You are on page 1of 4

Efektivitas Hukum

Berbicara mengenai efektivitas hukum tidak terlepas membicarakan dan mengkaji mengenai
ketaatan manusia terhadap hukum yang berlaku. Jika suatu aturan hukum ditaati maka dapat
dikatakan aturan hukum tersebut efektif. Namun tetap dapat dipertanyakan lebih jauh mengenai
derajat efektifitasnya. Untuk mengetahui mengenai derajat efektifitas suatu aturan hukum dapat
kita lihat pada hubungan teori ketaatan hukum dari H.C Kelman yaitu Compliance (taat karena
sanksi), Identification (taat karena menjaga hubungan baik), Internalization (taat karena nilai
intrinsic yang dianut).

Sehinnga berbicara efektif tidaknya suatu aturan hukum dilihat dari seberapa besarnya
masyarakat mentaati aturan hukum tersebut dan tergantung dari kepentingannya, jika masyarakat
taat hukum karena kepentingan Compliance (taat karena sanksi), Identification (taat karena
menjaga hubungan baik), maka derajat ketaatnya sangat rendah dan dapat disimpulkan bahwa
suatu aturan hukum tidak efektif dimasyarakat tersebut. Tetapi apabila ketaatn masyarakat
karena Internalization (taat karena nilai intrinsic yang dianut) maka dapat diartikan bahwa
masyarakat tersebut sudah taat hukum dan aturan hukum tersebut sangat efektif.

Ada dua hal yang dapat dikaji dalam efektifitas hukum :

1. Bagaimana ketaatan terhadap hukum secara umum dan factor-faktor apa yang
mempengaruhinya ;

2. Bagaimana ketaatan terhadap suatu aturan hukum tertentu dan factor-faktor apa yang
mempengaruhinya.

Maka untuk mengkaji factor-faktor apa yang mempengaruhi ketaatan terhadap hukum umum
menurut Achmad Ali, C.G Howard dan R. S Mumners antara lain :

1. Relevansi aturan hukum umum dengan kebituhan hukum dari orang-orang yang menjadi
target aturan hukum secara umum itu. Oleh karena itu jika yang dimaksud adalah undan-
undang, maka pembuat undan-undang dituntut untuk mampu memahami kebutuhan
hukum dari target pemberlakuan undang-undang itu dalam hal ini masyarakat dan badan
hukum.

2. Kejelasan dari rumusan substansi dari aturan hukum, sehingga mudah dipahami oleh
target diberlakukannya aturan hukum. Jadi perumusn substansi aturan hukum itu harus
dirancang dengan baik, jika aturannya tertilis maka harus ditulis dengan jelas dan mampu
dipahami secara pasti. Meskipun nantinya akan membutuhkan interpretasi dari penegak
hukum yang akan menerapkannyadalam artian untuk menghindari multitafsir.

3. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target atau masyarakat aturan hukum itu.
4. Jika yang dimaksud adalah perundang-undangan maka lebih baik yang bersifat melaran
dari pada yang mengharuskan karena aturan yang bersifat melarang (prohibitur) lebih
mudah dilaksanakan ketimbang yang mengharuskan (mandatur)

5. Sanksi yang diancamkan oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan sifat aturan
hukum yang dilanggar.

6. Berat ringannya sanksi yang diancamkan dalam aturan hukum, harus proporsional dan
memungkinkan untuk dilaksanakan. Sanksi yang terlalu berat akan sulit untuk
dilaksanakan dan dapat membuat rasa ketidak adilan sebaliknya sanksi yang terlalu
ringan membuat target aturan hukum tidak segan untuk melakukan kejahatan atau
pelanggaran.

7. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi pelanggaran terhadap
aturan hukum itu adalah memang memungkinkan karena tindakan yang diatur dan
diancam sanksi, memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya
memungkinkan untuk dip roses disetiap tahapan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
pembuktian, dan penghukuman)

8. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relative akan jauh
lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan atau tidak diatur sebagai norma
moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target diberlakukannya aturan tersebut.
Aturan hukum yang sangat efektif adalah aturan hukum yang melarang dan mengancam
sanksi bagi tindakan atau perbuatan yang juga dilarang dan diancamkan sanksi o0leh
norma lain, seperti : Norma agama, Norma adat istiadat, Norma Moral dan lainnya.

9. Efektif tidaknya suatu aturan hukum secara umum tergantung pada optimal dan
professional tidaknya aparat penegak hukum dalam menegakkan berlakunya aturan
hukum secara umum.

