Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses
pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim ligninolitik yang dihasilkan oleh jamur
pelapuk putih yaitu lignin peroksidase, manganese peroksidase dan lakase. Kemampuan mendegradasi
lignin jamur pelapuk putih dapat digunakan dalam proses pemutihan pulp kimia. Pada penelitian ini
dilakukan pemilihan spesies jamur dan media imobilisasi yang akan digunakan pada penelitian
selanjutnya. Pemilihan spesies jamur dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yaitu uji laju
pertumbuhan, uji degradasi lignin dan uji kualitatif enzim ligninolitik. Pemilihan spesies jamur
dilakukan terhadap Marasmius sp. dan Trametes hirsuta. Sedangkan pemilihan media imobilisasi
dilakukan terhadap media sintetis (bioball dan sabut penggosok) dan media alami yaitu bulustru (luffa).
Kriteria pemilihan media imobilisasi adalah pengamatan visual pertumbuhan jamur pada ketiga media
imobilisasi. Berdasarkan uji laju pertumbuhan jamur dapat diketahui bahwa nilai laju pertumbuhan
arah radial dan laju pertumbuhan spesifik Marasmius sp. relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
Trametes hirsuta. Laju pertumbuhan arah radial dan laju pertumbuhan spesifik Marasmius sp. masing-
masing adalah 25,05 mm/hari dan 2,06/hari. Sedangkan laju pertumbuhan arah radial dan laju
pertumbuhan spesifik Trametes hirsuta masing-masing adalah 17,45 mm/hari dan 1,33/hari. Pada uji
degradasi lignin diketahui bahwa Marasmius sp. lebih cepat mendegradasi lignin dibandingkan dengan
Trametes hirsuta. Setelah 60 hari inkubasi, Marasmius sp. berhasil mendegradasi lignin dalam media
agar secara sempurna daripada Trametes hirsuta. Pada uji kualitatif enzim dapat diketahui bahwa
kedua jenis jamur tersebut menghasilkan enzim peroksidase non-spesifik. Dengan demikian Marasmius
sp. digunakan sebagai spesies jamur yang digunakan untuk produksi enzim ligninolitik. Hasil
percobaan pemilihan media imobilisasi menunjukkan bahwa Marasmius sp. dapat tumbuh dengan baik
pada bulustru (luffa) daripada bioball dan sabut penggosok.
Pendahuluan
Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat menguraikan komponen kayu (lignoselulosa) yaitu
pelapuk coklat (brown rot), pelapuk putih (white rot) dan pelapuk lunak (soft rot). Pengelompokan jamur pelapuk
ini didasarkan pada hasil proses pelapukan. Jamur pelapuk coklat menghasilkan sisa hasil pelapukan berwarna
coklat sedangkan jamur pelapuk putih menghasilkan sisa hasil pelapukan yang berwarna putih. Ketiga jenis jamur
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi lignin yang
tinggi dengan sedikit mengakibatkan kehilangan selulosa. Sifat ini menguntungkan sehingga dapat digunakan pada
proses delignifikasi yaitu pemutihan pulp.
Pertumbuhan merupakan salah satu karakteristik penting sel hidup. Pertumbuhan mikroorganisme dapat
didefinisikan sebagai peristiwa peningkatan volum suatu organisme yang disertai peningkatan biomassa. Pada jamur
pertumbuhan ditandai dengan pemanjangan hifa dan pada jamur uniseluler, seperti ragi, ditandai dengan
peningkatan volum sel individu dan jumlah sel yang secara keseluruhan menghasilkan peningkatan biomassa.
Pertumbuhan jamur pelapuk putih sebagaimana mikroorganisme lainnya mengikuti suatu pola tertentu dan laju
pertumbuhan spesifik (µ) merupakan salah satu parameter penting untuk mengevaluasi kinerja suatu
mikroorganisme dalam kultur (Crueger, 1984). Parameter lain yang juga penting adalah laju pertumbuhan koloni
secara radial (Kr) (Reeslev dan Kjøller, 1995). Pengaluran diameter koloni terhadap waktu akan membentuk kurva
pertumbuhan sehingga dapat ditentukan nilai laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr). Pada fase log, pertumbuhan
koloni dapat dianggap lurus sehingga kurvanya membentuk garis lurus. Kemiringan (slope) garis tersebut
merupakan laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr). Faktor yang paling penting untuk memilih jenis jamur yang
akan digunakan untuk mendegradasi lignin adalah kemampuannya menghasilkan enzim pendegradasi lignin (Lignin
E-mail : risdianto@depperin.go.id
D-13-1
Hendro Risdianto1, Tjandra Setiadi2, Sri Harjati Suhardi3, Wardono Niloperbowo3
Peroksidase, Manganese Peroksidase dan Lakase) yang merupakan hasil metabolisme sekunder dari jamur pelapuk
putih pada kondisi tertentu (Van der Merwe, 2002).
