You are on page 1of 182

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

DAN LINGKUNGAN KERJA SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI


KERJA GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) SUB
RAYON SATU KOTA BEKASI

TESIS

Disampaikan untuk memenuhi persyaratan menulis tesis

Program Studi Magister Administrasi Pendidikan

Oleh :

POLMA PARULIAN SINAGA

NIM: 0808036323

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2010
ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN


LINGKUNGAN KERJA SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI KERJA
GURU DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) SUB RAYON
SATU KOTA BEKASI

TESIS

POLMA PARULIAN SINAGA


NIM: 0808036323

Susunan Penguji Tanda Tangan Tanggal

Prof. Dr. H. Ismaun, M.Pd ………............ ………............


(Pembimbing I)

Dr. Hj. Anik Suwarni, MM ………............ ………............


(Pembimbing II)

Jakarta, Desember 2010

Mengetahui:
Ketua Program Studi
Magister Administrasi Pendidikan Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Prof. Dr. H. Abdul Madjid Latief, MM., M.Pd

ii
iii

ABSTRAK

Polma Parulian Sinaga. Pengaruh Gaya kepemimpinan Kepala Sekolah dan


Lingkungan kerja terhadap Motivasi kerja guru Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) Swasta Kota Bekasi. Tesis. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
Hamka, 2010.

Penelitian bertujuan mengkaji (1) pengaruh gaya kepemimpinan kepala


sekolah terhadap motivasi kerja guru, (2) pengaruh lingkungan kerja sekolah
terhadap motivasi kerja guru, dan (3) pengaruh gaya kepemimpinan kepala
sekolah terhadap motivasi kerja guru, pada Sekolah Menengah Kejuruan
Subrayon Satu Kota Bekasi Jawa Barat. Hipotesis penelitian adalah: (1) gaya
kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja
guru; (2) lingkungan kerja sekolah berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja
guru; (3) gaya kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh langsung terhadap
lingkungan kerja sekolah.
Penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan analisis jalur.
Populasi penelitian adalah seluruh guru Sekolah Menengah Kejuruan Subrayon
Satu yang terdapat di Kota Bekasi Jawa Barat. Sampel berjumlah 167 guru yang
dipilih secara acak bertahap dari selueluh populasi guru Sekolah Menengah
Kejuruan Subrayon Satu Kota Bekasi Jawa Barat. Data dikumpulkan dengan
kuesioner gaya kepemimpinan kepala sekolah (koefisien α = 0.89), kuesioner
lingkungan kerja sekolah (koefisien α = 0.90), dan kuesioner motivasi kerja guru
(koefisien α = 0.84). Data dianalisis dengan statistik deskriptif dan inferensial
sedangkan pengujuian hipotesis menggunakan teknik analisis jalur.
Hasil penelitian menunjukan: Pertama, gaya kepemimpinan kepala sekolah
secara signifikan berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja guru
melalui koefisien jalur ρ31 = 0.59 (t = 9.91, p < 0.01). Kedua, lingkungan kerja
sekolah secara signifikan berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja
guru melalui koefisien jalur ρ32 = 0.22 (t = 3.72, p < 0.01). Ketiga, gaya
kepemimpinan kepala sekolah secara signfikan berpengaruh langsung positif
terhadap motivasi kerja guru melalui koefisien jalur ρ21 = 0.34 (t = 2.71, p <
0.01).
iii
iv

Model analisis jalur memiliki kecocokan dengan data, di mana 44.8%


varians di dalam motivasi kerja guru dapat dijelaskan oleh kepempinan kepala
sekolah dan lingkungan kerja sekolah, sementara itu 4.2% varians di dalam
lingkungan kerja sekolah dapat dijelaskan oleh kepemimpinan kepala sekolah.
Hasil penelitian mengandung implikasi bahwa kepala sekolah dapat meningkatkan
motivasi kerja guru secara langsung melalui kepemimpinannya maupun secara tak
langsung melalui peningkatan lingkungan kerja sekolah.

iv
v

ABSTRACT

Polma Parulian Sinaga. The Influence of School Principals’ Leadership Style and
Schools’ Work Environment Toward Teachers’ Work Motivation of Subrayon
Satu Vocational Schools at Kota Bekasi West Java. Thesis. Jakarta: University of
Muhammadiyah Prof. DR. Hamka, 2010.

This research aims at studying (1) the influence of school principals’


leadership style toward teachers’ work motivation, (2) the influence of schools’
work environment satisfaction toward teachers’ work motivation, and (3) the
influence of school principals’ leadership style toward schools’ work
environment, at Subrayon Satu Vocational School at Kota Bekasi West Java. The
hypotheses are: (1) there will be a direct effect of school principals’ leadership
style on teachers’ work motivation; (2) there will be a direct effect of schools’
work environment on teachers’ work motivation; (3) there will be a direct effect
of school principals’ leadership style on schools’ work environment.
The research used survey method with path analysis approach. The
research population were all teachers of Subrayon Satu Vocational School at Kota
Bekasi West Java. The sample consist 167 teachers that taken randomly from the
population. Data was collected by school principals’ leadership style
questionnaire (coefficient α = 0.89), schools’ work environment (coefficient α =
0.90), and teachers’ work motivation (coefficient α = 0.84). Data was analysed by
descriptive and inferential statistics. The hypothesis was tested by path analysis.
The results are: First, there is a significant positive direct effect of school
principals’ leadership style on teachers’ work motivation (ρ31 = 0.59, t = 9.91, p
< 0.01); second, there is a significant positive direct effect of schools’ work
environment on teachers’ work motivation (ρ32 = 0.22, t = 3.72, p < 0.01); third,
there is a significant positive direct effect of school principals’ leadership style on
schools’ work environment (ρ21 = 0.34, t = 2.71, p < 0.01).
Both principals’ leadership style and schools’ work environment explained
44.8% in variances of teachers’ work motivation while principals’ leadership style
explained 4.3% in variances of schools’ work environment. These results imply

v
vi

that the principals can increase teachers’ work motivation both direcly through
exercice their leadership style or indirectly through betterment schools’ work
environment.

vi
vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang berkat rahmat dan
hidayat-Nya proposal penelitian untuk tesis ini dapat kami selesaikan. Banyak
pihak yang secara langsung atau tak langsung telah berjasa dalam penyiapan
proposal tesis ini. Pada kesempatan kami mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. H. M. Ismaun, M.Pd, Pembimbing Satu;
2. Dr. Hj. Anik Suwarni, MM, Pembimbing Dua;
3. Prof. D. H. Suyatno, M.Pd, Rektor Uhamka;
4. Prof. Dr. H. R. Santosa Murwani, Direktur PPs Uhamka;
5. Prof. Dr. H. Abdul Madjid Latief, MM., M.Pd, Ketua Program Magister
Manajemen Pendidikan PPs Uhamka;
6. Staf pengajar / staf administrasi PPs Uhamka;
Tidak lupa terima kasih kami ucapkan kepada suami tercinta beserta anak-anak
tersayang yang dengan caranya masing-masing telah mendorong penyelesaian
proposal tesis ini.

Agustus, 2010

Peneliti

vii
viii

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Masalah Penelitian 9
1. Identifikasi Masalah 9
2. Pembatasan Masalah 11
3. Perumusan Masalah 12
C. Kegunaan Penelitian 12

BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR,


HIPOTESIS 14
A. Deskripsi Teori 14
1. Motivasi Kerja Guru 14
2. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah 28
3. Lingkungan Kerja Sekolah 53
B. Penelitian yang Relevan 63
C. Kerangka Berpikir 64
1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
terhadap Motivasi Kerja Guru 64
2. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Motivasi
Kerja Guru 65
3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah 66

viii
ix

Halaman
terhadap Lingkungan Kerja Sekolah
D. Hipotesis Penelitian 67
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 68
A. Tujuan Penelitian 68
B. Waktu dan Tempat Penelitian 68
C. Disain Penelitian 69
D. Populasi dan Sampel 70
E. Teknik Pengumpulan Data 73
1. Variabel Motivasi Kerja Guru 73
2. Variabel Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah 74
3. Variabel Lingkungan Kerja Sekolah 76
F. Teknik Analisis Data 78
G. Hipotesis Statistik 79
BAB IV HASIL PENELITIAN 81
A. Deskripsi Data 81
1. Data Motivasi Kerja Guru 81
2. Data Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah 82
3. Data Lingkungan Kerja Sekolah 84
B. Uji Prasayarat Analisis 86
1. Uji Normalitas 86
2. Uji Homogenitas 88
3. Uji Linearitas dan Signifikansi Regresi 89
C. Uji Hipotesis 95
D. Pembahasan 100
1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
terhadap Motivasi Kerja Guru 100
2. Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Motivasi
Kerja Sekolah 102
3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
terhadap Lingkungan Kerja Sekolah 104
E. Keterbatasan 105

ix
x

Halaman
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN 106
A. Kesimpulan 106
B. Implikasi 108
C. Saran 109

DAFTAR KEPUSTAKAAN 113


LAMPIRAN 116

x
xi

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Model Motivasi Kerja Dua Faktor Herzberg 19
Tabel 2. Jadwal Penelitian 69
Tabel 3. Rekapitulasi Jumlah Guru, Pegawai, dan Siswa SMK
Subrayon Satu Kota Bekasi Tahun 2009 71
Tabel 4. Sampel Guru SMK Subrayon Satu Kota Bekasi 72
Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Motivasi Kerja Guru 73
Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Kualitas Lingkungan Sekolah 75
Tabel 7. Kisi-kisi Instrumen Gaya Kepemimpinan Kepala
Sekolah 77
Tabel 8. Tabel Frekuensi Skor Motivasi Kerja Guru 81
Tabel 9. Tabel Frekuensi Skor Gaya Kepemimpinan Kepala
Sekolah 83
Tabel 10. Tabel Frekurnsi Skor Lingkungan Kerja Sekolah 85
Tabel 11. Hasil Pengujian Normalitas Galat Baku Taksiran 86
Tabel 12. Hasil Pengujian Homogenitas Varians 88
Tabel 13. Tabel ANAVA = 0.98+0.69X1 89
Tabel 14. Tabel ANAVA = 2.04+0.32X2 91
Tabel 15. Tabel ANAVA = 2.36+0.24X1 93
Tabel 16. Matriks Korelasi Hubungan Gaya Kepemimpinan
Kepala Sekolah, Lingkungan Kerja Sekolah, dan
Motivasi Kerja Guru 96

xi
xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Proses Motivasi (Wahjosumidjo, 2007:175) 15
Gambar 2. Proses Motivasi (Kartonego, 1994:127) 16
Gambar 3. Model Hirarkhi Kebutuhan Maslow (Pareck,
2001:112) 18
Gambar 4. Teori Vroom (Wahjusumidjo, 2007:313) 23
Gambar 5. Model Kepemimpinan Situasional (Hersey &
Blanchard, 1977:107) 46
Gambar 6. Segi Empat Gaya Kepemimpinan Dasar menurut
Hersey 48
Gambar 7. Model Getzer (Nurtaim, 2006:12) 49
Gambar 8. Konstelasi Masalah Penelitian 70
Gambar 9. Histogram Skor Motivasi Kerja Guru 79
Gambar 10. Hitogram Skor Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah 83
Gambar 11. Histogram Skor Lingkungan Kerja Sekolah 85
Gambar 12. Diagram Pencar Regresi Motivasi Kerja Guru
terhadap Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah 89
Gambar 13. Diagram Pencar Regresi Motivasi Kerja Guru
terhadap Lingkungan Kerja Sekolah 91
Gambar 14. Diagram Pencar Regresi Lingkungan Kerja Sekolah
terhadap Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah 93
Gambar 15. Koefisien Jalur Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Kepala Sekolah (X1) dan Lingkungan Kerja Sekolah
(X2) terhadap Motivasi Kerja Guru (X3) 96

xii
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Instrumen Penelitian 115
Lampiran 2. Hasil Ujicoba 126
Lampiran 3. Data Penelitian 141
Lampiran 4. Hasil Analisis Data 146
Lampiran 5. Tabel Statistik 163
Lampiran 6. Perizinan 164
Lampiran 7. Riwayat Hidup 165

xiii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Nasional yang berakar dari aspirasi dan kebudayaan bangsa

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

merupakan faktor yang sangat panting dalam kehidupan dan perkembangan

bangsa. Antara proses pendidikan dengan terbentuknya kualitas sumber daya

manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain, sebab pendidikan adalah usaha

sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran

atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Pada hakekatnya pendidikan adalah suatu proses yang disadari dalam

menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia

sehingga memperoleh nilai yang lebih baik. Surakhmad mengemukakan bahwa:

Pendidikan atau dipersempit dalam arti pengajaran, adalah suatu usaha yang
bersifat sadar tujuan, dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku
menuju ke kedewasaan anak didik. Perubahan itu menunjukkan pada suatu
proses yang harus dilalui. Tanpa proses itu perubahan tidak mungkin terjadi,

1
2

tanpa proses itu tujuan tidak akan tercapai. Dan proses yang dimaksud disini
adalah proses pendidikan.1

Sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia

seutuhnya, merupakan suatu mata rantai dari upaya yang dilakukan pemerintah

dan masyarakat. Hal ini akan dapat dicapai hanya dengan melalui lembaga

pendidikan. Manusia Indonesia yang berkualitas pada dasamya merupakan

manivestasi dari manusia yang produktif. Manusia yang produktif ditandai dengan

kreativitas yang tinggi, serta mempunyai kemampuan mandiri untuk

menghasilkan sesuatu bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain, serta tidak

tergantung pada sarana dan lapangan kerja yang ada.

Dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, dilaksanakan secara bertahap

dan berkesinambungan sesuai dengan jenjang dan jenis sekolahnya. Khususnya

untuk jenjang pendidikan menengah umurn, tujuannya telah tercantum dalam

Peraturan Pemerintah No 2004 ps 2, yaitu :

1. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada

jenjang yang lebih tinggi dan dan mengembangkan diri sejalan dengan

pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

2. Meningkalkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam

mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan social, budaya dan

alam sekitarnya.

Sorotan terhadap dunia pendidikan serta upaya-upaya pencapaian tujuan

pendidikan khususnya yang berhubungan dengan sistem dan kualitas pendidikan

telah menjadi wacana para pakar pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan

1
Winarno Surakhmad. 1989. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung: Jernmars, h. 13.
3

ditunjukkan oleh rendahnya indeks kualitas pengembangan sumber daya manusia

(Human Development Index, HDI). Berdasarkan HDI tahun 2007, Indonesia

berada pada peringkat ke 110 dari 177 negara yang disurvey dan memperoleh

urutan terendah di Asia Tenggara.2

Mutu pendidikan pada setiap jenjang sekolah mulai Taman Kanak-kanak

sampai Perguruan Tinggi yang diharapkan pemerintah minimal dapat mencapai

kompetensi. Dengan adanya standar kompetensi sebagai standar minimal,

diharapkan dapat menjadi patokan tercapai pemerataan mutu sebagai hasil proses

pendidikan yang saat ini dirasa belum meningkatkan kualitas pendidikan secara

konprehensif. Disadari oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan

Nasional tentang rendahnya mutu pendidikan di Indonesia pada setiap jenjang dan

satuan pendidikan:

Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu Pendidikan


Nasional namun demikian berbagai indikator mutu pendidikan belum
menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagian sekolah, terutama
sekolah-sekolah yang ada di perkotaan menunjukkan peningkatan mutu
pendidikan yang cukup menggembirakan, tetapi sebagian lainnya masih
cukup memprihatinkan.3

Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari menajemen

pendidikan yang masih sentralistis yang cenderung menghambat peningkatan

mutu manajemen pendidikan yang Iebih demokratis dan mendorong partisipasi

masyarakat, kurang efektif, efisien dan accountable responsive.

2
Ninin Damayanti. 2007. “Indeks Pembangunan Indonesia Terendah di Asia Tenggara.”
Tempo Interaktif, 17 Desember. http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/12/17/
brk,20071217-113690,id.html (Diunduh 16 Desember 2010).
3
Depdiknas, 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Edisi 2. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, h. 3.
4

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Depdiknas menunjukkan bahwa

sedikitnya ada 3 faktor yang menyebabkan pendidikan tidak mengalami

peningkatan yang cukup merata, yaitu : (1) 1. Faktor kebijakan dan

penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education

production function atau input output analisis yang tidak dilaksanakan secara

konsekuen. (2) Faktor penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara

sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan

sangat tergantung pada keputusan birokrasi. (3) Faktor peran serta masyarakat

khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendididkan selama ini sangat

minim.

Dalam proses pendidikan di sekolah guru adalah salah satu unsur pelaksana

pendidikan yang memegang peranan sangat penting yakni sebagai educator,

fasilitator dan motivator. Guru dituntut melaksanakan kegiatan pembinaan

keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, pendidikan dan pengajaran sesuai

dengan bidang dan disiplin ilmunya serta memberikan bimbingan kepada siswa

dalam rangka memenuhi kebutuhan dan minat siswa. Karena itu dipandang perlu

untuk mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi motivasi kerja guru dalam

melaksanakan tugasnya. Penelitian ini difokuskan masalah motivasi kerja guru

dalam kaitannya dengan kualitas lingkungan kerja dan gaya kepemimpinan kepala

sekolah pada di lingkungan SMK Subrayon Satu Kota Bekasi.

Pada SMK Subrayon Satu Kota Bekasi ada terdapat satu SMK Negeri dan

21 SMK Swasta. Pada SMK Negeri terdapat 98 guru, 33 pegawai, dan 1530

siswa. Jumlah ini jauh melebihi SMK Swasta yang secara rata-rata hanya
5

memiliki 28 guru, 4 pegawai, dan 315 siswa. Namun ukuran rata-rata ini tidak

menunjukkan pemerataan di kalangan SMK Swasta sendiri, karena di antara

mereka ada yang hanya memiliki 13 guru, 1 pegawai, dan 31 siswatapi juga ada

yang memiliki 53 guru, 14 pegawai, dan 626 siswa. Jadi terdapat kesenjangan

yang cukup lebar di antara SMK Swasta sendiri dari segi jumlah guru, pegawai

dan siswa.

Adanya kesenjangan tersebut agaknya juga mencerminkan belum

meratanya kualitas SMK di wilayah Subrayon Satu Kota Bekasi. Pilihan utama

masyarakat tetap pada SMK Negeri, namun daya tampungnya tentu amat terbatas.

Dari keseluruhan siswsa SMK Subrayon Kota Bekasi yang berjumlah 8.156

orang, hanya 19% yang bersekolah di SMK Negeri dan 81% selebihnya

bersekolah di SMK Swasta. Persentase kumulatif yang amat besar pada jumlah

pemilih SMK Swasta merupakan potensi yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya

bagi SMK Swasta sendiri. Mereka harus meningkatkan kualitas pengajaran dan

layanan administrasi dengan sebaik-baiknya, yang tiada lain berarti meningkatkan

mutu guru dan pegawainya. Pada era otonomi sekolah, di mana perbedaan Negeri

dan Swasta hanyalah persoalan status, setiap sekolah harus bersaing

meningkatkan kualitas dirinya agar menjadi pilihan yang terbaik bagi masyarakat

untuk menyekolahkan anaknnya. Hanya dengan cara meningkatkan kualitas diri

inilah SMK Swasta dapat diharapkan berperan meningkatkan kualitas anak bangsa

di kawasan Subrayon Kota Bekasi.

Semakin kompleksnya permasalahan pendidikan serta semakin

kompleksnya tuntutan terhadap sistem dan manajemen kependidikan ternyata


6

telah membawa dampak terhadap SMK Subrayon Satu Kota Bekasi. Belum

memadainya kualitas dan relevansi hasil pendidikan, rendahnya anggaran

pendidikan pemerintah, manajemen pendidikan yang masih sentralistik ternyata

telah membawa permasalahan dasar dibidang pendidikan termasuk motivasi kerja

guru yang menjadi fokus penelitian ini.

Motivasi kerja adalah suatu kekuatan yang mendorong seseorang untuk

melakukan pekerjaan, Dalam psikologi kerja, motivasi kerja disebut sebagai

pendorong semangat kerja.4 Seseorang akan memiliki motivasi kerja yang tinggi

apabila kebutuhannya terpenuhi baik kebutuhan lahir maupun kebutuhan batin.

Dengan tingginya motivasi kerja seseorang akan berusaha melakukan pekerjaan

secara maksimal. Dengan motivasi kerja yang tinggi para guru akan terdorong

untuk bekerja semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya. Dalam

kenyataan para guru tidak selalu bekerja dengan motivasi yang tinggi,

sebagaimana terdapat di kalngan guru SMK Subrayon Satu Kota Bekasi.

Dalam interaksi kami dengan sesame kolega guru di lingkungan SMK

Subrayon Satu Kota Bekasi, kami mendapat masih banyaknya guru yang bekerja

dengan motivasi yang rendah. Rendahnya motivasi kerja para guru terlihat dari

kurangnya upaya mereka untuk mempersiapkan rencana pembelajaran, kurangnya

kegigihan mereka untuk mendorong keberhasilan belajar siswa, kurangnya upaya

mereka untuk meningkatkan komptensi diri, seringnya mereka absen mengajar

karena berbagai alasan yang kurang masuk akal. Kami melihat cukup kentaranya

gejala-gejala ini terdapat pada beberapa sekolah di sekitar tempat kami bertugas,

4
Pandji Anoraga. 2007. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta, h. 35.
7

dan tidak tertutup kemungkinan bahwa gejala ini juga terdapat di sekolah-sekolah

lain dalam lingkungan SMK Subrayon Satu Kota Bekasi. Sudah tentu persoalan

ini harus diatasi dengan menelusuri faktor-faktor yang mempengaruhi renhdanya

motivasi kerja guru.

Agar guru memiliki motivasi yang kuat, mereka harus bekerja dalam

lingkungan sekolah yang kondusif. Lingkungan kerja merupakan unsur dinamis

yang ada pada tempat ia bekerja. Lingkungan kerja bagi guru adalah lingkungan

sekolah yaitu segala sesuatu yang ada di dalam atau di luar sekolah baik

lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan kerja yang baik akan memberikan

dorongan (motivasi) kepada setiap individu untuk dapat bekerja dengan nyaman

dan maksimal, sebaliknya lingkungan kerja yang kurang mendukung akan

mempengaruhi optimalisasi kerja.

Dalam pengamatan kami tehadap beberapa sekolah di SMK Subrayon Satu

Kota Bekasi, faktor lingkungan kerja ini memang kurang kondusif, baik secara

fisik maupun sosial. Secara fisik masih banyak sekolah dengan kondisi bangunan,

sarana, dan prasarana yang kurang memadai. Secara sosial, hubungan

antarpersonal di kalangan warga sekolah juga kurang kondusif yang ditandai

dengan kurangnya keselarasan, kurangnya kerjasama, dan adanya kesenjangan

sosial yang cukup lebar antara pengurus atau pejabat sekolah dengan para guru.

Sudah tentu kondisi ini akan berpengaruh terhadap rendahnya motivasi kerja guru

sehingga mereka kurang terdorong bekerja semakimal mungkin.

Selain lingkungan sekolah, peran kepemimpinan kepala sekolah juga

penting bagi motivasi kerja guru. Dalam menjalankan roda kepemimpinan, kepala
8

sekolah perlu menggunakan strategi disamping taktik atau siasat kepemimpinan

yang tepat. Strategi kepemimpinan ini berisikan iklim dan seni untuk memperoleh

dan memanfaatkan dukungan dalam melaksanakan kebijakan dan mencapai

maksud yang diinginkan, serta berisi patokan yang perlu dipegang untuk

mengerjakan upaya-upaya guna mengejar pencapaian tujuan. Selain itu kepala

sekolah juga harus memahami setiap individu bawahannya serta menyesuaikan

dengan situasi, sifat dan kondisi yang ada agar gaya yang akan digunakan tidak

mengakibatkan hal-hal yang negatif, tetapi hares dapat mendorong dan

membangkitkan para guru agar bekerja lebih sungguh-sungguh sehingga tujuan

dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dapat tercapai.

Dalam pengamatan kami terhadap beberapa sekolah di SMK Subrayon Satu

Kota Bekasi, faktor kepemimpinan kepala sekolah ini memang perlu memperoleh

perhatian yang serius. Di antara sekolah tersebut, ada terdapat kepala sekolah

yang memimpin dengan gaya yang otoriter dan seenaknya. Kebanyakan kepala

sekolah ditunjuk oleh yayasan sehingga mereka sering menerapkan kebijakan

yang lebih pro pada kepentingan yayasan ketimbangan pada kepentingan guru.

