You are on page 1of 4

Nguunnnggggg……………………bunyi sirene panjang terus berdengung.

Sejak lima menit yang lalu


pengeras suara terus berulang kali menyuarakan keadaan darurat.

“perhatian kepada semua penumpang, kita terjebak dalam badai di mohon kepada semua penumpang
untuk mengenakan pelampung yang tesedia dalam kotak-kotak emergency. Mohon untuk
mengutamakan manula, wanita dan anak. Untuk evakuasi telah tersedia sekoc yang akan segera di
siapkan oleh awak kapal.”

Kata-kata dari terdengar dari pengeras suara sudah tidak memenuhi lagi standar, tidak ada lagi
keramahan, serta intonasi suara yang teratur. Awak kapal dibagian informasi sudah panik dan
melupakan bagaimana etika berbicara ketika memberikan pengumuman.

****

Sekitar jam sembilan malam kapal penumpang yang kunaiki berangkat menuju Balikpapan. Aku telah
sholat Isya tadi waktu buka puasa makanku sudah cukup jadi di kapal ini aku hanya butuh tempat
istirahat. Untuk sahur nanti telah kusiapkan abon ikan cakalang yang diberikan Arnold temanku dari
Maluku dan roti tawar serta mentega mungkin menunya sedikit tidak nyambung tetapi setidaknya
cukuplah tuk mengganjal perutku agar dapat melanjutkan ibadah esok hari, di kapal memang sudah
disiapkan makanan untuk sahur tetapi kalau kondisinya seperti ini dengan penumpang kapal yang
membludak bisa-bisa aku tidak dapat makanan maka aku antisipasi dengan roti, yah kalau beruntung
bisa dapat makanan saat ngantri maka menu sahurku akan bertambah tapi jika tidak maka kurasa roti ini
sudah cukup untuk mengganjal puasaku di hari ke tiga puluh. Setelah tiba di Balikpapan aku melanjutkan
perjalananku ke Samarinda naik bis dan setelah itu sampailah aku di kampung halamanku.

Tujuanku adalah Samarinda kota tempatku dibesarkan, tempatku mengecap pendidikan, kota dimana
akan kulampiaskan kerinduaanku pada ayah, ibu, adik-adikku dan Aisyah kekasih hatiku, ya benar aku
berasal berasal dari Samarinda disanalah bermukim orang –orang yang kusayangi. Sudah satu tahun
empat bulan empat belas hari aku berpisah dengan mereka dan jika semuanya lancar maka hanya butuh
waktu setidaknya satu hari lagi ku menahan rindu untuk selanjutnya ku bisa memeluk mereka dan
terobatilah rinduku. Akan kupeluk erat dan ku cium ibuku, yah itulah yang akan kulakukan. Ibu maafkan
aku….. aku sudah banyak berbuat salah padamu barulah kutahu betapa kau banyak berkorban untukku,
tak terhitung pula tetesan air matamu yang jatuh karena ku telah menyakitimu.

Semua itu baru aku sadari setelah aku tiba di kota daeng, dimana ku mulai hidupku sendiri yah….sendiri
walaupun tak benar-benar sendiri sebab ada banyak teman-teman baru yang kutemui di Makassar
bahkan tak sedikit dari mereka sudah kuanggap sebagai keluargaku sendiri. Mungkin karena rasa senasib
sepenanggungan sebagai perantau, mungkin karena karena mereka punya hobi yang sama denganku
atau mungkin karena merekalah yang selalu menemaniku saat senang maupun susah dan mampu
memberikan kalimat-kalimat yang bisa menenangkan diriku.

Aku bisa terdampar di Makassar untuk belajar hidup mandiri, belajar tuk mengurus diri sendiri belajar
tuk dapat mengelola keuanganku sendiri, belajar hidup tanpa keluarga yang kusayangi sebab tak
selamanya mereka akan terus di sisiku menemaniku, yah semuanya belajar sebab kita harus terus dan
terus belajar hingga mata ini tertutup untuk selamanya dan tak dapat belajar lagi. Dan satu yang pasti
keberadaanku di kota ini untuk mencari nafkah mengaplikasi ilmu yang ku dapatkan dari bangku
sekolah. Ya aku disini untuk bekerja, aku disini untuk mencari kehidupan, mengumpulkan uang tuk
modal masa depan tuk modal dihari tua, modal tuk bisa melamar Aisyah…

