You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup
bermakna, baik di Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit batu
diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan
dewasa. Prevalensi batu ginjal di Amerika bervariasi tergantung pada ras,
jenis kelamin dan lokasi geografis. Empat dari lima pasien adalah laki-laki,
sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga sampai keempat. Angka
kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang
dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636
kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan
jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah
kematian adalah sebesar 378 orang.
Dari data di luar negeri didapatkan bahwa resiko pembentukan batu
sepanjang hidup (life time risk) dilaporkan berkisar 5-10% (EAU / European
Assication of Urologyst Guidelines). Laki-laki lebih sering dibandingkan
wanita (kira-kira 3:1) dengan puncak insidensi antara dekade keempat dan
kelima, hal ini kurang lebih sesuai dengan yang ditemukan di RSUPN-CM.
Dalam memilih pendekatan terapi optimal untuk pasien urolitiasis,
berbagai faktor harus dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor
batu (ukuran, jumlah, komposisi dan lokasi), faktor anatomi ginjal (derajat
obstruksi, hidronefrosis, obstruksi uretero-pelvic junction, divertikel kaliks,
ginjal tapal kuda), dan faktor pasien (adanya infeksi, obesitas, deformitas
habitus tubuh, koagulopati, anak-anak, orang tua, hipertensi dan gagal ginjal).
Kemajuan dalam bidang endourologi telah secara drastis mengubah
tatalaksana pasien dengan batu simtomatik yang membutuhkan operasi
terbuka untuk pengangkatan batu. Perkembangan terapi invasif minimal
mutakhir, yaitu retrograde ureteroscopic intrarenal surgery (RIRS),
percutaneus nephrolithotomy (PNL), ureteroskopi (URS) dan extracorporeal

1
shock wave lithotripsy (ESWL) telah memicu kontroversi mengenai teknik
mana yang paling efektif.
ESWL merupakan terapi non invasif yang menggunakan gelombang
kejut berintensitas tinggi. Gelombang ini dibangkitkan di luar tubuh pasien
lalu ditembakkan ke batu ginjal atau ureter. Sejak ESWL diperkenalkan pada
tahun 1980-an, teknologi dalam bidang litotripsi gelombang kejut telah
sangat berkembang. Kemajuan dalam teknologi ESWL dipusatkan ke arah
peningkatan peralatan pencitraan (imaging), pengembangan sumber energi
ESWL, pengembangan suatu alat yang dapat berfungsi sebagai litotriptor dan
meja tindakan endourologi, serta usaha untuk mengurangi tekanan gelombang
kejut sehingga mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan pasien dan
memungkinkan prosedur ESWL tanpa mengunakan anestesi.
Penggunaan ESWL sudah sangat luas, namun sampai saat ini di
Indonesia belum ada keseragaman dalam hal indikasi ESWL; ini menyangkut
jenis, ukuran dan lokasi batu yang bagaimana yang memberikan hasil terbaik
dengan terapi ESWL. Masih banyak pula kontroversi lainnya seputar
penggunaan ESWL, antara lain efektivitas dan cost-effectiveness ESWL
dibandingkan modalitas terapi invasif minimal lain (URS dan PNL);
bilamana ESWL perlu dikombinasi dengan modalitas terapi lain; pemberian
antibiotik profilaksis untuk ESWL; serta tak kalah pentingnya kemajuan
dalam teknologi mesin ESWL sendiri, yang menuntut pertimbangan yang
rasional dalam memilih mesin yang paling sesuai untuk suatu institusi.

B. TUJUAN
1. Mengetahui menegenai anatomi saluran kemih
2. Mengetahui mengenai batu saluran kemih
3. Mengetahui mengenai pemakaian ESWL dalam terapi batu saluran kemih

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI SALURAN KEMIH


1. Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum
abdominalis di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III,
dan melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah
kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal
kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ±
200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada
ginjal wanita.

Gambar 2.1 Anatomi ginjal


Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron.
Tiap tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen
vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan
kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler
terdapat kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung

3
Henle yang terdapat pada medula. Kapsula Bowman terdiri atas lapisan
parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus
kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari
disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara
teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian
tubulus yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus
proksimal karena jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi
saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa
Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik
kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus
kontortus distal.
1) Renal Capsule (Fibrous Capsule) 
Tiap ginjal dibungkus dalam suatu membran transparan yang
berserat yang disebut renal capsule. Membran ini melindungi ginjal dari
trauma dan infeksi. Renal capsule tersusun dari serat yang kuat,
terutama colagen dan elastin (protein berserat), yang membantu
menyokong massa ginjal dan melindungi jaringan vital dari luka. Renal
capsule menerima suplai darahnya terutama dari arteri interlobar, suatu
pembuluh darah yang merupakan percabangan dari renal arteri utama.
Pembuluh darah ini menjalar melalui cortex ginjal dan berujung pada
renal capsule. Membrane ini biasanya 2-3 milimeter tebalnya.
Renal Capsule melindungi dinding luar dan masuk melalui bagian
cekung ginjal yang dikenal dengan sinus. Sinus berisi pembuluh utama
yang mengangkut urin dan pembuluh arteri dan venna yang menyuplai
jaringan dengan nutrisi dan oksigen. Renal capsule terhubung kepada
struktur ini dalam sinus dan melapisi dinding sinus.
2) Renal Cortex 
Renal cortex merupakan lapisan terluar ginjal. Lapisan ini terletak
diantara renal capsule dan Medulla. Bagian atas nephron, yaitu
glomerulus dan Henle's loop berada di lapisan ini. Renal cortex adalah