Memang ada kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan

harapan guru, akan tetapi mereka juga tidak dapat berbuat banyak di luar kendali

yayasan. Para guru guru hanya dapat pasrah menerima keadaan, yang berakibat

rendahnya motivasi kerja guru.

Berdasarkan uraian di atas, ada persoalan dalam motivasi kerja guru yang

terkait dengan kurang kondusifnya lingkungan kerja dan kepemimpinan kepala

sekolah. Hal ini amat terasa di lingkungan SMK Subrayon Satu Kota Bekasi. Oleh
9

karena itu, penelitian ini ingin mengungkap seberapa besar pengaruh gaya

kepemimpinan kepala sekolah dan kualitas lingkungan kerja sekolah terhadap

motivasi kerja guru di SMK Subrayon Satu Kota Bekasi.

B. Masalah Penelitian

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan, beberapa masalah dapat

diidentifikasi pada SMK Subrayon Satu Kota Bekasi sebagai berikut :

1. Ada kesejangan antar sekolah di kalangan SMK Subrayon Satu Kota

Bekasi. Satu-satunya SMK Negeri di wilayah ini memiliki siswa sampai

1500 orang sementara 21 SMK swasta lainnya memiliki siswa antara 30

orang hingga terbanyak 630 orang. Karena sekolah swasta mengandalkan

pemasukan dari siswa, dalam kenyataan sekolah terbelah antara yang kaya

dengan yang miskin.

2. Adanya kesenjangan jumlah siswa di kalangan SMK Swasta menyiratkan

perbedaan mutu yang cukup mencolok antar sekolah. Kecendrungngan

orangtua menyekolahkan anaknya pada sekolah dengan reputasi mutu yang

bagus sekaligus terjangkau, telah menyulitkan sebagain besar SMK yang

hanya mengandalkan pemasukan dari jumlah siswa.

3. Minimnya pembiayaan menyebabkan sebagian kecil sekolah tidak dapat

meningkatkan sarana dan prasarana, sehingga berdampak terhadap

stagnannya sekolah bersangkutan. Artinnya, ada terdapat beberapa sekolah

yang jumlah siswa barunya tidak bertambah dari tahun ke tahun sementara
10

nilai kelulusan siswanya tetap selalu di bawah rata-rata.

4. Sebagian besar SMK memiliki sumberdaya yang kurang memadai untuk

meningkatkan mutu, termasuk untuk meningkatkan kompetensi guru dan

mendorong guru agar bekerja dengan motivasi yang tinggi. Bagaimana

mungkin mengharapkan guru bermotivasi tinggi sementara prasarana

kurang memadai dan gaji tidak mencukupi akibat minimnya pemasukan dari

siswa.

5. Langkanya sumberdaya di sebagian SMK menyebabkan terjadinya

persaingan yang tidak sehat antar sesama guru, di mana guru yang pintar

mengambil hati kepala sekolah atau yayasan dapat memperoleh manfaat

yang lebih besar ketimbang guru yang biasa-biasa saja. Kehidupan sosial

dalam sekolah yang kurang kondusif ini menambah semakin rendahnya

motivasi kerja sebagian guru.

6. Rendahnya motivasi kerja guru berdampak terhadap kinerja mengajar

mereka. Jika kinerja guru diukur dengan prestasi belajar siswa, maka dari

tahun ke tahun tidak ada peningkatan yang berrarti dalam prestasi belajar

siswa. Secara rata-rata, nilai UAN siswa di sebagian besar SMK selalu di

bawah rata-rata.

7. Rendahnya kinerja guru tampaknya berkaitan dengan sistem imbalan yang

tidak didasarkan pada kinerja. Bagi guru sama saja dampak kinerja tinggi

atau rendah terhadap penghasilan mereka, karena tidak ada insentif bagi

yang bikerja tinggi sebagaimana tidak ada hukuman bagi yang berkinerja

rendah. Akibatnya guru tidak termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.


11

8. Kurangnya motivasi kerja guru untuk meningkatkan kinerja diperburuk oleh

tiadanya kebijakan sekolah atau yayasan untuk melakukan evaluasi kinerja

guru secara berkala. Tampaknya hal ini berkaitan dengan persoalan teknis

belum tersedianya standar kinerja yang dapat dijadikan acuan dalam menilai

kinerja guru.

9. Secara fisik lingkungan kerja sebagian besar sekolah kurang kondusif bagi

guru untuk meningkatkan kinerjanya. Kondisi bangunan, sarana, dan

prasarana yang seadanya diperburuk oleh perawatan yang kurang memadai,

yang menyebabkan kurangnya nyamannya sekolah sebagai tempat berkerja.

Padahal kondisi yang nyaman, walaupun sederhana, perlu untuk menjadikan

guru betah bekerja.

10. Lingkungan sosial di sekolah juga kurang mencerminkan interaksi yang

baik antar guru, siswa, kepala sekolah, dan masyarakat. Suasana yang ramah

dan hangat kurang tercipta, sehingga tidak terjalin komunikasi yang baik

antar warga sekolah. Sering suatu masalah meruncing hanya karena gesekan

kecil, entah akibat kenakalan siswa atau karena kurangnya pengertian guru,

kepala sekolah bahkan orangtua.

11. Kepemimpinan kepala sekolah seharusnya dapat memperbaiki keadaan,

dengan terus berusaha mencari solusi dari masalah yang dihadapi, membuat

perencanaan peningkatan sumberdaya dan mutu sekolah, menciptakan

lingkungan kerja yang kondusif, serta menggalang para guru untuk bekerja

dengan motivasi yang tinggi. Kurang mampunya sebagian SMK keluar dari

berbagai masalah tampaknya terkait dengan kurang efektifnya gaya


12

kepemimpinan kepala sekolah.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan fenomena yang dipaparkan sebelumnya, penelitian ini dibatasi

pada upaya untuk menganalisis dan mengungkap pengaruh kepemimpinan kepala

sekolah dan lingkungan kerja sekolah dan terhadap motivasi kerja guru pada SMK

Subrayon Satu Kota Bekasi. Dengan kata lain, penelitian dibatasi pada masalah:

1) Pengaruh gaya langsung kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi

kerja guru di SMK Subrayon Satu Kota Bekasi;

2) Pengaruh langsung lingkungan kerja terhadap motivasi kerja guru di SMK

Subrayon Satu Kota Bekasi;

3) Pengaruh langsung gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap lingkungan

kerja di sekolah di SMK Subrayon Satu Kota Bekasi.

3. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah penelitian di atas, maka masalah penelitian

dirumuskan sebagai berikut :

1) Apakah terdapat pengaruh langsung gaya kepemimpinan kepala sekolah

terhadap motivasi kerja guru di SMK Subrayon Satu Bekasi?

2) Apakah terdapat pengaruh langsung lingkungan kerja sekolah terhadap

motivasi kerja guru di SMK Subrayon Satu Bekasi?

3) Apakah terdapat pengaruh langsung gaya kepemimpinan kepala sekolah

terhadap lingkungan kerja sekolah di SMK Subrayon Satu Bekasi?

C. Kegunaan Penelitian
13

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi teoretis dan praktis.

Secara teoretis, hasil penelitian diharapkan memberikan sumbangsih terhadap

pengembangan ilmu manajemen pendidikan tentang pentingnya gaya

kepemimpinan dan kualitas lingkungan kerja sekolah sebagai penentu motivasi

kerja guru. Selain itu juga memberikan rangsangan dalam melakukan penelitian

tindak lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja guru dalam

rangka mengembangkan ilmu manajemen pendidikan.

Secara praktis hasil penelitian diharapkan sebagai bahan informasi

tambahan bagi pars pengelola pendidikan untuk pengambilan keputusan

manajerial yang terkait dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi

kerja guru. Selain itu juga sebagai umpan balik (feed back) dalam upaya

meningkatkan motivasi kerja guru.


14

BAB II

DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teori

1. Motivasi Kerja Guru

a. Pengertian Motivasi

Secara umum motivasi diartikan sebagai kebutuhan yang mendorong

seseorang untuk melakukan perbuatan ke arah suatu tujuan. Pengertian dasar

14
15

motivasi menurut Syah5 adalah keadaan internal organisme baik manusia maupun

hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini motivasi

berarti pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah. Wahjosumidjo 6

berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang

mencerminkan interaksi antara sikap, keputusan, persepsi dan keputusan yang

terjadi pada diri seseorang itu sendiri (instrinsik) atau faktor di luar diri seseorang

(ekstrinsik).

Jadi bagi seorang dalam berbuat sesuatu, disebabkan oleh karena adanya

keinginan yang kuat dari dalam dirinya untuk mencapapai sesuatu tersebut. Tetapi

keduanya timbul karena ada rangsangan. Lebih jauh Wahjosumidjo memberi

gambaran mengenai motivasi sebagai proses psikologi sebagai berikut :

Gambar 1. Proses Motivasi (Wahjosumidjo, 2007:175).

Pendapat lain dikemukan oleh Siagian bahwa yang dimaksud dengan

motivasi adalah adanya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota

5
Muhibbin Syah. 1997. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung
Jernmars, h. 131.
6
Wahjosumidjo. 2007. Kepemirnpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghana Idonesia, h. 175.
16

organisasi mau dan rela untuk menggunakan kemampuan dalam bentuk keahlian

atau keterampilan tanaga dan waktunya untuk menggunakan berbagai kegiatan

yang menjadi tanggung jawabnya serta menunaikan kewajibannya dalam rangka

mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan

sebelumnya.7

Sedangkan Stephen R Robbins8 berpendapat bahwa motivasi merupakan

kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan-tujuan

organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu

kebutuhan individual.

Motivasi merupakan suatu kemauan juga dalam mencapai tingkat upaya

yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi sehingga dalam motivasi terdapat

tiga unsur yakni kebutuhan, upaya dan tujuan organisasi. Keterikatan diantara

ketiga unsur di atas dapat dilihat pada gambar berikut:

Kebutuhan belum Ketegangan Dorongan Perilaku


terpenuhi (Upaya)

Pemenuhan Ketegangan
Kebutuhan Berkurang

Gambar 2. Proses Motivasi (Kartonego, 1994:127).

7
Sondang P Siagian. 2005. Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta, h. 138.
8
Stephen P Robbins. 2006. Perilaku Organisasi. Penerjemah Benyamin Molan. Jakarta:
PT. Indeks, Kelompok Gramedia, h.198.
17

Pendapat lain dikemukakan oleh Bittel9 bahwa motivasi adalah proses yang

menyebabkan seseorang berpriiaku dengan cara tertentu dalam rangka memenuhi

kebutuhan yang sangat individual untuk bertahan hidup, keamanan, perkawanan,

kehormatan, pencapaian kekuasaan, pertumbuhan dan rasa harga diri.

Dari pendapat di atas bahwa dalam proses motivasi, seseorang dalam

memenuhi kebutuhannya harus dibarengi dengan tujuan organisasi. Dengan kata

lain seorang guru akan memperoleh kenaikan upah apabila organisasinya sudah

mencapai target tertentu.

Motivasi kerja dalam psikologi kerja disebut pendorong semangat kerja.

Motivasi kerja merupakan kemauan seorang pekerja yang ditimbulkan karena

adanya dorongan dari dalam diri pekerja. Motivasi ini dapat disebut motif dasar

(basic motive) yang datang karena ada kebutuhan secara biologis atau dorongan

yang bersifat organisme misal motivasi untuk makan, minu.m, bernafas, istirahat

rasa aman serta motivasi untuk mendapat keturunan. Kemudian kemauan

seseorang karena adanya dorongan dari luar, motivasi ini dapat disebut motivasi

sosial. Motivasi sosial adalah motivasi yang dipelajari (learned motive) dan akan

berbeda untuk setiap bangsa dan kelompok masyarakat. Hal ini merupakan

perkembangan dan motif dasar yang dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial, adat

istiadat, lingkungan dan letak geografis misalnya motivasi karena kebutuhan.

b. Teori Motivasi

Motivasi sebagai kegiatan manajemen banyak menarik perhatian para ahli.

Di satu pihak motivasi dianggap panting, sedangkan di pihak lain motivasi

9
L. R. Bittle & J. Newstrom. 2006. Pedoman Penyelia. Penerjemah Bambang Hartono.
Jakarta: Pustaka Binawan Pesindo, h. 293.
18

dirasakan sulit bagi para pemegang pimpinan. Dikatakan panting, sebab bagi

seorang pemimpin dikatakan berhasil dalam menggerakkan bawahannya, sewaktu

menciptakan motivasi yang tepat bagi bawahan. Sedangkan dirasakan sulit bagi

pimpinan karena untuk mengamati dan mengukur motivasi setiap bawahan belum

ada kriterianya.

Teori motivasi lahir sebagai akibat banyaknya para peneliti yang membahas

tentang motivasi kerja. Beberapa teori yang kini di kenal mengenai motivasi

adalah sebagai berikut:

1) Teori Hirarki Kebutuhan

Teori ini dikembangkan oleh Maslow.10 Menurutnya bahwa manusia

memiliki lima kebutuhan dengan urutan: (1) Kebutuhan mempertahankan hidup

(physiological needs) manifestasinya dalam tiga hal yaitu: Sandang, pangan, dan

papan. (2) Kebutuhan rasa aman (safety needs). Manifestasinya berupa keamanan

jiwa dimana manusia itu berada, keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiuan

dan jaminan hari tua. (3) Kebutuhan sosial (social needs). Manifestasinya berupa

persahabatan, kasih sayang, keakraban, penerimaan dan keterikatan. (4)

Kebutuhan akan penghargaan dan prestise (esteem needs). Kebutuhan ini disebut

juga kebutuhan ego yang manifestasinya berupa ingin desegani, dihormati,

kewibawaan memperoleh kedudukan dan penghargaan. (5) Kebutuhan

mempertinggi kapasitas kerja (self actualization). Manifestasinya tampak pada

keinginan mengembangkan mental dan kapasitas kerja, dan merupakan kebutuhan

tingkat tinggi.
10
A. H. Maslow. 2007. Motivasi & Perilaku. Penerjemah Redaksi. Semarang: Dahara
Prize, h.3.
19

Selanjutnya Maslow menyusun teori tentang tingkat-tingkat kebutuhan

seperti pada gambar berikut.

Kebutuhan
Aktualisasi diri
Kebutuhan Ego
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan Keselamatan
Kebutuhan Fisiologis

Gambar 3. Model Hirarkhi Kebutuhan Maslow (Pareek, 2001:112).

Dan kelima kebutuhan tersebut Maslow mengengurutkan hanya menjadi

kebutuhan urutan rendah yang meliputi: kebutuhan fisiologi dan kebutuhan

keselamatan, yang harus dipenuhi secara eksternal dan kebutuhan tingkat tinggi

yang meliputi kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan

mempertinggi kepastian serta (pemenuhan diri) yang dapat dipenuhi secara

internal. Jadi teori ini membedakan antara perwujudan diri sebagai kebutuhan

yang bercirikan pengembangan dan pertumbuhan individu, sedangkan kebutuhan

lainnya mengejar suatu kekurangan.

2) Motivasi Dua Faktor

Teori ini dikembangkan oleh Herzberg. Menurutnya bahwa motivasi

diberikan jika digunakan motivator yang berfungsi. Teori ini disebut juga teori

penelitian motivasi di mana ada dua macam situasi yang berpengaruh terhadap
20

semua individu yaitu kelompk satisfiers atau motivation dan kelompok

dissatisfrers atau hygiene factors. Satisfers adalah situasi atau faktor-faktor yang

merupakan kepuasan kerja sedangkan dissatisfiers adalah faktor-faktor yang

menjadi number ketidak puasan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 1. Model Motivasi Kerja Dua Faktor Herzberg

No FAKTOR HIGIENE MOTIVATOR


1 Gaji Kemajuan
2 Kondisi Kerja Perkambangan
3 Kebiiakan perusahaan Tanggung jawab
4 Penyeliaan Prestasi
5 Kelompok kerja Pekerjaan itu sendiri
Sumber: Udai Pareek, 2001:112.

Dan teori di atas menunjukkan bahwa dari motivasi kerja dapat

menyebabkan program-program pemerkayaan pekerjaan dan berusaha

membangun motivator sebanyak mungkin dalam pekerjaan.

(3) Teori ERG

Teori ERG dikembangkan oleh Clayton Aldelfer. Sebagaimana dikutip oleh

Thoha11 menurutnya ada tiga kelompok inti dari kebutuhan-kebutuhan yaitu: (1)

Kebutuhan akan keberadaan (existence need), (2) kebutuhan berhubungan

(related need), (3) kebutuhan untuk berkembang (growth need).

Kebutuhan keberadaan adalah suatu kebutuhan akan hidup, artinya

kebutuhan ini sangat mendasar karena menyangkut dengan harkat martabat

manusia. Kebutuhan berhubungan adalah suatu kebutuhan untuk menjalin

11
Miftah Thoha. 2005. Kepemirnpinan dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h. 17.
21

hubungan sosial maupun dengan lingkungan. Kebutuhan untuk berkembang

adalah kebutuhan yang berasal dari dalam dirinya untuk tumbuh dan berkembang

kearah kernajuan.

Aldelfer menekankan bahwa ketiga kebutuhan itu diusahakan pemuasannya

secara simultan walaupun berbagai faktor seperti faktor sosial, budaya,

pendidikan, memberikan penekanan yang lebih kuat kepada salah satu diantara

kebutuhan itu. Teori ERG lebih mendekati kepada kenyataan hidup sehari-hari.

4) Teori Tiga Kebutuhan

Teori tiga kebutuhan dikemukakan oleh McClelland. Menurut McClelland

yang dikutip oleh Kertonegoro12 bahwa ada 3 motif utama manusia dalam bekerja

yaitu: (1) Kebutuhan untuk mencapai basil (needs for achievemen / n-ach)

merupakan dorongan untuk berhasiI mencapai tujuan. (2) Kebutuhan akan

kekuasaan (need for power/ n-pow) merupakan kebutuhan untuk membuat pihak

lain berperilaku sesuai dengan kehendaknya. (3) Kebutuhan untuk aplikasi (needs

for affiliation/ n-aff) merupakan keinginan akan hubungan persahabatan dan antar

pribadi. Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa manusia pada hakekatnya

mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain.

seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika mempunyai

keinginan untuk melakukan sesuatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi

karya orang lain.

5) Teori Evaluasi Kognitif

12
Sentanoe T. Kertonegoro. Manajemen Organisasi. Jakarta: Widia Press, h. 131.
22

Berdasarkan basil penelitian ada hubungan antara faktor-faktor motivational

yang bersifat intrinsik dengan faktor-faktor motivational ekstrinsik, maka lahiriah

teori bare yang disebut teori evaluasi kognitif.13 Menurutnya jika faktor-faktor

motivational yang ekstrinsik diperkenalkan seperti upah atau gaji yang besar yang

diberikan kepada pegawai maka secara intrinsik organisasi menggunakan imbalan

yang merupakan motivational ekstrinsik bagi pelaksanaan pekerjaan yang baik.

6) Teori Penguatan

Teori ini didukung oleh Skinner. Menurut Skinner yang dikutip oleh

Sentanoe14 menyatakan bahwa perilaku individu fungsi diri konsekuensinya

artinya konsekuensi yang menguntungkan akan memperkuat perilaku. Teori

penguatan menggunakan pendekatan keperilakuan seseorang. Seorang individu

akan cenderung mengulangi perilaku yang hasilnya memberikan balas jasa yang

positif dan akan menghindari perilaku yang mengakibatkan hukuman. Seorang

pemimpin mempengaruhi perilaku bawahannya dengan cars memberikan

penghargaan sesuai keinginannya, sehingga bawahan akan memperkuat perilaku

tersebut lebih lanjut.

7) Teori Keadilan

Teori keadilan (equality theory) dikembangkan oleh Admans. Teori ini

mencdacarkan kepada satu anggapan bahwa manusia amat berpengaruh dengan

situasi seperti penghasilan yang berimbang dibanding denagn penghasilan

kelompok lain yang sederajat. Tingkat keadilan itu dapat diukur dengan rasio

13
Siagian, 1994. Op. cit, h. 132.
14
Kertonegoro, 2004. Op. cit, h. 132
23

antara kerja dan upah yang diterima seorang guru dan oleh satu lingkungan kerja

yang sama atau sebanding.15

Dalam menilai keadilan tersebut individu akan'memperliatikan faktor

sebagai berikut: (1) Input yaitu suatu yang diserahkan individu dalam

menyelenggarakan tugas pekerjaannya, misalnya pengetahuan, kecerdasan,

keterampilan dan pengalaman. (2) Outcome yaitu sesuatu yang diterima dari

perusahaan sebagai imbaian atas tugas yang diterima dari perushaan seperti

perumahan, kesehatan, dan iklim kerja. (3) Comparisone person yaitu individu

kepada siapa guru membandingkan antara input dan outcome individu tersebut,

dapat guru ditempat kerjanya ataupun diluar kerja.

8) Teori Pengharapan

Teori pengharapan (expertancy theory) dikemukan oleh Vroom dan

merupakan teori yang terbaru. Menurut Vroom yang dikutip Wahyosumijo 16 hasil

yang dicapai merupakan alat pemuasan bagi seseorang. produktivitas adalah alat

untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh sebab itu bila ingin memotivasi

seseorang, kepadanya perlu diberikan pengertian tentang tujuan pribadi.

Selanjutnya Vroom menggambarkan teorinya sebagai berikut

Usaha Tindakan Penghargaan Tujuan


Seseorang Seseorang Seseorang Seseorang

Gambar 4: Teori Vroom (Wahjusumidjo, 2007:313).

15
Buchari Zainun. Tth. Manajemen Motivasi. Jakarta: Balal Pustaka, h. 53
16
Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghana Idonesia, h. 313
24

Dan uraian diatas teori ini menunjukkan bahwa bila seorang berusaha dan

bekerja dengan baik maka basil organisasi akan meningkat. Hal ini berarti

disamping tujuan organisasi tercapai tujuan pribadi seseorang juga tercapai. Oleh

karena itu dalam memahami teori ini perlu dimengerti tujuan individu dalam

mencapai prestasi kerjanya. Hubungan antara upaya dengan prestasi pekerjaan

dan hubungan antara prestasi pekerjaan dengan penghargaan organisasi.

9) Teori Persepsi

Teori ini dikemukakan oleh Pace yang menjelaskan motivasi dalam arti

bagaimana para anggota organisasi menafsirkan lingkungan kerja mereka. Ada

empat potensialitas yang disebutkan yaitu: “seberapa baik harapan terpenuhi,

peluang apa yang tersedia, seberapa banyak pemenuhan yang terjadi, seberapa

baik peranan yang bermanfaat untuk dilaksanakan." 17

Peranan faktor tersebut dalam konsep vitalitas kerja dapat dijelaskan sebagai

berikut: Dalam awal karier hingga tingkat tertentu kita punya seperangkat harapan

yang berakar dalam serangkaian janji yang dipersepsikan. Janji adalah suatu

jaminan nyata atau dibayangkan yang diberikan seseorang atau organisasi kepada

kita dan membantu kita mencapai sesuatu pada masa depan. Pekerjaan itu sendiri

adalah suatu bentuk janji. Ketika kita mendapat pekerjaan, terbentuk asumsi

sementara bahwa masa depan akan berlangsung sebagaimana yang kita

bayangkan. Pekerjaan yang berlanjut memperkukuh janji tersebut dan kemajuan

dalam pekerjaan memungkinkan kita mengkonfirmasi bahwa janji yang mendasari

persetujuan kerja sedang dipenuhi.

17
R Wayne Pace and Don F. Faules . 2005. Komunikasi Organisasi Strategi Peningkalan
Kinerja Perusahaan. Penerjemah Deddy Mulyana. Bandung: Rernaja Rosdakarya, h. 129.
25

Kesimpulan dari beberapa teori diatas bahwa motivasi yang perlu dipelajari

dan yang tidak perlu dipelajari (unlearned motive) yaitu motivasi dasar yang

terdiri dari motivasi bawaan, motivasi jasmaniah atau lebih dikenal denagn

motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang telah ada dalam diri orang itu sandhi.

Selanjutnya motivasi yang harus dipelajari (learned motive) terdiri dari motivasi

sosial yaitu motif yang perlu dorongan dari liar atau lebih dikenal dengan motivasi

ekstrinsik.

