You are on page 1of 6

HIKMAH PUASA

DALAM TINJAUAN AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN

(Oleh : Fajar Adi Kusumo)

Manusia merupakan makhluk yang tertinggi derajatnya, oleh karena itu manusia
diutus oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Sebagai makhluk yang
tertinggi yang membedakan antara manusia dengan makhluk Allah yang lain adalah
manusia dikaruniai oleh Allah dengan akal sedangkan makhluk Allah yang lain tidak.
Dengan akalnya ini manusia berusaha sejauh mungkin untuk mengupas rahasia-
rahasia alam karena alam semesta ini diciptakan oleh Allah dan tak akan lepas dari
tujuannya untuk memenuhi kebutuhan makhluknya. Hal ini ditegaskan oleh Allah di
dalam salah satu firman-Nya :

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini (langit dan bumi) dengan sia-sia. Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka"

(QS. Ali Imran : 191)

Ayat inilah yang membuat orang mulai berpikir untuk mencari hikmah dan manfaat
yang terkandung dalam setiap perintah maupun larangan Allah diantaranya adalah
hikmah yang tersembunyi dari kewajiban menjalankan ibadah puasa di bulan
Ramadhan yang diperintahkan oleh Allah khusus kepada orang-orang yang beriman.
Hal ini seperti disebutkan di dalam firman Allah yaitu :

"Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa"

(QS. Al Baqarah : 183)

Sudah barang tentu hikmah puasa tersebut sangat banyak baik untuk kepentingan
pribadi maupun untuk kepentingan umat (masyarakat) pada umumnya. Diantara
hikmah-hikmah tersebut yang terpenting dan mampu dijangkau oleh akal pikiran
manusia sampai saat ini antara lain :

a. Memelihara kesehatan jasmani (Badaniyah)

Sudah menjadi kesepakatan para ahli medis, bahwa hampir semua penyakit bersumber
pada makanan dan minuman yang mempengaruhi organ-organ pencernaan di dalam
perut. Maka sudah sewajarnyalah jika dengan berpuasa organ-organ pencernaan di
dalam perut yang selama ini terus bekerja mencerna dan mengolah makanan untuk
sementara diistirahatkan mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari selama
satu bulan.
Dengan berpuasa ini maka ibarat mesin, organ-organ pencernaan tersebut diservis dan
dibersihkan, sehingga setelah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan Insya
Allah kita menjadi sehat baik secara jasmani maupun secara rohani. Hal ini memang
sudah disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan
oleh Ibnu Suny dan Abu Nu’aim yaitu :

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :

"Berpuasalah maka kamu akan sehat"

(HR. Ibnu Suny dan Abu Nu’aim)

Juga dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :

"Bagi tiap-tiap sesuatu itu ada pembersihnya dan pembersih badan kasar (jasad) ialah puasa"

(HR. Ibnu Majah)

Dalam penelitian ilmiah, kebenaran hadis ini terbukti antara lain :

1. Fasten Institute (Lembaga Puasa) di Jerman menggunakan puasa untuk


menyembuhkan penyakit yang sudah tidak dapat diobati lagi dengan penemuan-
penemuan ilmiah dibidang kedokteran. Metode ini juga dikenal dengan istilah "diet"
yang berarti menahan / berpantang untuk makanan-makanan tertentu.

2. Dr. Abdul Aziz Ismail dalam bukunya yang berjudul "Al Islam wat Tibbul Hadits"
menjelaskan bahwa puasa adalah obat dari bermacam-macam penyakit diantaranya
kencing manis (diabetes), darah tinggi, ginjal, dsb.

3. Dr. Alexis Carel seorang dokter internasional dan pernah memperoleh penghargaan
nobel dalam bidang kedokteran menegaskan bahwa dengan berpuasa dapat
membersihkan pernafasan.

4. Mac Fadon seorang dokter bangsa Amerika sukses mengobati pasiennya dengan
anjuran berpuasa setelah gagal menggunakan obat-obat ilmiah.

b. Membersihkan rohani dari sifat-sifat hewani menuju kepada sifat-sifat malaikat

Hal ini ditandai dengan kemampuan orang berpuasa untuk meninggalkan sifat-sifat
hewani seperti makan, minum (di siang hari). Mampu menjaga panca indera dari
perbuatan-perbuatan maksiat dan memusatkan pikiran dan perasaan untuk berzikir
kepada Allah (Zikrullah). Hal ini merupakan manifestasi (perwujudan) dari sifat-sifat
malaikat, sebab malaikat merupakan makhluk yang paling dekat dengan Allah, selalu
berzikir kepada Allah, selalu bersih, dan doanya selalu diterima.
Dengan demikian maka wajarlah bagi orang yang berpuasa mendapatkan fasilitas dari
Allah yaitu dipersamakan dengan malaikat. Hal ini diperkuat oleh sabda Rasulullah
dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Turmudzi yaitu :

"Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka yaitu orang yang berpuasa sampai ia berbuka,
kepala negara yang adil, dan orang yang teraniaya"(HR. Turmudzi).

