecil tegangan dalam dan
distorsi.

Gbr. 4. Pendinginan secara cepat

Pada gambar 5, sebuah proses pendinginan secara cepat mendapat gangguan


(garis horizontal menunjukkan gangguan) dengan mencelupkan material ke dalam
rendaman garam yang dicairkan dan direndam pada temperatur konstan yang diikuti
dengan proses pendinginan lain yang melewati daerah bainit pada diagram TTT. Produk
akhirnya adalah bainit, yang tidak sekeras martensit. Sebagai hasil dari laju pendinginan
D; dimensinya lebih stabil, distorsi dan tegangan dalam yang ditimbulkan lebih sedikit.
Gbr. 5. Pendinginan yang mendapat gangguan

Pada gambar 6 laju pendinginan C menggambarkan proses pendinginan secara


lambat, seperti pada pendinginan furnace. Sebagai contoh untuk pendinginan jenis ini
adalah proses annealing dimana semua austenit akan berubah menjadi perlit sebagai hasil
dari pendinginan secara lambat.

Gbr. 6. Proses pendinginan secara lambat (annealing)

Terkadang kurva pendinginan bisa melewati pertengahan dari zona transformasi


austenit-perlit. Pada gambar 7, kurva pendinginan E menunjukkan sebuah laju
pendinginan yang tidak cukup tinggi untuk memproduksi 100% martensit. Hal ini dapat
dengan mudah terlihat dengan melihat pada diagram TTT. Sejak kurva pendinginan tidak
menyinggung hidung dari diagram transformasi, austenit akan bertransformasi menjadi
50% perlit (kurva E menyinggung kurva 50%). Semenjak kurva E meninggalkan diagram
transformasi pada zona martensit, sisa yang 50% dari austenit akan bertransformasi
menjadi martensit
Gbr. 7. Laju pendinginan yang membentuk perlit dan martensit

Gbr. 8. Diagram TTT dan struktur mikro yang didapat dengan jenis laju pendinginan yang berbeda

 Sekilas tentang mikroskop


Berbicara tentang teknologi nano, maka tidak akan bisa lepas dari mikroskop,
yaitu alat pembesar untuk melihat struktur benda kecil tersebut. (Teknologi nano:
teknologi yang berbasis pada struktur benda berukuran nano meter. Satu nano meter
= sepermilyar meter).Tentu yang dimaksud di sini bukanlah mikroskop biasa, tetapi
mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian (resolusi) tinggi untuk melihat struktur
berukuran nano meter.

Kata mikroskop (microscope) berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata


micron=kecil dan scopos=tujuan, yang maksudnya adalah alat yang digunakan untuk
melihat obyek yang terlalu kecil untuk dilihat oleh mata telanjang. Dalam sejarah,
yang dikenal sebagai pembuat mikroskop pertama kali adalah 2 ilmuwan Jerman,
yaitu Hans Janssen dan Zacharias Janssen (ayah-anak) pada tahun 1590. Temuan
mikroskop saat itu mendorong ilmuan lain, seperti Galileo Galilei (Italia), untuk
membuat alat yang sama. Galileo menyelesaikan pembuatan mikroskop pada tahun
1609, dan mikroskop yang dibuatnya dikenal dengan nama mikroskop
Galileo.Mikroskop jenis ini menggunakan lensa optik, sehingga disebut mikroskop
optik. Mikroskop yang dirakit dari lensa optic memiliki kemampuan terbatas dalam
memperbesar ukuran obyek. Hal ini disebabkan oleh limit difraksi cahaya yang
ditentukan oleh panjang gelombang cahaya. Secara teoritis, panjang gelombang
cahaya ini hanya sampai sekitar 200 nanometer. Untuk itu, mikroskop berbasis lensa
optik ini tidak bisa mengamati ukuran di bawah 200 nanometer.