Sedangkan fungsi motivasi bagi tenaga kependidikan memperlihatkan

bahwa proses kegiatan belajar mengajar akan berjalan lancar dan berhasil dengan

baik apabila pada gurunya tumbuh motivasi untuk meningkatkan kualitas lulusan

dalam melaksanakan pekerjaannya, serta hubungan antara individu baik hubungan

antara guru dengan kepala, hubungan antara guru dengan guru, maupun hubungan

antara guru dengan siswa terjalin hubungan yang hannonis. Untuk itu agar para

guru tumbuh motivasi dalam melaksanakan tugasnya. Sesuai dengan yang

diharapkan, maka seorang pemimpin harus mampu mengerti tentang kondisi para

gurunya karena guru tersebut sebagai sumber daya yang perlu terus diarahkan dan

dibina.

Berkaitan dengan hal diatas, maka pemberian motivasi kepada guru

merupakan suatu tindakan yang sangat panting, karena di dalamnya terkandung

usaha untuk mempengaruhi dan mengarahkan para guru dalam rnewujudkan

tujuan pendidikan. oleh sebab itu perlu diberikan arahan dan dorongan untuk

meningkatkan hasil kerja guru itu sendiri, baik secara material maupun non
26

material, dan akan lebih baik lagi apabila bentuk dorongan menyangkut

kebutuhan pokok para guru.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Motivasi sebagai proses batiniah atau proses fisikologis pada seseorang

selain dipengaruhi oleh faktor-faktor eksteren (faktor social), juga dipengaruhi

oleh faktor intern (faktor bawaan) yang melekat pada did seseorang seperti

pembawaan, tingkat pendidikan, pengalaman, masa lampau, pengaharapan masa

depan. Ada yang berpendapat antara lain: "Motivasi dipengaruhi oleh faktor

kerjanya (pemimpin dan bawahan)".

Menurut Dirgagunarsa18 unsur-unsur yang berpengaruh dari pimpinan antara

lain: (1) Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan, (2) persyaratan kerja

yang perlu dipenuhi oleh pars bawahan, (3) persediannya seperangkat alat-alat

yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan, (4) gaya kepemimpinan atasan

terhadap bawahan.

Sedangkan unsur-unsur yang berpengaruh dari bawahan terhadap motivasi

antara lain: (1) Kemampuan bekerja, (2) semangat atau moral kerja, (3) rasa

kebersamaan dalam kehidupan berkelompok, (4) prestasi dan produktivitas

pekerja.

Dari uraian di atas memberi pandangan bahwa yang berpengaruh terhadap

motivasi adalah faktor ekstern dan intern yang dimiliki oleh seorang pemimpin

dan bawahan di mana mereka sedang melakukan pekerjaan.

18
Singgih Dirgagunarsa. 2002. Psikologi Perkembangan Seri Pendidikan Keluarga.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, h. 19.
27

Sumber lain yang dikutip Wahyusumijo 19 mengungkapkan bahwa di dalam

motivasi terdapat rangkaian interaksi antara berbagai faktor antara lain: (1)

Individu, misalnya keterampilan, pengalaman, kemampuan, sikap dan sistem nilai

yang dianut. (2) Situasi di mana individu bekerja misalnya persepsi individu

terhadap pekerja, harapan dan cita-cita di dalarn bekerja dan kecakapan di dalam

bekerja. (3) Proses penyesuaian setiap individu terhadap pelaksanaan pekerjaan

artinya setiap individu harus dapat menyesuaikan diri dengan syarat-syarat

pekerjaan dan keinginan pimpinan. (5) Pengaruh yang datang dari berbagai pihak,

bisa berasal dari sesama rekan pekerja bisa pula dari hubungan di luar pekerjaan.

(6) Reaksi yang timbul terhadap pengaruh individu artinya apabila segala sesuatu

benar-benar sesuai dengan yang diinginkan maka akan meningkatkan rasa harga

diri dan prestasi kerja. (7) Prilaku atas perbuatan yang ditampilkan dan prestasi

kerja. (8) Timbulnya persepsi dan bangkitnya kebutuhan, cita-cita dan tujuan

baru.

Dari teori yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa banyak

faktor yang dapat mempengaruhi terhadap motivasi kerja, baik instrinsik maupun

ekstrinsik. Oleh karena itu guru sebagai pelaku pendidikan yang bertugas

mendidik dan mengajar senantiasa akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang pada

akhirnya akan berpengaruh pula terhadap kualitas pendidikan. Maka motivasi

kerja guru dalam penelitian ini dipahami sebagai dorongan dari dalam diri guru

untuk melaksanakan tugas semakimal secara bertanggungjawab, berdisiplin, dan

berorientasi prestasi.

19
Wahyusumijo, 2007. Loc. cit.
28

Pertama, guru yang memiliki motivasi kerja tinggi adalah yang

bertanggungjawab terhadap tugasnya. Tiadanya tanggungjawab menujukkan

lemahnya motivasi kerja. Guru yang bertanggungjawab adalah yang

melaksanakan kewajiban dengan penuh dedikasi, amanah, tuntas, dan tanpa

pamrih.

Kedua, guru yang memiliki motivasi kerja tinggi adalah yang berdisiplin

menjalankan tugas. Tiadanya kedisipilnan menandakan lemahnya motivasi kerja.

Seorang guru yang berdisiplin adalah yang mengutamakan tugas, menjaga

ketepatan waktu, mengakui kesalahan, dan tidak perlu selalu diawasi.

Ketiga, guru yang bermotivasi kerja tinggi adalah yang berorientasi kepada

prestasi. Tiadanya orientasi prestasi merupakan karakteristk orang yang lemah

motivasi kerjanya. Guru yang berorientasi perstasi menyenangi tugas mengajar,

ingin meningkatkan diri, berusaha meraih kemajuan, memperkuat harga diri,

proaktif menjalankan tugas, dan tidak ciut dengan kurangnya dukungan pimpinan.

2. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

a. Pengertian kepemimpinan

Istilah kepemimpinan banyak dikemukakan para ahli baik secara sempit

maupun secara leas. Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam

mempengaruhi perestasi kerja orang lain dalam organisasi dengan mana tujuan

organisasi dapat tercapai. Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen


29

sedangkan manajemen inti dari administrasi. Pada umumnya kepemimpinan

didefinisikan sebagai suatu proses mempengaruhi aktivitas dari individu maupun

kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.

Dalam proses mempengaruhi orang lain seorang pemimpin hares memiliki

dasar kemampuan serta terampil dalam menggerakkan bawahannya agar dapat

bekerja secara maksimal Sondang P. Siagian20 mengemukakan bahwa

"kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai

pimpinan suatu unit kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain terutama

bawahannya untuk berpikir dan bertindak sedemikian nipa sehingga melalui

perilaku yang positif memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan

organisasi."

Kepemimpinan merupakan suatu produk daripada interaksi individu-

individu dalam suatu kelompok, oleh karena itu kepemimpinan dapat diartikan

suatu bentuk permasi atau pembinaan kelompok orang-orang tertentu. Biasanya

melalui human relation dan motivasi yang tepat agar mereka mau kerjasama untuk

memajukan tujuan organisasi. Definisi lain tentang kepemimpinan dikemukakan

oleh Edwin A. Locke yang mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan:

proses membujuk (inducting) orang-orang lain untuk mengambil langkah


menuju suatu sasaran bersama. Dimana definisi ini mengkategorikan tiga
elemen, yaitu (1) Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational
concept), (2) Kepemimpinan merupakan suatu proses, (3) Kepemimpinan
harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan. 21

20
Sondang P Siagian. 2005. Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta, h. 27.
21
Edwin A. Locke, & Association. 1997. Esensi Kepemimpinan, Penerjemah Aris Ananda.
Jakarta: Penerbit Spektrum, h. 3
30

Dari definisi diatas terlihat bahwa kepemimpinan merupakan aktivitas

membujuk orang lain dalam suatu kelompok agar mau bekerja sama untuk

mencapai tujuan bersama yang kegiatannya meliputi membimbing, mengarahkan,

memotivasi, mengawasi tindakan atau tingkah Iaku orang lain. Hersey and

Blanchart22 mengemukakan definisi kepemimpinan dengan menyitit dari beberapa

ahli, yaitu :

Leadership is the activity of influencing exercised to strive willingly for


group objectives (George P. Terry)

Leadership as interpersonal influence exercised in situation an directed


through the communiction process, toward the attainment of a specialized
goal the goals (Robert Tennenbaun, Irving R. Wischler, Fred Massarik).

Leadership is influencing people to follow in the achievement of a common


goal (Harold Koonce and Cyril O'Donnell ).

Dari pendapat Hersey dan Blanchard dapat disimak bahwa kepemimpinan

adalah proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok

dalam situasi tertentu. Jadi kepemimpinan itu akan terjadi apabila didalam situasi

tertentu seseorang mempengaruhi perilaku orang lain.

Tercapai tidaknya tujuan organisasi sangat tergantung kepada

kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin. Hal ini sejalan dengan pandangan

Fiedler (2004) mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut :

Dengan perilaku kepemimpinan dimaksudkan pada umumnya adalah


beberapa khusus dimana pemimpin itu terlibat dengan cares-cara
pengarahan dan pengkoordinasian pekerjaan anggota kelompok
Keikutsertaan dalam tindakantindakan ini dapat berupa hubungan kerja yang
berstruktur dalam menghadapi atau mengeritik anggota kelompok dan

22
Paul Hersey and Kenneth Blanchard. 2003. Management of Organizational Behavior.
Utilizing Human Resouces. New Jersey: Practice-Hall. Inc, Engliwood Cliffs, h.84
31

menunjukkan konsiderasi kesejahteraan dan perasaan-perasaan anggota


mereka.23

Definisi diatas memberi pandangan bahwa kepemimpinan merupakan

tindakan seseorang untuk mengorganisasikan dan mengarahkan anggota

kelompok untuk mencapai tujuan tertentu yang pada akhirnya memberikan

kesejahteraan bagi anggota kelompoknya. Ada pendapat lain yaitu Mardjin Sjam

yang dikutip oleh Dirawat mengemukakan definisi kepemimpinan yaitu :

Kepemimpinan adalah keseluruhan tindakan guna mempengaruhi serta


menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan. Dengan
kata lain bahwa kepemimpinan adalah proses bimbingan atau tauladan dan
pemberian jalan yang mudah (fasilitas) daripada pekerjaan orang-orang
yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah
diletapkan.24

Kutipan di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan pada dasamya

kemampuan menggerakan, memberikan motivasi dan mempengaruhi orang-orang

agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang searah dengan tujuan organisasi.

Pada akhirnya dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli pada hakikatnya

memberikan makna bahwa : (1) Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada

diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat seperti kepribadian(persorrality),

kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability). (2) Kepemimpinan adalah

rangkaian kegiatan (aktivity) pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan

kedudukan (posisi) serta gaya atau prilaku pemimpin. (3) Kepemimpinan adalah

proses interaksi antara pemimpin, pengikut dan situasi.

23
F. E. Fiedler & M. M. Chermer. 2004. Leadeship and Effective. Glein View: Scott,
Foreman & Company, h. 10
24
Dirawat, dkk. 2003. Pengantar Kepemimpinan dadam Rangka Inowasi Pendidikan
Pertumbuhan Jabalan Guru. Jakarta, h. 26.
32

Efektifitas kepemimpinan seseorang tidak semata-mata tertuju kepada

bawahan, akan tetapi secara horizontal terhadap rekan-rekan setingkat bahkan

secara vertikal yakni terhadap pimpinan yang secara hirarkhis lebih tinggi

daripadanya. Karena kehidupan di jaman modern seperti sekarang ini tidak ada

lagi kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh diri sendiri tanpa bergabung dalam

berbagai jenis organisasi.

Usaha memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pribadi sering orang

menunj ukkan perilaku yang seolah-olah bersifat individualistis, bahkan mungkin

nampak egosentris. Tetapi periu disadari bahwa perilaku demikian tidak selalu

otomatis bersifat destruktif dan berakibat negatif bagi pembinaan kerjasama yang

serasi, tetapi merupakan seni bagi seorang pemimpin dalam memberikan

bimbingan dorongan serta arahan yang kesemuanya melalui proses komunikasi

yang terarah dan berencana serta sistematis tanpa melupakan nilai manusiawi.

b. Kepemimpinan Pendidikan

Dari beberapa pengertian kepemimpinan yang telah diuraikan di atas maka

secara lebih khusus akan dibahas kepemimpinan dalam bidang pendidikan.

Kepemimpinan pendidikan khususnya dalam kontek persekolahan lebih

menekankan pada terciptanya hubungan antar personil yang lebih harmonis dalam

melaksanakan pekerjaan. Husna Asmara25 mengemukakan bahwa:

"Kepemimpinan pendidikan adalah segenap kegiatan dalam usaha mempengaruhi

personil di fingkungan pendidikan pada situasi tertentu agar melalui kerjasama

U. Husna Asmara. 1982. “Pengaruh Tindakan kepemimpinan Kepala Sekolah dan


25

Penmalangan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Guru SMAN Pantianak.” Bandung. Tesis.FPS IKIP,
h. i.
33

mau bekerja dengan penuh tanggungjawab dan ikhlas demi tercapainya tujuan

pendidikan yang telah ditentukan."

Kutipan di atas memberikan pandangan kepada kita bahwa kepemimpinan

pendidikan memperlihatkan adanya usaha untuk mempengaruhi semua personil

yang terkait dalam lingkup pendidikan yang meliputi unsur-unsur guru, staf tata

usaha, siswa serta unsur lainnya agar mereka mau berbuat dan bekerja sesuai

dengan tugasnya serta penuh rasa tanggung jawab dan ikhlas, maka kerjasama itu

merupakan usaha dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Terkait dengan ini,

Dirawat dkk menandaskan bahwa

Kepemimpinan pendidikan sebagai suatu kemampuan dalam proses


mempengaruhi, mengkoordinir, menggerakkan orang-orang lain yang ada
hubungannya dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat
lebih efektif dan efsien di dalam pencapaian tujuan pendidikan dan
pengajaran.26

Hadari Nawawi27 menambahkan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah

proses menggerakkan, mempengaruhi, memberikan motivasi dan mengarahkan

orang-orang di dalam organisasi atau lembaga pendidikan terutama untuk

mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

Dari pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa seorang pemimpin

pendidikan di tuntut untuk memiliki kemampuan dalam membimbing,

menggerakan, mendorong dan mengarahkan orang-orang yang ada dalam lembaga

pendidikan khususnya pendidikan menengah umum yaitu bagaimana pimpinan

26
Dirawat dkk, 2003, Op. cit, h. 33.
27
Hadari Nawawi. 1985. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, h.82
34

dapat memberdayakan tenaga edukatif, tenaga administratif serta para. siswa

untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelurnnya.

Keberhasilan pimpinan menggerakan bawahan sangat tergantung kepada

kemampuan dalam mempengaruhi bawahannya agar mau bekerja dengan baik,

karena kepemimpinan menipakan faktor penentu dalam usaha organisasi untuk

mencapai tujuan dan berbagai sasaran. Dilihat clan prinsip kepemimpinan yang

dikemukakan oleh Richard Beckhard28 yang meliputi prinsip: pertama adalah

adanya hubungan antara peminpin dan pengikutnya, kedua adalah bahwa

pemimpin yang efektif menyadari dan mengelola secara radar dinamika hubungan

antara pemimpin dan pengikutnya.

Dilihat dari satuan pendidikan ada dua jabatan panting yang diduduki oleh

pimpinan sekolah agar dapat terjamin dalam kelangsungan proses pendidikan,

pertama kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara

keseluruhan, yang kedua kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di

sekolahnya. Sebagai pengelola pendidikan, kepala sekolah bertanggung jawab

terhadap keberhasilan penyelenggaraan pendidikan baik administrasi maupun

sumberdaya manusianya agar mereka dapat menjalankan tugas-tugas pendidikan.

sedangkan sebagai pemimpin formal kepala sekolah bertanggung jawab atas

tercapainya tujuan pendidikan yaitu dengan jalan menggerakan, mengarahkan dan

memotivasi agar tujuan pendidikan dapat tercapai.

Dalam perkembangan pendidikan maka seorang pimpinan kepala sekolah

dituntut untuk lebih kreatif dalam memanage sekolahnya yang pada pokoknya

28
Frances Hesselbern, Marshall Gold Smith, Richard Beckhard (Eds.), 2000. The Leader of
The Future. Penerjemah Bob Widyahartono. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, h. 125
35

kepala sekolah harus melakukan fungsi sebagai educator (pendidik), manager,

administrator, supervisor, leader (pemimpin), inovalor (pencipta) dan motivator

(pendorong).29

Menueurt Kepemimpinan Pendidikan30 agar tujuan dapat tercapai maka

syarat yang harus dipenuhi oleh kepala sekolah adalah sebagai berikut : (1)

Kepribadian: yaitu kepala sekolah harus dapat memiliki sifat-sifat pribadi antara

lain: ramah, periang, bersemangat, berani, murah hati, spontan, percaya diri, serta

memiliki kepekaan sosial yang tinggi. (2) Pemahaman dan penguasaan terhadap

tujuan-tujuan pendidikan; dimana kepala sekolah harus dapat memikirkan,

merumuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, dan menginformasikannya kepada

warga sekolah agar mereka memahami tujuan yang hendak dicapai. (3)

Pengetahuan, kepala sekolah harus memiliki wawasan pengetahuan yang lebih

luas dibidangnya maupun bidang-bidang lain yang reievan.

Intinya dari teori ini adalah untuk melihat sifat-sifat yang dimiliki oleh

pemirnpin yang sukses. Kepribadian seorang pemimpin pada umumnya

ditentukan oleh keberhasilan sifat-sifatnya yang menyangkut jasmaniah dan

rohaniah. Oleh karena itu, sangat panting untuk mengetahui kaitan antara

keberhasilan seorang pemimpin dengan sifat-sifat atau karakteristik.

Atas dasar pemikiran tersebut, timbul anggapan bahwa untuk menjadi

seorang pemimpin yang berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi

pemimpin. Akan tetapi, hasil-hasil penelitian yang telah lalu di bidang ilmu sosial

29
Depdiknas. 2000. Pandunan Manajemen Sekolah. Jakarta: Dikmenum, h. 15
30
Mukhneri. 2004. Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Badan Penerbit Jurusan
Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, h. 3
36

gagal untuk dapat mengklasifikasikan suatu sifat kepribadian atau sekumpulan

kualitas yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan perbedaan antara pemimpin

dengan yang bukan pemimpin.

Banyak penelitian mengenai sifat-sifat pemimpin berusaha untuk

membandingkan sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin yang sukses dan yang

tidak sukses, namun penelitian tidak menemukan secara jelas dan konsisten

perbedaannya.31

Dalam membandingkan si fat pemimpin yang efektif dan pemimpin yang

tidak efektif dalam suatu penelitian menemukan bahwa sifat seperti kecerdasan,

inisiatif dan keyakinan diri mempunyai hubungan yang positif dengan

kepemimpinan dan unjuk kerja. Dan dalam penelitian inipun menemukan bahwa

sifat yang paling penting yang berhubungan dengan kepemimpinan dan unjuk

kerja adalah kemampuan pemimpin dalam mengadakan supervisi sesuai dengan

situasi.

Ralph Stogdill sebagaimana dikutip Indriyo Gitosudarmo32

mengidentifikasikan enam klasifikasi dari sistem kepemimpinan, yaitu

karakteristik, latar belakang sosial, intelegensia, kepribadian, karakteristik

hubungan tugas dan karakteristik sosial.

Berdasarkan ungkapan tersebut di atas, enam sistem tersebut dipahami

dengan konteks pemahaman yang lebih luas. Maka secara umum keenam ciri

tersebut akan mengantarkan siapa saja kepada keberhasilan dalam menjalankan

31
Djaenabong.1994. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah TK di Kodya Ujung Pandang.
Ujung Pandang: LPM IKIP, h. 6
32
Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita. 1997, Perilaku Keorganisasian. Jogyakarta:
BPFE, h. 129
37

tugas kepemimpinannya. Kaitannya dengan kemajuan dan perubahan yang terjadi

dalam masyarakat sekarang Maka dengan demikian, seorang pemimpin kepala

sekolah memiliki beban berat, dalam hal seorang pemimpin dan hares memiliki

kelebihankelebihan baik dalam ilmu pengetahuan, daya tahan mental dan fisik

untuk itu pemimpin penting memiiild sejumlah sifatlkaralcteristik individual yang

meliputi kecerdasan inisiatif dan keyakinan diri, berwibawa, berani, ulet, rajin,

konsisten, adil, demokrasi, dan bijaksana Nanang Fattah (2006) mengemukakan:

seorang pemimpin harus memiliki kekuatan jasmani dan rohani, semangat


untuk mencapai tujuan, penuh antusias, ramah dan penuh perasaan, jujur,
adil, memiliki kecakapan teknis dapat mengambil keputusan yang tepat,
tahan uji, suka melindungi, penuh inisiatif, memiliki daya tarik, simpatik,
percaya diri, intelegensia tinggi, waspada, bergairah dalam bekerja,
bertanggungjawab, rendah hati dan abjektif.33

Sesuai dengan tugas dan perannya sebagai pemimpin yang memiliki

tanggung jawab dan beban yang lebih berat dari yang dipimpin maka pemimpin

hares memiliki kelebihan-keiebihan baik pemikiran ataupun daya mental dan

fisik. Untuk itu pemimpin perlu memiliki sifat tersebut walaupun sifat-sifat itu

tidaldah mungkin akan dimiliki semuanya oleh pemimpin. Sebab pada

kenyataannya masih banyak pemimpin yang memiliki kelemahan dan kekurangan

dan hal tersebut tidak lepas dari kontek manusia tidak sempurna. Walaupun

demikian, maka kita dihadapkan untuk mengerti dan memahami sifat

kepemimpinan dan berusaha untuk meningkatkan kemampuan dan memperbaiki

kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri kita. Hal ini secara langsung

maupun tidak langsung dapat mempengai-uhi kepada yang dipimpinnya.

33
Nanang Fattah. 2006. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya,
h. 90.
38

c. Pendekatan Perilaku Kepemimpinan

Dalam hal memahami perilaku kepemimpinan perlu memahami dulu

pengertian kepemimpinan , gaya kepemimpinan dan sifat kepemimpinan. Hal ini

sangat penting sekali untuk dipahami, karena perilaku gaya kepemimpinan, dan

sifat kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap kinerja suatu lembaga

pendidikan.

Dalam hal perilaku, para peneliti memfokuskan dua aspek perilaku yaitu

fungsi kepemimpinan dan gaya kepemimpinan. Dalam fungsi kepemimpinan,

diasumsikan bahwa pemimpin mempunyai dua fungsi utama yaitu yang

berhubungan dengan tugas atau fungsi penyelesaian masalah dan pelayanan

kelompok atau fungsi sosial. Sedangkan hal kedua menunjuk kepada gaya yang

diguanakan seorang pemimpin dalam mengendalikan bawahannya.

Para peneliti gaya kepemimpinan secara esensial memfokuskan diri pada

dua gaya yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi pad tugas (task orientation)

dan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada pekerja (employ orientation).

Para peneliti dari Universitas Ohio dan Universitas Michigan serta para penulis

manajemen seperti Blake, Mouton dan Likert telah mencoba menentukan mana

diantara kedua gaya ini yang merupakan gaya kepemimpinan yang efektif.

Perilaku kepemimpinan sangat beragam dari sate situasi ke situasi yang lain.

Daiam hubungan ini, Halpin mengungkapkan bahwa perbedaan perilaku

kepemimpinan mempunyai hubungan yang signifikan dengan perbedaan situasi.

Ia menganalisis secara rinci hubungan antara perilaku pemimpin dengan besamya

kelompok. Ia berkesimpulan bahwa kelompok besar mempunyai tuntutan lebih


39

banyak dan lebih beragam dibanding dengan apa yang dilakukan oleh kelompok

kecil. Pada umumnya pemimpin dalam kelompok besar cenderung bersifat kurang

memprhatikan hal-hal yang bersifat pribadi dan kurang tegas dalam

memperlakukan peraturan dan kekuasaan. Sebaliknya dalam kelompok kecil

pemimpin memberikan perhatian pada hal-hal yang bersifat pribadi terhadap

kelompok kerja dan memperlakukan anggota kelompok menurut kemampuan dan

kebutuhannya sebagai individu.34

Pada umumnya ada dua cars yang dilakukan oleh pemimpin dalam

mempengaruhi bawahannya (1) Ia mengatakan kepada bawahannya apa yang

harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya; (2) Ia melibatkan bawahan

dalam tanggung jawab kepemimpinan dengan mengikutsertakan mereka dalam

perencanaan dan pelaksanaan tugas, cars pertama dikenal dengan gaya

kepemimpinan otoriter yang mengutamakan pelaksanaan tugas, dan cara kedua

dikenal sebagai gaya kepemimpinan demokratis yang menekankan hubungan

kemanusiaan.

