You are on page 1of 10

KETERKAITAN LIBERALISME, NEOLIBERALISME, KAPITALISME DAN

GLOBALISASI

( Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemerintah, Bisnis dan Komunitas)

Oleh:

Deasy Elfarischa P. (0910310028)

Kelas : E

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2011
LIBERALISME

Pemikiran liberal (liberalisme) adalah salah satu ideologi Dunia Barat yang berkembang
sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan
(abad V-XV). Disebut liberal, yang secara harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from
restraint), karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja
dan raja. Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja
mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.
Ada beberapa istilah yang perlu dikenal lebih jauh terutama liberalisme. Liberalisme
berkaitan dengan kata libertas (bhs. latin) yang artinya kebebasan, dan liberalisme mencakup
banyak aliran yang berbeda artinya di bidang politik, ekonomi dan keagamaan, yang berpangkal
tolak pada kebebasan orang-perorangan terhadap kekuasaan apapun. Liberalisme dapat
dimengerti sebagai [1] tradisi politik [2] filsafat politik dan [3] teori filsafat umum, mencakup
teori nilai, konsepsi mengenai orang dan teori moral sama halnya dengan filsafat politik.

Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan
Hak Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber
dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:

 Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia
mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik,
sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda,
sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung
kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan
kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
 Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang
mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial,
ekonomi dan kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan
dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme
individu.( Treat the Others Reason Equally.)
 Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh
bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.
(Government by the Consent of The People or The Governed)
 Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan
mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana
seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan
mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap
hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan social.
 Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual)
 Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang
digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di
dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap,
dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja
ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
 Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal ini
disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan
bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini,
kebenaran itu adalah berubah.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa antara pemerintah, bisnis dan
komunitas dikaitkan dengan paham liberalisme, dimana pemerintah harus mengikuti kehendak
warga negaranya dan melindungi hak individu. Pemerintah ada hanya untuk memberikan rasa
aman dan nyaman kepada warga negaranya. Sedangkan pihak swasta sebagai pendukung
perekonomian Negara yang dalam pengelolaannya sepenuhnya diserahkan pada pasar. Dari
sinilah maka muncul paham ekonomi neoliberalisme yang akan dijelaskan dibawah ini.

NEOLIBERALISME
Neoliberalisme adalah paham Ekonomi yang mengutamakan sistem Kapitalis
Perdagangan Bebas, Ekspansi Pasar, Privatisasi/Penjualan BUMN, Deregulasi/Penghilangan
campur tangan pemerintah, dan pengurangan peran negara dalam layanan sosial (Public Service)
seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Neoliberalisme dikembangkan tahun 1980 oleh
IMF, Bank Dunia, dan Pemerintah AS (Washington Consensus).
Sistem Ekonomi Neoliberalisme menghilangkan peran negara sama sekali kecuali
sebagai “regulator” atau pemberi “stimulus” untuk menolong perusahaan swasta yang bangkrut.
Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada
filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya merupakan redefinisi dan
kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang
mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan
mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada
tindakan koruptif. Paham ini memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas
merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa
mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah
negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi.
Penerapan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara mencolok dimotori oleh Inggris
melalui pelaksanaan privatisasi seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mereka.
Penyebarluasan agenda-agenda ekonomi neoliberal ke seluruh penjuru dunia, menemukan
momentum setelah dialaminya krisis moneter oleh beberapa Negara Amerika Latin pada
penghujung 1980-an. Sebagaimana dikemukakan Stiglitz, dalam rangka menanggulangi krisis
moneter yang dialami oleh beberapa negara Amerika Latin, bekerja sama dengan Departemen
keuangan AS dan Bank Dunia, IMF sepakat meluncurkan sebuah paket kebijakan ekonomi yang
dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington.
Agenda pokok paket kebijakan Konsensus Washington yang menjadi menu dasar
program penyesuaian struktural IMF tersebut dalam garis besarnya meliputi : (1) pelaksanan
kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi negara dalam berbagai bentuknya, (2)
pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan, (3) pelaksanaan liberalisasi sektor perdagangan, dan
(4) pelaksanaan privatisasi BUMN
Di Indonesia, walaupun sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal telah
dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi dan
debirokratisasi, pelaksanaannya secara massif menemukan momentumnya setelah Indonesia
dilanda krisis moneter pada pertengahan 1997.
Menyusul kemerosotan nilai rupiah, Pemerintah Indonesia kemudian secara resmi
mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat untuk mencairkan
dana talangan yang disediakan IMF, pemerintah Indonesia wajib melaksanakan paket kebijakan
Konsensus Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent (LOI), yang salah satu butir
kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, yang sekaligus memberi
peluang masuknya perusahaan multinasional seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan
privatisasi beberapa BUMN, diantaranya Indosat, Telkom, BNI, PT. Tambang Timah dan Aneka
Tambang.
Kritik terhadap neoliberalisme terutama sekali berkaitan dengan negara-negara
berkembang yang aset-asetnya telah dimiliki oleh pihak asing. Negara-negara berkembang yang
institusi ekonomi dan politiknya belum terbangun tetapi telah dikuras sebagai akibat tidak
terlindungi dari arus deras perdagangan dan modal. Bahkan dalam gerakan neoliberal sendiri
terdapat kritik terhadap banyaknya negara maju telah menuntut negara lain untuk meliberalisasi
pasar mereka bagi barang-barang hasil industri mereka, sementara mereka sendiri melakukan
proteksi terhadap pasar pertanian domestik mereka.