Untuk melihat benda berukuran di bawah 200 nanometer, diperlukan


mikroskop dengan panjang gelombang pendek. Dari ide inilah, di tahun 1932 lahir
mikroskop elektron. Sebagaimana namanya, mikroskop elektron menggunakan sinar
elektron yang panjang gelombangnya lebih pendek dari cahaya. Karena itu,
mikroskop elektron mempunyai kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih
tinggi dibanding mikroskop optik. Sebenarnya, dalam fungsi pembesaran obyek,
mikroskop elektron juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas
sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini
bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, sehingga bisa
berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik. Kekhususan lain dari
mikroskop elektron ini adalah pengamatan obyek dalam kondisi hampa udara
(vacuum). Hal ini dilakukan karena sinar elektron akan terhambat alirannya bila
menumbuk molekul-molekul yang ada di udara normal. Dengan membuat ruang
pengamatan obyek berkondisi vacuum, tumbukan elektron-molekul bisa terhindarkan.

Ada 2 jenis mikroskop elektron yang biasa digunakan, yaitu tunneling


electron microscopy (TEM) dan scanning electron microscopy (SEM). TEM
dikembangkan pertama kali oleh Ernst Ruska dan Max Knoll, 2 peneliti dari Jerman
pada tahun 1932. Saat itu, Ernst Ruska masih sebagai seorang mahasiswa doktor dan
Max Knoll adalah dosen pembimbingnya. Karena hasil penemuan yang mengejutkan
dunia tersebut, Ernst Ruska mendapat penghargaan Nobel Fisika pada tahun 1986.
Sebagaimana namanya, TEM bekerja dengan prinsip menembakkan elektron ke
lapisan tipis sampel, yang selanjutnya informasi tentang komposisi struktur dalam
sample tersebut dapat terdeteksi dari analisis sifat tumbukan, pantulan maupun fase
sinar elektron yang menembus lapisan tipis tersebut. Dari sifat pantulan sinar elektron
tersebut juga bisa diketahui struktur kristal maupun arah dari struktur kristal tersebut.
Bahkan dari analisa lebih detail, bisa diketahui deretan struktur atom dan ada
tidaknya cacat (defect) pada struktur tersebut. Hanya perlu diketahui, untuk observasi
TEM ini, sample perlu ditipiskan sampai ketebalan lebih tipis dari 100 nanometer.
Dan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, perlu keahlian dan alat secara khusus.
Obyek yang tidak bisa ditipiskan sampai order tersebut sulit diproses oleh TEM ini.
Dalam pembuatan divais elektronika, TEM sering digunakan untuk mengamati
penampang/irisan divais, berikut sifat kristal yang ada pada divais tersebut. Dalam
kondisi lain, TEM juga digunakan untuk mengamati irisan permukaan dari sebuah
divais.

Tidak jauh dari lahirnya TEM, SEM dikembangkan pertama kali tahun 1938
oleh Manfred von Ardenne (ilmuwan Jerman). Konsep dasar dari SEM ini sebenarnya
disampaikan oleh Max Knoll (penemu TEM) pada tahun 1935. SEM bekerja
berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya
informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya gambar yang
didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi.

Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada
mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron
baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel
ketika permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder
atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar
amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT
(cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar
bisa dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan,
sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.

Demikian, SEM mempunyai resolusi tinggi dan familiar untuk mengamati


obyek benda berukuran nano meter. Meskipun demikian, resolusi tinggi tersebut
didapatkan untuk scan dalam arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal (tinggi
rendahnya struktur) resolusinya rendah. Ini merupakan kelemahan SEM yang belum
diketahui pemecahannya. Namun demikian, sejak sekitar tahun 1970-an, telah
dikembangkan mikroskop baru yang mempunyai resolusi tinggi baik secara
horizontal maupun secara vertikal, yang dikenal dengan "scanning probe microscopy
(SPM)". SPM mempunyai prinsip kerja yang berbeda dari SEM maupun TEM dan
merupakan generasi baru dari tipe mikroskop scan. Mikroskop yang sekarang dikenal
mempunyai tipe ini adalah scanning tunneling microscope (STM), atomic force
microscope (AFM) dan scanning near-field optical microscope (SNOM). Mikroskop
tipe ini banyak digunakan dalam riset teknologi nano.