Pada tahun 1945 Universitas Ohio mengadakan suatu penelitian untuk

mengidentifikasi dimensi perilaku pemimpin dalam dua dimensi yaitu initiating

structure (perilaku tugas) dan consideration (perilaku hubungan kemanusiaan).

Initiating structure berhubungan dengan perilaku pemimpin yang menggambarkan

hubungan pemimpin dengan kelompok kerja yang berbentuk pola organisasi yang

tertentu, bentuk komunikasi yang tertentu, dan prosedur kerja yang tertentu Dalam

hat ini pemrakarsa struktur analog dengan gaya kepemimpinan tersebut

34
Andrew B. Halpin. 2006. Theory and Research In Administrations. New York: Mc.
Milian Company, h. 83
40

berorientasi tugas. Sedangkan, consideration berhubungan dengan perilaku

pemimpin yang menggambarkan persahabatan, kehangatan, sating percaya, dan

saling menghargai antara pemimpin dan yang dipimpin. Pertimbangannya analog

dengan gaya kepemimpinan berorientasi kepada guru, pribadi yang mempunyai

kebutuhan, dan keinginan yang berbeda. Sedangkan pemimpin yang berorientasi

kepada produksi, menekankan pada aspek teknis dari pekerjaan, melihat pekerja

sebagai slat untuk mencapai tujuan organisasi.

Kedua orientasi ini paralel dengan dimensi konsiderasi dan dimensi struktur

dari studi Ohio. Kedua dimensi ini berdiri secara terpisah namun tidak

bertentangan. Sila satu dimensi tinggi pada seseorang tidak berarti dimensi

lainnya hares rendah. Ada kemungkinan kedua dimensi tinggi atau keduanya

rendah atau dimensi yang satu tinggi dan dimensi lainnya rendah.

Menurutnya perilaku kepemimpinan mungkin merefleksikan satu di antara

keempat kombinasi tersebut. Dengan demikian gaya kepemimpinan dapat

dikategorikan sebagai berikut :

Pertama, orientasi tugas dan manusia. Gaya kepemimpinan ini ditandai oieh

skor yang tmggt baik pada dimensi konsiderasi maupun pada dimensi struktur.

Gaya ini merefleksikan suatu keseimbangan antara pencapaian tujuan organisasi

dan kebutuhan sosial pekerja. Pemimpin memberi perhatian kepada interaksi

antara orientasi pribadi individu dan tugas organisasi. Jadi pekerja dimotivasi

untuk melakukan sesuatu secara optimal yang akan memberikan efisiensi dan

kepuasan pribadi.
41

Kedua, orientasi manusia. Gaya kepemimpinan ini ditandai oieh skor yang

tinggi dalam dimensi konsiderasi dan rendah dalam dimensi struktur. Perilaku

pemimpin yang demikian mengarahkan perhatiannya kepada kebutuhan sosial

pekerja, tetapi mengabaikan pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian

pencapaian tujuan organisasi menjadi rendah.

Ketiga, orientasi terfokus. Gaya kepemimpinan seperti ini ditandai oleh

rendahnya skor baik pada dimensi konsiderasi maupun pada dimensi struktur.

Gaya kepemimpinan ini tidak berorientasi baik kepada manusia maupun kepada

tugas. Kepentingan dan kebutuhan sosial pekerja tidak diperhatikan dan

pencapaian tujuan organisasi diindahkan.

Keempat, orientasi tugas. Gaya kepemimpinan ditandai oleh skor yang

rendah pada dimensi konsiderasi dan skor tinggi pada dimensi struktur. Gaya

kepemimpinan ini berorientasi kepada pelaksanaan tugas tetapi sangat sedikit

memberikan perhatian kepada kebutuhan sosial pekerja Pemimpin mengawasi dan

mengarahkan kegiatan pekerja secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi

tetapi kurang memperlihatkan perhatian kepada kebutuhan sosial individu.

Pemimpin yang efektif adalah mereka yang mempunyai skor tinggi baik

pada dimensi konsiderasi maupun pada dimensi struktur. Kedua dimensi ini

bukanlah hal yang baru dalam kepemimpinan. Para praktisi mengetahui bahwa

seorang pemimpin harus memimpin dan hares membuat inisiatif kegiatan dan

berusaha agar segalanya terlaksana dengan baik karena seorang eksekutif tahu

bahwa tujuan organisasi hanya dapat dicapai melalui orang lain, maka untuk

mencapai tujuan tersebut secara sukses is harus mempertahankan integritas


42

kelompok dan hubungan kemanusiaan. Ini berarti sorang pemimpin yang ingin

sukses harus berpegang pada pencapaian tujuan organisasi dan pelayanan kepada

kelompok kerja. Untuk menilai keefektifan seorang pemimpin, pada umumnya

dinilai dari dua segi yaitu sejauhmana organisasi melaksanakan tugasnya dengan

baik dan sejauhmana organisasi mencapai tujuannya. Talc satupun peranan

manajerial yang harus diabaikan. Manajer yang efektif adalah mereka yang

memutuskan secara tepat peranan mama yang akan dilaksanakan dan

keterampilan apa yang hares ciimiliki untuk melaksanakan peranan tersebut secara

sukses.

Pendekatan sifat dan pendekatan perilaku dirintis dengan harapan dapat

ditemukan beberapa faktor yang secara universal berhubungan dengan

kepemimpinan yang efektif. Salah sate hal yang penting dari usaha-usaha

penelitian ini adalah ditemukannya bahwa kepemimpinan yang efektif tergantung

pada sejumlah variabel seperti suasana organisasi, nilai manajerial, dan

pengalamara Tak satupun gaya kepemimpinan yang berdasarkan sifat atau

perilaku efektif dalam semua situasi. Dengan demikian pendekatan situasi mulai

memperoleh tempat. Pendekatan ini berusaha mengidentifikasi faktor-faktor mana

yang paling panting dalam situasi tertentu dan memperkirakan gaya

kepemimpinan yang paling efektif dalam kondisi yang demikian.

d. Gaya Kepemimpinan

Istilah gaya kepemimpinan sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari,

baik dalam bentuk organisasi/lembaga formal maupun organisasi/lembaga

nonformal. Gaya kepemimpinan dilahirkan oleh perilaku dan sifat seseorang. Jadi
43

gaya kepemimpinan dapat dilihat dari segi perilaku dan sifat yang

dimunculkannya. Gaya kepemimpinan (leadership style) merupakan norma

perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba untuk

mempengaruhi perilaku orang lain.35

Nanang Fatah36 menyatakan bahwa "berbagai gaya perilaku pemimpin

berfokus pada dua gaya dasar yang berorientasi pada tugas atau concern for

production dan gaya yang berorientasi pada hubungan dengan bawahan atau

concern for people. Jadi pada setiap lembaga/organisasi pada umumnya gaya yang

digunakan atau dimunculkan oleh pemimpin berbeda-beda. Lebih lanjut kalau kita

mempelajari tentang pandangan dari Fiedler mengenai model kepemimpinan

kontingensi dapat disimpulkan bahwa seseorang menjadi pemimpin bukan juga

karena faktor kepribadian yang dimiliki akan tetapi faktor situasi pun ikut

mernpengaruhi dan saling berhubungan antara pemimpin dan situasi. Dari

keberhasilan pemimpin tergantung pada diri pemimpin maupun pada keadaan

organisasi.

William J. Reddiri bahwa kepemimpinan yang efektif hanya akan dapat

dipahami dalam konteks situasi kepemimpinan. Maksudnya setiap gaya dari

keempat gaya yang merupakan dasar kepemimpinan dapat efektif atau tidak

efektif tergantung pada situasi. Para dasarnya gaya kepemimpinan ini lama

dengan kepemimpinan Managerial Grid, yaitu ada empat gaya dasar, kemudian

akan menjadi delapan gaya kepemimpinan. Kedelapan gaya tersebut adalah :

35
Miftah Thoha. 2005. Kepemirnpinan Dalain Manajemen Serta Pendekatan Perilaku.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h. 49
36
Nanang Fatah. 2000. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya, h. 93
44

Gaya dasar integrated dengan tugas tinggi, hubungan tinggi, akan menjadi

gaya executive bila diekspresikan dalam situasi yang efektif. Tandanya ialah

memenuhi kebutuhan kelompok dalam menetapkan tujuan dan bagaimana

mencapainya, memperhatikan hubungan dalam kelompok. Kelompok menjadai

kohesif dan bekerja keras. Bila tidak efektif, maka akan menjadi gaya

compromiser yang ditandai dengan selalu memecahkan masalah dengan

mengadakan kompromi antara tugas dan hubungan, sehingga tidak berorientasi

pada hasil yang dicapai.

Gaya separated, yaitu tugas tinggi dan hubungan rendah. Apabila efektif

akan menjadi gaya bureucrat yakni mendelegasikan wewenang pada bawahan

untuk mengarnbil keputusan tentang apa yang perlu dikerjakan. Apabila tidak

efektif akan menjadi gaya deserted yaitu tidak memberikan struktur jelas dan

dukungan moral pada waktu yang diperlukan.

Gaya related, yaitu hubungan tinggi dan tugas rendah. Gaya ini menjadi-

efektif bila menjadi gaya developer yaitu percaya kepada anggota stafnya dan

memberikan kemudahan untuk berkembangnya anggota staf dalam usaha

mencapai tujuan organisasi. Bila tidak efektif maka akan menjadi gaya missionary

yaitu hanya tertarik pada adanya harmoni, dan kadang-kadang tidak bersedia

mengorbankan hubungan meskipun tujuan tidak tercapai.

Gaya dasar dedicated yaitu tugas tinggi dan hubungan rendah. Gaya ini bila

efektif akan menjadi gaya benevolent autocrat yaitu mempunyai tata kerja yang

berstruktur, tetapi jelas tugas untuk bawahan. Bila tidak efektif akan menjadai
45

gaya autocrat yaitu semua kebijakan ditetapkan sendiri tanpa memperdulikan

bawahan.

Perkembangan teori selanjutnya adalah teori kepemimpinan situasional yang

dikembangkan oleh Hersey dan Kenneth H. Blanchard. Mereka berpendapat

bahwa gaya kepemimpinan yang efektif bervariasi berdasarkan kematangan

bawahan. Kematangan bawahan maksudnya adalah kesediaan bawahan dalam

menerima tanggung jawab, penyelesaian tugas, serta motivasi akan prestasi dari

bawahan.

Model kepemimpinan tersebut didasarkan pada hubungan gars lengkung di

antaranya ada tiga faktor yaitu: (1) perilaku tugas (task behavior), maksudnya

kadar bimbingan dan arahan yang diberikan oleh pemimpin, (2) perilaku

hubungan (relationship behavior), yaitu kadar dukungan sosio emosional yang

disediakan pemimpin melalui komunikasi dua arah, dan (3) kematangan

(maturity), yaitu tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam pelaksanaan

tugas, fungsi, atau tujuan tertentu.

Menurut teori kepemimpinan situasional, gaya kepemimpinan yang efektif

jika disesuaikan dengan taraf kematangan para bawahan secara kontinu akan

meningkatkan pelaksanaan tugas. Pemimpin hendaknya mengurangi perilaku

tugas dan meningkatkan perilaku hubungan sampai bawahan mencapai tingkat

kematangan yang moderat. Jika bawahan mencapai tingkat rata-rata kematangan,

maka pemimpin hares mengurangi perilaku tugas dan perilaku hubungan.

Keadaan ini berlangsung sampai bawahan mencapai tingkat kematangan penuh di

mana mereka sudah dapat mandiri baik dilihat dari kematangan kerjanya maupun
46

kematangan psikologis. Dengan demikian pimpinan sudah dapat mendelegasikan

wewenang kepada bawahannya.

Gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan dalam keempat tingkat

kematangan bawahan dan kombinasi yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku

hubungan, dapat digambarkan dalam bentuk model kepemimpinan situasional

seperti terlihat pada gambar berikut ini :


47

Tinggi
PARTICIPATING (S3) SELLING (S2)
(memuji, mendegarkan, (mengarahkan,
<--------------- SUPPORTIVE ----------------> (Perilaku Hubungan)

memudahkan) mendukung)

Untuk pengikut M3 yang Untuk pengikut M2 yang:


 Berkemampuan  Tidak berkemampuan
 Tidak berkemauan  Tidak berkemauan

DELEGATING (S4) TELLING (S1)


(menyerahkan pengambilan (menstrukturkan,
keputusan sehari-hari) mengontrol, mengawasi)

Untuk pengikut M4 yang: Untuk pengikut M1 yang:


 Berkemampuan  Tidak berkemampuan
 Berkemauan  Berkemauan

Rendah <-------------------- DIREKTIF ---------------------> Tinggi


(Perilaku Tugas)
Gambar 5. Model Kepemimpinan Situasional (Hersey & Blanchard, 2006:107)

Sehubungan dengan tingkat kematangan bawahan yang dihubungkan

dengan perilaku pimpinan dalam menggerakan bawahan ini mengemukakan

empat upaya kepemimpinan efektif seperti terlihat pada gambar di atas, adalah

sebagai berikut:

Pertama, Telling (S 1) yaitu perilaku pimpinan dengan tugas tinggi dan

hubungan rendah. Gaya mempunyai hubungan satu arah. Pemimpin membatasi


48

peranannya dan menginstruksikan bawahan tentang apa, bagaimana, bilamana,

dan di mana hares melakukan sesuatu tugas tertentu. Pemimpin juga memberikan

pengarahan yang jelas dan spesifik. Gaya ini sesuai dengan level kematangan

yang rendah atau orang yang tidak mampu dan mau (MI).

Kedua, Selling (S2) yaitu perilaku tugas tinggi dan hubungan tinggi.

Pimpinan masih banyak memberikan pengarahan dan memberikan dukungan

dalam keputusan melalui komunikasi dua arah. Gaya ini sesuai dengan tingkat

kematangan rendah ke sedang (M2) orang yang tidak mampu berkeinginan untuk

memikul tanggung jawab memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki

keterampilan.

Ketiga, Partisipasi (S3) adalah perilaku hubungan rendah dan tugas rendah.

Pemimpin dan bawahan saling tukar menukar ide dalam pembuatan keputusan

melalui komunikasi dua arah, dan yang dipimpin cukup mampu serta

berpengetahuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada bawahan.

Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan tingkat kematangan dari sedang ke tinggi

(M3). Orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampanan, tetapi

tidak berkeinginan untuk melakukan suatu tugas yang dibebankan.

Ketidakmampuan mereka sering kali disebabkan karena kurangnya keyakinan.

Keempat, Delegasi (S4) yaitu perilaku hubungan rendah dan tugas rendah.

Pemimpin melakukan seperti ini karena bawahan telah memiliki kematangan yang

tinggi, baik dalam melaksanakan tugas maupun matang secara psikologis.

Kegiatan ini melibatkan bawahan untuk melaksanakan tugas sendiri melalui

pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum. Gaya ini sesuai dengan tingkat
49

kematangan yang tinggi (M4). Orang-orang yang mampu dan mau atau

mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Dengan demikian gaya

delegasi ini berprofil rendah. Yang memberikan sedikit pengarahan atau

dukungan memiliki tingkat kemungkinan efektif yang paling tinggi dengan

individu dalam tingkat kematangan seperti ini.

Dengan munculnya berbagai gaya yang bervariasi berdasarkan pemahaman

seseorang yang sangat kompleks tentang gaya kepemimpinan, menurut Hersey

yang dikutip Nanang Fattah, bahwa gaya kepemimpinan dengan berbagai

kombinasi lahirlah gaya kepeimpinan dasar yang terdapat pada diri seorang

pemimpin, sebagaimana pada gambar di bawah ini :

Supportive or Human Particivate or Democratic


Tinggi Relation Leadership Leadership
 Orientasi orang tinggi  Orientasi orang tinggi
 Orientasi tugas rendah  Orientasi tugas tinggi
Orientasi
orang Abdicative or Laissez-Faire Directive or Otocratic
Leadership Leadeship
 Orientasi orang rendah  Orientasi orang rendah
Rendah  Orientasi tugas rendah  Orientasi tugas tinggi

Rendah → Orientasi tugas → Tinggi

Gambar 6. Segi Empat Gaya Kepemimpinan Dasar (Hersey & Blanchard,

2006:108)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya

setiap pemimpin harus mampu menggunakan gaya kepemimpinan yang paling

tepat dengan kondisi yang terjadi, agar kepemimpinan efektif hasilnya. Pada

keadaan tertentu gaya yang satu lebih menonjol dan gaya yang lainnya, ini
50

tergantung pada bawahan yang dihadapi serta pada tingkat kedewasaan mana

bawahan tersebut.

Dengan memperhatikan hal tersebut, maka sebenamya tidak ada gaya

kepemimpinan yang terbaik, yang ada hanya kepemimpinan yang paling efektif

hasilnya, yaitu kepemimpinan yang berhasil menggerakkan bawahan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Getzels dan Guba dalam Nurtain mengemukakan dua kategori

perilaku yang saling mempengaruhi kepala sekolah. Hal ini dapat dilihat pada

gambar di bawah ini :

KEBUDAYAAN ETHOS NILAI

LEMBAGA PERANAN HARAPAN


SISTEM
SOSIAL

INDIVIDU KEPRIBADIAN DISPOSISI


KEBUTUHAN

KEBUDAYAAN ETHOS NILAI

Gambar 7: Model Getzer (Nurtaim, 2006:12).

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa perilaku (gaya) seorang pemimpin

akan dapat dipahami oleh bawahanannya jika prilakulgaya itu sesuai dengan

konteks gaya itu berada. Dengan kata lain seorang pemimpin pendidikan di

sekolah gaya dalam memimpin akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada
51

dalam lingkungan sekolah, seperti tenaga edukatif, kepribadian, peranan yang

dimainkannya serta harapan.

e. Faktor-faktor Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

Berdasarkan pembahasan teori-teori sebelumnya bahwa keefektipan seorang

pemimpin adanya penyesuaian (adaptasi) antara pemimpin dengan bawahan. Paul

Hersey37 mengemukakan bahwa masih ada faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi perilaku (gaya) kepemimpinan kepala sekolah, yaitu: "...tingkat

kematangan budaya dari masyarakat di mana kepemimpinan situasional itu

hendak ditumbuhkan.." Tingkat kematangan budaya meliputi tingkat pendidikan

masyarakat dalam hat ini guru-guru, pengalaman pekerjaan dan taraf kehidupan.

SeIain tingkat kematangan budaya masyarakat, masih dapat diidentifikasi faktor

lain yang dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam

menggunakan gaya kepemimpinannya.

Faktor yang pertama adalah pendidikan. Pendidikan seseorang akan

mempengaruhi baik dari segi pemahaman maupun pengetahuannya yang

berkenaan dengan teori atau konsep yang berhubungan dengan pekerjaannya,

karena pendidikan yang dilakukan oleh seseorang pegawai adalah untuk

meningkatkan kepribadian, pengetahuan, dan kemampuannya sesuai dengan

persyaratan jabatannya dalam pekerjaan, sedangkan latihan hanya dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan tuntutan yang

bersangkutan ditempatkan.

37
Hersey & Blanchard, 2003. Op. cit, h. 102.
52

Faktor yang keuda adalah pengalaman. Pengalaman seseorang merupakan

sesuatu yang sangat berpengaruh dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena

pengalaman dan faktor umur dapat berpengaruh terhadap performances, demikian

pula pengalaman dapat membentuk gaya kepemimpinan.38

Faktor yang ketiga adalah kepribadian. Kepribadian adalah aktivitas

seseorang yang dapat mencerminkan perilakunya dalam bertindak maupun dalam

melakukan sesuatu. Seseorang pemimpin itu harus memiliki kepribadian yang

lebih dibandingkan dengan bawahannya, dalam hal menyesuaikan diri,

agresivitas, ketegasan, pengaruh, keunggulan, penguasaan, emosi, pengendalian,

serta toleransi. Dengan demikian maka jelaslah bahwa kepribadian seseorang

pemimpin pendidikan akan mempengaruhi gayanya yang digunakan dalam

melaksanakan tugasnya. Karena seorang pemimpin pendidikan dituntut memiliki

sikap-sikap kepribadian seperti adil, jujur, berani, tegas, serta ramah tamah.

Faktor yang keempat adalah lingkungan social. Lingkungan sosial adalah

nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat yang berada di lingkungan tempat

pemimpin itu bekerja, misalnya guru-guru, staf tata usaha, dan unsur lainnya yang

kesemuanya itu merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi. Hal ini

sesuai dengan teori yang telah dibahas sebelumnya, bahwa pemimpin adalah

orang yang mampu mempengaruhi orang lain, demikian pula bawahannya bahwa

nilai sikap yang dimilikinya selalu mewarnai perilaku pimpinan dalam

melaksanakan tugasnya.

38
Gitosudarmo & Sudita, 1997. Loc. cit.
53

Berdasarkan uraian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa gaya

kepemimpinan kepala sekolah adalah pendekatan yang digunakan kepala sekolah

dalam menjalankan tugas. Gaya kepemimpinan yang efektif dari kepala sekolah

adalah memenhi faktor kedewasaan, perilaku tugas, perilaku hubungan,

kepribadian, derajat situasi, kekuatan dalam diri sebagai manajer, kekuatan dari

situasi. Dengan terpenuniya semua faktor ini dalam memimpin, kepala sekolah

dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif sekaligus mendorong guru

untuk bekerja dengan motivasi yang tinggi.

Pertama, dalam memimpin kepala sekolah hendaknya memiliki

kedewasaan, terutama dari cara memahami dan mengatasi masalah. Kedewasaan

ini tercemin dari taraf pendidikan dan wawasan yang seharusnya lebih tinggi pada

kepala sekolah.

Kedua, dalam memimpin kepala sekolah semestinya menunjukkan perilaku

tugas yang sesuai dengan kemampuan dan kemampuan guru. Tergantung pada

kemampuan dan kemauan guru, ada kalanya kepala sekolah perlu membiarkan,

mengarahkan, mendelegasikan, atau mengintruksikan.

Ketiga, dalam memimpin seyogyanya kepala sekolah menunjukkan perilaku

hubungan yang sesuai dengan tuntutan keadaan. Ada kalanya kepala sekolah

harus memberikan pengarahan, memberikan layanan, mempererat hubungan

kekeluargaan, dan memberi kebebasan kepala guru.

Keempat, dalam memimpin kepala sekolah semestinya memiliki

kepribadian yang baik di mata guru. Keperibadian pemimpin yang baik itu adalah

yang memberikan dukungan, pujian, dorongan, dan perhatian kepada para guru.
54

Keempat, dalam memimpin kepala sekolah hendaknya juga bersikap sesuai

dengan derajat situasi dihadapi di sekolah. Tergantung pada situasi, kepala

kadangkala harus bersikap lebih bersahabat, lebih demokratis, lebih berperasaan,

tapi kadangkala juga harus lebih tegas.

Kelima, dalam memimpin kepala sekolah harus mendayagunakan kekuatan

dirinya sebagai manajer secara tepat. Dia harus mampu menjadikan guru bekerja

tanpa terpaksa, menjaga prosedur kerja berjalan, dan mengelola keuangan secara

transparan sehingga guru-guru merasa puas.

Keenam, dalam memimpin kepala sekolah semestinya juga menanggapi

situasi secara tepat. Dia harus mengerti sistuasi yang tepat untuk meningkatkan

efektifitas kelompok, waktu yang tepat untuk memberikan tugas, dan prioritas

yang tepat bagi peningkatan profesi para guru.

