You are on page 1of 11

PERJUANGAN MELALUI DIPLOMASI MENGHADAPI BELANDA

XIA2
Kelompok 2

 Adnanta Rio
 Reza Adhitya
 Ristanti Fitri R
 Siswo Bintoro
Pemerintahan sipil Hindia Belanda
dipimpin oleh Dr Hubertus J Van Mook
ia membuka perundingan atas dasar pidato
siaran radio Ratu Wilhemina tahun 1942
(statkundige concepti atau konsepsi
kenegaraan)
Pidato itu menegaskan bahwa di kemudian
hari akan dibentuk sebuah persemakmuran
yang di antara anggotanya ialah Kerajaan
Belanda dan Hindia Belanda, di bawah
pimpinan Ratu Belanda.
Tanggal 10 Februari 1946, pemerintah Belanda
membuat pernyataan memperinci tentang
politiknya dan menawarkan mendiskusikannya
dengan wakil-wakil Republik yang diberi kuasa.
Sutan Syahrir mengumumkan bahwa pemerintah
nya menerima tawaran ini dengan syarat
pengakuan Belanda atas Republik Indonesia,
terutama wilayah Jawa dan Sumatra.
Namun setelah berunding lebih lanjut di Hooge
Veluwe, Belanda menolak konsep perundingan
Syahrir-Van Mook tersebut.
REAKSI TERHADAP STRATEGI DIPLOMASI
Penculikan Perdana Menteri Sjahrir terjadi pada 26 Juni 1946 di
Solo oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan yang tidak puas
atas diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan kabinet Syahrir
dengan pemerintah Belanda. Kelompok ini menginginkan
pengakuan kedaulatan penuh, sedangkan kabinet yang berkuasa
hanya menuntut pengakuan kedaulatan atas Jawa dan Madura.
Masalah politik intern ini dimanfaatkan Belanda untuk menekan
Indonesia. Pembentukan negara bagian di Indonesia dan
kemudian negara boneka RIS membuktikan strategi memecah
belah Indonesia dari dalam merupakan strategi Belanda saat itu.
PERJANJIAN LINGGAJATI
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris
mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk
menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan
Belanda.
Pada tanggal 7 Oktober 1946 dibuka perundingan
Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord
Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan
gencatan senjata (14 Oktober) dan mengawali
perundingan di Linggarjati, Jawa Barat, yang
dimulai tanggal 11 November 1946.
HASIL PERUNDINGAN LINGGAJATI
Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain
berisi:
 Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik

Indonesia, yaitu Jawa, Sumetara dan Madura.


 Belanda harus meninggalkan wilayah de fakto RI paling

lambat tanggal 1 Januari 1949.


 Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara

RIS.
 Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam

Commonwealth / Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan


ratu negeri Belanda sebagai kepala uni.
Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka
Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua
negara pada 25 Maret 1947.
PASCA PERJANJIAN LINGGAJATI
Dari pihak Indonesia, partai Masyumi, PNI, PRI
menentang perjanjian, sedangkan yang mendukung
PKI, Parkindo, Laskar Rakyat
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan
mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur
Jendral Van Mook akhirnya menyatakan bahwa
Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini,
dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi
Militer Belanda 1. Hal ini merupakan akibat dari
perbedaan penafsiran isi perjanjian antara
Indonesia dan Belanda.
PERJANJIAN RENVILLE
Dewan keamanan PBB membentuk Komisi
Tiga Negara (KTN), Committee of Good
Offices for Indonesia, yang terdiri dari
Amerika Serikat, Australia, dan Belgia untuk
menengahi perundingan.
Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember
1947 dengan Delegasi Indonesia dipimpin oleh
Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap.
Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh
Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
Perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17
Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika
Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang
berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Kesepakatan yang diambil dari Perjanjian Renville


adalah sebagai berikut :
 Disetujuinya pelaksanaan gencatan senjata
 Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan
wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
 TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah
kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan
Jawa Timur ke daerah Indonesia di Yogyakarta
PASCA PERJANJIAN RENVILLE
Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik
harus mengosongkan enclave (kantong-kantong) yang
dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi
Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah.
Selain itu dengan hasil diadakannya Perjanjian Renville
menyebabkan jatuhnya Kabinet Amir. Seluruh anggota
yang tergabung dalam kabinetnya meletakkan jabatan
ketika Perjanjian Renville ditandatangani, disusul
kemudian Amir sendiri meletakkan jabatannya sebagai
Perdana Menteri pada tanggal 23 Januari 1948.
Terima Kasih
atas perhatiannya

You might also like