 Jenis-jenis mikroskop
1. Mikroskop kontras fase
Merupakan metode dalam metalografi yang memungkinkan dapat memberikan
gambaran dari permukaan yang khusus bahkan juga untuk keadaan tanpa
perbedaan warna atau pantulannya.
Kegunaannya:
- untuk pengamatan paduan yang terdiri dari beberapa fase setelah
dilakukan etsa ringan.
- mendeteksi tingkat awal dari pengendapan, pengamatan dari permukaan celah,
kristal kembar.
- sifat-sifat deformasi lain juga dapat dicek.
2. Mikroskop cahaya terpolarisasi
Merupakan adanya sinar yang jatuh pada permukaan benda uji yang membentuk
bidang terpolarisasi dan sinar yang dipantulkan dianalisis oleh unit polarisasi yang
letaknya berlawanan terhadap polaritas, sehingga bidang polarisasi alat
penganalisis tegak lurus terhadap polaritas.
3. Mikroskop optik
Pengamatan pada mikroskop ini tidak berbeda dengan yang lain karena kita tidak
dapat melihat atom-atom itu satu persatu. Batas butir dapat dianggap berdimensi
dua, bentuknya mungkin melengkung dan sesungguhnya memiliki ketebalan
tertentu yaitu 2-3 kali jarak atom. Ketidakseragaman orientasi antara butiran yang
berdekatan menghasilkan tumpukan atom yang kurang efisien sepanjang batas.
Komponen utama mikroskop optik:
- Cermin datar
- Lensa obyektif
- Lensa okuler
4. Mikroskop scanning electron
Sebuah mikroskop electron dimana gambar yang dihasilkan terbentuk dari sinar
yang disinkronisasikan dengan electron probe melakukan scanning pada objek.
Intensitas gambar yang dibentuk oleh sinar menyebar secara merata atau emisi
sekunder dari specimen ketika probe membenturnya.
Contoh:
 Stereo optical microscope Reichart (10 X - 100 X) with CCD camera.

 Carl Zeiss Jenavert metallographic optical microscope (50 X - 1000 X),


equipped with Cohou monochrome CCD camera and Scion PCI frame grabber.

 Digital macro recording system with Bosch monochrome camera and Scion
PCI frame grabber.

Scanning Electron Microscope Jeol JSM 35-CF

 Resolution 60 Angstroms
 Magnification range: 10 X - 180 000 X
 SE detector
 BSE detetor
 STEM detector
 Dindima Spectrum digital image acquisition system for SEM
2.2. Teori pengamplasan, pemolesan, dan etsa