4
jaringan yang kuat yang melindungi lapisan dalam ginjal. Pada orang
dewasa, renal cortex membentuk zona luar yang halus tersambung
dengan projectil (kolom kortikal) yang menjulur diantara piramid.
Dalam lapisan ini terdapat renal corpusle dan renal tubules kecuali
untuk bagian dari Henle's loop yang turun kedalam renal medulla.
Renal cortex juga mengandung pembuluh darah dan kortikal pembuluh
penampung.
3) Renal Medulla (Renal Pyramids) 
Renal Medulla berada dibawah Cortex. Bagian ini merupakan area
yang berisi 8 sampai 18 bagian berbentuk kerucut yang disebut piramid,
yang terbentuk hampir semuanya dari ikatan saluran berukuran
mikroskopis. Ujung dari tiap piramid mengarah pada bagian pusat dari
ginjal. Saluran ini mengangkut urin dari cortical atau bagian luar ginjal,
dimana urin dihasilkan, ke calyces. Calyces merupakan suatu
penampung berbentuk cangkir dimana urin terkumpul sebelum
mencapai kandung kemih melalui ureter. Ruang diantara piramid diisi
oleh cotex dan membentuk struktur yang disebut renal columns.
Ujung dari tiap pyramid, yang disebut papilla, menuju pada
Calyces di pusat tengah ginjal. Permukaan papilla memiliki penampilan
seperti saringan karena banyaknya lubang-lubang kecil tempat dimana
tetesan urin lewat. Setiap lubang merupakan ujung dari sebuah saluran
yang merupakan bagian dari nephron, yang dinamakan saluran Bellini;
dimana semua saluran pengumpul didalam piramid mengarah. Serat
otot mengarah dari calyx menuju papilla. Pada saat serat otot pada calyx
berkontraksi, urin mengalir melalui saluran Bellini kedalam
calyx(calyces). Urin kemudian mengalir ke kandung kemih melalui
renal pelvis dan ureter.
4) Renal Pelvis 
Renal Pelvis berada di tengah tiap ginjal sebagai saluran tempat
urin mengalir dari ginjal ke kandung kemih. Bentuk renal pelvis adalah
seperti corong yang melengkung di satu sisinya. Renal pelvis hampir

5
seluruhnya dibungkus dalam lekukan dalam pada sisi cekung ginjal,
yaitu sinus. Ujung akhir dari pelvis memiliki bentuk seperti cangkir
yang disebut calyces.
Renal pelvis dilapisi oleh lapisan membran berselaput lendir yang
lembab yang hanya beberapa sel tebalnya. Membran ini terkait kepada
bungkus yang lebih tebal dari serat otot yang halus, yang dibungkus
lagi dengan lapisan jaringan yang terhubung. Membran berselaput
lendir pada pelvis ini agak berlipat sehingga terdapat ruang bagi
jaringan untuk mengembang ketika urin menggelembungkan pelvis.
Serat otot tertata dalam lapisan longitudinal dan melingkar. Kontraksi
lapisan otot terjadi dengan gelombang yang bersifat periodik yang
disebut gerak peristaltis pelvis. Gerakan ini mendorong urin dari pelvis
menuju ureter dan kandung kemih. Dengan adanya pelapis pada pelvis
dan ureter yang tidak dapat ditembus oleh substansi normal dalam urin,
maka dinding struktur ini tidak menyerap cairan.
5) Vena Renal dan Arteri Renal 
Dua dari pembuluh darah penting, vena renal dan arteri renal. Dua
pembuluh ini merupakan percabangan dari aorta abdominal (bagian
abdominal dari arteri utama yang berasal dari jantung) dan masuk
kedalam ginjal melalui bagian cekung ginjal.
Di bagian dalam pada sisi cekung dari tiap ginjal, terdapat lubang,
yang dinamakan hilum, tempat dimana arteri renal masuk. Setelah
masuk melalui hilum, arteri renal terbagi menjadi dua cabang besar, dan
setiap cabang terbagi menjadi beberapa arteri yang lebih kecil yang
membawa darah ke nephron, unit fungsional dari ginjal. Darah yang
telah diproses oleh nephron akhirnya mencapai vena renal, yang
membawa darah kembali ke cava vena inferior dan ke sisi kanan
jantung.
Arteri renal mengangkut 1,2 liter darah per menit ke ginjal pada
manusia normal, suatu jumlah yang ekuivalen dengan sekitar
seperempat dari output jantung. Dengan demikian, jumlah volume

6
darah yang sama dengan darah dalam tubuh manusia normal dewasa,
diproses dalam ginjal sebanyak satu dalam setiap empat atau lima
menit. Meskipun beberapa kondisi fisik dapat menghambat aliran
darah, terdapat mekanisme pengatur-mandiri tertentu yang terdapat
pada arteri ginjal yang memungkinkan suatu adaptasi terhadap keadaan
yang berbeda.
Ketika tekanan darah tubuh naik atau turun, sensor penerima dari
sistem saraf yang terletak dalam otot halus dinding arteri terpengaruh
oleh perbedaan tekanan, dan, untuk menghilangkan kenaikan atau
penurunan tekanan darah, arteri dapat melebar atau menyempit untuk
menjaga jumlah volume aliran darah.

Fungsi Ginjal:
1. Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung
nitrogennitrogen, misalnya amonia.
B. Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula
dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat
warna).
C. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
D. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan
asam atau basa
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal
ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan
penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen
dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

7
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik
tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam
kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin
melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam
bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung
kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus
psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada
tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis,
pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf
sensorik.
Pembagian ureter secara anatomi perlu diketahui karena berkaitan
dengan tatalaksana batu ureter. Ureter dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
ureter atas, mulai dari ureteropelvic junction sampai ke tepi atas os
ileum, ureter tengah yaitu mulai dari tepi atas os ileum sampai ke tepi
atas sacroileal joint dan ureter bawah, mulai dari tepi atas sacroileal
joint sampai ke orifisium ureter. Pembagian ureter menjadi tiga bagian
ini terutama berkaitan dengan pendekatan bedah untuk mengangkat batu.
Saat ini, operasi terbuka untuk mengangkat batu ureter sudah
jarang dilakukan, kecuali pada kasus-kasus tertentu. Pembedahan saat ini
telah digantikan oleh terapi-terapi baru yang non invasif maupun invasif
minimal, seperti extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL),
ureterorenoskopi dan percutaneus nephrolithotomy. Sebagai
konsekuensinya, ureter saat ini dibagi hanya menjadi dua bagian, yaitu
ureter proksimal atau ureter atas (gabungan dari ureter atas dan tengah
berdasarkan pembagian sebelumnya) dan ureter distal atau ureter bawah.
Batas dari ureter proksimal dan ureter distal adalah titik potong saat
ureter menyilang arteri iliaka dan menyempit, sehingga menciptakan
hambatan bagi ureteroskop. Pedoman dari American Urological
Association (AUA) dan European Urological Asociation (EUA)
menggunakan pembagian ureter yang terbaru.

8
3. Vesica Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon
karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk
kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,
berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan
bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale
yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan
prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu,
peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa,
dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres
reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250
cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya
akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang
sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter
eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan
relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut – serabut para
simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara volunter bertujuan untuk
mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat
terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula
spinalis dan otak masih utuh.