Jadi, dalam paham neoliberalisme ini pihak swasta yang paling berkuasa dalam
pemerintahan. Karena banyak asset-aset Negara yang di privatisasi sehingga pemerintah tidak
memiliki hak sepenuhnya untuk mengatur pelayanan public. Dengan orientasi pihak swasta yang
mengutamakan keuntungan, maka mereka akan melakukan pelayanan yang sesuai dengan
kemampuan konsumen. Hal inilah yang menimbulkan kapitalisme, dimana perekonomian
Negara banyak dikuasai oleh pemilik modal (kapital) yang akan dijelaskan selanjutnya.

KAPITALISME

Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni
kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi
barang lainnya (Bagus, 1996). Ebenstein (1990) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial
yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan
kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan Hayek (1978) memandang
kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi.
  Menurut Ayn Rand (1970), kapitalisme adalah "a social system based on the recognition
of individual rights, including property rights, in which all property is privately owned". (Suatu
sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di
mana semua pemilikan adalah milik privat).
  Heilbroner (1991) secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang
memiliki hakekat tertentu dan logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud
mengacu pada gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan
konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah "formasi sosial" yang
diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis
(1988), Habermas menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif,
tradisional, kapitalisme, post-kapitalisme).
  Robert E. Lerner dalam Western Civilization (1988) menyebutkan bahwa revolusi
komersial dan industri pada dunia modern awal dipengaruhi oleh asumsi-asumsi kapitalisme dan
merkantilisme. Direduksi kepada pengertian yang sederhana, kapitalisme adalah sebuah sistem
produksi, distribusi, dan pertukaran di mana kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali
oleh pemilik pribadi untuk memperoleh keuntungan. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang
didesain untuk mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal menuju skala nasional
dan internasional. Pengusaha kapitalis mempelajari pola-pola perdagangan internasional, di
mana pasar berada dan bagaimana memanipulasi pasar untuk keuntungan mereka. Penjelasan
Robert Learner ini paralel dengan tudingan Karl Marx bahwa imperialisme adalah kepanjangan
tangan dari kapitalisme.
  Sistem kapitalisme, menurut Ebenstein (1990), mulai berkembang di Inggris pada abad
18 M dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat laut dan Amerika Utara. buku
terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations (1776), diakui sebagai tonggak utama
kapitalisme klasik yang mengekspresikan gagasan "laissez faire"1) dalam ekonomi.
Bertentangan sekali dengan merkantilisme yaitu adanya intervensi pemerintah dalam urusan
negara. Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah
dengan membiarkan individu-individu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa
keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988).