10. Efektif tidaknya suatu aturan hukum secara umum juga mensyaratkan adanya standar
hidup sosio-ekonomi yang minimal didalam masyarakat.

Jika yang ingin kita kaji adalah efektifitas aturan tertentu atau maka akan tampak perbedaan
factor-faktor yang mempengaruhi efektifitas dari setiap aturan hukum yang berbeda tersebut.
Jika yang ingin kita kaji adalah efektifitas perundang-undangannya, maka kita dapat mengatakan
efektifnya suatu perundang-undangan tergantung pada beberapa factor antara lain :

1. Pengetahuan terhadap substansi (isi) dari perundang-undangan tersebut.

2. Cara-cara memperoleh pengetahuan tersebut

3. Institusi yang terkait perundang-undangan dalam masyarakatnya


4. Bagaimana proses lahirnya suatu undang-undang secara tergesa-gesa untuk kepentingan
yang instant atau sesaat sehinnga memiliki kualitas yang buruk dan tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakatnya.

Menurut Achmad Ali factor yang mempengaruhi efektifitas hukum dan perundang-undangan
adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang, dan fungsi dari penegak hukum,
baik dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepada mereka maupun dalam menegakkan
hukum dan undang-undang.

Bekerjanya undang-undang dapat dilihat dari dua perspektif, antara lain :

1. Perspektif Organisatoris

Memandang undang-undang sebagai institusi yang ditinjau dari cirr-cirinya. Didalam


perspektif ini tidak terlalu memperhatikan pribadi-pribadi yang pergaulan hidupnya
diatur oleh hukum atau perundang-undangan.

2. Perspektif Individu

Ketaatan, yang lebih berfokus pada segi Individu atau pribadi dimana pergaulan hidupnya
diatur oleh perundang-undangan. Foku perspektif Individu adalah kepada masyarakat
sebagai kumpulan pribadi-pribadi. Factor kepentingan yang menyebabkan orang taat atau
tidak taat terhadap Undang-undang, dengan kata lain pola-pola perilaku masyarakat yang
banyak mempengaruhi efektifitas perundang-undangan.

Factor individu dapat dibagi menjadi dua hal antara lain :

1. Faktor-faktor Individual yang Objektif

Seperti, usia, gender, pendidikan, profesi dan pekerjaan latar belakang sosisal dan
domisili.

2. Faktor-faktor Individual yang Subjektif

Penyesuaian sosial, perasaan tidak tenteram, pola piker rasional atau dogmatis dan
lainnya.

Suatu perundang-undangan jika dihubungkan dengan fenomena-fenomena yang timbul dalam


masyarakat, dapat dipandang dari dua prinsip, yaitu :

a. Prinsip pasif-dinamis. Dalam hal ini, yang pasif adalah penetapannya, sedang yang
dinamis adalah masyarakatnya. Jadi yang dimaksud dengan prinsip pasif-dinamis, adalah
bahwa, hukum atau perundang-undangan berbunyi demikian, karena masyarakat
bertindak demikian.
Oleh Karena itu, dalam prinsip pasif dinamis ini, fenomena-fenomena masyarakat lebih
dahulu timbul, barulah perundang-undangan dibuat, untuk mengakomodasinya, yaitu
untuk mengatasi situasi yang timbul di dalam masyarakat tersebut.

b. Prinsip actief-oorzakelijk. Prinsip ini adalah masyarakat bertindak demikian, karena


hukumnya atau perundang-undangannya berbunyi demikian. Oleh karena itu, dalam
prinsip ini, perundang-undangan yang lebih dahulu ada, barulah muncul fenomena-
fenomena dalam masyarakat sebagai akibat atau reaksi dari adanya perundang-undangan
tersebut. Reaksi mungkin bersifat ketaatan, tetapi juga dapat berwujud ketidaktaatan.

Apa yang dapat saya simpulkan dari kajian Stanly Milgram bahwa potensi ketaatan setiap orang
terhadap suatu otoritas adalah beragan dan tidak seragam. Sebagian orang sangat tinggi kadar
ketaatannya terhadap apa saja yang berwujud otoritas yang dianggap sah, termasuk tentunya
otoritas hukum; tetapi sebaliknya, sebagian orang memiliki kadar penolakan yang cukup tinggi,
untuk menolak atau tidak mentaati suatu perintah otoritas, termasuk otoritas hukum sekalipun,
jika perintah itu bertentangan dengan nilai-nilai intristik serta logika dan rasionalitasnya,
termasuk pandangan moral dan agama yang dianutnya.

You might also like