Juga dalam hadits lain dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘As, Rasulullah SAW bersabda :

"Sesungguhnya orang yang berpuasa diwaktu ia berbuka tersedia doa yang makbul"

(HR. Ibnu Majah)

Disamping itu hikmah yang terpenting dari berpuasa adalah diampuni dosanya oleh
Allah SWT sehingga jiwanya menjadi bersih dan akan dimasukkan ke dalam surga oleh
Allah SWT. Hal ini diperkuat dengan hadits Nabi yaitu :

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :

"Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan perhitungannya (mengharapkan
keridla’an Allah) maka diampunilah dosa-dosanya.

(HR. Bukhari)

Juga dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yaitu :

Dari Sahl r.a dari Nabi SAW beliau bersabda :

"Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang disebut dengan Rayyan. Pada hari
kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga dari pintu itu. Tidak seorangpun masuk
dari pintu itu selain mereka. (Mereka) dipanggil : Mana orang yang berpuasa ? Lalu mereka
berdiri. Setelah mereka itu masuk, pintu segera dikunci, maka tidak seorangpun lagi yang dapat
masuk"

(HR. Bukhari)

Dengan demikian maka dapatlah disimpulkan bahwa berpuasa membawa manfaat


yang sangat besar bagi manusia baik sebagai makhluk pribadi maupun makhluk sosial.
Sehingga setelah seseorang selesai menjalankan ibadah puasa di Bulan Suci Ramadhan
diharapkan ia menjadi bersih dan sehat baik jasmani maupun rohani dan kembali suci
bagai bayi yang baru lahir. Amiin.
Motivasi Pemuda
Hikmah Puasa
Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadis bahwa dengan puasa kita belajar mengendalikan
hawa nafsu serta mengendalikan setan yang menipu dan menjebak kita. Pada waktu kita puasa,
kita membelenggu setan, membuka pintu surga dan menutup pintu neraka.

Kita belajar menahan setan supaya tak masuk ke dalam tubuh kita. Salah satu pintu masuk setan
ke dalam tubuh kita adalah melalui makan dan minum. Kita tutup pintu-pintu itu pada waktu
siang hari. Kita melemahkan setan; membuatnya tak berdaya. Puasa adalah latihan
mengendalikan hawa nafsu.

Di dalam tarekat, puasa adalah upaya mengendalikan diri kita secara lahiriah dan secara batiniah.
Secara lahiriah, kita mengendalikan diri dengan mempuasakan seluruh panca indera kita. Dalam
ilmu kebatinan, ketika kita melakukan semedi, kita harus menutup tujuh pintu masuk setan.
Tujuh pintu itu adalah tujuh lubang dalam tubuh kita. Di antaranya mata, telinga, mulut, dan
hidung. Dengan cara itu, kita dapat masuk ke dalam alam kesucian.

Secara lahiriah, puasa yang pertama di dalam tarekat adalah puasa menutup mulut kita atau
puasa bicara. Puasa bicara bukan berarti meninggalkan pembicaraan yang kotor atau
menggunjing orang lain. Dalam hadis Shahih Bukhari, Rasulullah saw bersabda, “Tidak dihitung
mukmin, orang yang suka melaknat orang lain, suka menyakiti hati orang lain, atau berkata
kotor.” Ketika kita tak berpuasa pun, hal itu tidak boleh dilakukan, apalagi ketika kita sedang
berpuasa. Yang dimaksud dengan puasa bicara adalah setelah meninggalkan pembicaraan
tersebut di atas, kita menambah atau memperlebar puasa bicara kita dengan tidak membicarakan
hal-hal yang tidak perlu. Kita tidak berbicara yang tidak berguna. Ciri mukmin yang sejati adalah
menghindarkan pembicaraan yang tidak ada manfaatnya.

Yang dimaksud dengan manfaat di dalam hal ini adalah mendekatkan diri kepada Allah swt.
Perkataan yang tidak membawa kita dekat kepada Allah swt adalah perkataan yang tidak
bermanfaat. Hentikanlah perkataan seperti itu di dalam bulan puasa. Sebaiknya kita gantikan
obrolan kita dengan memperbanyak dzikrullah, zikir kepada Allah swt.

Mengobrol tanpa menggunjingkan atau menyakiti orang lain memang diperbolehkan dalam
agama. Tidak ada salahnya dalam hal itu. Tapi alangkah lebih baiknya bila waktu mengobrol itu
kita ganti dengan berzikir kepada Allah.