3. Lingkungan Kerja Sekolah

Lingkungan kerja merupakan unsur dinamis yang ada di sekitar orang

bakerja. Lingkungan kerja bagi guru adalah lingkungan sekolah yaitu segala

sesuatu yang ada di dalam atau di luar sekolah, dan di antara kesemuanya itu akan

saling berinteraksi atau saling mempengaruhi. Guru akan mewarnai lingkungan

kerja sekolah dan sebaliknya lingkungan kerja sekolah juga akan mempengaruhi

guru-guru dalam melaksanakan tugasnya. Lingkungan sekolah dibedakan menjadi

dua kelompok yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

a. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik sekolah bisa ditemui di dalam sekolah maupun di luar

sekolah. Lingkungan fisik di dalam sekolah adalah semua sarana fisik sekolah
55

yang dapat menunjang kepada kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah,

misalnya: gedung sekolah, ruang kelas, kamar kecil, halaman sekolah, dan kebun

sekolah, laboratorium, aula, tempat ibadah, tempat istirahat, dan sebagainya.

Gedung sekolah yang besar dan sejuk, penataan taman yang baik dan layak,

peredaran udara dalam ruangan yang baik, penerangan yang cukup, suasana yang

tenang, kesehatan dan kebersihan terpelihara dapat mendorong warga sekolah

baik kepala sekolah, guru, staf TU, maupun siswa merasa kerasan tinggal di

sekolah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah mengemukakan :

Menurut ajaran agama kita, kebersihan merupakan bagian dari iman kita.
Sejumlah sekolah berusaha keras untuk mewujudkan kepercayaan itu dalam
kehidupan sehari-hari termasuk mengatur dan menjaga kebersihan sekola.
Hasilnya adalah keadaan lingkungan sekolah yang bersih dan menarik
sehingga memotivasi guru untuk datang ke sekolah lebih rajin.39

Hal lain yang dapat merangsang motivasi kerja guru dalam melaksanakan

tugasnya adalah adanya perpustakaan sekolah, karena perpustakaan sekolah

merupakan sumber belajar yang sangat panting baik untuk guru maupun siswa.

Dengan tersedianya buku-buku yang berkualitas dan mudah dicari baik judul

maupun pengarangnya dapat mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajarnya, serta mengembangkan ilmu pengetahuannya.

Lebih-lebih bila perpustakaan dilengkapi berbagai peragaan media seperti

program audio, program video, dan program slide pendidikan dapat memotivasi

para siswa dan guru untuk banyak belajar di perpustakaan.

Kemudian ruang kelas yang cukup, penerangan, dan sirkulasi udara yang

baik, penataan ruangan dan kebersihan yang indah dan baik dapat mendorong

39
Depdiknas. 2000. Standar Pelayanan Minimal (SPM) SLTP, SMU, ASIK. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, h. 24.
56

guru dan siswa untuk betah di kelas sehingga proses belajar mengajar dapat

meningkat lebih baik. Lebih-lebih bila alat peraga dan bahan kegiatan belajar

mengajar di dalam kelas cukup lengkap makes lulusan yang berkualitas sesuai

dengan harapan sekolah dapat tercapai. Demikian pula bila kamar kecil (WC) baik

untuk guru maupun untuk siswa sudah mencukupi dalam keadaan sehat dan

bersih. Maka guru, siswa maupun stap Tata Usaha akan merasa senang dan

termotivasi untuk bekerja secara maksimal karena merasa kebutuhannya sudah

terpenuhi.

Sedangkan lingkungan fisik yang ada di luar sekolah adalah benda-benda

yang ada, di luar sekolah, tetapi dapat mendorong guru untuk bekerja secara

maksimal. Misalnya letak suatu sekolah yang jauh dart pemukiman penduduk, alat

transportasi yang sulit maka akan mengakibatkan bagi guru untuk tidak bergairah

dan segan untuk datang ke sekolah lebih awal. Demikian pula apabila lingkungan

sekolah penuh dengan keramaian, suara gaduh dan bising dapat mengakibatkan

bagi guru untuk bekerja tidak tenang,

Menurut Schneider40 fasilitas sekolah mempengaruhi pembelajaran. Kondisi

gedung sekolah, kualitas udara, dan penerangan cahaya semuanya berpengaruh

terhadap kinerja guru maupun siswa. Oleh karena itu semua bentuk fasilitas

seskolah ini harus dioptimalkan untuk meningkatkan kinerja akademik sekolah.

Pendapat ini didkung oleh berbagai kajian.

40
M. Schneider. 2002. “Do School Facilities Affect Academic Outcomes?” National
Clearinghouse for Educational Facilities. http://www.edfacilities.org/pubs/outcomes.pdf
(Diunduh 16 Desember 2010).
57

Mengenai kondisi gedung dan prasarana sekolah, hasil ulasan Earthman and

Lemasters41 terhadap berbagai penelitian AS menemukan pengaruh positifnya

terhadap kinerja siswa. Misalnya, dalam kajian tentang siswa Sekolah Dasar di

Georgia, ternyata siswa kelas empat yang belajar di sekolah dengan gedung tua

yang tidak pernah diperbarui lebih rendah prestasi belajarnya dibandingkan siswa

yang belajar di sekolah dengan gedung yang diperbarui. Kondosi sarana juga

berpnegaruh terhadap prestasi belajar siswa. Kajian Maxwell42 misalnya

menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara prasarana baru atau yang

diperbauri dengan kinerja siswa kelas tiga Sekolah Dasar.

Kualitas udara di luar dan dalam kelas berpengaruh terhadap kinerja siswa.

Kennedy43 misalnya mengemukakan pendapat bahwa kualitas udara yang pengab

menjadikan guru atau siswa mudah sakit sehingga menggangu kinerja mereka.

Pendapat ini didasarkan pada hasil penelitian Smedje and Norback 44 bahwa

terdapat hubungan positif antara bakteri udara lembab dengan penyakit asma pada

anak-anak, yang pada gilirannya berdampak terhadap peningkatan laju absensi

siswa. Hasil ini juga didukung oleh temuan Aosiasi Penyakit Paru-paru Amerika

(American Lung Association (ALA) 45 bahwa anak-anak AS kehilangan lebih dari

41
G. I. Earthman, and L. Lemasters. 1998. “Where children learn: A discussion of how a
facility affects learning.” Paper presented at the annual meeting of Virginia Educational Facility
Planners. Blacksburg, Va., February. (ED419368)
42
L. E. Maxwell. 1999. “School building renovation and student performance: One
district's experience.” Scottsdale, Ariz.: Council of Educational Facility Planners, International.
43
M. Kennedy. 2001. “Into thin air.” American School & University 73 (6): 32.
44
G. Smedje, and D. Norback. 1999. “The school environment: Is it related to the incidence
of asthma in the pupils?” In Indoor Air '99, vol. 5. 445–50.
45
ALA (American Lung Association). 2002. “Asthma in children fact sheet.” New York,
N.Y.: American Lung Association. http://www.lungusa.org/asthma/ascpedfac99.html (Diunduh
16 Desember 2010)
58

sepuluh juta jam sekolah akibat asma yang dipicu oleh buruknya kualitas udara di

sekolah setiap tahun.

Suhu udara di sekolah juga berdampak terhadap kinerja siswa. Suatu kajian

Wyon46 menemukan bahwa kinerja siswa dalam melaksanakan tugas yang

membutuhkan pengerahan kemampuan mental dipengaruhi oleh perubahan suhu

udara. Kinerja siswa dalam pelaksaan tugas yang membutuhkan pengerahan

mental, ternyata lebih tinggi dalam suhu udara sedang yakni tidak terlalu dingin

atau tidak terlalu poanas.

Penerangan cahaya kelas, misalnya menurut Philips 47 berperan penting bagi

kinerja siswa. Siswa tidak mungkin belajar dengan penerangan cahaya yang tidak

memadai di ruangan kelas. Berdasarkan ulasan terhadap 17 hasil penelitian sejak

tahun 1930 hingga 1997 semunya sepakat bahwa penerangan cahaya yang

memadai berpengaruh terhadap peningkatan hasil tes siswa, pengurangan perilaku

gaduh, dan berperan penting terhadap prestasi belajar siswa.

Berdasarkan berbagai pendapat dan temuan penelitian di atas, kaulitas

lingkungan fisik sekolah perlu diperbaiki untuk meningkatkan kinerja guru dan

siswa. Sebagaimjana diungkapkan oleh Fatah, 48 sekolah harus melihat kondisi dan

keterkaitan lingkungan dengan strategi dan proses penyelenggaraan program

kegiatan sekolah. Apabila sekolah sudah memahami kondisi lingkungannya, maka

sekolah menyusun format strategi yaitu: (1) keterkaitan lingkungan dengan

46
D. P. Wyon. 1991. “The ergonomics of healthy buildings: Overcoming barriers to
productivity.” In IAQ '91: Post Conference Proceedings. Atlanta, Ga.: American Society of
Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers, Inc., pp. 43–46.
47
R. Phillips. 1997. “Educational facility age and the academic achievement of upper
elementary school students.” D. Ed. diss., University of Georgia.
48
Nanang Fattah. 2000. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta, h.84.
59

kurikulum, (2) keterkaitan lingkungan dengan proses belajar mengajar, (3)

keterkaitan lingkungan dengan strategi pengembangan.

Apabila sekolah sudah menyusun format strategi yang berisi uraian di atas

maka sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat mengkategorikan .lingkungan

eksternal ke dalam organisasi, sehingga timbul kebersamaan dan kepemlikan yang

tinggi baik dari masyarakat sekolah maupun dari masyarakat di luar sekolah.

Apabila sekolah sudah merasa dimiliki oleh warga masyarakat, yang ada di

lingkungannya, maka guru akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan

proses penyelenggaraan pendidikan akan berjalan lancar.

b. Lingkungan Sosial

Kondisi saling mempengaruhi antara individu dengan lingkungannya pasti

terjadi RS. Wood Worth (t.th:) mengemukakan bahwa setiap orang dipengaruhi

oleh faktor-faktor sosial dan psikologis, saling mempengaruhi antara pembawaan

(heredity) dengan lingkungan (environment) adalah suatu hukum umum yang

berlaku, bagi seluruh tingkah laku setiap orang. Sekolah sebagai lingkungan

tempat guru-guru bekerja tentu akan mewarnai masing-masing individu, baik

antara guru dengan guru, guru dengan siswa dan guru dengan Kepala Sekolah.

Hubungan guru dengan guru mempunyai karakteristik tersendiri dan akan

berbeda bila dibandingkan dengan pergaulan yang lain, karena guru bersifat

profesional. Nasution49 mengemukakan bahwa guru-guru cenderung bergaul

dengan sesama guru karena guru terikat oleh norma-norma menurut harapan

masyarakat yang menjadi hambalan unluk mencari pergaulan dengan golongan

49
S. Nasution. 2004. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Burni Aksara, h. 29.
60

lain yang tidak dibebani oleh tuntutan-tuntutan tentang kelakuan tertentu. Guru

dan sesama guru mudah saling memahami dalam pergaulan antar sesama rekan

dapsd memelihara kedudukan dan perannya sebagai guru itu sebabnya guru-guru

akan membantu kliennya.

Pergaulan guru dengan guru harus lebih baik dibanding pergaulan dengan

yang lain karena guru merupakan panutan dan cerminan masyarakat. Sebab dilihat

dari kedudukannya sebagai pegawai dan fungsinya sebagai pendidik dan pengajar,

maka selain harus mengikuti peraturan umum bagi pegawai, guru mempunyai

fungsi khusus dalam melaksanakan pekerjaannya. Oleh karena itu Ratchs,

sebagaimana dikutip Djam'an Satori50 mengemukakan tiga belas fungsi yang

diharapkan dimiliki oleh seorang guru, yaitu: (1) berinsiatif, membimbing dan

memberi arah; (2) mengubah dan menyempurnakan kurikulum; (3)

memberitahukan, menerangkan, dan menunjukkan bagaimana caranya; (4) melak

anakan dengan membangkitkan rasa aman dan terjamin; (5) proses penjelasan dari

anggapan sampai kepada pembuktian; (6) mengkoordinir kerja kelompok; (7)

membantu memperkaya masyarakat; (8) meneliti dan memperbaiki pekerjaan; (9)

evaluating, recording dan reporting, (10) "school-wide function"; (11) memelihara

keindahan kelas; (12) memelihara dan meningkatkan karier profesional; (13)

hidup sebagai warga negara yang baik.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dilihat bahwa tugas guru tidak hanya

terbatas pada kegiatan di kelas tetapi mempunyai peran pula dalam pengambilan

keputusan. Selain ketiga belas fungsi yang telah diuraikan ada tugas lain yang

50
Djam'an Satori. 2001. Administrasi Pendidikan Sublimasi. Bandung: FIP IMP, h.36
61

dibebankan kepada guru seperti dikemukakan oleh Nasution 51 bahwa selain

pengajar is harus membantu administrasi sekolah, tugas piket, membimbing ekstra

kurikuler, menjadi wali kelas, memberi dan memeriksa ulangan, mengabsen

murid, menghadiri rapat guru di bawah pengawasan Kepala Sekolah.

Dari uraian di atas Kepala Sekolah akan memberikan bimbingan, arahan

serta penilaian terhadap guru yang bersangkutan, di mana penilaiannya akan

dimanifestasikan dalam DP3. Dengan adanya bimbingan serta penilaian oleh

Kepala Sekolah, diharapkan guru-guru mendapatkan motivasi dalam pelaksanaan

pekerjaannya.

Selain hubungan guru dengan guru, dan hubungan guru dengan Kepala

Sekolah, hubungan guru dengan siswa mutlak diperlukan. Walaupun bermacam-

macam menurut situasi interaksi sosial yang dihadapi baik secara formal maupun

informal. Dalam situasi formal, khususnya dalam kelas, guru harus menunjukkan

kewibawaan atau otoritasnya. Menurut Nasution52 agar guru berwibawa maka: (1)

Anak-anak sendiri mengharapkan guru yang berwibawa dan bertindak tegas untuk

menegakkan disiplin dan mereka mengakui kewibawaan itu. (2) Guru dipandang

sebagai pengganti orang tua lebih-lebih pada tingkat sekolah dasar. (3) Pada

umumnya tiap orang tua mendidik agar anaknya patuh kepada guru. (4) Guru

sendiri dapat mernilihara kewibawaannya dengan menjaga jarak sosial antara

dirinya dengan murid. (5) Guru harus selalu disebut "Ibu Guru" atau "Pak Guru"

dan dengan julukan itu memperoleh julukan sebagai orang yang dituakan. (6)

Untuk guru selalu disediakan ruang guru yang khusus yang tidak boleh dimasuki

51
Nasution , 2004. Op. cit h. 99
52
Ibid, h. 92
62

murid begitu saja. (7) Guru-guru muda yang ingin bergaul dengan murid akan

dinasehati oleh guru-guru tua agar menjaga jarak dengan murid tersebut. (8)

Namun kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya.

Dari pendapat di atas jelas bahwa kedudukan guru dimata murid sangat

terhormat dan perlu memperhatikan jati dirinya sebagai guru. Demikian pula

antara guru dan siswa harus menciptakan hubungan yang saling menguntungkan

dalam arti dengan adanya kewibawaan guru siswa harus termotivasi dalam

belajarnya dan sebaliknya agar guru berwibawa, guru hares termotivasi untuk

bekerja lebih baik dan mau menambah ilmu pengetahuannya dalam upaya

meningkatkan kemampuan dirinya.

Hubungan guru dengan orang tua murid harus dilakukan secara

berkesinambungan, tidak hanya dilakukan pada awal masuk sekolah (kelas 1) atau

pada saat pembagian rapor raja. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan terhadap

anak didik dilakukan bersama-sama antara pihak sekolah (guru) dengan orang tua

siswa. Sehingga dengan adanya pengawasan yang berkesinambungan pars siswa

akan terdorong untuk belajar lebih baik, dan sebaliknya guru akan memiliki rasa

tanggung jawab moral dalam membimbing dan menggerakkan anak didiknya.

Beradasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan

kerja sekolah mencakup lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Terpenuhi kedua

unsur ini secara seimbang menandai tingginya kualitas lingkungan sekolah.

Sedangkan kesenjangan antara salah unsur atau apalagi kedua unsur sekaligus,

menanadi kurang berkualitasnya lingkungan kerja sekolah.


63

Pertama, lingkungan fisik yang menjadi ciri lingkungan kerja yang

berkualitas adalah yang sarana dan parasaranya memenuhi standar sekolah yang

baik. Prasarana tersebut mencakup bangunan gedung dengan ruang kelas, ruang

guru, ruang perpustakaan, dan ruang pertemuan yang memadai yang dilengkapi

dengan meja, kursi, dan perabotan yang mencukupi. Selain itu juga tersedia sarana

belajar yang mencukupi, antara lain papan tulis/whiteboard, alat peraga, buku

pelajaran, perpustakaan. Yang tidak kalah pentingnya, juga tersedia sarana MCK,

kondisi bangunan, suhu udara, sarana penerangan, dan sarana bermain juga perlu

diperhatikan untuk mewujudkan kualitas lingkungan fisik yang baik di sekolah.

Kedua, lingkungan soial yang menjadi ciri lingkungan kerja yang

berkualitas adalah yang terjalin di dalamnya hubungan baik yang mendorong

pelaksanaan tugas antar guru, kepala sekolah, siswa, tata usaha, dan masyakarat.

Tidak terjalinnya hubungan baik antar komponen warga sekolah sekolah ini

menandai buruknya lingkungan kerja sekolah.

Untuk hubungan guru dengan kepala sekolah, pada lingkungan kerja yang

baik jalinan hubungannya bersifat kemitraan yang setara, harmonis, dan saling

menghargai, bukan hubungan atasan dan bawahan yang kaku, main perintah, dan

tanpa perasaan.

Untuk hubungan guru dengan guru, pada sekolah dengan lingkungan kerja

yang baik jalinan hubungannya adalah yang saling mendukung bukan saling

menjatuhkan, saling menolong bukan saling bersaing, menjaga kebersamaan

bukan perpecahan.
64

Untuk hubungan guru dengan siswa, pada sekolah dengan lingkungan kerja

yang baik jalinan hubungannya adalah yang mendorong peningkatan bakat, minat

dan prestasi siswa, memahami masalah yang dihadapi siswa, dan bijaksana

mengatasi masalah yang ada.

Untuk hubungan guru dengan tata usaha, pada sekolah dengan lingkungan

yang baik jalinan hubungannya adalah yang selaras dan harmonis, tanggap dan

peduli terhadap urusan yang menyangkut dukungan administrasi yang lancar bagi

keperluan guru.

Terakhir, untuk hubungan guru dengan orangtua/masyarakat pada sekolah

dengan kerja yang baik jalinan hubungannya juga harus selaras dan harmnonis

serta terjadi komunikasi yang lancar untuk kepentingan belajar anak.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian menunjukkan pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi para

pengikut. Menurut Yukl kepemimpinan mempengaruhi motivasi para pengikut

untuk mencapai tujuan, menjaga kersajasama, serta mengupayakan dukungan dan

kerjasama dari pihak luar organisasi.53 Lethwood mengemukan adanya hubungan

kausal antara kepemimpinan dengan motivasi kerja guru, perilaku mengajar guru,

dan prestasi belajar siswa. Perilaku kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh

secara langsung terhadap motivasi kerja guru, selanjutnya motivasi kerja

mempengaruhi perilaku mengajar guru, dan perilaku mengajar guru

53
G. Yukl. 1994. Leadership in Organizations (3rd ed.). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-
Hall, h. 3
65

mempengaruhi prestasi belajar siswa.54 Artinya pengaruh kepala sekolah terhadap

hasil pendidikan, yakni prestasi belajar siswa, hanya terjadi secara tak langsung

melalui peningkatan motivasi guru untuk memaksimalkan perilaku mengajar

efektif.

Mengenai pengaruh lingkungan kerja sekolah terhadap motivasi kerja guru,

sejauh ini penulis masih belum menemukan penelitian yang relevan. Di antara

penelitian yang ada, hanya menfokuskan pengaruh motivasi kerja secara bersama-

sama dengan kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan sekolah terhadap

kinerja guru, denga hasil bahwa ketiga variabel bepnegaruh nyata terhadap kinerja

guru.55 Akan tetapi kajian ini tidak menyingkapkan bagaimana pengaruh

lingkungan sekolah terhadap motivasi kerja guru. Juga tidak dikaji bagaimana

pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap lingkungan kerja itu sendiri.

Karena itu penelitian kami ini ingin mengkaji hubungan kausal antara

kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan sekolah terhadap motivasi kerja.

C. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Motivasi Kerja

Guru

Motivasi kerja guru adalah dorongan dari dalam diri guru untuk

melaksanakan tugas semakimal mungkin secara bertanggungjawab, berdisiplin,

dan berorientasi prestasi. Dengan tanggungjawab yang muncul dari dalam dirinya,
54
K. Leithwood, & B. Levin. 2005. Assessing School Leader and Leadership Programme
Effects on Pupil Learning. Research Report RR662. Canada: Department for Education and Skills,
h. 39.
55
Agus Sunarno. 2005. “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Guru (Suatu Studi Berdasarkan Persepsi Guru SMK Negeri
Kota Tegal).” Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta, h. xi.
66

guru yang bermotivasi kerja tinggi akan menggunakan segenap kemampuannya

agar berhasil menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. Demikian juga dengan

deisplin yang muncul dari dalam dirinya, guru yang bermotivasi kerja tinggi tidak

perlu dikendalikan oleh pihak lain. Yang tidak kalah pentingnya, dengan

dorongan berperstasi yang dimilikinya, guru dengan motivasi kerja yang tinggi

akan berusaha melaksanakan tugas untuk meraih prestasi yang tinggi.

Salah satu faktor yang penting bagi peningkatan motivasi kerja guru adalah

gaya kepemimpinan kepala sekolah. Gaya kepemimpinan kepala sekolah adalah

pendekatan yang digunakan kepala sekolah dalam menjalankan tugas dengan cara

mempertimbangkan kedewasaan, perilaku tugas, perilaku hubungan, kepribadian,

derajat situasi, kekuatan dalam diri manajer, kekuatan dari situasi. Dengan

mempertimbangan semua hal ini dalam menjalankan tugas dan perannya, kepala

sekolah akan dapat mendorong guru untuk bekerja secara lebih

bertanggungjawab, lebih berdisiplin, dan lebih berorientasi prestasi.

Semakin baik gaya kepemimpinan kepala sekolah semakin tinggi motivasi

kerja guru. Sebaliknya semakin buruk gaya kepemimpinan kepala sekolah

semakin rendah motivasi kerja guru. Karena itu diduga gaya kepemimpinan

kepala sekolah berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja guru SMK

Subrayon Satu Kota Bekasi.

2. Pengaruh Lingkungan Kerja Sekolah terhadap Motivasi Kerja Guru

Faktor lainnya yang penting bagi peningkatan motovasi kerja guru adalah

lingkungan kerja sekolah. Lingkungan kerja sekolah adalah kualitas lingkungan

kerja fisik yang mencakup sarana dan prasarana serta kualitas lingkungan sosial
67

yang mencakup hubungan guru dengan kepala sekolah, hubungan guru dengan

tata usaha, hubungan guru dengan guru, hubungan guru dengan siswa, hubungan

guru dengan orangtua siswa/masyarakat. Dengan terpenuhinya semua kualitas

fisik dan sosial ini, maka guru akan terkondisi untuk bekerja secara

bertanggungjawab, berdisplin, dan berorientasi prestasi.

Semakin baik lingkungan kerja sekolah semakin tinggi motivasi kerja

guru. Sebaliknya semakin buruk lingkungan kerja sekolah semakin rendah

motivasi kerja guru. Karena itu diduga lingkungan kerja sekolah berpengaruh

langsung positif terhadap motivasi kerja guru SMK Subrayon Satu Kota Bekasi.

3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Lingkungan

Kerja Sekolah

Suatu lingkungan kerja pada umumnya dipengaruhi oleh kepemimpinan

dalam lingkungan kerja tersebeut, demikian juga dalam lingkungan kerja sekolah.

Baik buruknya lingkungan kerja sekolah akan dipengaruhi oleh baik dan buruknya

kepemimppinan kepala sekolah. Dengan menerapkan pendekatan tugas yang

mempertimbangkan kedewasaan, perilaku tugas, perilaku hubungan, kepribadian,

derajat situasi, kekuatan dalam diri manajer, kekuatan dari situasi, seorang kepala

sekolah akan dapat menciptakan suatu lingkungan kerja fisik dan dan social yang

kondusif di sekolah. Di bawah kepemimpinan yang demikian, segala sarana dan

prasana fisik akan mudah terpenuhi, demikian juga hubungan antarpersonal warga

sekolah akan mudah tercipta.