  Awal abad 20 kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan yang tidak
diperkirakan sebelumnya. Munculnya kerajaan-kerajaan industri yang cenderung menjadi
birokratis uniform dan terjadinya konsentrasinya pemilikan saham oleh segelintir individu
kapitalis memaksa pemerintah (Barat) mengintervensi mekanisme pasar melalui kebijakan-
kebijakan seperti undang-undang anti-monopoli, sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan.
Fenomena intervensi negara terhadap sistem pasar dan meningkatnya tanggungjawab pemerintah
dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan indikasi terjadinya transformasi
kapitalisme. Transformasi ini, menurut Ebenstein, dilakukan agar kapitalisme dapat
menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan ekonomi dan sosial. Lahirlah konsep negara
kemakmuran (welfare state) yang oleh Ebenstein disebut sebagai "perekonomian campuran"
(mixed economy) yang mengkombinasikan inisiatif dan milik swasta dengan tanggungjawab
negara untuk kemakmuran sosial.
  Habermas memandang transformasi itu sebagai peralihan dari kapitalisme liberal kepada
kapitalisme lanjut (late capitalism. organized capitalism, advanced capitalism). Dalam
Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebutkan bahwa state regulated capitalism (nama lain
kapitalisme lanjut) mengacu kepada dua fenomena: (a) terjadinya proses konsentrasi ekonomi
seperti korporasi-korporasi nasional dan internasional yang menciptakan struktur pasar
oligopolistik, dan (b) intervensi negara dalam pasar. Untuk melegitimasi intervensi negara yang
secara esensial kontradiktif dengan kapitalisme liberal, maka menurut Habermas, dilakukan
repolitisasi massa, sebagai kebalikan dari depolitisasi massa dalam masyarakat kapitalis liberal.
Upaya ini terwujud dalam sistem demokrasi formal.

Dengan adanya kapitalisme ini, tentu perlu adanya pendukung berkembangnya usaha-
usaha dari para kapitalis. Maka muncullah istilah globalisasi, dimana para pengusaha dapat
mengkomersilkan produk atau bisnis mereka kepada seantero dunia dengan adanya globalisasi
yang akan dijelaskan selanjutnya.
GLOBALISASI