Pertumbuhan dan produksi enzim ligninolitik oleh jamur pelapuk putih (Marasmius sp.) dalam bioreaktor
dapat dilakukan dengan mengimobilisasi kultur jamur pada media tertentu. Imobilisasi adalah pembatasan mobilitas
sel dalam ruang yang terbatas. Imobilisasi sel sebagai biokatalis hampir secara umum digunakan pada imobilisasi
enzim. Imobilisasi sel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan kultur tersuspensi yaitu antara lain
menghasilkan konsentrasi sel tinggi, sel dapat digunakan kembali dan mengurangi biaya pemisahan sel, mengurangi
sel yang terbawa pada laju dilusi yang tinggi, kombinasi konsentrasi sel tinggi dan laju aliran tinggi memungkinkan
memperoleh produktivitas volumetris yang tinggi, menguntungkan kondisi lingkungan mikro yaitu kontak antar sel,
gradien produk nutrisi, gradien pH untuk sel, menghasilkan unjuk kerja yang lebih baik sebagai biokatalis (sebagai
contoh, perolehan dan laju yang tinggi), memperbaiki stabilitas genetik (pada beberapa kasus tertentu), melindungi
sel dari kerusakan akibat pergeseran (Shuler dan Kargi, 1992). Keuntungan lain teknik imobilisasi adalah 1)
memungkinkan untuk dilakukannya reaksi enzim beberapa tahap, 2) aktivitas enzim yang tinggi dengan teknik
imobilisasi, 3) stabilitas operasional secara umum tinggi, 4) tidak diperlukan tahap ekstraksi/pemurnian enzim dan
5) biomassa yang diimobilisasi dapat digunakan untuk konsentrasi substrat yang lebih tinggi dan dapat dilakukan
pemisahan sel dengan mudah serta umur sel dapat diperpanjang (Suhardi, 2000).
Teknik imobilisasi dibedakan menjadi dua yaitu imobilisasi aktif dan imobilisasi pasif. Imobilisasi aktif
adalah penjebakan (entrapment) atau pengikatan (binding) oleh gaya fisika atau kimia. Penjebakan secara fisika
dapat menggunakan berbagai macam bahan seperti bahan berpori (agar, alginat, carrageenan, poliakrilamid,
chitosan, gelatin, kolagen), saringan dari logam berpori, polyurethane, silica gel, polystirene dan selulosa triasetat.
Sedangkan imobilisasi pasif menggunakan metode pelekatan (attachment) merupakan bentuk biofilm, yaitu lapisan-
lapisan pertumbuhan sel pada permukaan media pendukung. Media ini bisa bersifat inert maupun aktif secara
biologis (Shuler dan Kargi, 1992).
Berdasarkan media yang digunakan terdapat dua jenis imobilisasi yaitu imobilisasi pada media sintetis dan
imobilisasi pada media alami. Kultivasi pada media alami dapat menggunakan bahan alami seperti limbah industri
agro. Media ini dapat juga sebagai sumber nutrisi mikroorganisme. Sedangkan kultivasi pada media sintetis dapat
menggunakan media antara lain polyurethane foam dan spon stainless steel (Prasad dkk., 2005).
Kultivasi dengan media sintetis secara umum tidak banyak digunakan walaupun memiliki kelebihan
dibandingkan dengan kultivasi pada media alami yaitu perbaikan pengendalian proses, pemantauan dan peningkatan
konsistensi proses. Pengambilan produk lebih mudah dibandingkan menggunakan media alami karena produk
ekstraseluler dapat dengan mudah diekstrak dan produknya sedikit mengandung pengotor. Namun, media sintetis
bukan merupakan media seperti kehidupan mikroorganisme yang digunakan sehingga pertumbuhannya belum tentu
optimal (Couto dkk, 2004).
D-13-2
Pemilihan Spesies Jamur dan Media Imobilisasi untuk Produksi Enzim Ligninolitik
Media Imobilisasi
Media imobilisasi merupakan media untuk menumbuhkan jamur. Media yang digunakan terdiri dari media
sintetis dan media alami. Media sintetis yang digunakan dalam percobaan ini adalah media plastik (bioball) dan
sabut penggosok komersial berbahan dasar nilon. Sedangkan media alami yang digunakan adalah bulustru. Bulustru
merupakan serat buah oyong yang telah dikeringkan. Bioball dengan ukuran diameter 3,5 cm dan tinggi 3 cm dapat
langsung digunakan sebagai media imobilisasi, sedangkan sabut penggosok yang mulanya berbentuk lembaran
dipotong-potong seperti dadu dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm sebelum digunakan sebagai media imobilisasi
demikian pula dengan bulustru yang dipotong dengan ukuran sekitar 5 cm x 5 cm. Medium pertumbuhan yang
digunakan sebagai nutrisi jamur Marasmius sp. adalah medium Kirk. Komposisi medium kirk (Nüske dkk,2001)
adalah sebagai berikut Glukosa 4,3 g/L, KH2PO4 1,7 g/L, MgSO4.7H2O 0,4 g/L, CaCl2 0,09 g/L, Natrium Asetat 2,3
g/L, Diammonium tartrat 0.4 g/L, MnCl2 0.02 g/L, ekstrak ragi 0,3 g/L, CuSO4. 7H2O 0,01 g/L, H2MoO4 0,007 g/L,
MnSO4. 4H2O 0,01 g/L, ZnSO4. 7H2O 0,006 g/L dan Fe2(SO4)3 0,007 g/L.. Medium Kirk pada penelitian ini
digunakan untuk merendam media imobilisasi tersebut. Perendaman dilakukan hingga medium kirk dapat meresap
dalam ketiga media imobilisasi. Masing-masing media imobilisasi kemudian dimasukkan ke dalam plastik tahan
panas untuk disterilisasi dalam autoclave. Setelah steril dan dingin, Marasmius sp. sebanyak satu cawan petri
dipotong-potong dengan ukuran sekitar 1 cm x 1 cm dan diinokulasikan pada media imobilisasi.