Aisyah gadis berhijab yang kusukai, perawakannya tinggi, berhidung mancung berkulit putih, setidaknya
itu yang kulihat dari kulit wajahnya sebab dia mengenakan hijab yang sempurna, hijab yang menutupi
seluruh tubuhnya kecuali wajahnya yang teduh dan menenangkan setiap orang yang melihatnya, yang
kalau dihitung-hitung selama tiga tahun aku mengenalnya baru 19 kali aku dapat melihat wajah dengan
sempurna sebab dia selalu menunduk atau sedikit memalingkan wajahnya ketika berbicara padaku
sehingga yang kulihat hanya sebagian wajahnya, dan kalau dia sudah begitu maka akupun menunduk
sebab aku menghargai apa yang diyakininya. Memang terlihat aneh kalau dua orang berbicara dan tidak
menatap satu sama lain,tetapi itulah keyakinannya bahwa dua orang yang berlawanan jenis dan bukan
muhrimnya maka tidak selayaknya saling menatap, dan kuhargai itu. Dan mungkin suatu saat nanti
akupun akan memanggilnya ‘khumaira’ sebagaimana Rasulullah SAW memberikan panggilan sayang
untuk Aisyah istrinya yang pipinya kemerah-merahan. Khumaira adalah bahasa arab yang artinya pipi
yang kemerah-merah (setidaknya begitulah yang kutahu), konon ibunda Aisyah istri Rasullah SAW
pipinya kemrah-merahan dan menurutku Aisyahku pun begitu pipinya yang ‘tembem’ berwarna
kemerah-merahan saking putihnya.

Astagfirullah …,

Ampuni aku ya Allah jangan-jangan aku telah melakukan zina, zina pikiran karena aku telah mikirkan dan
membayangkan wanita lain yang bukan mahramku. Ampuni aku yaa Allah….

***

Sekaranglah saat yang tepat untuk pulang, moment lebaran ini sengaja kupilih karena ku berharap di
hari lebaran semua taubatku pada Tuhan dapat diterima secara utuh setelah aku meminta maaf pada
orang-orang yang ku berbuat salah padanya. Sebab masih ku ingat tausiah yang diberikan di masjid saat
taraweh bahwa dosa yang diampuni oleh Allah adalah dosa yang timbul karena kesalahan kita padaNya
sedangkan dosa yang timbul antar sesama manusia hanya bisa terhapus setelah di maafkan oleh orang
yang bersangkutan, kira-kira seperti itulah intinya aku bukan orang yang pandai tuk mengingat secara
detil perkataan seseorang dan aku bukan seorang alim yang menghafal firman Allah maupun sabda dari
nabiku tercinta Muhammad. Tapi satu yang pasti kuberharap lebaran kali ini aku bisa menjadi pemenang
setelah beribadah puasa selama tiga puluh hari dan berharap aku lahir layaknya bayi yang masih suci
bersih tanpa dosa sedikitpun, begitulah kira-kira kata pak ustad.

Dan satu lagi di moment hari yang suci itu aku akan mengkhitbah Aisyah secara resmi setelah
sebelumnya ku khitbah dia lewat SMS pada tanggal satu ramadhan tepat seblum azan subuh
dikumandangkan. Ya komunikasi kami setelah terpisah hanya via SMS karena dia tidak ingin kalau kami
berbicara lewat sambungan telepon maka akan lebih banyak mudharat yang kami peroleh. Ahh…. Aisyah
sungguh kau wanita idaman sungguh aku sangat beruntung bisa mendapatkan dirimu. Terima kasih ya
Allah, Engkau telah menganugrahkan dia untukku terima kasih Engkau telah mengikatkan hatinya
untukkku sehingga dia menerima khitbahku. Sebelumnya aku pesimis bisa mendapatkan dirinya sebab
dalam salah satu tausiah di masjid pak uztad mengatakan bahwa pria baik-baik akan mendapatkan
mendapat wanita yang baik pula dan pria pezina akan mendapatkan wanita pezina. Sedangkan aku
bukan pria yang baik sehingga seharusnya aku tidak mendapatkan wanita yang baik seperti Aisyah, salah
satu wanita terbaik yang diciptakan Allah di bumi. Tetapi Engkau telah mengikatkan hatinya padaku,
Alhamdulillah segala puji bagiMu ya Allah, hanya engkaulah yang mampu mengikat dan merubah hati
manusia hanya engkaulah mampu menciptakan sesuatu dari ketiadaan menjadi ada.

Nguunnnnggggggggggggggg……..sirine kapal tertus berdengung semua penumpang panik semuanya


berlarian menuju lemari tempat penyimpanan pelampung beberapa di antaranya tidak memperdulikan
pelampung tetapi justru berlari ke dek yang terbuka di atas agar dapat segera tertampung dalam sekoci
yang jumlahnya terbatas. Sedangkan aku akan mencari pelampung dulu baru ikut menumpang lainnya
masuk dalam sekoci, aku berlari dari satu lemari ke lemari berikutnya tapi tak satu pun pelampung ku
temukan, adapun sebuah pelampung tapi kondisinya sudah tidak layak pakai, tali terputus entah karena
memang sudah putus dari dulu tapi tidak pernah di cek karena hanya berfungsi sebagai pajangan
formalitas belakang atau terputus karena sebelumnya ada penumpang yang saling tarik menarik
sehingga terputus. Ahhh tidak tahulah yang mana yang benar, yang pastinya yang manapun akibat nafsu
egoisme dari manusia.