9
Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan
retensi urine (kencing tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako
lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar
berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.
Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan
ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk
lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh
darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal,
vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe
berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah-
tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus
tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
1. Uretra Prostatica
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling
dalam), dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring
sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita
terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa
merupakan pleksus dari vena- vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah
dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara
klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

10
B. BATU SALURAN KEMIH
1. Epidemiologi batu Saluran Kemih
Prevalensi penyakit batu diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki
dewasa dan 7% pada perempuan dewasa. Prevalensi batu ginjal di
Amerika bervariasi tergantung pada ras, jenis kelamin dan lokasi
geografis. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak
adalah dekade ketiga sampai keempat. Angka kejadian batu ginjal di
Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit
di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah
kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat
adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378
orang.
Beban ekonomi akibat batu saluran kemih sangat besar. Pada tahun
2000, biaya total untuk pengobatan urolitiasis di Amerika Serikat
diperkirakan 2,1 milyar dolar, yang meliputi 971 juta dolar untuk pasien
rawat inap, 607 juta dolar untuk pasien rawat jalan dan kunjungan praktik
dokter, serta 490 juta dolar untuk pelayanan gawat darurat. Angka-angka
tersebut menggambarkan kenaikan sebesar 50% dari biaya pengobatan
urolitiasis sebesar 1,34 milyar dolar pada tahun 1994. Di Indonesia belum
ada data mengenai beban biaya kesehatan untuk batu saluran kemih
2. Komposisi Batu Saluran Kemih
Komposisi dari batu bervariasi. Pada umumnya batu terbentuk dari
garam kalsium seperti kalsium oksalat monohidrat, kalsium oksalat
dihidrat dan kalsium fosfat. Tipe lain yang kurang sering didapat yaitu
batu asam urat dan batu struvit, sedangkan yang jarang didapat adalah batu
sistin.
Beberapa material batu sulit dihancurkan oleh metode apa pun,
misalnya batu kalsium oksalat monohidrat, yang keras dan padat. Apabila
batu tersebut terletak di distal, maka ekstraksi menggunakan ureteroskopi
dengan keranjang atau forseps akan lebih efektif daripada fragmentasi.
Sebaliknya, batu kalsium oksalat dihidrat akan dengan mudah dipecah dan

11
biasanya merupakan kandidat yang baik untuk ESWL atau litotripsi
intrakorporal.
3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Batu
Terbentuknya batu secara garis besar dipengaruhi oleh faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik.
a) Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu
sendiri. Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin,
keturunan, riwayat keluarga.
1) Heriditer/ Keturunan
Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan
misalnya Asidosis tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu
gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal atau kehilangan HCO3
dalam air kemih, akibatnya timbul asidosis metabolik.
Riwayat BSK bersifat keturunan, menyerang beberapa orang
dalam satu keluarga. Penyakit-penyakit heriditer yang menyebabkan
BSK antara lain:
1) Dent’s disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi
vitamin D sehingga penyerapan kalsium di usus meningkat, akibat
hiperkalsiuria, proteinuria, glikosuria, aminoasiduria dan
fosfaturia yang akhirnya mengakibatkan batu kalsium oksalat dan
gagal ginjal.
2) Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis air
kemih rendah hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis.
2) Umur
BSK banyak terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Hasil
penelitian yang dilakukan terhadap penderita BSK di RS DR Kariadi
selama lima tahun (1989 -1993), frekuensi terbanyak pada dekade
empat sampai dengan enam.

12
3) Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki
lebih sering terjadi dibanding wanita 3:1. Khusus di Indonesia angka
kejadian BSK yang sesuangguhnya belum diketahui, tetapi
diperkirakan paling tidak terdapat 170.000 kasus baru per tahun.
Serum testosteron menghasilkan peningkatan produksi oksalat
endogen oleh hati. Rendahnya serum testosteron pada wanita dan
anak-anak menyebabkan rendahnya kejadan batu saluran kemih pada
wanita dan anak-anak.
b) Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar
individu seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.
1) Geografi
Prevalensi BSK tinggi pada mereka yang tinggal di daerah
pegunungan, bukit atau daerah tropis. Letak geografi menyebabkan
perbedaan insiden batu saluran kemih di suatu tempat dengan
tempat yang lain. Faktor geografi mewakili salah satu aspek
lingkungan seperti kebiasaan makan di suatu daerah, temperatur,
kelembaban yang sangat menentukan faktor intrinsik yang menjadi
predisposisi BSK.
2) Faktor Iklim dan cuaca
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh secara langsung namun
ditemukan tingginya batu saluran kemih pada lingkungan bersuhu
tinggi. Selama musim panas banyak ditemukan BSK. Temperatur
yang tinggi akan meningkatkan keringat dan meningkatkan
konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat akan
meningkatkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang
mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko terhadap
BSK.

13
3) Jumlah air yang diminum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah
air yang diminum dan kandungan mineral yang berada di dalam air
minum tersebut. Pembentukan batu juga dipengaruhi oleh faktor
hidrasi. Pada orang dengan dehidrasi kronik dan asupan cairan
kurang memiliki risiko tinggi terkena BSK. Dehidrasi kronik
menaikkan gravitasi air kemih dan saturasi asam urat sehingga
terjadi penurunan pH air kemih. Pengenceran air kemih dengan
banyak minum menyebabkan peningkatan koefisien ion aktif setara
dengan proses kristalisasi air kemih. Banyaknya air yang diminum
akan mengurangi rata-rata umur kristal pembentuk batu saluran
kemih dan mengeluarkan komponen tersebut dalam air kemih.
Kandungan mineral dalam air salah satu penyebab BSK. Air yang
mengandung sodium karbonat seperti pada soft drink penyebab
terbesar timbulnya batu saluran kemih.
Air sangat penting dalam proses pembentukan BSK. Apabila
seseorang kekurangan air minum maka dapat terjadi supersaturasi
bahan pembentuk BSK. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
BSK. Pada penderita dehidrasi kronik pH air kemih cenderung
turun, berat jenis air kemih naik, saturasi asam urat naik dan
menyebabkan penempelan kristal asam urat.
Dianjurkan minum 2500 ml air per hari atau minum 250 ml tiap 4
jam ditambah 250 ml tiap kali makan sehingga diharapkan tubuh
menghasilkan 2000 ml air kemih yang cukup untuk mengurangi
terjadinya BSK. Banyak ahli berpendapat bahwa yang dimaksud
minum banyak untuk memperkecil kambuh yaitu bila air kemih
yang dihasilkan minimal 2 liter per 24 jam. Berbagai jenis
minuman berpengaruh berbeda dalam mengurangi atau menambah
risiko terbentuknya batu saluran kemih.
Alkohol banyak mengandung kalsium oksalat dan guanosin yang
pada metabolisme diubah menjadi asam urat. Peminum alkohol