Kita mengurangi suara mulut kita. Jika mulut kita terlalu banyak bicara, kita takkan sanggup lagi
mendengarkan suara hati nurani kita. Siti Maryam as dalam Al-Quran dikisahkan pernah
berpuasa tidak bicara. Ketika Maryam hilang dari kampung halamannya dan kembali setelah
sekian lama dengan seorang bayi, orang-orang bertanya, “Hai saudara perempuan Harun, kau
pulang dengan sesuatu yang aneh. Padahal kami mengenal engkau bukan sebagai perempuan
nakal, melainkan perempuan saleh. Mengapa tiba-tiba kau pulang membawa anak?”(QS.
Maryam: 28) Siti Maryam as diperintahkan Allah untuk puasa bicara. Ia disuruh untuk tidak
menanggapi tuduhan yang macam-macam itu. Maryam hanya menjawab, “Aku sudah bernadzar
kepada Allah yang Mahakasih bahwa hari ini aku tidak akan berbicara kepada seorang manusia
pun.” Maryam berjanji kepada Allah untuk berpuasa bicara. Karena Maryam puasa bicara, maka
ia mampu mendengar suara bayi dalam kandungannya. Waktu itu juga, ketika Maryam
membawa anak kecil, bayi itulah yang menjawab hujatan orang-orang. Bayi itu menjawab,
“Salam bagiku ketika aku dilahirkan ketika aku mati dan pada waktu aku dibangkitkan
nanti.”(QS. Maryam: 33)

Menurut Sayyid Haidar Amuli, bila kita terlalu banyak bicara, kita takkan mampu untuk
mendengarkan isyarat-isyarat gaib yang datang kepada kita. Kita juga menjadi tak sanggup
mendengar kata-kata hati nurani kita. Suara mulut kita terlalu riuh sehingga isyarat-isyarat dari
alam malakut (alam ruh) tak terdengar oleh batin kita. Kita terlalu banyak mendengarkan suara
kita sendiri.

Puasa bicara diajarkan di dalam Al-Quran khusus kepada orang-orang saleh yang tidak hanya
menjalankan syariat saja tetapi juga ingin memperindah syariatnya dengan usaha lebih lanjut.
Puasa tarekat tidak berarti meninggalkan puasa syariat. Puasa tarekat adalah memperindah puasa
syariat; menghiasnya agar lebih bagus.

Ketika kita berpuasa, setelah kita meninggalkan kata-kata kotor dan menyinggung perasaan
orang, kita juga meninggalkan kata-kata yang biasa-biasa. Hanya supaya pembicaraan kita tidak
mengambil alih zikir yang seharusnya kita lakukan di bulan Puasa. Nabi Zakaria as, ketika
diberitahu bahwa ia akan mempunyai anak yang bernama Yahya, merasa amat bahagia karena
dalam usianya yang amat tua, ia belum juga dikaruniai seorang putra. Zakaria as sering berdoa,
“Tuhanku, sudah rapuh tulang-tulangku, sudah penuh kepalaku dengan uban, tapi aku tak putus
asa berdoa kepada-Mu.” (QS. Maryam: 4) Satu saat, Tuhan menjawab, “Aku akan memberi
kepadamu seorang anak.” (QS. Maryam: 7) Zakaria as hampir tidak percaya, “Bagaimana
mungkin aku punya anak, ya Allah. Padahal istriku mandul dan aku pun sudah tua renta.” (QS.
Maryam: 8) Lalu Tuhan menjawab, “Hal itu mudah bagi Allah. Bukankah kamu pun asalnya
tiada lalu Aku ciptakan kamu.” (QS. Maryam: 9) Zakaria masih penasaran dan ia minta kepada
Allah, “Apa tandanya, ya Allah?” Tuhan menjawab, “Tandanya ialah kau harus puasa bicara.
Kau tidak boleh berkata kepada seorang manusia pun selama tiga hari berturut-turut.” (QS.
Maryam: 10)

Zakaria as diperintahkan Tuhan untuk mensyukuri nikmat yang diterimanya dengan berpuasa
bicara. Itulah juga nasihat kepada seorang suami yang istrinya sedang mengandung; belajarlah
puasa bicara. Usahakan sesedikit mungkin berbicara. Insya Allah, jika selama istri kita
mengandung, kita berpuasa bicara, maka Allah akan memberikan kepada kita seorang anak
seperti Yahya yang cerdas, arif, berhati lembut dan suci, bertakwa kepada Allah swt, dan sangat
berkhidmat kepada orang tuanya, tak pernah memaksakan kehendaknya. Itulah ganjaran kepada
orang yang puasa bicara.
Puasa bicara adalah puasa tarekat. Hanya dengan puasa bicara, batin kita menjadi lebih tajam
untuk mendengarkan isyarat-isyarat gaib, mendengarkan hati nurani. Ketika kita terlalu banyak
bicara, kita menjadi tuli. Dalam peristiwa mikraj diceritakan ketika Nabi Muhammad saw isra
dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, beliau melihat di pertengahan jalan ada seorang yang
mengguntingi lidahnya berulang kali. Malaikat Jibril menjelaskan, “Itulah tukang-tukang
ceramah yang suka memberikan nasihat kepada orang banyak tetapi ia tidak mempraktikkan apa
yang ia khotbahkan.”

You might also like