 Pengamplasan
Proses ini dimaksudkan untuk memperkecil kerusakan permukaan yang terjadi
akibat dari perngerjaan atau pemotongan. Selanjutnya selain proses pengamplasan
harus dilakukan pendinginan secukupnya dengan jalan memberikan fluida pendingin
sehingga struktur-struktur mikronya tidak rusak. Setiap langkah pengamplasan
dilakukan dengan menghilangkan sama sekali bagian yang terdeformasi yang
diperoleh dari langkah pengamplasan sebelumnya. Sangat diinginkan agar waktu
pengamplasan sesingkat mungkin atau tidak memerlukan waktu yang lama.
 Pemolesan
Dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Pemolesan kasar
Arah pemolesan tegak lurus dengan arah pengamplasan akhir. Specimen
diarahkan ke depan dan ke belakang agar partikel-partikel absorbsinya dapat
didistribusikan dengan merata diatas piringan pemoles. Specimen harus diputar
untuk mencegah terjadinya ekor komet.
Selama pemolesan, besar penekanan hendaknya jangan terlalu berangsur-angsur
dikurangi. Setiap akhir langkah pemolesan harus dibersihkan. Pemolesan kasar
bertujuan untuk menghilangkan bagian yang terdeformasi akibat dari langkah
sebelumnya.
2. Pemolesan halus
Pemolesan halus dilakukan dengan tangan atau dengan menggunakan pemolesan
otomatis.
Selama proses pemolesan, specimen harus digerakkan secara kontinu dan diputar-
putar untuk mencegah terjadinya ekor komet, partikel abrasive yang digunakan
adalah pasta dengan ukuran 2,1 dan ½ atau alumina ½ dan 1/10 cm.
Kualitas penyiapan yang terbaik untuk suatu specimen metalografi kebanyakan
diperoleh dengan jalan memoles dengan otomatis. Specimen yang dipoles halus
kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk dilihat apakah masih ada goresan-
goresan, kesalahan memoles, inklusi-inklusi non logam, retakan, dsb.
 Etsa
Umumnya reaksi yang sesuai untuk etching pada metalografi specimen terdiri
dari organik dan anorganik, alkali dan beberapa sifat dari wujud lain yang kompleks
dalam larutan dengan beberapa bahan pelarut seperti air, alcohol, gliserin atau
campuran dari bahan pelarut ini. Aktivitas dan perilaku umum dari etsa metalografi
mempunyai hubungan dengan salah satu karakteristik berikut:
1. Hydrogen ion concentration
2. Hydroxy ion concentration
3. Kemampuan sifat menodai yang diterima satu atau lebih komponen strukturnya.
Untuk suatu logam atau paduannya yang dietsa secara memuaskan dikehendaki
struktur (detailnya) yang bersih. Tujuannya agar specimen dapat diketahui lebih baik
dari fase yang ada. Etsa bisa dilakukan pada permukaan specimen yang telah
disiapkan dengan pencelupan. Pemilihan metode yang diperlukan tergantung pada
tujuan yang diinginkan waktu pengetsaan specimen penting dalam menemukan etsa
yang digunakan, bergantung pada logam yang dipilih untuk dietsa.
Langkah-langkah etsa:
1. Spesimen yang telah mengalami proses pemolesan dicuci dengan air untuk
menghilangkan serbuk (kotoran polish).
2. Setelah itu specimen dilap dengan menggunakan tissue dan sejenisnya.
3. Permukaan specimen kemudian ditetesi dengan alcohol 97% + HCOO 3 37%
dengan menggunakan pipet.
4. Spesimen yang telah ditetesi dengan alcohol dibilas dengan air kemudian
didinginkan.
5. Setelah kering specimen diletakkan diatas mikroskop kemudian dipotret.
Bab III
Kesimpulan

3.1. Kesimpulan
1. Dengan mengetahui karakteristik logam kita dapat mengetahui sifat-sifat fisik dan
mekanik material.
2. Dengan percobaan metalografi kita dapat mengetahui kekerasan dan keuletan
melalui struktur butirnya.
3. Fasa-fasa yang terjadi pada saat pendinginan dapat diketahui melalui struktur
butir.
4. Reaksi-reaksi pembentukan dapat diketahui setelah pengamatan pada mikroskop.
DAFTAR PUSTAKA

- Dani Gustaman Syarif, Guntur D.S., M. Yamin, PEMBUATAN KERAMIK


TERMISTOR NTC BERBAHAN DASAR MINERAL YAROSIT DAN
EVALUASI KARAKTERISTIKNYA, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknik Nuklir-BATAN, DaniG344352
- Dr. Ratno Nuryadi, P3TM BPPT, Postdoctoral fellow bidang
Nanotechnology Semiconductor di Shizuoka University Japan dan Ketua
Istecs Chapter Japan, E-mail : ratno@istecs.org
- zberita-beritaiptek-2006-04-05-Mikroskop-dan-Teknologi-Nano-
(1).shtml.htm
Metalografi

Yusuf Mukhlis

D 211 04 020

JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2007

You might also like