14
kronis biasanya menderita hiperkalsiuria dan hiperurikosuria akan
meningkatkan kemungkinan terkena batu kalsium oksalat.
4) Diet/Pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya batu
saluran kemih. Diet berbagai makanan dan minuman
mempengaruhi tinggi rendahnya jumlah air kemih dan substansi
pembentukan batu yang berefek signifikan dalam terjadinya BSK.
Bila dikonsumsi berlebihan maka kadar kalsium dalam air kemih
akan naik, pH air kemih turun, dan kadar sitrat air kemih juga
turun. Diet yang dimodifikasi terbukti dapat mengubah komposisi
air kemih dan risiko pembentukan batu. Kebutuhan protein untuk
hidup normal per hari 600 mg/kg BB, bila berlebihan maka risiko
terbentuk batu saluran kemih akan meningkat. Protein hewani akan
menurunkan keasaman (pH) air kemih sehingga bersifat asam,
maka protein hewani tergolong “acid ash food”, Akibat reabsorbsi
kalsium dalam tubulus berkurang sehingga kadar kalsium air
kemih naik. Selain itu hasil metabolisme protein hewani akan
menyebabkan kadar sitrat air kemih turun, kadar asam urat dalam
darah dan air kemih naik. Konsumsi protein hewani berlebihan
dapat juga menimbulkan kenaikan kadar kolesterol dan memicu
terjadinya hipertensi, maka berdasarkan hal tersebut diatas maka
konsumsi protein hewani berlebihan memudahkan timbulnya batu
saluran kemih.
Karbohidrat tidak mempengaruhi terbentuknya batu kalsium
oksalat, sebagian besar buah adalah alkali ash food (Cranberry dan
kismis). Alkasi ash food akan menyebabkan pH air kemih naik
sehingga timbul batu kalsium oksalat. Sayur bayam, so, sawi, daun
singkong menyebabkan hiperkalsiuria. Sayuran yang mengandung
oksalat sawi bayam, kedele, brokoli, asparagus, menyebabkan
hiperkalsiuria dan resorbsi kalsium sehingga menyebabkan
hiperkalsium yang dapat menimbulkan batu kalsium oksalat.

15
Sebagian besar sayuran menyebabkan pH air kemih naik (alkali
ash food) sehingga menguntungkan, karena tidak memicu
terjadinya batu kalsium oksalat. Sayuran mengandung banyak serat
yang dapat mengurangi penyerapan kalsium dalam usus, sehingga
mengurangi kadar kalsium air kemih yang berakibat menurunkan
terjadinya BSK. Pada orang dengan konsumsi serat sedikit maka
kemungkinan timbulnya batu kalsium oksalat meningkat.
Serat akan mengikat kalsium dalam usus sehingga yang diserap
akan berkurang dan menyebabkan kadar kalsium dalam air kemih
berkurang. Sebagian besar buah merupakan alkali ash food yang
penting untuk mencegah timbulnya batu saluran kemih. Hanya
sedikit buah yang bersifat acid ash food seperti kismis dan
cranberi. Banyak buah yang mengandung sitrat terutama jeruk yang
penting sekali untuk mencegah timbulnya batu saluran kemih,
karena sitrat merupakan inhibitor yang paling kuat. Karena itu
konsumsi buah akan memperkecil kemungkinan terjadinya batu
saluran kemih. Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara tingginya asupan makanan dengan ekskresi
kalsium dalam air kemih. Pengaruh diet tinggi kalsium hanya 6%
pada kenaikan kalsium air kemih.
5) Jenis pekerjaan
Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada pegawai administrasi dan
orang-orang yang banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya
karena mengganggu proses metabolisme tubuh.
6) Stres
Diketahui pada orang-orang yang menderita stres jangka panjang,
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih.
Secara pasti mengapa stres dapat menimbulkan batu saluran kemih
belum dapat ditentukan secara pasti. Tetapi, diketahui bahwa orang-
orang yang stres dapat mengalami hipertensi, daya tahan tubuh

16
rendah, dan kekacauan metabolisme yang memungkinkan kenaikan
terjadinya BSK.
7) Olah raga
Secara khusus penelitian untuk mengetahui hubungan antara olah
raga dan kemungkinan timbul batu belum ada, tetapi memang telah
terbukti BSK jarang terjadi pada orang yang bekerja secara fisik
dibanding orang yang bekerja di kantor dengan banyak duduk.
8) Kegemukan (Obesitas)
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan lemak
tubuh baik diseluruh tubuh maupun di bagian tertentu. Obesitas
dapat ditentukan dengan pengukuran antropometri seperti IMT,
distribusi lemak tubuh/ persen leamk tubuh melalui pengukurang
tebal lemak bawah kulit. Dikatakan obese jika IMT ≥ 25 kg/m2.
Pada penelitian kasus batu kalsium oksalat yang idiopatik didapatkan
59,2% terkena kegemukan. Pada laki-laki yang berat badannya naik
15,9 kg dari berat badan waktu umur 21 tahun mempunyai RR 1,39.
Pada wanita yang berat badannya naik 15,9 kg dari berat waktu
berumur 18 tahun, RR 1,7. Hal ini disebabkan pada orang yang
gemuk pH air kemih turun, kadar asam urat, oksalat
dan kalsium naik.
9) Kebiasaan menahan buang air kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulkan stasis air
kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK).
ISK yang disebabkan kuman pemecah urea sangat mudah
menimbulkan jenis batu struvit. Selain itu dengan adanya stasis air
kemih maka dapat terjadi pengendapan kristal.
10) Tinggi rendahnya pH air kemih
Hal lain yang berpengaruh terhadap pembentukan batu adalah pH air
kemih ( pH 5,2 pada batu kalsium oksalat).

17
4. Teori Pembentukan Batu
1. Teori Fisiko Kimiawi
Prinsip teori ini yaitu terbentuknya batu saluran kemih karena
adanya proses kimia, fisiko maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal
tersebut diketahui terjadinya batu di dalam sistem pielokaliks ginjal
sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu dalam
tubulus renalis. Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori
pembentukan batu sebagai berikut:
a. Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu
merupakan dasar terpenting dan merupakan prasyarat untuk
terjadinya presipitasi (pengendapan). Apabila kelarutan suatu produk
tinggi dibandingkan titik endapnya, maka terjadi supersaturasi
sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan
terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi terjadi bila ada
penambahan yang bisa mengkristal dalam air dengan pH dan suhu
tertentu, sehingga suatu saat terjadi kejenuhan dan selanjutnya terjadi
kristal. Bertambahnya bahan yang dapat mengkristal yang
disekresikan oleh ginjal, maka pada suatu saat akan terjadi
kejenuhan sehingga terbentuk kristal. Proses kristalisasi dalam
pembentukan batu saluran kemih berdasarkan adanya 4 zona
saturasi, terdapat tiga zona yaitu:
a. Zona stabil, tidak ada pembentukan inti batu
b. Zona metastabil, mungkin membesar tetapi tidak terjadi disolusi
batu, bisa ada agregasi dan inhibitor bisa mencegah kristalisasi
c. Zona saturasi tinggi