D-13-3
Hendro Risdianto1, Tjandra Setiadi2, Sri Harjati Suhardi3, Wardono Niloperbowo3
100
90
80
70
diameter, mm
60
50
40
30
20 : Marasmius sp.
10 : Trametes hirsuta
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
waktu, hari
2.50
2.00
1.50
μ , hari -1
1.00
0.50
0.00
Marasmius sp Trametes hirsuta
Jam ur Pelapuk Putih
D-13-4
Pemilihan Spesies Jamur dan Media Imobilisasi untuk Produksi Enzim Ligninolitik
Gambar 3. Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih dalam medium padat.
Berdasarkan uji degradasi lignin maka dapat diketahui bahwa Marasmius sp. memiliki kemampuan
mendegradasi lignin lebih cepat daripada Trametes hirsuta. Hal inilah yang menjadi acuan utama dalam pemilihan
spesies jamur yang akan digunakan pada pemilihan spesies jamur.
D-13-5
Hendro Risdianto1, Tjandra Setiadi2, Sri Harjati Suhardi3, Wardono Niloperbowo3
dan licin akan menyebabkan pertumbuhan jamur ini kurang baik jika direndam dengan medium cair (medium kirk)
untuk produksi enzim. Benturan antara cairan dan miselium jamur akan mempengaruhi perlekatan jamur pada
permukaan bioball yaitu miselium jamur mudah terkelupas dan tersuspensi dalam medium cair.
Bulustru dapat ditumbuhi oleh miselia jamur dengan baik daripada bioball dan sabut penggosok karena
selain berpori juga merupakan bahan alami yang mengandung nutrisi untuk jamur. Bulustru merupakan bahan alami
yang biasanya mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Penggunaan bulustru ini juga merupakan substrat
yang mirip pada kehidupan jamur pelapuk putih di alam. Secara alami jamur pelapuk putih banyak tumbuh pada
kayu atau bahan lignoselulosa yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi lignin.
Kesimpulan
Berdasarkan uji laju pertumbuhan jamur pada medium padat maka dapat diketahui bahwa Marasmius sp.
lebih cepat daripada Trametes hirsuta yang dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan koloni arah radial (Kr) dan laju
pertumbuhan spesifiknya (μ). Dengan demikian Marasmius sp. digunakan pada pemilihan media imobilisasi.
Berdasarkan pengamatan secara visual menunjukkan bahwa pertumbuhan terbaik Marasmius sp. terjadi pada media
bulustru daripada bioball dan sabut penggosok.
Daftar Pustaka
Couto, S.R, Sanroman, M.A., Hofer, D., Gübitz, G.M. (2004), “Production of Laccase by Trametes hirsuta Grown
in an immersion Bioreactor and its Application in The Docolorization of Dyes from a Leather Factory, Engineering
in Life Science, 4, hal. 233-238.
Nüske, J., Scheibner, K, Dornberger, U., Hofrichter, M. (2001), Large scale production of manganese-peroxidase
using whit-rot fungi. Proceedings of the 8th International Conference on Biotechnology in the Pulp and Paper
Industry, Helsinki, Finland.
Prasad, K.K., Mohan, S.V., Bhaskar, Y.V., Ramanaiah, S.V., Babu, V.L., Pati, B.R., Sarma, P.N. (2005), “Laccase
Production using Pleurotus ostreatus 1804 Immobilized on PUF Cubes in Batch and Packed Bed Reactors :
Influence of Culture Condition”, The Journal of Microbiology, 43, hal. 301-307.
Reeslev, M. dan Kjøller, A. (1995), “Comparison of Biomass Dry Weight and Radial Growth Rates of Fungal
Colonies on Media Solidified with Different Gelling Compounds”, APPLIED AND ENVIRONMENTAL
MICROBIOLOGY, 61, hal. 4236 – 4239.
Shuler, M.L., Kargi, F. (1992), “BIOPROCESS ENGINEERING : Basic Concepts”, Prentice-Hall International,
Inc., New Jersey.
Suhardi, S.H., Hardiyati, E., Wisjnuprapto, (2000), “Karakterisasi Aktivitas Sporotrichum pulverulentum RS01
dalam Proses Biodegradasi Klorolignin”, Seminar Nasional Ensim dan Bioteknologi II, Jakarta, 95 – 103.
Van der Merwe, J.J. (2002), “Production of Laccase by The White-Rot Fungus Pycnoporus sanguineus”, Master
Thesis, University of the Free State, Bloemfontein.
D-13-6