Semakin baik gaya kepemimpinan kepala sekolah semakin baik

lingkungan kerja sekolah. Sebaliknya semakin buruk gaya kepemimpinan kepala


68

sekolah semakin lingkungan kerja sekolah. Karena itu diduga gaya kepemimpinan

kepala sekolah berpengaruh langsung positif terhadap lingkungan kerja sekolah

SMK Subrayon Satu Kota Bekasi.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis

sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh langsung positif gaya kepemimpinan kepala sekolah

terhadap motivasi kerja guru di SMK Subrayon Satu Kota Bekasi.

2. Terdapat pengaruh langsung positif lingkungan kerja sekolah terhadap

motivasi kerja guru di SMK Subrayon Satu Kota Bekasi.

3. Terdapat pengaruh langsung positif gaya kepemimpinan kepala sekolah

terhadap lingkungan kerja sekolah di SMK Subrayon Satu Kota Bekasi.


69

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis:

1. Pengaruh gaya kepmimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru SMK

Subrayon Satu Kota Bekasi.

2. Pengaruh lingkungan kerja sekolah terhadap motivasi kerja guru SMK Subrayon

Satu Kota Bekasi.

3. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap likungan kerja sekolah SMK

Subrayon Satu Kota Bekasi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian dilaksanakan di lingkungan SMK Subrayon Satu Kota Bekasi Jawa

Barat. Dalam lingkungan ini ada terdapat 22 SMK, satu diantaranya negeri dan

selebihnya swasta. Alasan penelitian dilakukan di tempat ini karena belum ada

penelitian yang mengkaji fenomena komitmen organisasi pegawai sekolah di sini,

padahal gejala-gejala adanya masalah tersebut dapat dirasakan dalam pengalaman

peneliti sebagai guru atau atau sebagai sekretaris SMK Subrayon Satu Kota Bekasi.

Jika gejala-gejala dicari akar permasalahannya, yang dalam penelitian ini difokuskan

pada keterampilan manajerial kepala sekolah dan iklim kerja sekolah. Kedua variable

68
70

ini terasa punya andil terhadap taraf komitmen organisasi pegawai, namun belum

pernah dikaji seberapa besar pengaruhnya.

2. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September hingga November 2010

dengan jawal kegiatan sebagai berikut:

Tabel 2
Jadwal Penelitian (2010)

September Oktober November


No. Kegiatan
I II III IV I II III IV I II III IV

1. Seminar Proposal X

2. Perizinan X

3. Penyiapan Instrumen X

4. Kalibrasi Instrumen X

5. Pengumpulan Data X X

6. Analisis Data X X

7. Penulisan Laporan X X

8. Penyelesaian X X

C. Disain Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian survey dengan pendekatan

kausalitas, yaitu suatu cara mengumpulkan infonnasi dari populasi dengan tujuan untuk

menjelaskan dan menerangkan fenomena yang terjadi dengan cara meneliti hubungan

pengaruh antar variabel. Dalam penelitian ini variabel endogen atau variabel terikat
71

adalah motivasi kerja guru (X3), sedangkan variabel eksogen atau variabel bebas gaya

kepemimpinan kepala sekolah (X1) dan lingkungan kerja sekolah (X2). Hubungan

variabel eksogen dengan variabel endogen dapat digambarkan sebagai berikut:

Gaya
Kepemimpinan
Kepala Sekolah
ρ31
(X1)

Motivasi Kerja
ρ21 Guru
(X3)

Lingkungan ρ32
Kerja Sekolah
(X2)

Gambar 8. Konstelasi Masalah Penelitian

Dimana:
ρ31 = Pengaruh langsung gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi
kerja guru
ρ32 = Pengaruh langsung lingkungan kerja sekolah terhadap motivasi kerja guru
ρ21 = Pengaruh langsung gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap
lingkungan kerja sekolah.
D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampe1

1. Populasi Penelitian

Populasi target ialah seluruh guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Subrayon Satu Kota Bekasi. Para guru tersebar di 22 SMK, satu negeri dan selebihnya

swasta. Gambaran mengenai SMK ini telah disajikan pada tabel 3.


72

Tabel 3
Rekapitulasi Jumlah Guru SMK Subrayon Satu Kota Bekasi Tahun 2009

No Jumlah Guru
Nama Sekolah
. Lk Pr Total
1. SMK Negeri 1 32 66 98
2. SMK Perwira Bangsa 6 10 16
3. SMK Bina Mandiri 17 16 33
4. SMK Vinama 2 2 11 13
5. SMK Tahta Syajar 10 12 22
6. SMK Adhy Wisata 6 2 8
7. SMK Citra Kencana 15 8 23
8. SMK Gelora 28 6 34
9. SMK Mandiri 16 16 32
10.SMK Nurjamilah 16 20 36
11.SMK Pondok Ungu Permai 14 8 22
12.SMK Taman Harapan 18 13 31
13.SMK Bina Siswa Utama 16 14 30
14.SMK Mulia Jaya 11 9 20
15.SMK Teratai Putih 1 28 25 53
16.SMK Teratai Putih 2 15 17 32
17.SMK Catur Global 17 24 41
18.SMK Global Persada 28 14 42
19.SMK Toga Terang 1 5 14 19
20.SMK Toga Terang 2 18 5 23
21.SMK Patriot 1 25 10 35
22.SMK Patriot 2 15 15 30
Total 356 335 693
Sumber: Sekreatriat SMK Subrayon Satu Kota Bekasi, 2009
73

2. Teknik Pengambilan Sampel

Dari 22 SMK Subrayon Satu Kota Bekasi, hanya 1 SMK Negeri dengan jumlah

guru yang cukup besar. Jumlah guru secara keseluruhan 693 orang. Karena

dikhawatirkan mengganggu homgenitas sampel, maka guru SMK Negeri ini tidak

dimasukkan, sehingga jumlah populasi target 596 orang. Dari populasi target ini

diambil jumlah sampel dengan berpedoman kepada Tabel Isaac dan Michael. Pada taraf

ksealahan 10%, dari tabel tersebut diperoleh jumlah sampel 167 orang.1 Selanjutnya dari

setiap sekolah ditetapkan jumlah sampel secara proporsional, sehingga

diperolehkerangka sampling sebagai berikut:

Tabel 4
Sampel Guru SMK Subrayon Satu Kota Bekasi

Jml
No Populas
Nama Sekolah Sampe
. i Target
l
1. SMK Perwira Bangsa 16 4
2. SMK Bina Mandiri 33 9
3. SMK Vinama 2 13 4
4. SMK Tahta Syajar 22 6
5. SMK Adhy Wisata 8 2
6. SMK Citra Kencana 23 6
7. SMK Gelora 34 10
8. SMK Mandiri 32 9
9. SMK Nurjamilah 36 10
10. SMK Pondok Ungu Permai 22 6
11. SMK Taman Harapan 31 9
12. SMK Bina Siswa Utama 30 8
13. SMK Mulia Jaya 20 6
14. SMK Teratai Putih 1 53 15
15. SMK Teratai Putih 2 32 9
16. SMK Teratai Putih 3 41 12
17. SMK Teratai Putih 4 42 12
18. SMK Toga Terang 1 19 5

1
Pedoman Tesis & Disertasi. 2008. Jakarta: PPS Uhamka, h. 23.
74

Jml
No Populas
Nama Sekolah Sampe
. i Target
l
19. SMK Toga Terang 2 23 6
20. SMK Patriot 1 35 10
21. SMK Patriot 2 30 8
Total 595 167

Pemilihan sampel guru dari setiap sekolah dilakukan secara acak dengan

cara undian.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Variabel Motivasi Kerja Guru

a. Definisi Konseptual

Secara konseptual motivasi kerja guru adalah dorongan dari dalam diri guru untuk

melaksanakan tugas semaksimal yaitu dengan cara yang bertanggungjawab, berdisiplin,

dan berorientasi prestasi.

b. Definisi Operasional

Secara operasional yang dimaksud dengan motivasi kerja guru adalah dorongan

dari dalam diri guru untuk melaksanakan tugas semaksimal yaitu dengan cara yang

bertanggungjawab, berdisiplin, dan berorientasi prestasi yang dinyatakan dalam skor

ukuran respon guru terhadap angket motivasi kerja.

c. Kisi-kisi

Tabel 5
Kisi-kisi Instrumen Variabel Motivasi Kerja Guru

No. Indikator Nomor butir Jumlah


75

1. Tanggungjawab 1, 2, 3, 4, 5*, 6*, 7, 8, 9 9


2. Disiplin 10*, 11, 12, 13, 14, 15*, 16*, 17, 18, 19 10
3. Prestasi 20, 21, 22*, 23, 24*, 25, 26*, 27*, 28, 11
29, 30
Jumlah 30
*butir negatif

Angket dibuat dalam bentuk pernyataan skala Likert dengan lima pilihan jawaban:

TS = Tidak setuju, KS = Kurang setuju, R = Ragu-ragu, S = Setuju, SS = Sangat setuju.

Masing-masing jawaban diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Skor akhir diperoleh dengan

menghitung rata-rata, sehingga rentang skor teroretol berkisar antara 1 (kemungkinan

skor terendah) hingga 5 (kemungkinan skor tertinggi).

d. Kalibrasi

Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, angket akan

diujicobakan untuk menguji validitas dan relibailitasnya. Suatu instrumen

pengukukuran valid apabila mampu menjalankan fungsinya atau memberikan hasil ukur

yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran. Instrumen pengukuran reliabel

apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama

diperoleh hasil pengukuran yang sama.2 Karena skor butir angket berskala interval,

maka pengujian validitas menggunakan korelasi produk momen sedangkan

penghitungan reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha Cronbach.3

Ujicoba instrument dilakukan pada sampel yang buklan sampel penelitian

sebanyan 30 guru SMK Subrayon Satu Kota Bekasi (Lampiran 2). Hasil pengujian

validitas dan reliabilitas terhadap butir skor hanya memerlukan satu kali putaran. Semua

butir valid karena r (item-total correlation) lebih besar dari 0.20 kecuali butir 25 (r =

2
Djaali & Pudji Muljono. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Universitas
Negeri Jakarta, hal 65 dan 74.
3
Ibid, hal 71 dan 78.
76

0.11). Butir tidak valid ini harus dibuang, sehingga meningkatkan reliabilitas instrument

dari koefisien alpha rtt = 0.8352 menjadi rtt = 0.8395. Berdasarkan hasil ujicoba ini,

angket motivasi kerja guru hanya menggunakan 29 butir, tanpa menyertakan butir 25.

2. Variabel Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

a. Definisi Konseptual

Secara konseptual gaya kepemimpinan kepala sekolah adalah pendekatan yang

digunakan kepala sekolah dalam menjalankan tugas dengan cara yang mengadung

faktor kedewasaan, perilaku tugas, perilaku hubungan, kepribadian, derajat situasi,

kekuatan dalam diri manajer, kekuatan dari situasi.

b. Definisi Konseptual

Secara operasional yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah

adalah pendekatan yang digunakan kepala sekolah dalam menjalankan tugas dengan

cara yang mengadung faktor kedewasaan, perilaku tugas, perilaku hubungan,

kepribadian, derajat situasi, kekuatan dalam diri manajer, kekuatan dari situasi, yang

diukur berdasarkan skor respon guru terhadap angket gaya kepemimpinan kepala

sekolah.

c. Kisi-kisi

Tabel 6

Kisi-kisi Instrumen Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

No. Indikator Nomor butir Jumlah


1. Kedewasaan 1, 2 2
2. Perilaku tugas 3, 4*, 5*, 6*, 7, 8, 9, 10, 11 9
3. Perilaku hubungan 12, 13*, 14, 15* 4
4. Kepribadian 16*, 17, 18*, 19 4
5. Derajat situasi 20, 21, 22*, 23* 4
6. Kekuatan dalam diri manajer 24, 25, 26, 27 4
7. Kekuatan dari situasi 28*, 29, 30 3
77

Jumlah 30
*butir negatif

Angket dibuat dalam bentuk pernyataan skala Likert dengan lima pilihan jawaban:

TS = Tidak setuju, KS = Kurang setuju, R = Ragu-ragu, S = Setuju, SS = Sangat setuju.

Masing-masing jawaban diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Skor akhir diperoleh dengan

menghitung rata-rata, sehingga rentang skor teroretol berkisar antara 1 (kemungkinan

skor terendah) hingga 5 (kemungkinan skor tertinggi).

d. Kalibrasi

Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, angket akan

diujicobakan untuk menguji validitas dan relibailitasnya. Karena skor butir angket

berskala interval, maka pengujian validitas menggunakan korelasi produk momen

sedangkan penghitungan reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha Cronbach.4

Pengujian validitas dan reliabilitas memerlukan dua kali putaran (Lampiran 2).

Pada putaran pertama, ada tiga butir dengan r (item-total correlation) lebih kecil dari

0.20, yaitu butir 4 (r = 0.1920), butir 26 (r = 0.1489), dan butir 30 (r = 0.1292).

Walaupun koefisien alpha mencapai rtt = 0.8979 akan tetapi ketiga butir tidak valid

harus dibuang kemudian dilakukan pengujian ulang kepada butir yang tersisa. Pada

pengujian putaran kedua, semua butir valid karena r (item-total correlation) lebih besar

dari 0.20. Instrumen reliable karena koefisien alpha mencapai r tt = 0.9047. Berdasarkan

hasil ujicoba ini, maka instrument gaya kepemimpinan kepala sekolah hanya

menggunakan 27 butir, tanpa menyertakan butit nomor 4, 26, dan 30.

3. Variabel Lingkungan Kerja Sekolah

a. Definisi Konseptual

4
Ibid.
78

Secara konseptual lingkungan kerja sekolah adalah kualitas lingkungan kerja fisik

yang mencakup sarana dan prasarana serta kualitas lingkungan sosial yang mencakup

hubungan guru dengan kepala sekolah, hubungan guru dengan tata usaha, hubungan

guru dengan guru, hubungan guru dengan siswa, hubungan guru dengan orangtua

siswa/masyarakat.

b. Definisi Konseptual

Secara operasional yang dimaksud dengan lingkungan kerja sekolah adalah

kualitas lingkungan kerja fisik yang mencakup sarana dan prasarana serta kualitas

lingkungan sosial yang mencakup hubungan guru dengan kepala sekolah, hubungan

guru dengan tata usaha, hubungan guru dengan guru, hubungan guru dengan siswa,

hubungan guru dengan orangtua siswa/masyarakat, yang diukur berdasarkan skor

respon guru terhadap angket lingkungan kerja sekolah.

c. Kisi-kisi

Tabel 7
Kisi-kisi Instrumen Kualitas Lingkungan Kerja Sekolah

No. Indikator Nomor butir Jumlah


1. Sarana fisik penunjang KBM 1, 2, 3, 4, 5*, 6, 7, 8, 12
9, 10, 11, 12
2. Hubungan guru dengan kepala sekolah 13*, 14, 15, 16*, 6
17*, 18
3. Hubungan guru dengan tata usaha 19, 20, 21* 3
4. Hubungan guru dengan guru 22, 23*, 24, 25, 4
5. Hubungan guru dengan siswa 26, 27*, 28 3
6. Hubungan guru dengan orangtua siswa/ 29, 30 2
masyarakat
Jumlah 30
*butir negatif

Angket dibuat dalam bentuk pernyataan skala Likert dengan lima pilihan jawaban:

TS = Tidak setuju, KS = Kurang setuju, R = Ragu-ragu, S = Setuju, SS = Sangat setuju.


79

Masing-masing jawaban diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Skor akhir diperoleh dengan

menghitung rata-rata, sehingga rentang skor teroretol berkisar antara 1 (kemungkinan

skor terendah) hingga 5 (kemungkinan skor tertinggi).

d. Kalibrasi

Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, angket akan

diujicobakan untuk menguji validitas dan relibailitasnya. Karena skor butir angket

berskala interval, maka pengujian validitas menggunakan korelasi produk momen

sedangkan penghitungan reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha Cronbach.5

Pengujian validitas dan reliabilitas terhadap data ujicoba (Lampiran 2) hanya

memerlukan satu kali putaran. Semua butir valid karena r (item-total correlation) lebih

besar dari 0.20. Instrumen reliable karena koesfisen alpha mencapai rtt = 0.8905.

Dengan demikian, angket lingkungan kerja sekolah menggunakan 30 butir.

F. Teknik Analisis Data

Data dianalisis dengan statistik deskriptif dan inferensial. Statistik deksriptif

digunakan untuk mengetahui kecendrungan pemusatan data (mean, median, modus),

kecendrungan penyebaran data (rentangan dan simpang baku), serta pembuatan tabel

frekuensi dan histogram. Statistik inferensial digunakan untuk pengujian hipotesis

penelitian, yaitu menggunakan teknik analisis jalur dengan pendekatan regresi

sedangkan pengujian signifikansi koefisien jalur menggunakan uji t. Analisis jalur

dilakukan dengan bantuan program SPSS, dengan menggunakan teknik regresi.

Prosedur analsisis berdasarkan konstelasi masalah penelitian (gambar 2) dan hipotesis

penelitian, adalah sbb:


5
Ibid.
80

Pertama, pengujian hipotesis 1 dan 2 dilakukan dengan cara meregresikan skor

efikasi kolektif guru terhadap skor kepemimpinan kepala sekolah dan skor kesehatan

organsiasi sekolah, secara serentak. Koefisien regresi baku yang dihasilkan persamaan

regresi ganda merupakan koefisien jalur yang menunjukan (1) pengaruh gaya

kepemimpinan kepala sekolah (X1) terhadap motivasi kerja guru (X3) yang dinyatakan

dengan p31, dan (2) pengaruh lingkungan kerja sekolah (X2) terhadap motivasi kerja

guru (X3), yang dinyatakan dengan p32.

Kedua, pengujian hipotesis 3 dilakukan dengan cara meregresikan skor kesehatan

organisasi sekolah terhadap praktek kepemimpinan kepala sekolah. Koefisien regresi

baku yang dihasilkan persamaan regresi sederhana merupakan koefisien jalur yang

menunjukkan pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah (X1) terhadap lingkungan

kerja sekolah (X2), yang dinyatakan dengan p21.

Ketiga, signifikansi koefisien setiap jalur akan diuji dengan uji t. Koefisien setiap

jalur signifikan apabila t hitung lebih besar dari t tabel. Apabila salah satu jalur tidak

signifikan, akan dilakukan analisis ulang dengan membuang jalur yang tidak signifikan

tersebut. Pada tahap akhir, terhadap model yang dihasilkan (model yang semua jalurnya

signifikan) dilakukan uji kecocokan model dengan data, dengan menggunakan teknik

yang disarankan oleh Sujana.6

Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat

analisis, yaitu pengujian normalitas, pengujian homogenitas dan pengujian linearitas.

Pengujian normalitas dilakukan dengan Uji Lilieforts, pengujian homogenitas dengan

Uji Bartlet, dan pengujian linearitas dengan regresi sederhana.

6
Sudjana. 2007. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi Peneliti. Bandung: Tarsito, h.302.
81

G. Hipotesis Statistik

Berdasarkan hipotesis penelitian yang dikemukakan pada bab sebelumnya,

hipotesis statistik penelitian dinyatakan sebagai berikut:

1. H0 : ρ31 = 0 H1 : ρ31 > 0

2. H0 : ρ32 = 0 H1 : ρ32 > 0

3. H0 : ρ21 = 0 H1 : ρ21 > 0

Dimana:
ρ31 = Koefisien jalur pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap
motivasi kerja guru
ρ32 = Koefisien jalur pengaruh lingkungan sekolah terhadap motivasi kerja guru
ρ21 = Koefisien jalur pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap
lingkungan kerja sekolah.
82

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

1. Data Motivasi Kerja Guru

Data motivasi kerja guru dikumpulkan melalui angket berisi 29 butir dengan

respon 1 hingga 5. Skor akhir setiap responden diperoleh dengan menghitung skor rata-

rata semua butir sehingga rentang skor teoretik berkisar antara 1 terendah hingga 5

tertinggi. Analisis terhadap respon 167 guru diperoleh skor terendah 1.5 dan skor

tertinggi 4.4 dengan ukuran pemusatan mean 3.03, median 3.0, dan modus 3.3

sedangkan ukuran penyebaran rentang 2.9 dan simpangan baku 0.73.

Nilai mean 3.4 setara dengan 60.6% kemungkinan skor tertinggi yang

menunjukkan bahwa secara rata-rata skor motivasi kerja guru berada dalam kategori

sedang. Rentang 2.9 dan simpangan baku 0.73 menunjukkan bahwa perbedaan skor

setiap responden cukup bervariasi. Gambaran penyebaran data disajikan dalam tabel

frekuensi dan histogram sebagai berikut:

Tabel 8
Tabel Frekuensi Skor Motivasi Kerja Guru
Frekuensi Frekuensi
Interval Frekuensi Relatif Kumulatif
1.3 - 1.7 7 4.2 4.2
1.8 - 2.2 29 17.4 21.6
2.3 - 2.7 32 19.2 40.7
2.8 - 3.2 35 21.0 61.7
3.3 - 3.7 38 22.8 84.4
3.8 - 4.2 23 13.8 98.2
4.3 - 4.7 3 1.8 100.0
167 100.0

81
83

Gambar 9. Histogram Skor Motivasi Kerja Guru

Berdasarkan nilai mean 3.03 yang terletak pada pada interval kelas 2.8-3.2

terlihat bahwa 35 responden (21%) motivasi kerjanya sama dengan rata-rata, 73

responden (40.7%) di bawah rata-rata, dan 52 respenden (38.3%) di atas rata-rata.

2. Data Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

Data gaya kepemimpinan kepala sekolah dikumpulkan melalui angket berisi 27

butir dengan respon 1 hingga 5. Skor dirata-ratakan sehingga rentang skor teoretik

berkisar antara 1 terendah hingga 5 tertinggi. Dari analisis terhadap respon 167 guru

diperoleh diperoleh skor terendah 1.5 dan skor tertinggi 4.4 dengan ukuran pemusatan

mean 2.96, median 3.0, dan modus 2.8 sedangkan ukuran penyebaran rentang 2.9 dan

simpangan baku 0.66.


84

Nilai mean 2.96 setara dengan 59% keumungkinan skor tertinggi yang

menunjukkan bahwa secara rata-rata skor gaya kepemimpinan kepala sekolah berada

dalam kategori sedang. Rentang 2.9 dan simpangan baku 0.66 menunjukkan cukup

bervariasinya skor persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah.

Tabel 9
Tabel Frekuensi Skor Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

Frekuensi Frekuensi
Interval Frekuensi Relatif Kumulatif
1.3 - 1.7 8 4.8 4.8
1.8 - 2.2 26 15.6 20.4
2.3 - 2.7 37 22.2 42.5
2.8 - 3.2 43 25.7 68.3
3.3 - 3.7 36 21.6 89.8
3.8 - 4.2 16 9.6 99.4
4.3 - 4.7 1 0.6 100.0
  167 100.0

Gambar 10. Hitogram Skor Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah


85

Berdasarkan nilai mean 3.96 yang terletak pada pada interval kelas 2.8-3.2

terlihat bahwa 43 responden (25.7%) persepsinya terhadap kepmimpinan kepala sekolah

sama dengan rata-rata, 71 responden (42.5%) di bawah rata-rata, dan 53 respenden

(31.8%) di atas rata-rata.

3. Data Lingkungan Kerja Sekolah

Data lingkungan kerja sekolah dikumpulkan melalui angket berisi 30 butir

dengan respon 1 hingga 5. Skor dirata-ratakan sehingga rentang skor teoretik berkisar

antara 1 terendah hingga 5 tertinggi. Dari analisis terhadap respon 167 guru diperoleh

ukuran pemusatan data mean 3.07, median 3.1, dan modus 3.5 sedangkan ukuran

penyebaran adalah rentang 2.9 dan simpangan baku 0.77.

Nilai mean 3.07 setara dengan 61% keumungkinan skor tertinggi yang

menunjukkan bahwa secara rata-rata skor persepsi guru terhadap lingkungan kerja

sekolah berada dalam kategori sedang. Rentang 2.9 dan simpangan baku 0.77

menunjukkan cukup bervariasinya skor responden.