18
Gambar 2.2
Proses kristalisasi Batu Saluran Kemih.
Berdasarkan gambar 2.2 terlihat bahwa saturasi dalam
pembentukan batu saluran kemih dapat digolongkan menjadi 3
bagian berdasarkan kadar bahan tersebut dalam air kemih. Bila kadar
bahan pengkristal air kemih sangat rendah maka disebut zona stabil
saturasi rendah. Pada zona ini tidak ada pembentukan inti batu
saluran kemih, bahkan bisa terjadi disolusi batu yang sudah ada. Bila
kadar bahan pengkristal air kemih lebih tinggi disebut zona
supersaturasi metastabil. Pada zona ini batu saluran kemih yang ada
dapat membesar walaupun tidak terbentuk inti batu saluran kemih
yang baru, tetapi tidak dapat terjadi disolusi dan dapat terjadi
agregasi kristal-kristal yang sudah terbentuk. Inhibitor sangat
penting pada zona ini, yaitu untuk mencegah terjadinya kristal batu
saluran kemih. Bila kadar bahan pengkristal air kemih tinggi disebut
zona saturasi tinggi. Pada keadaan ini mudahterbentuk inti batu
saluran kemih spontan, batu begitu cepat membesar karena terjadi

19
agregasi. Inhibitor tidak begitu efektif untuk mencegah terbentuknya
kristalbatu saluran kemih.
Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh
jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan
ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih. Secara kasar separuh
total konsentrasi kalsium dan oksalat berada dalam bentuk ion bebas,
sisanya dalam bentuk kompleks. Kekuatan ion terutama ditentukan
oleh natrium, kalsium dan klorida. Bila kekuatan ion naik, maka
akan menyebabkan AP CaOx turun dan risiko pembentukan kristal
kalium oksalat, sebab jumlah konsentrasi ion biasanya akan
menurun. Kalsium dapat membentuk kompleks dengan sitrat yang
larut dalam air. Keasaman air kemih akan mempengaruhi
pembentukan kompleks maupun aktivitas ion bebas. Pada kenaikan
pH terjadi kenaikan kompleks kalsium sitrat dan kalsium fosfat serta
penurunan kompleks kalsium sulfat pada pH 6,5 atau lebih. Hampir
semua ion sitrat terionisasi sehingga sangat mudah membentuk
kompleks dengan 3 ion kalsium. Pada penurunan pH terjadi
sebaliknya yaitu penurunan kemampuan ion sitrat untuk mengikat
kalsium sehingga lebih mudah membentuk kompleks kalsium
oksalat. Pada pH tinggi terjadi suasana basa, maka ion hidrogen
bebas turun sehingga menaikkan ion fosfat bebas.
b. Teori matrik
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari
pemecahan mitochondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-
laba. Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel
pada anyaman tersebut dan berada di sela-sela anyaman sehingga
terbentuk batu. Benang seperti sarang laba-laba yang berisi protein
65%, Heksana10%, Heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang
menempel kristal batu yang sebabkan batu makin lama makin besar.
Matrik tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya batu.

20
c. Teori Inhibitor
Pada penelitian diketahui bahwa walaupun kadar bahan
pembentuk batu sama tingginya pada beberapa orang tetapi tidak
semua menderita penyakit batu. Hal tersebut disebabkan pada orang
yang tidak terbentuk batu dalam air kemihnya mengandung bahan
penghambat untuk terjadinya batu (inhibitor) yang lebih tinggi
kadarnya dibanding pada penderita batu. Dikenal 2 jenis inhibitor
yaitu organik yang sering terdapat adalah asam sitrat, nefrokalsin
dan tamma-horsefall glikoprotein dan jarang terdapat yaitu gliko-
samin glikans, uropontin. Inhibitor anorganik yaitu pirofosfat,
magnesium dan Zinc.
Menurut penelitian inhibitor yang paling kuat yaitu sitrat,
karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium
sitrat yang larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal
kalsium oksalat, mencegah agregasi dan mencegah perlengketan
kristal kalsium oksalat pada membran tubulus. Magnesium
mencegah terjadinya kristal kalsium oksalat dengan mengikat
oksigen menjadi magnesium oksalat. Sitrat terdapat pada hampir
semua buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Pada penelitian
diketahui bahwa kandungan sitrat jeruk nipis lebih tinggi daripada
jeruk lemon (677 mg/10ml dibanding 494 mg/10ml air perasan
jeruk.
d. Teori Epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada
kristal lain yang berbeda sehingga cepat membesar dan menjadi batu
campuran. Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan yang paling
sering yaitu kristal kalsium oksalat menempel pada krital asam urat
yang ada.
e. Teori kombinasi
Banyak ahli berpendapat bahwa batu saluran kemih terbentuk
berdasarkan campuran dari beberapa teori yang ada.

21
f. Teori Infeksi
Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya
infeksi dari kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan
BSK adalah sebagai berikut:
1) Teori terbentuknya batu struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi mempunyai komposisi
magnesium amonium fosfat. Terjadinya batu jenis ini dipengaruhi
pH air kemih ≥7,2 dan terdapat amonium dalam air kemih,
misalnya pemecah urea (urea splitting bacteria). Urease yang
terbentuk akan menghidrolisa urea menjadi karbon dioksida dan
amonium dengan reaksi seperti dibawah ini

Akibat reaksi ini maka pH air kemih akan naik lebih dari 7
dan terjadi reaksi sintesis amonium yang terbentuk dengan
molekul magnesium dan fosfat menjadi magnesum amonium
fosfat (batu struvit). Bakteri penghasil urease sebagian besar
Gram negatif yaitu golongan proteus, klebsiela, providensia dan
pseudomonas. Ada juga bakteri gram positif yaitu stafilokokus,
mikrokokus dan korinebakterium serta golongan mikoplasma,
seperti T strain mikoplasma dan ureaplasma urelithikum.
2) Teori nano bakteria
Nanobakteria merupakan bakteri terkecil dengan diameter
50-200 nanometer yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih.
Bakteri ini tergolong Gram negatif dan sensitif terhadap
tetrasiklin. Dinding sel bakteri ini mengeras membentuk
cangkang kalsium (karbonat apatite) kristal karbonat apatit ini
akan mengadakan agregasi dan membentuk inti batu, kemudian