Terdengar dari pengeras suara agar semua penumpang tenang dan jangan panik. Ahh mereka bisa saja
bicara begitu karena mereka sudah mengenakan pelampung masing-masing bahkan mungkin sudah ada
sekoci yang sudah disiapkan untuk mereka. Sedangkan kami para penumpang belum tentu bisa
mendapatkan pelampung jumlah karena penumpang melebihi kapasitas tapi beginilah dinegeri ini apa
saja akan di lakukan demi mendapatkan uang.

Aku juga mulai ikut panik karena belum dapat pelampung, aku harus bisa dapat pelampung karena aku
tidak bisa berenang, sementara kulihat didepan beberapa lemari sudah bertumpuk orang saling berebut
pelampung jumlah pelampung berapa??...dan jumlah berapa jumlah penumpang???…..ku pilih mencari
tempat penyimpanan lainnya karena justru membuang-buang waktu tuk tetap disitu. Aku harus bisa
dapat pelampung. Walaupun aku bisa mendapat ruang disekoci tetap saja masih belum aman, aku
takut jika rasa egois sudah mulai menguasai maka akal sehat tak lagi duginakan, bisa saja salah seorang
penumpang akan mendorongku untuk mengurangi bebabn dalam sekoci…

***

Sengaja ku pilih jalur laut dan naik kelas ekonomi tuk pulang ke kampungku tercinta karena harganya
jauh lebih murah dibandingkan tiket pesawat yang melambung tinggi menjelang hari raya, dengan
begitu biaya yang ku keluarkan lebih sedikit dan bisa kumanfaatkan tuk acara pernikahanku. Rencana
sudah kususun semua dengan baik, ayahku sudah ku hubungi tuk membicarakan masalah ini dengan
keluarga Aisyah mereka setuju acara lamaran akan dilakukan sehari setelah lebaran dan kemudian acara
pernikahan dilangsungkan seminggu setelah lamaran dan setelah aku kan kembali ke kota daeng dengan
membawa Aisyah istriku tercinta, wanita terbaik yang dianugrakan Tuhan padaku.
Untuk masalah pekejaan kantor sudah kuselesaikan semua setidaknya selama aku tidk amak semua
sudah beres dan sudah ku percayakanpada Arnold, karena pada saat lebaran dia tidak mengambil cuti
tahunannya dia baru akan cuti pada saat natalan nanti. Untuk tambahan hari cuti telah ku urus pada
pimpinan agar bisa mendapatkan cuti pernikahan dan waktu delapan belas hari kurasa cukup tuk
berlebaran dan segala proses pernikahanku dengan Aisyah. Telah kupersiapkan untuknya sebuah baju
panjang berbahan sutra wajo dan sebagai tambahan perhiasan yang ku belikan seikat cincin bermatakan
mutiara hitam dari Ambon, tentu saja cincin tidak hanya sebuah tapi kubeli dua, satu untuk Aisyah dan
satu untuk Ibuku sebab ku tak mau Ibu kecil hati jika aku hanya membawakan untuk Aisyah, ibu aku tak
ingin kau menitikkan setetespun air mata lagi untukku, tidak tidak akan. Walaupun mungkin ibu tidak
akan seperti tapi setidaknya ku berharap mereka semua bahagia.

Kuingat kembali peristiwa empat jam lalu saat naik ke kapal ini. Ternyata naik kapal laut tak senyaman
yang kubayangkan apalagi di musim mudik seperti ini. Penumpang sangat banyak, bahkan menurutku
sudah melebihi kapasitas sebab sudah tak ada lagi tempat tuk beristirahat setiap lantai dari deck kapal
sudah mirip tempat pengungsian. Setiap petak lantai sudah di plot setiap orang sebagai teritorinya mau
itu di bawah tangga bahkan sampai di koridor depan kamar mandi sudah ada yang meletakkan tas
sebagai tanda itulah teritorinya. Aku sudah bekeliling tiga kali disetiap dek namun tak satu petak pun
kutemukan untuk tempatku meletakkan barang bawaan serta tempat tuk merebahkan diri.
Tenggorokanku haus tanganku sudah mulai pegal menenteng barang bawaanku yang tidak ringan, oh
Tuhan nasib…..

Tapi jikalau kuingat kembali manis yang akan ku peroleh setiba di Samarinda, maka semua ini tak ada
bandingannya. Tiba-tiba ada yang menepuk bahu dari belakang dan aku menoleh dan kulihat orang
dibelakangku,

“de’ kenapa sedari tadi mutar-mutar terus? Belum dapat tempatkah?” orang yang menepuk bahuku
bertanya perawakannya kurus kulitnya terbakar dan agak sedikit membungkuk, tipikal seorang pekerja
berat sepertinya.

“eh iya pak” jawabku singkat

“baru pertama kali naik kapal ya de’?”

“iya, pak” kembali jawabanku singkat bukannya apa tetapi aku masih bingung belum dapat tempat
sementara badanku sudah menuntut istirahat.

“kalo ade’ mau boleh sini gabung sama bapak sama keluarga bapak, itupun kalo ade sudi bergabung
dengan kami”

You might also like