Tabel 10
Tabel Frekuensi Skor Lingkungan Kerja Sekolah

Frekuensi Frekuensi
Interval Frekuensi Relatif Kumulatif
1.3 - 1.7 12 7.2 7.2
1.8 - 2.2 24 14.4 21.6
2.3 - 2.7 25 15.0 36.5
2.8 - 3.2 35 21.0 57.5
3.3 - 3.7 41 24.6 82.0
3.8 - 4.2 26 15.6 97.6
4.3 - 4.7 4 2.4 100.0
  167 100.0
86

Gambar 11. Histogram Skor Lingkungan Kerja Sekolah

Berdasarkan nilai mean 3.07 yang terletak pada pada interval kelas 2.8-3.2

terlihat bahwa 35 responden (21%) persepsinya terhadap lingkungan kerja sekolah sama

dengan rata-rata, 61 responden (36.5%) di bawah rata-rata, dan 71 respenden (42.5%) di

atas rata-rata.

B. Uji Prasyarat Analisis

Untuk dapat menggunakan analisis jalur dalam pengujian hipotesis, terlebih

dahulu perlu dilakukan pengujian prsyarat statistik terhadap data. Pengujian prasyarat

analisis mencakup uji linearitas, normalitas, dan homogenitas.56

1. Uji Normalitas

56
Santosa Muwarni. 2000. Satistika Terapan. Jakarta: PPs UHAMKA
87

Syarat lain untuk dapat menggunakan analisis jalur adalah bahwa galat baku

taksiran variabel terikat terhadap variabel bebas harus berdistribusi normal. Pengujian

normalitas dilakukan melalui SPSS dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Galat baku taksiran berdistribui normal apabila dihasilkan nilai Z-KS dengan p-value >

0.05. Hasil pengujian disimpulkan dalam sebagai berikut:

Tabel 11*
Hasil Pengujian Normalitas Galat Baku Taksiran Regresi

Galat baku Z Kolmogorove- p-value Kesimpulan


taksiran regresi Smirnove

X3 atas X1 0.74 0.65 Normal

X3 atas X2 0.69 0.72 Normal

X2 atas X1 1.23 0.10 Normal

Nilai p-value yang dihasilkan lebih besar dari 0.05 sehingga disimpulkan bahwa

galat baku taksiran motivasi kerja guru (X3) terhadap gaya kepemimpinan kepala

sekolah (X1), galat baku taksiran motivasi kerja guru (X3) terhadap lingkungan kerja

sekolah (X2), dan galat baku lingkungan kerja sekolah (X2) terhadap gaya

kepemimpinan kepala sekolah (X2), masing-masing berdistribusi normal. Karena

terpenuhinya syarat normalitas galat baku taksiran, maka penggunaan analisis jalur

dapat dilakukan.

*
Lampiran 4, hal. 151, 156, dan 160 (Output SPSS “Menguji Normalitas”)
88

2. Uji Homogenitas

Syarat lainnya untuk penggunaan analisis jalur adalah bahwa varians veriabel

terikat terhadap variabel bebasnya harus homogen. Pengujian homogenitas varians

dilakukan melalui SPSS dengan menggunakan uji Lavene. Suatu varians homogen

apabila dihasilkan nilai L dengan p-value > 0.05. Hasil pengujian sebagai berikut:

Tabel 12*
Hasil Pengujian Homogenitas Varians

Varians L p-value Kesimpulan

X3 atas X1 1.10 0.35 Homogen

X3 atas X2 0.90 0.60 Homogen

X2 atas X1 0.48 0.97 Homogen

Terlihat bahwa nilai p-value yang dihasilkan statistic Lavene semuanya lebih

besar dari 0.05. Karena itu disimpulkan bahwa varians motivasi kerja guru (X 3)

terhadap gaya kepemimpinan kepala sekolah (X1), varians motivasi kerja guru (X3)

terhadap lingkungan kerja sekolah (X2), dan varians lingkungan kerja sekolah (X2)

terhadap gaya kepemimpinan kepala sekolah (X2), masing-masing homogen. Karena

terpenuhinya syarat homogenitas varians ini, maka penggunaan teknik analisis jalur

dapat dilakukan untuk pengujian hipotesis.

*
Lampiran 4, hal. 151, 155, dan 160 (Output SPSS “Menguji Homogenitas”).
89

3. Uji Linearitas

Salah satu prasyarat untuk analisis jalur adalah, bahwa hubungan antara variable

bebas dengan variabel terikat linear. Untuk menguji linearitas dilakukan dengan analisis

regresei sederhana. Hasil analisis dengan SPSS disajikan pada lampiran. Hasil

pengujian diuraikan sebagai berikut.

a. Uji Linearitas dan Signifiknasi Regresi X3 atas X1

Analisis regresi motivasi kerja guru (X3) atas kepemimpinan kepala sekolah (X1)

disimpulkan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 13*
Tabel ANAVA = 0.98+0.69X1

Sumber Ftabel
Variasi dk JK RJK Fhitung 0.05 0.01
Total 167 1620.68        
Koefisien (a) 1 1533.15        
Regresi (b|a) 1 35.12 35.12 110.55** 3.90 6.79
Sisa 165 52.41 0.32    
Tuna Cocok 22 6.86 0.31 0.98ns 1.62 1.96
Galat 143 45.55 0.32    
JK = Jumlah Kuadrat
RJK = Rata-rata Jumlah Kuadrat
dk = derajat kebebasan
** = Regresi amat siginikan (F hitung > F table)
ns = Regresi linear (F hitung < F table)

Dari analisis regresi diperoleh persamaan = 0.98+0.69X1, di mana =

motivasi kerja guru dan X1 = gaya kepemimpinan kepala sekolah. Regresi signifikan (F

= 110.55 > 6.79) yang menunjukkan bahwa motivasi kerja guru dapat ditaksir melalui

gaya kepemimpinan kepala sekolah. Tuna cocok tidak signifikan (F = 0.98 < 1.62) yang

*
Lampiran 4, hal. 148 (Output SPSS “Mencari Persamaan Regresi”) dan 149 (Output SPSS
“Menguji Linearitas”).
90

menunjukkan bahwa regresi linear, karena tidak ada pencilan data yang akan

mengganggu penaksiran motivasi kerja guru melalui gaya kepemimpinan kepala

sekolah. Selanjutnya gambaran hasil regresi dapat dilihat dari diagram pencar sebagai

berikut:

X3
5.0
Motivasi kerja guru = 0.98 + 0.69 * x1
R-Square = 0.40  


  
4.0    
    
      
   
     
     
       
   
     
3.0      
     
    
     
    
     
   
   
2.0   
  

1.0

0.0 X1
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

Gambar 12. Diagram Pencar Regresi Motivasi Kerja Guru (X3) atas Gaya
Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)

Diagmarn pencar menunjukkan bahwa skor motivasi kerja guru meningkat

seiring dengan peningkatan skor gaya kepemimpinan kepala sekolah. Titik-titik data

memencar di sekitar garis persamaan regresi, akan tetapi penyimpangannya dari garis

regresi tidak signifikan, sehingga regresi linear, dalam arti motivasi kerja guru dapat

ditaksir secara cukup baik melalui gaya kepemimpinan kepala sekolah. Hubungan linear

gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan motivasi kerja sekolah dinyatakan dengan
91

koefisien korelasi r13 = 0.63 yang signifikan (t = 10.51, p < 0.01). Dengan

mengkuadratkan koefisien korelasi diperoleh koefisien determinasi r213 = 0.40 yang

mengandung arti bahwa 40% varians motivasi kerja guru dapat dijelaskan oleh gaya

kepemimpinan kepala sekolah. *

b. Uji Linearitas dan Signifikansi Regresi X3 atas X2

Analisis regresi motivasi kerja guru (X 3) atas lingkungan kerja sekolah (X2)

dismpulkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 14**
Tabel ANAVA = 2.04+0.32X2

Ftabel
Sumber Variasi dk JK RJK Fhitung 0.05 0.01
Total 167 1620.68        
Koefisien (a) 1 1533.15        
Regresi (b|a) 1 10.22 10.22 21.81** 3.90 6.79
Sisa 165 77.31 0.47    
Tuna Cocok 22 8.60 0.39 0.81ns 1.62 1.96
Galat 143 68.71 0.48    
JK = Jumlah Kuadrat
RJK = Rata-rata Jumlah Kuadrat
dk = derajat kebebasan
** = Regresi amat siginikan (F hitung > F table)
ns = Regresi linear (F hitung < F table)

Dari analisis regresi diperoleh persamaan = 2.04+0.32X2, di mana =

motivasi kerja guru dan X2 = lingkungan kerja sekolah. Regresi signifikan (F = 21.81 >

6.79) yang menunjukkan bahwa motivasi kerja guru dapat ditaksir melalui lingkungan

kerja sekolah. Tuna cocok tidak signifikan (F = 0.81 < 1.62) yang menunjukkan bahwa

regresi linear, karena tidak ada pencilan data yang akan mengganggu penaksiran
*
Lampiran 4, hal. 148 (Output SPSS “Mencari Persamaan Regresi”)
**
Lampiran 4, hal. 153 (Output SPSS “Mencari Persamaan Regresi”) dan 154 (Output SPSS
“Menguji Linearitas”).
92

motivasi kerja guru melalui lingkungan kerja sekolah. Gambaran mengenai hasil

regrresi dapat dilihat lebih jelas dalam diagram pencar sebagai berikut:

X3
5.0

Motivasi kerja guru = 2.04 + 0.32 * x2


 
R-Square = 0.12   
   
   
4.0      
       
    
     
     
      
    
     
3.0      
      
   
    
    
     
   
   
2.0    
   

1.0

0.0 X2
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

Gambar 13. Diagram Pencar Regresi Motivasi Kerja Guru (X3) atas
Lingkungan Kerja Sekolah (X2)

Diagram pencar menunjuukkan bahwa skor motivasi kerja guru meningkat

seiring dengan peningkatan skor lingkungan kerja. Titik-titik data memencar di sekitar

garis persamaan regresi, akan tetapi penyimpangannya dari garis regresi tidak

signifikan, sehingga regresi linear, dalam arti motivasi kerja guru dapat ditaksir secara

cukup baik melalui lingkungan kerja sekolah. Hubungan linear lingkungan kerja

sekolah dengan motivasi kerja guru dinyatakan dengan koefisien korelasi r 23 = 0.34

yang signifikan (t = 14.67, p < 0.01). Dengan mengkuadratkan koefisien korelasi


93

diperoleh koefisien determinasi r223 = 0.12 yang mengandung arti bahwa 12% varians

motivasi kerja guru dapat dijelaskan oleh lingkungan kerja sekolah. *

c. Uji Linearitas dan Signifikansi Regresi X2 atas X1

Analisis regresi lingkungan kerja sekolah (X2) atas gaya kepemimpinan kepala

sekolah (X1) disumpulkan dalam tabel berikut:

Tabel 15**
Tabel ANAVA = 2.36+0.24X1

Ftabel
Sumber Variasi dk JK RJK Fhitung 0.05 0.01
Total 167 1667.85        
Koefisien (a) 1 1569.11        
Regresi (b|a) 1 4.19 4.19 7.32** 3.90 6.79
Sisa 165 94.55 0.57    
Tuna Cocok 22 14.95 0.68 1.22ns 1.62 1.96
Galat 143 79.59 0.56    
JK = Jumlah Kuadrat
RJK = Rata-rata Jumlah Kuadrat
dk = derajat kebebasan
** = Regresi amat siginikan (F hitung > F table)
ns = Regresi linear (F hitung < F table)

Dari analisis regresi didapatkan persamaan = 2.36+0.24X1, di mana =

lingkungan kerja sekolah dan X1 = gaya kepemimpinan kepala sekolah. Regresi

signifikan (F = 7.32 > 6.75) yang menunjukkan bahwa lingkungan kerja sekolah dapat

ditaksir melalui gaya kepemimpinan kepala sekolah. Tuna cocok tidak signifikan (F =

1.22 < 1.62) yang mengandung arti bahwa regresi linear, karena tidak ada pencilan data

yang akan mengganggu penaksiran lingkungan kerja sekolah melalui gaya

*
Lampiran 4, hal. 153 (Output SPSS “Mencari Persamaan Regresi”)
**
Lampiran 4, hal. 157 (Output SPSS “Mencari Persamaan Regresi”) dan 158 (Output SPSS
“Menguji Linearitas”).
94

kepemimpinan kepala sekolah. Gambaran mengenai hasil regrresi dapat dilihat lebih

jelas dalam diagram pencar sebagai berikut:

X2
5.0

Lingkungan kerja sekolah = 2.36 + 0.24 * x1


R-Square = 0.04 




  
4.0     
    
     
     
      
      
      
      
3.0        
     
      
  
  
   
   
  
2.0   
   
   
   
   

1.0

0.0 X1
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

Gambar 14. Diagram Pencar Regresi Lingkungan Kerja Sekolah (X2) atas Gaya
Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)

Diagram pencar menunjukkan bahwa skor lingkungan kerja sekolah meningkat

seiring dengan peningkatan skor gaya kepemimpinan kepala sekolah. Titik-titik data

memencar di sekitar garis persamaan regresi, akan tetapi penyimpangannya dari garis

regresi tidak signifikan, sehingga regresi linear, dalam arti lingkungan kerja sekolah

dapat ditaksir secara cukup baik melalui gaya kepemimpinan kepala sekolah. Hubungan

linear lingkungan kerja sekolah dengan motivasi kerja guru dinyatakan dengan koefisien

korelasi r12 = 0.21 yang signifikan (t = 2.7, p < 0.01). Dengan mengkuadratkan koefisien

korelasi diperoleh koefisien determinasi r212 = 0.04 yang mengandung arti bahwa 4%
95

varians lingkungan kerja sekolah dapat dijelaskan oleh gaya kepemimpinan kepala

sekolah. *

C. Uji Hipotesis

Dari pengujian prasyarat analisis, terlihat bahwa hubungan variable bebas

dengan variable terikat adalah linear, galat baku taksiran variable terikat terhadap

variable berdisbusi normal, dan varians variable terikat berdasarkan variable bebas

homogen. Dengan terpenuhi prasyarat analisis, dapat dilakukan pengujian hipotesis

dengan menggunakan analisis jalur. Analisis jalur dapat dilakukan dengan SPSS,

dengan menggunakan prosedur regresi, di mana koefisien regresi baku merupakan

koefisien jalur sedangkan keberartiannya diuji dengan uji t. Analisis jalur juga dapat

dilakukan secara manual dengan mengunakan matriks korelasi. Kedua cara ini

digunakan sekaligus. Hasil analisis dengan SPSS disajikan pada Lampiran 4, sedangkan

perhtingan manual disajikan sebagai berikut.

1. Analisis Jalur

a. Membuat Matriks Korelasi

Dari analisis regresi sederhana untuk pengujian linearitas, telah dihasilkan

koefisien korelasi variable bebas dengan variable terikat. Koefisien korelasi tersebut

kemudian disusun dalam bentuk matriks sebagai berikut:

*
Lampiran 4, hal. 157 (Output SPSS “Mencari Persamaan Regresi”).
96

Tabel 16*
Matriks Korelasi Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, Lingkungan
Kerja Sekolah, dan Motivasi Kerja Guru

X1 X2 X3
Gaya Kepemimpinan
1 0.21** 0.63**
Kepala Sekolah (X1)
Lingkungan Kerja
1 0.34**
Sekolah (X2)
Motivasi Kerja Guru
1
(X3)
** Korelasi amat signifikan, p < 0.01

b. Menghitung Koefisien Jalur

Selanjutnya, berdasarkan matriks korelasi dicari koefisien jalur dengan rumus

sebagai berikut:

r12 = ρ21

r13 = ρ31 + ρ32r21

r23 = ρ31r12 + ρ32

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh:

0.20 = ρ21

0.63 = ρ31 + 0.20 ρ32

0.34 = 0.20 ρ31 + ρ32

Dengan demikian dapat diperoleh koefisien jalur antar variable dengan

perhitungan sebagai berikut:

*
Lampiran 4, hal. 148, 153, 157 (Output SPSS “Mencari Persamaan Regresi”) dan 147 (Ouput
SPSS “Analisis Korelasional”).
97

ρ21 = 0.21

0.63 0.21
0.34 1
ρ31 = = 0.255
1 0.21
0.21 1

1 0.63
0.21 0.34
ρ32 = = 0.345
1 0.21
0.21 1

c. Membuat Model Koefisien Jalur

Koefisien jalur hasil perhitungan di atas divisualkan sebagai berikut:

X1

0.59 (0.63)

X3
0.21 (0.21)

0.22 (0.34)
X2

Keterangan: Angka dalam kurung adalah koefisien korelasi sederhana.


98

Gambar 15. Koefisien Jalur Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah


(X1) dan Lingkungan Kerja Sekolah (X2) terhadap Motivasi Kerja
Guru (X3)

d. Menguji Kecocokan Model

Untuk menguji kecocokan model, dilakukan perhitungan sebagai berikut:

r12 = ρ21

= 0.21 (Cocok)

r13 = ρ31 + ρ32r21

= 0.59 + 0.22 (0.21) = 0.63…

≈ 0.63 (Cocok)

r23 = ρ31r12 + ρ32

= 0.59 (0.21) + 0.22 = 0.23…

≈ 0.34 (Cocok)

Dengan demikian, model koefisien jalur cocok dengan data sehingga dapat

diambil kesimpulan yang meyakinkan tentang hipotesis penelitian. Hasil perhitungan

manual untuk memperoleh kefisien jalur di atas sama hasilnya dengan pengolahan data

melalui SPSS (Lampiran 4) dengan menggunakan regresi sebagai berikut:

1. Regresi ganda X3 atas X1 dan X2 menghasilkan koefisien regresi baku

β = 0.59 (t = 9.91, p < 0.01) untuk ρ31, dan koefisien regresi baku β = 0.22 (t

= 3.72, p < 0.01) untuk ρ32. Besar varians X3 yang bisa dijelaskan oleh X1

dan X2 secar bersama-sama adalah 44.8%.*

*
Lampiran 4, hal. 162. (Output SPSS “Regresi X3 atas X1 dan X2“ tabel Coefficirnt).
99

2. Regresi sederhana X2 atas X1 menghasilkan koefisien regresi baku β = 0.21 (t

= 2.71, p < 0.01) untuk ρ21. Besar varians X2 yang bisa dijelaskan X1 adalah

4.2%.**

2. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan perhitungan di atas dapat ditarik kesimpulan tentang hipotesis

penelitian sebagai berikut:

a. Uji Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama menyatakan bahwa “Terdapat pengaruh langsung positif gaya

kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru Sekolah Menengah

Kejuruan Subrayon Satu Kota Bekasi.”

Dari analisis jalur pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah (X1) terhadap

motivasi kerja guru (X3) diperoleh koefisien jalur ρ31 = 0.59. Dari perhitungan manual,

nilai kofisien jalur ini lebih besar dari 0.05 dan cocok dengan data. Hasil yang sama

diperoleh melalui analisis regresi X3 terhadap X1 dan X2 yang menghasilkan koefisien

regresi baku β = 0.69 untuk ρ31 dengan t = 9.91 dan p-value < 0.01.

Karena nilai p-value lebih kecil dari 0.01 maka koefisien jalur siginifikan,

karena itu disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan terdapat pengaruh

langsung positif gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru,

terdukung.

b. Uji Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua menyatakan “Terdapat pengaruh langsung positif lingkungan

kerja sekolah terhadap motivasi kerja guru Sekolah Menengah Kejuruan Subrayon Satu

Kota Bekasi.”
**
Lampiran 4, hal. 157 (Output SPSS “Regresi X 2 atas X1“ tabel Coefficirnt).
100

Dari analisis jalur pengaruh lingkungan kerja sekolah (X2) terhadap motivasi

kerja guru (X3) dihaslikan koefisien jalur ρ32 = 0.22. Dari perhitungan manual, nilai

kofisien jalur ini lebih besar dari 0.05 dan cocok dengan data. Hasil yang sama

diperoleh melalui analisis regresi X3 terhadap X1 dan X2 yang menghasilkan koefisien

regresi baku β = 0.22 untuk ρ32 dengan t = 4.72 dan p-value < 0.01.

Karena nilai p-value lebih kecil dari 0.01 maka koefisien jalur siginifikan,

karena itu disimpulkan hipotesis kedua yang menyatakan terdapat pengaruh langsung

positif lingkungan kerja sekolah terhadap motivasi kerja guru, terdukung.

c. Uji Hipotesis Ketiga

Hipotesis ketiga menyetakan “Terdapat pengaruh langsung positif gaya

kepemimpinan kepala sekolah terhadap lingkungan kerja sekolah Sekolah Menengah

Kejuruan Subrayon Satu Kota Bekasi.”

Dari analisis jalur pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah (X1) terhadap

lingkungan kerja sekolah (X3) menghasilkan koefisien jalur ρ21 = 0383. Dari

perhitungan manual, nilai kofisien jalur ini lebih besar dari 0.05 dan cocok dengan data.

Hasil yang sama diperoleh melalui analisis regresi X2 terhadap X1 yang menghasilkan

koefisien regresi baku β = 0.383 untuk ρ21 dengan t = 2.71 dan p-value < 0.01.

Karena nilai p-value lebih kecil dari 0.01 maka koefisien jalur siginifikan,

karena itu disimpulkan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan terdapat pengaruh

langsung positif gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap lingkungan kerja sekolah,

terdukung.

D. Pembahasan
101

1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Motivasi Kerja Guru

Hasil pengujian hipotesis mendukung adanya pengaruh langung gaya

kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja guru Sekolah Menengah

Kejuruan Subrayon Satu Kota Bekasi. Ini mengandung arti bahwa baik atau buruknya

gaya kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh langsung terhadap tinggi atau

rendahnya motivasi kerja guru. Semakin baik gaya kepemimpinan kepala sekolah

semakin tinggi motivasi kerja gurunya. Sebaliknya semakin buruk gaya kepemimpinan

kepala sekolah semakin rendah motivasi kerja gurunya.

Temuan ini mengandung implikasi bahwa motivasi kertja guru dapat

ditringkastkan secara langsung melalui gaya kepemimpinan kepala sekolah. Gaya

kepemimpinan kepala sekolah adalah pendekatan yang digunakan kepala sekolah dalam

menjalankan tugas dengan cara mempertimbangkan kedewasaan, perilaku tugas,

perilaku hubungan, kepribadian, derajat situasi, kekuatan dalam diri manajer, kekuatan

dari situasi. Dengan mempertimbangan semua hal ini dalam menjalankan tugas dan

perannya, kepala sekolah akan dapat mendorong guru untuk bekerja secara lebih

bertanggungjawab, lebih berdisiplin, dan lebih berorientasi prestasi.

Dengan tanggungjawab yang muncul dari dalam dirinya, guru yang bermotivasi

kerja tinggi akan menggunakan segenap kemampuannya agar berhasil menjalankan

tugas dengan sebaik-baiknya. Demikian juga dengan deisplin yang muncul dari dalam

dirinya, guru yang bermotivasi kerja tinggi tidak perlu dikendalikan oleh pihak lain

untuk menjalan tugasnya itu. Yang tidak kalah pentingnya, dengan dorongan berperstasi

yang dimilikinya, guru dengan motivasi kerja yang tinggi akan berusaha melaksanakan

tugas untuk meraih prestasi yang tinggi.


102

Hasil analisis deskrpitif menunjukkan bahwa motivasi kerja guru SMK Subrayon

Satu Kota Bekasi secara rata-rata tergolong sedang, dengan mean 3.03 dan simpangan

baku 0.73. Sementara itu persepsi mereka terhadap gaya kepemimpinan kepala sekolah

secara rata-rata juga tergolong dengan mean 2.96 dan simpangan baku 0.66. Koefisien

jalur koefisien pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap motivasi kerja

guru adalah ρ31 = 0.59. Temuan ini mengandung arti bahwa dengan membiarkan tetap

pengaruh variabel lainnya, setiap peningkatan satu satuan skor gaya kepemimpinan

kepala sekolah berpengaruh terhadap peningkatan skor motivasi kerja guru sebesar 0.59

simpangan baku di atas rata-rata.