22
kristal kalsium oksalat akan menempel disitu sehingga makin
lama makin besar. Dilaporkan bahwa 90% penderita BSK
mengandung nano bacteria.
3) Oxalobacter
Dalam usus manusia terdapat bakteri pemakan oksalat
sebagai bahan energi yaitu Oxalobacter formigenes dan
Eubacterium lentrum tetapi hanya Oxalobacter formigenes saja
yang tak dapat hidup tanpa oksalat.
2. Teori vaskuler
Pada penderita batu saluran kemih sering didapat adanya penyakit
hipertensi dan kadar kolesterol darah yang tinggi, maka Stoller
mengajukan teori vaskuler untuk terjadinya batu saluran kemih.
a. Hipertensi
Seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolis 140
mm Hg atau lebih, atau tekanan darah diastolis 90 mmHg atau lebih
atau sedang dalam pengobatan anti hipertensi. Pada penderita
hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan pada orang
yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal sebanyak
52%. Hal ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok
1800 dan aliran darah berubah dari aliran laminer menjadi
turbulensi. Pada penderita hipertensi aliran turbulen ini berakibat
penendapan ion-ion kalsium papilla (Ranall’s plaque) disebut juga
perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu.
b. Kolesterol
Pada penelitian terhadap batu yang diambil dengan operasi
ternyata mengandung kolesterol bebas 0,058-2,258 serta kolesterol
ester 0,012-0,777 mikrogram per miligram batu. Adanya kadar
kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui
glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran
kolesterol tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium

23
oksalat dan kalsium fosfat sehingga terbentuk batu yang
bermanifestasi klinis (teori epitaksi).
5. Diagnosis Batu Saluran Kemih
a) Anamnesis
Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari
tanpa keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria,
hematuria, retensio urin, anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan
penyulit berupa demam, tanda-tanda gagal ginjal.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa
kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu
dan penyulit yang ditimbulkan. Pemeriksaan fisik umum : hipertensi,
febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus urologi
a) Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
b) Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
c) Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
d) Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
c) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin rutin untuk melihat eritrosituri, lekosituria,
bakteriuria (nitrit), pH urin dan kultur urin. Pemeriksaan darah berupa
hemoglobin, lekosit, ureum dan kreatinin.
d) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai
mempunyai batu. Hampir semua batu saluran kemih (98%) merupakan
batu radioopak. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui radiografi.
Pemeriksaan rutin meliputi foto abdomen dari ginjal, ureter dan
kandung kemih (KUB) ditambah USG atau excretory pyelography
(Intravenous Pyelography, IVP). Excretory pyelography tidak boleh
dilakukan pada pasien dengan alergi media kontras, kreatinin serum > 2
mg/dL, pengobatan metformin, dan myelomatosis.

24
Pemeriksaan radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi :
 Retrograde atau antegrade pyelography
 Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT)
 Scintigraphy
CT Scan tanpa kontras (unenhanced) merupakan pemeriksaan
terbaik untuk diagnosis nyeri pinggang akut, sensitivitasnya mencapai
100% dan spesifisitas 98%. CT Scan tanpa kontras tersedia luas di
negara-negara maju dan juga dapat memberikan informasi mengenai
abnormalitas di luar saluran kemih. IVP memiliki sensitivitas 64% dan
spesifisitas 92%. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu cukup lama dan
harus dilakukan dengan hati-hati karena kemungkinan alergi terhadap
kontras.
e) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi: sedimen urin / tes dipstik
untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit), dan pH urin.
Untuk mengetahui fungsi ginjal, diperiksa kreatinin serum. Pada
keadaan demam, sebaiknya diperiksa C-reactive protein, hitung
leukosit sel B, dan kultur urin. Pada keadaan muntah, sebaiknya
diperiksa natrium dan kalium darah. Untuk mencari faktor risiko
metabolik, sebaiknya diperiksa kadar kalsium dan asam urat darah.
Panduan pemeriksaan laboratorium selengkapnya dapat dilihat pada
Pedoman Tatalaksana Urolitiasis dari European Association of
Urology.

25
C. EXTRACORPOREAL SHOCKWAVE LITHOTRIPSY (ESWL)
Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) adalah prosedur
dimana batu ginjal dan ureter dihancurkan menjadi fragmen – fragmen kecil
dengan menggunakan gelombang kejut. Fragmen kecil ini kemudian dapat
keluar secara spontan. Terapi non-invasif ini membuat pasien terbebas dari
batu tanpa pembedahan ataupun endoskopi.
1. Mesin ESWL
Dornier HM3 (Human Model 3) adalah prototip mesin ESWL
pertama yang dirancang oleh Christian Chaussy dari Jerman, dan menjadi
standar pembanding untuk mesin-mesin baru. Mesin ini menggunakan
generator gelombang kejut spark-gap. Pasien dan dan generator
ditempatkan pada sebuah bak air, sehingga gelombang kejut dengan
mudah melalui air serta jaringan dan terarah pada batu. Lokalisasi
dilakukan menggunakan fluoroskopi biplanar.
Dalam perkembangannya, dilakukan modifikasi untuk
mengurangi penggunaan anestesi, lokalisasi batu lebih akurat, dan
meningkatkan efektivitas. Bak air yang digunakan oleh Dornier HM3
digantikan oleh generator kecil dan kasur air. Dengan desain baru ini,
pasien dapat diterapi dalam berbagai posisi yang membantu lokalisasi
dan maksimalisasi efek. Generator elektromagnetik merupakan generator
yang banyak digunakan saat ini. Alat ini memiliki zona fokus lebih kecil
dari Dornier HM3 dan lebih sedikit menggunakan anestesi. Pada mesin
generasi baru juga dijumpai kombinasi ultrasonik dan fluoroskopi.
Semua mesin litotripsi tersusun atas 4 komponen dasar : (1)
sumber energi (generator gelombang kejut), (2) focusing system, (3)
pencitraan atau unit lokalisasi, dan (4) mekanisme coupling.
a) Generator gelombang kejut
Semua generator gelombang kejut didasari oleh prinsip geometri
elips. Gelombang kejut dibuat pada titik fokus pertama dari ellipsoid
(F1 dalam separuh elips) dan dikirim ke titik fokus kedua (F2) pada