Pada mulanya, globalisasi digunakan untuk menyebut berbagai kegiatan perusahaan-


perusahaan besar Amerika pada pertengahan dekade 1990-an. Berakhirnya era perang dingin
menempatkan AS dalam teka-teki; perlombaan senjata dengan Uni Sovyet menghasilkan putaran
finansial keuangan ke AS, sehingga Dollar menjadi mahal, dan pada akhirnya membuat
perusahaan-perusahaan multinasional AS tidak mampu mengekspor barangnya. Perusahaan-
perusahaan AS merasa bahwa menjaga posisi yang kompetitif di luar negeri mengeluarkan biaya
yang amat mahal, sementara mereka sendiri telah mengeluarkan biaya produksi yang banyak di
dalam negeri.  
Karena itu, mereka perlu menemukan pasar luar negeri yang murah. Penataan fasilitas
produksi di luar negeri memungkinkan mereka mempekerjakan tenaga kerja yang murah, dengan
sedikit aturan perburuhan dan penyalahgunaan yang salah. Inilah yang dimaksud dengan
globalisasi.
  Bangsa pertama yang dijadikan sasaran globalisasi adalah Rusia, dan bangsa lainnya
yang baru lepas dari Uni Sovyet. Runtuhnya komunisme pada 1990 dan bubarnya Uni Sovyet
meyediakan kesempatan luas bagi lembaga-lembaga kapitalis untuk mengubah ekonomi besar
yang berciri sentralistik kepada ekonomi yang berorientasi pasar. Sejumlah USD 129 Milyar
(Rp. 1548 Trilyun) dikucurkan ke Rusia dengan skema pembangunan yang diatur oleh IMF dan
Bank Dunia. Ekonomi Rusia pun menjadi terbuka bagi investasi asing, dan industri dijual kepada
pihak asing. Sehingga memungkinkan negara itu rentan dalam menghadapi perubahan harga.
Pada 1997, karena hilangnya kepercayaan di Rusia, para spekulan mulai menarik uang mereka,
dan Rusia tidak mampu mempertahankan dirinya, karena liberalisasi mensyaratkan tidak adanya
pembatasan arus modal. Krisis ini melambungkan jumlah penduduk miskin, dari angka 2 juta ke
angka 60 juta orang, sebuah peningkatan sebesar 3000%. UNICEF mencatat bahwa situasi ini
mengakibatkan jumlah kematian "ekstra" sebesar 500.000 pertahun. Rusia merupakan contoh
nyata bahwa globalisasi secara langsung membuat krisis mencapai puncaknya.
Pada kenyataannya, globalisasi dewasa ini merupakan bentuk tekanan adidaya atas
berbagai kebijakan untuk menerapkan pasar bebas, yang sesungguhnya merupakan kelanjutan
proses merkantilis dalam sejarah. AS memerdekakan diri dari pemerintahan kolonial Inggris
pada 1776, karena merasakan ketidakadilan dan kekerasan dalam kebijakan imperialis Inggris.
Namun AS kini malah memainkan peran yang sama dan melakukan hal yang sama sebagaimana
yang pernah dilakukan Inggris kepada negara-negara berkembang.

  Jejak rekam globalisasi dipenuhi dengan kegagalan. Dalam sebuah studi yang mungkin
merupakan yang terlengkap, Scorecard Globalisation 1980-2000, Mark Weisbrot, Dean Bakr,
dan beberapa peneliti lainnya di Center for Economic and Policy Research mencatat bahwa
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pertumbuhan harapan hidup, mortalitas bayi, tingkat
pendidikan dan kemampuan baca-tulis menurun sejak era globalisasi (1980-2000) bila
dibandingkan dengan masa 1960-1980. Pada 1960-1980, banyak negara menerapkan kebijakan
proteksionis untuk membatasi perekonomian mereka dari pasar internasional, untuk menunjang
kelangsungan industri domestiknya masing-masing, sehingga memungkinkan industri-industri
tersebut menjadi lebih kompetitif. Berbagai kebijakan semacam itu adalah kebijakan yang sama
yang dianut AS dalam mengembangkan ketahanan ekonominya.

KESIMPULAN

Liberalisme merupakan paham kebebasan individu dimana pemerintah hanya dijadikan


sebagai alat untuk melindungi warga Negara. Disini Negara harus mengikuti kehendak rakyatnya
demi terwujudnya liberalisme ini. Maka seiring berjalannya waktu, paham liberalisme ini
mempengaruhi perkembangan ekonomi yang dijalankan oleh pihak swasta yang terdiri dari
individu-individu yang memiliki kebebasan. Sehingga muncullah paham ekonomi
neoliberalisme, yang mana mengutamakan system perdagangan bebas. Banyak asset Negara
yang diprivatisasi, sehingga tak ayal perekonomian dikuasai oleh pihak swasta yang tentunya
memiliki modal. Maka muncul juga paham kapitalisme yang menyatakan bahwa peran Negara
dipengaruhi pemilik modal dan didukung dengan berkembangnya globalisasi yang semakin
menguntungkan para pemilik modal terutama dari Negara-negara maju. Maka dari sini dapat kita
simpulkan bahwa antara liberalisme, neoliberalisme dan kapitalisme saling berkaitan dengan
adanya globalisasi.
 

You might also like