26
pasien. Zona fokus adalah daerah pada F2 dimana gelombang kejut
terkonsentrasi.
Terdapat 3 teknik yang digunakan untuk membangkitkan
gelombang kejut, yaitu elektrohidrolik, pizoelektrik dan energi
elektromagnetik.
Energi elektrohidrolik. Teknik ini paling sering digunakan untuk
membangkitkan gelombang kejut. Pengisian arus listrik voltase tinggi
terjadi melintasi sebuah elektroda spark-gap yang terletak dalam
kontainer berisi air. Pengisian ini menghasilkan gelembung uap, yang
membesar dan kemudian pecah, membangkitkan gelombang energi
bertekanan tinggi.
Energi pizoelektrik. Pada teknik ini, ratusan sampai ribuan
keramik atau kristal pizo dirangsang dengan denyut listrik energi
tinggi. Ini menyebabkan vibrasi atau perpindahan cepat dari kristal
sehingga menghasilkan gelombang kejut.
Energi elektromagnetik. Aliran listrik di alirkan ke koil
elektromagnet pada silinder berisi air. Lapangan magnetik
menyebabkan membran metalik di dekatnya bergetar sehingga
menyebabkan pergerakan cepat dari membran yang menghasilkan
gelombang kejut.
b) Focusing system
Semua litotriptor gelombang kejut memiliki sebuah focusing
system yang mengkonsentrasikan dan mengarahkan energi gelombang
kejut ke batu, yaitu pada F2, sehingga batu hancur menjadi fragmen.
Sistem elektrohidrolik menggunakan prinsip dari elips untuk
mengarahkan energi yang di buat dari elektroda spark-gap. Pada
sistem pizoelektrik, kristal diatur pada lempeng hemisfer, sehingga
energi yang dihasilkan diarahkan pada satu titik pusat. Sistem
elektromagnetik menggunakan lensa akustik atau reflektor silindris
untuk memfokuskan gelombang.

c) Sistem lokalisasi

27
Pencitraan dikerjakan untuk melokalisasi batu dan mengarahkan
gelombang kejut pada batu. Selama terapi, pencitraan tetap dilakukan
dengan tujuan untuk membantu meyakinkan gelombang kejut
ditembakkan pada arah yang tepat. Terdapat dua metode yang
digunakan untuk melokalisasi batu, yaitu fluoroskopi dan ultrasound.
Fluoroskopi memiliki keuntungan yaitu dapat mengidentifikasi
batu renal dan ureter dan dapat membantu menghitung perpindahan
fragmen. Kerugian fluoroskopi adalah penggunaan radiasi ion dan
ketidakmampuan untuk memvisualisasikan batu radiolusen atau
radioopak minimal. Penggunaan kontras intravena selama terapi
bermanfaat untuk melokalisasi batu dengan fluoroskopi. Teknik
visualisasi yang lain juga menggunakan kateter ureter yang ditempatkan
sebelumnya sehingga kontras dapat langsung dimasukkan ke dalam
ureter dan pelvis ginjal kapan pun. Jika menggunakan double-J stent,
kontras dapat dimasukkan ke kandung kemih dengan kateter, kemudian
kontras mengalami refluks ke ginjal sehingga dapat divisualisasi.
Ultrasound dapat memvisualisasikan kedua batu radioopak dan
radiolusen tanpa kontras intravena seperti pada fluoroskopi. Ultrasound
juga dapat langsung memonitor proses litotripsi. Meskipun memiliki
keuntungan tidak ada paparan radiasi, batu ureter seringkali sulit
dilokalisasi dengan sonografi.
d) Mekanisme coupling
Sistem coupling dibutuhkan untuk menyalurkan energi yang
dihasilkan oleh generator dan gelombang tekanan pada permukaan
kulit, yang kemudian akan menembus jaringan tubuh untuk mencapai
batu. Dahulu hal ini dilakukan dengan menempatkan pasien pada bak
mandi besar (Dornier HM3, generasi ke-1). Saat ini, mesin generasi
ke-2 dan ke-3 menggunakan kolam kecil berisi air atau bantal berisi
air dilapisi membran silikon untuk mencegah kontak udara dengan
kulit pasien.

28
Gambar 2.3 Prinsip ESWL
2. Indikasi ESWL
a) Penggunaan ESWL untuk Batu Ureter
Berdasarkan pedoman dari AUA, ESWL merupakan pilihan
terapi untuk batu ureter distal maupun proksimal, namun tidak untuk
batu ureter tengah. Sedangkan pedoman dari EAU lebih rinci
menguraikan bahwa ESWL in situ merupakan pilihan pertama terapi
untuk batu radioopak, batu infeksi dan batu sistin semua ukuran di
ureter proksimal; batu radioopak, urat, batu infeksi dan sistin semua
ukuran di ureter tengah; serta batu radioopak, urat, batu infeksi dan
sistin semua ukuran di ureter distal, ureter tengah. Terdapat
kontroversi dalam hal terapi mana yang terbaik untuk batu ureter,
terutama batu ureter distal, apakah ESWL atau URS.

29
b) Penggunaan ESWL untuk Batu Ginjal
Tujuan tatalaksana batu ginjal adalah untuk mencapai
bersihan batu maksimal (dinyatakan dengan angka bebas batu)
dengan morbiditas minimal.
Batu berukuran diameter <10mm paling sering dijumpai dari
semua batu ginjal tunggal. Terapi ESWL untuk batu ini memberikan
hasil memuaskan dan tidak bergantung pada lokasi ataupun
komposisi batu. Batu berukuran 10-20 mm pada umumnya masih
diterapi dengan ESWL sebagai lini pertama. Namun, hasil ESWL
dipengaruhi oleh komposisi dan lokasi sehingga faktor tersebut harus
dipertimbangkan. Tatalaksana batu berukuran 20-30 mm masih
menjadi kontroversi dan pemilihan modalitas terapi dipengaruhi oleh
banyak faktor.

Berdasarkan pedoman tatalaksana batu staghorn dari AUA,


batu ginjal >2cm paling baik diterapi dengan teknik endoskopi. El-
Anany melakukan uji klinis terhadap 30 pasien dengan batu ginjal
>2cm yang diterapi dengan laser holmium melalui ureteroskop.
Keberhasilan didefinisikan sebagai fragmentasi total mencapai
<2mm dan atau tidak didapatkan batu pada USG ginjal dan foto
polos pada follow-up 3 bulan. Diperoleh angka keberhasilan sebesar
77%. Terdapat korelasi erat antara ukuran batu, keberhasilan dan
durasi operasi. Beban batu 2-3 cm pada 23 pasien memerlukan
durasi terapi rata-rata selama 70 menit (55-85) dan sukses pada 20;
pada tujuh pasien dengan beban >3cm, terapi membutuhkan 135 (75-
160) menit dan sukses pada tiga pasien. Semakin kecil beban batu,
semakin besar kesuksesan dan semakin sedikit waktu yang
dibutuhkan. Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa terapi batu
ginjal menggunakan ureteropieloskopik merupakan terapi invasif
minimal dibandingkan PNL dan operasi terbuka, aman serta efektif
untuk batu pelvis besar.

30
3. Kontradindikasi ESWL
a) Kontraindikasi Absolut
Kontra indikasi absolut adalah : infeksi saluran kemih akut,
gangguan perdarahan yang tidak terkoreksi, kehamilan, sepsis serta
obstruksi batu distal.
Mengenai kehamilan, Asgari et al, melakukan studi kasus
kontrol dari data sekunder terhadap 824 wanita usia reproduksi
dengan batu ginjal yang menjalani terapi ESWL (Dornier HM3).
Dari jumlah tersebut, enam wanita sedang mengalami kehamilan
bulan pertama saat menjalani ESWL. Sebelum ESWL, keenam
pasien pernah melahirkan bayi cukup bulan tanpa malformasi.
Follow-up terhitung sejak sesi terakhir ESWL adalah 32,1 (10-58)
bulan. Rata-rata jumlah gelombang kejut yang diberikan adalah 2850
(800-6300), sedangkan rata-rata ukuran batu adalah 12 (5-18) mm.
Keenam wanita tersebut melahirkan bayi tanpa malformasi ataupun
anomali kromosom. Studi ini menyimpulkan bahwa ESWL dengan
tuntunan ultrasound untuk batu ginjal tampaknya aman pada wanita
hamil. Namun, jumlah pasien yang lebih besar dengan studi
prospektif dibutuhkan untuk menilai efek jangka panjang; studi ini
tidak menyarankan litotripsi sebagai terapi batu ginjal untuk wanita
hamil.
Sebuah penelitian melaporkan kasus seorang wanita 28
tahun, hamil 25 minggu dengan nyeri pinggang kanan. Ultrasound
menunjukkan dilatasi sistem pengumpul ginjal kiri dan ureter
proksimal, terdapat batu berukuran 16x5 mm di ureter proksimal.
Upaya mendorong batu dengan stent tidak berhasil dan pasien
mengalami serangan kolik berulang yang tidak reda dengan narkotik
parenteral, oleh karena itu dianjurlkan nefrostomi perkutan. Namun,
ketika pasien dijelaskan mengenai risiko perdarahan, infeksi,
pergeseran tube dan oklusi serta kemungkinan diversi ureter,
sehingga pasien meminta dilakukan ESWL. Dari pemeriksaan

31
didapatkan jarak yang cukup (11 cm) antara batu/fokus dan uterus,
kemudian dilakukan ESWL pizoelektrik dengan penuntun
ultrasound. Batu berhasil dihancurkan dan fragmen keluar spontan
tanpa kolik. Untuk menghindari steinstrasse, dimasukkan Double J
stent selama 3 minggu.
b) Kontraindikasi Relatif
Kontra indikasi relatif untuk terapi ESWL adalah :
a. Status mental, meliputi kemampuan untuk bekerja sama dan
mengerti prosedur.
b. Berat badan > 300 lb (150 kg) tidak memungkinkan gelombang
kejut mencapai batu, karena jarak antara F1 dan F2 melebihi
spesifikasi lithotriptor. Pada pasien seperti ini sebaiknya
dilakukan simulasi lithotriptor terlebih dahulu
c. Pasien dengan deformitas spinal atau orthopedik, ginjal ektopik
dan atau malformasi ginjal (meliputi ginjal tapal kuda) mungkin
mengalami kesulitan dalam pengaturan posisi yang sesuai untuk
ESWL. Selain itu, abnormalitas drainase intrarenal dapat
menghambat pengeluaran fragmen yang dihasilkan oleh ESWL
d. Masalah paru dan jantung yang sudah ada sebelumnya dan dapat
diatasi dengan anestesi.
e. Pasien dengan pacemaker aman diterapi dengan ESWL, tetapi
dengan perhatian dan pertimbangan khusus.
f. Pasien dengan riwayat hipertensi, karena telah ditemukan
peningkatan insidens hematom perirenal pasca terapi.
g. Pasien dengan gangguan gastrointestinal, karena dapat
mengalami eksaserbasi pasca terapi walaupun jarang terjadi.
Pasien harus menghentikan terapi antikoagulan, seperti
coumarin, sehingga cukup waktu untuk faktor pembekuan kembali
normal. Produk aspirin dan anti inflamasi non- steroid dihentikan 7-
10 hari sebelum terapi untuk menormalkan fungsi platelet.

32
BAB III
PENUTUP

A. RINGKASAN
1. Prevalensi penyakit batu diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa
dan 7% pada perempuan dewasa.
2. Faktor resiko terjadinya batu saluran kemih meliputi faktor intrinsik yakni
keturunan, umur, dan jenis kelamin, serta faktor ekstrinsik yakni, geografi,
iklim dan cuaca, jumlah air yang diminum, pola makan, jenis pekerjaan,
stres, oleh raga, kegemukan, kebiasaan menahan air kemih, dan pH air
kemih.
3. Terdapat dua macam teori terbentuknya batu yakni teori teori fisiko
kimiawi dan teori vaskuler.
4. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) adalah prosedur dimana
batu ginjal dan ureter dihancurkan menjadi fragmen – fragmen kecil
dengan menggunakan gelombang kejut.
5. Indikasi penggunaan ESWL pada terapi batu saluran kemih tergantung
pada letak batu, ukuran batu, dan densitas batu. ESWL dapat digunakan
sebgai trapi tunggal maupun kombinasi dengan PNL.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Sya’bani , M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ketiga. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta.2001:377-385.
2. Grasso M, Giddens J. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy. Available
at : www.emedicine.com, Last updated November 14, 2004
3. Segura JW, Preminger GM, Assimos DG, et al. Nephrolithiasis Clinical
Guidelines Panel Summary Report on The Management of Staghorn
Calculi. American Urological Association. 1997
4. Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology:From Cells to System.
Penerbit buku Kedokteran EGC. Cetakan I. Jakarta.
5. Cupisti A, M; Lupetti, S; Meola M. Low Urine Citrate Excretionm as
Main Risk Factor for Recurrent Calcium Oxalate Nephrolithiasis in Males.
Nephron. 1992:61:73-76.
6. Satoshi, H. Kidney Stone Disease and Risk Factor of CHD. International
Journal of Urology. 12(10).2005:859-863.
7. Health Technology Case Study. Effects of Federal Policies on
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. Chapter 5, The Cost and
Economics of ESWL. U.S. Congress, Office of Technology Assessment,
May 1986.
8. Purnomo B.B . 2003. ‘Dasar-dasar Urologi’. SMF Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. CV.Infomedika : Jakarta. 227-233.

34

You might also like