Hasil ini sejalan dengan temuan Yukl bahwa kepemimpinan mempengaruhi

motivasi para pengikut untuk mencapai tujuan, menjaga kersajasama, serta

mengupayakan dukungan dan kerjasama dari pihak luar organisasi.57 Selain itu temuan

kami juga sejalan dengan temuan Lethwood bahwa kepemimpinan kepala sekolah

berpengaruh terhadap motivasi kerja guru motivasi kerja guru, selanjutnya motivasi

kerja guru mempengaruhi perilaku mengajar guru, dan perilaku mengajar guru

mempengaruhi prestasi belajar siswa.58

2. Pengaruh Lingkungan kerja Sekolah terhadap Motivasi Kerja Guru

Hasil pengujian hipotesis mendukung adanya pengaruh langsung lingkungan

kerja sekolah terhadap motivasi kerja guru. Artinya, tinggi atau rendahnya lingkungan

kerja sekolah berpengaruh langasung terhadap tinggi atau rendahnya motivasi kerja

guru. Semakin tinggi lingkungan kerja sekolah semakin tinggi motivasi kerja guru.

57
G. Yukl. 1994. Leadership in Organizations (3rd ed.). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, h. 3
58
K. Leithwood, & B. Levin. 2005. Assessing School Leader and Leadership Programme Effects
on Pupil Learning. Research Report RR662. Canada: Department for Education and Skills, h. 39.
103

Sebaliknya semakin rendah lingkungan kerja sekolah semakin tinggi motivasi kerja

guru.

Temuan mengandung implikasi bahwa motivasi kerja guru dapat ditingkatkan

secara langsung melalui lingkungan kerja sekolah. Lingkungan kerja sekolah adalah

kualitas lingkungan kerja fisik yang mencakup sarana dan prasarana serta kualitas

lingkungan sosial yang mencakup hubungan guru dengan kepala sekolah, hubungan

guru dengan tata usaha, hubungan guru dengan guru, hubungan guru dengan siswa,

hubungan guru dengan orangtua siswa/masyarakat. Dengan terpenuhinya semua

kualitas fisik dan sosial ini, maka guru akan terkondisi untuk bekerja dengan mtotivasi

yang tinggi. Guru dengan motivasi kerja yang tinggi akan bekerja secara

bertanggungjawab, berdisplin, dan berorientasi prestasi.

Hasil analisis dekspitif menunjukkan bahwa secara para guru SMK Subrayon

Satu Kota Bekasi secara rata-rata cukup baik persepsinya terhadap lingkungan kerja

sekolah, dengan mean 3.07 dan simpangan baku 0.77. Koefisien jalur koefisien

lingkungan kerja sekolah terhadap motivasi kerja guru adalah ρ32 = 0.22. Koefisien jalur

ini mengandung arti bahwa dengan membiarkan tetap pengaruh variabel lainnya, setiap

peningkatan satu satuan skor persepsi guru terhadap lingkungan kerja sekolah

berpengaruh terhadap peningkatan skor motivasi kerja guru sebesar 0.22 simpangan

baku di atas rata-rata.

Jika dibandingkan pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah, pengaruh

lingkungan kerja lebih kecil terhadap motivasi kerja guru. Padahal taraf skor gaya

kepemimpinan kepala sekolah (rata-rata 2.96) lebih kecil dari taraf skor lingkungan

kerja (rata-rata 3.07). Hal ini mengindikasikan, bahwa bagaimanapun baiknya kondisi
104

lingkungan kerja kepemimpinan kepala sekolah yang tetap lebih menentukan bagi

motivasi kerja para guru.


105

3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Lingkungan Kerja

Sekolah

Hasil pengujian hipotesis mendukung adanya pengaruh langsung kepala sekolah

terhadap lingkungan kerja sekolah. Artinya baik atau buruknya gaya kepemimpinan

kepala sekolah berpengaruh langsung terhadap tinggi atau rendahnya lingkungan kerja

sekolah. Semakin baik gaya kepemimpinan kepala sekolah semakin baik lingkungan

kerja sekolah. Sebaliknya semakin buruk gaya kepemimpinan kepala sekolah semakin

rendah lingkungan kerja sekolah.

Temuan ini mengandung implikasi lingkungan kerja yang berkualitas

ditingkatkan secara langsung melalui gaya kepemimpinan kepala sekolah. Melalui gaya

kepemimpinan yang mempertimbangkan kedewasaan, perilaku tugas, perilaku

hubungan, kepribadian, derajat situasi, kekuatan dalam diri manajer, kekuatan dari

situasi, seorang kepala sekolah dapat menciptakan lingkungan kerja yang berkualitas di

sekolah. Lingkungan kerja yang berkualitas terdiri dari lingkungan fisik yang mencakup

sarana dan prasarana serta lingkungan sosial yang mencakup hubungan guru dengan

kepala sekolah, hubungan guru dengan tata usaha, hubungan guru dengan guru,

hubungan guru dengan siswa, hubungan guru dengan orangtua siswa/masyarakat.

Hasil analis menjukkan bahwa gaya kepmimpinan kepala sekolah berpengaruh

langsung terhadap lingkungan kerjas sekolah melalui koefisien jalur ρ21 = 0.34.

Koefisien jalur in mengandung arti bahwa dengan membiarkan tetap pengaruh variabel

lainnya, setiap peningatan satu skor gaya kepemimp-inan kepala sekolah berpengaruh

terhadap peningkatan kualitas lingkungan kerja sebesar 0.34 simpangan baku di atas

rata-rata.
106

Dengan adanya pengaruh langsung kepemimpinan kepala sekolah terhadap

lingkungan kerja, sementara lingkungan kerja juga berpengaruh langsung terhadap

motivasi kerja guru, maka kepala sekolah juga berpengaruh tak langsung melalui

lingkungan kerja sekolah terhadap motivasi kerja guru. Bahkan kepala sekolah dapat

memanfaatkan lingkungan kerja untuk memperbesar pengaruhnya kepada para guru.

Misalnya, dengan kebijakan dan sumberdya yang dimilikinya kepala sekolah dapat

menyedian sarana dan prasaran yang dibutuhkan bagi terwujudnya kualitas lingkungan

fisik dan lingkungan sosial sekolah yang dapat meningkatkan motivasi kerja guru.

E. Keterbatasan

Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan. Pertama, dari segi sampel,

penelitian ini hanya menggunakan sampel guru Sekolah Menengah Kejuruan Subrayon

Satu Kota Bekasi Jawa Barat. Hasil ini meyakinkan untuk menarik kesimpulan karena

keterwakilan sampel guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri di Kota Bekasi Jawa

Barat yang terlibat sebagai responden. Hasil penelitian hanya bisa digeneralisasi pada

populasi Sekolah Menengah Kejuruan Subrayon Satu Kota Bekasi Jawa Barat, tidak

dapat diperluas pada seluruh Sekolah Dasar di seluruh Beksi apalagi di seluruh Jawa

Barat. Karena keterbatasan ini, maka disarankan penelitian serupa dilakukan pada

sampel yang mewakili sub populasi yang lain, misalnya pada sampel Sekolah

Menengah Kejuruan di tempat yang sama.

Kedua, penelitian ini hanya mengunakan gaya kepemimpinan kepala sekolah

dan lingkungan kerja sekolah sebagai variable bebas yang mempengaruhi motivasi kerja

guru. Akan tetapi kedua variable bebas hanya menyumbang 44.8% varians di dalam
107

motivasi kerja kerja guru. Artinya, masih ada terdapat 55.2% lagi varians motivasi kerja

guru yang tidak dapat dijelaskan oleh kedua variabel. Oleh karena itu disarankan agar

pada kajian berikutnya ditambahkan variable-variabel lain. Varibel-variabel lain

tersebut dapat berupa karakteristik guru itu sendiri, seperti gender, pengalaman kerja,

latar belakang pendidikan, disiplin kerja, dan kepuasan kerja.

Selain itu kepemimpinan kepala sekolah hanya dapat menjelaskan 4.2 varians di

dalam lingkungan kerja di sekolah. Kecilnya pengaruh kepala sekolah terhada kualitas

lingkungan sekolah ini kemungkinan disebabkan karena minimnya sumberdaya yang

dapat diigunakan kepala sekolah dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih di

SMK Subrayon Satu Kota Bekasi. Karena itu disarankan hendaknya penelitian

mendatang mentitikberatkan pada faktor-faktor lain yang kemungkinan lebih

berpengaruh kepada lingkungan kerja sekolah, misalnya faktor ketersediaan

sumberdaya atau faktor iklim kerja itu sendiri.


108

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN-SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan kepala sekolah

dan lingkungan kerja sekolah terhadap motivasi kerja guru pada Sekolah Menengah

Kejuruan Subrayon Satu Kota Bekasi Jawa Barat. Hasil analisis jalur terhadap data

suvei terhadap 167 sampel guru di wilayah tersebut menghasilkan kesimpulan sebagai

berikut:

Pertama, gaya kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh langsung terhadap

motivasi kerja guru, melalui koefisien jalur ρ31 = 0.59 yang signifikan pada taraf alpha

0.01 (t = 9.91, p < 0.01).

Kedua, lingkungan kerja sekolah berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja

guru melalui koefisien jalur ρ32 = 0.22 yang signifikan pada taraf alpha 0.01 (t = 3.72, p

< 0.01).

Ketiga, gaya kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh langsung terhadap

motivasi kerja guru melalui koefisien jalur ρ21 = 0.34 yang signfifikan pada taraf alpha

0.01 (t = 2.71, p < 0.01).

Keempat, model analisis jalur memiliki kecocokan dengan data, di mana 44.8%

varians di dalam motivasi kerja guru dapat dijelaskan oleh kepemipinan kepala sekolah

dan lingkungan kerja sekolah, sementara itu 4.2% varians di dalam lingkungan kerja

sekolah dapat dijelaskan oleh kepemimpinan kepala sekolah.

106
109

B. Implikasi

Hasil penelitian ini mengandung implikasi teoretik dan praktis. Secara teoretis

temuan ini mengandung arti bahwa semakin baik gaya kepemimpinan kepala sekolah

dan semakin tinggi lingkungan kerja sekolah, akan semakin tinggi motivasi kerja guru.

Sebaliknya, semakin buruk gaya kepemimpinan kepala sekolah dan semakin rendah

lingkungan kerja sekolah, akan semakin rendah motivasi kerja guru. Secara praktis hasil

penelitian ini mengandung beberapa implikasi sebagai berikut:

Pertama, motivasi kerja guru dapat ditingkatkan secara langsung melalui gaya

kepemimpinan kepala sekolah. Gaya kepemimpinan yang efektif adalah yang

mempertimbangkan kedewasaan, perilaku tugas, perilaku hubungan, kepribadian,

derajat situasi, kekuatan dalam diri manajer, kekuatan dari situasi. Dengan

mempertimbangan semua hal ini dalam menjalankan tugas dan perannya, kepala

sekolah akan dapat mendorong guru untuk bekerja secara lebih bertanggungjawab, lebih

berdisiplin, dan lebih berorientasi prestasi.

Kedua, motivasi kerja guru dapat ditingkatkan secara langsung melalui

lingkungan kerja sekolah. Lingkungan kerja yang berkualitas terdiri dari lingkungan

fisik yang mencakup sarana dan prasarana serta lingkungan sosial yang mencakup

hubungan guru dengan kepala sekolah, hubungan guru dengan tata usaha, hubungan

guru dengan guru, hubungan guru dengan siswa, hubungan guru dengan orangtua

siswa/masyarakat. Dengan tersedianya lingkungan kerja yang berkualitas ini, para guru

akan termotivasi bekerja dengan cara yang bertangungjawab, berdisiplin, dan

berorientasi pada prestasi.


110

Ketiga, lingkungan kerja sekolah dapat ditingkatkan secara langsung melalui

gaya kepemimpinan kepala sekolah. Melalui gaya kepemimpinan yang

mempertimbangkan kedewasaan, perilaku tugas, perilaku hubungan, kepribadian,

derajat situasi, kekuatan dalam diri manajer, kekuatan dari situasi, kepala sekolah dapat

mewujdukan lingkungan kerja yang berkualitas. Dengan gaya kepemimpinan tersebut,

kepala akan berusaha menetapkan dan menjalankan kebijakan yang dapat meningkatkan

saran dan prasarana fisik sekolah yang penting bagi terwujudnya lingkungan kerja yang

berkualitas di sekolah. Selain itu kepala sekolah juga dapat mendorong terjadinya

peningkatan lingkungan sosial yang mencakup hubungan guru dengan kepala sekolah,

hubungan guru dengan tata usaha, hubungan guru dengan guru, hubungan guru dengan

siswa, hubungan guru dengan orangtua siswa/masyarakat.

C. Saran

Berdasarkan temuan-temuan penelitian di atas, sejumlah saran dikemukakan

sebagai berikut:

Pertama, motivasi kerja guru pada Sekolah Menengah Kejuruan Subrayon Satu

Kota Bekasi Jawa Barat masih harus ditingkatkan lagi. Secara rata-rata skor motivasi

kerja guru berada dalam kategori sedang karena nilai mean 3.4 setara dengan 60.6%

kemungkinan skor tertinggi. Dari 167 responden hanya 87 guru (59.3%) dengan skor

yang sama atau lebih tinggi dari dari rata-rata, sedangkan 73 guru (40.7%) skornya di

bawah rata-rata dalam motivasi kerja. Terkait dengan peningkatan motivasi kerja guru

ini sejumlah usaha praktis dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
111

1. Memperbesar tanggungjawab, kedisiplinan, dan orientasi prestasi dalam

pelekasnaan tugas-tugas guru di sekolah. Guru yang bermotivasi kerja tinggi

betangungjawab, berdisiplin, dan berorientasi prestasi dalam melaksanakan

tugas-tugasnya. Karakteristik ini harus ditumbuhkan pada diri setiap gurtu,

entah melalui pelatihan atau menerapkan kebijakan yang mengarah pada

penghargaan terhadap tanggungjawab, kedisplinan, atau orinetasi prestasi

dalam bekerja.

2. Menjadikan tangngungjawab, kedisiplinan, dan orntasi prestasi sebagai

indikator kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya. Dengan cara

demikian, para guru akan terpaksa untuk melaksanakan tugas dengan

motivasi kerja yang tinggi, karena penilaian terhadap motivasi kerjanya

akan menentukan bagi kesinambungan karirnya sebagai guru.

Kedua, gaya kepemimpinan gaya kepemimpinan kepala sekolah di Sekolah

Menengah Kejuruan Subrayon Satu Kota Bekasi Jawa Barat masih harus ditingkatkan.

Secara rata-rata skor gaya kepemimpinan kepala sekolah termasuk kategori sedang,

dengan mean 2.96 yang setara dengan 59% keumungkinan skor tertinggi. Di antara 167

responden, 96 guru (57.5%) dengan skor sama atau lebih dari rata-rata sedangkan 71

guru (42.5%) skornya di bawah rata-rata dalam mempersepsi kepemimpinan kepala

sekolah. Peningkatan gaya kepemimpinan kepala sekolah perlu dilakukan karena akan

berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja guru dan juga terhadap lingkungan kerja

sekolah. Untuk meningkatkan gaya kepemimpinan kepala sekolah sejumlah usaha dapat

ditempuh.
112

1. Melakukan pengembangan kepemimpinan di kalngan kepala sekolah agar

mereka lebih mampu menerapkan perilaku gaya kepemimpinan yang efektif

dalam lingkup sekolahnya. Gaya kepemimpinan kepala sekolah yang perlu

dikembangkan adalah yang mempertimbangkan kedewasaan, perilaku tugas,

perilaku hubungan, kepribadian, derajat situasi, kekuatan dalam diri

manajer, kekuatan dari situasi.

2. Menjadikan peningkatan motivasi kerja guru dan peningkatan lingkungan

kerja sekolah sebagai indikator kinerja kepala sekolah dalam memimpin

sekolahnya. Dengan cara demikian kepala sekolah akan lebih peduli kepada

upaya peningiatan motivasi kerja guru dan penciptaan lingkungan kerja

yang kondusif di sekolahnya.

Ketiga, lingkungan kerja sekolah Sekolah Menengah Kejuruan Subrayon Satu

Kota Bekasi Jawa Barat juga masih perlu ditingkatkan. Secara rata-rata lingkungan

kerja sekolah dalam persepsi guru termasuk kategori sedang, dengan nilai mean 3.07

yang setara dengan 61% kemungkinan skor tertinggi. Dari 167 responden, hanya 106

guru (63.5%) dengan persepsi yang sama atau lebih tinggi dari rata-rata, sedangkan 35

guru (36.5%) lebih rendah dari rata-rata. Untuk peningkatan lingkungan kerja, dapat

ditempuh dengan usaha sebagai berkut.

1. Meningkatkan kualitas lingkungan fisik yang mencakup sarana dan

prasarana sekolah serta menciptakan lingkungan sosial yang mencakup

hubungan yang harmonis antar guru, kepala sekolah, siswa, orangtua dan

masyarakat dalam lingkup sekolah. Untuk itu perlu dilakukan pengerahan

sumberdaya dan penciptaan iklim kerja yang baik di sekolah.


113

2. Menjadikan penciptaan lingkungan kerja yang berkualitas sebagai indikator

bagi penilaian kinerja sekolah. Dengan cara demikian kepala sekolah dan

guru akan memberikan perhatian yang lebih nyata dalam usaha peningkatan

kualitas lingkungan sekolah yang baik, karena ketercapaian indicator itu

akan menentukan bagi penilaian terhadap sekolah.


114

KEPUSTAKAAN

ALA (American Lung Association). 2002. “Asthma in children fact sheet.” New York,
N.Y.: American Lung Association. http://www.lungusa.org/asthma/
ascpedfac99.html (Diunduh 16 Desember 2010)
Anoraga, Pandji. 2007. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Asmara, U. Husna. 1982. “Pengaruh Tindakan kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Penmalangan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Guru SMAN Pantianak.”
Bandung. Tesis.FPS IKIP.
Bittle, L. R. & Newstrom, J. 2006. Pedoman Penyelia. Penerjemah Bambang Hartono.
Jakarta: Pustaka Binawan Pesindo.
Damayanti, Ninin. 2007. “Indeks Pembangunan Indonesia Terendah di Asia Tenggara.”
Tempo Interaktif, 17 Desember. http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/
2007/12/17/ brk,20071217-113690,id.html (Diunduh 16 Desember 2010).
Depdiknas, 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Edisi 2. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah.
-----------. 2000. Pandunan Manajemen Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
-----------. 2000. Standar Pelayanan Minimal (SPM) SLTP, SMU, ASIK. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan
Nasional.
Dirawat, dkk. 2003. Pengantar Kepemimpinan dadam Rangka Inowasi Pendidikan
Pertumbuhan Jabalan Guru. Jakarta.
Dirgagunarsa, Singgih. 2002. Psikologi Perkembangan Seri Pendidikan Keluarga.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Djaali & Muljono, Pudji. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta.
Djaenabong.1994. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah TK di Kodya Ujung Pandang.
Ujung Pandang: LPM IKIP.
Earthman, G. I., and L. Lemasters. 1998. “Where children learn: A discussion of how a
facility affects learning.” Paper presented at the annual meeting of Virginia
Educational Facility Planners. Blacksburg, Va., February. (ED419368)
Fatah, Nanang. 2000. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
-----------. 2006. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Fiedler, F. E. & Chermer, M. M. 2004. Leadeship and Effective. Glein View: Scott,
Foreman & Company.
115

Gitosudarmo, Indriyo dan Sudita, I Nyoman. 1997, Perilaku Keorganisasian.


Jogyakarta: BPFE.
Halpin, Andrew B.. 2006. Theory and Research In Administrations. New York: Mc.
Milian Company.
Hersey, Paul and Blanchard, Kenneth. 2003. Management of Organizational Behavior.
Utilizing Human Resouces. New Jersey: Practice-Hall. Inc, Engliwood Cliffs.
Hesselbern, F; Smith, M. G. & Beckhard, R. (Eds.), 2000. The Leader of The Future.
Penerjemah Bob Widyahartono. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Kennedy, M. 2001. “Into thin air.” American School & University 73 (6): 32.
Kertonegoro, Sentanoe T.. Manajemen Organisasi. Jakarta: Widia Press.
Leithwood, K, & Levin, B. 2005. Assessing School Leader and Leadership Programme
Effects on Pupil Learning. Research Report RR662. Canada: Department for
Education and Skills.
Locke, Edwin A. & Association. 1997. Esensi Kepemimpinan, Penerjemah Aris
Ananda. Jakarta: Penerbit Spektrum.
Maslow, A. H. 2007. Motivasi & Perilaku. Semarang: Dahara Prize.
Maxwell, L. E. 1999. “School building renovation and student performance: One
district's experience.” Scottsdale, Ariz.: Council of Educational Facility
Planners, International.
Mukhneri. 2004. Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Badan Penerbit Jurusan
Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.
Muwarni, Santosa. 2000. Satistika Terapan. Jakarta: PPs UHAMKA
Nasution, S. 2004. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Burni Aksara.
Nawawi, Hadari. 1985. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
Pace, R Wayne and Faules, Don F. 2005. Komunikasi Organisasi Strategi Peningkalan
Kinerja Perusahaan. Penerjemah Deddy Mulyana. Bandung: Rernaja
Rosdakarya.
Pedoman Tesis & Disertasi. 2008. Jakarta: PPS Uhamka.
Phillips, R. 1997. “Educational facility age and the academic achievement of upper
elementary school students.” D. Ed. diss., University of Georgia.
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Penerjemah Benyamin Molan. Jakarta:
PT. Indeks, Kelompok Gramedia.
Satori, Djam'an. 2001. Administrasi Pendidikan Sublimasi. Bandung: FIP IMP.
Schneider, M.. 2002. “Do School Facilities Affect Academic Outcomes?” National
Clearinghouse for Educational Facilities. http://www.edfacilities.org/pubs/
outcomes.pdf (Diunduh 16 Desember 2010).
Siagian, Sondang P. 2005. Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
116

Smedje, G., and D. Norback. 1999. “The school environment: Is it related to the
incidence of asthma in the pupils?” In Indoor Air '99, vol. 5. 445–50.
Sudjana. 2007. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi Peneliti. Bandung: Tarsito.
Sunarno, Agus. 2005. “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Guru (Suatu Studi Berdasarkan Persepsi
Guru SMK Negeri Kota Tegal).” Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakhmad, Winarno. 1989. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung: Jernmars.
Syah, Muhibbin. 1997. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung
Jernmars.
Thoha, Miftah. 2005. Kepemirnpinan Dalain Manajemen Serta Pendekatan Perilaku.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wahjosumidjo. 2007. Kepemirnpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghana Idonesia.
Wyon, D.P. 1991. “The ergonomics of healthy buildings: Overcoming barriers to
productivity.” In IAQ '91: Post Conference Proceedings. Atlanta, Ga.: American
Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers, Inc., pp. 43–
46.
Yukl, G. 1994. Leadership in Organizations (3rd ed.). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-
Hall.
Zainun, Buchari. Tth. Manajemen Motivasi. Jakarta: Balai Pustaka.
117

LAMPIRAN 1: INSTRUMEN PENELITIAN

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN


LINGKUNGAN KERJA SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI KERJA GURU DI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) SUB RAYON SATU KOTA
BEKASI

Proposal Tesis

Disampaikan untuk memenuhi persyaratan menlis tesis

Program Studi Magister Administrasi Pendidikan

Oleh :

POLMA PARULI SINAGA

NIM: 0808036323

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMIMISTRASI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2010
118

PENGANTAR

Penyebaran angket ini dimaksudkan untuk memperoleh data untuk penelitian

kami berjudul PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN

LINGKUNGAN KERJA SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI KERJA GURU DI

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) SUB RAYON SATU KOTA BEKASI

untuk keperluan penulisan tesis di Magister Administras Pendidikan Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.

Kami mengucapkan terima kasih atas kesedaiaan Bapak/Ibu mengisi angket.

Pengisian angket ini tidak akan berdampak kepada pernilaian terhadap diri Bapak/Ibu.

Kami mohon agar Bapak/Ibu mengisi angket dengan sebenarnya. Bapak/Ibu tidak perlu

mencantumkan identitas untuk menjamin kerahasiaan jawaban Bapak/Ibu.

Sekali lagi terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu mengisi

angket ini.

Jakarta, Novmber 2010

Wassalam

Peneliti
119

INSTRUMEN MOTIVASI KERJA GURU


Berilah respon kepada setiap butir pernyataan dengan menandai jawaban di
sampingnya:
TS = Tidak setuju
KS = Kurang setuju
R = Ragu-ragu
S = Setuju
SS = Sangat setuju

No PERNYATAAN TS KS R S SS

1 Sebagai tenaga professional guru, saya


harus melakukan tugas dengan penuh rasa
tanggung jawab.

2 Saya merasa berat jika meninggalkan


tanggung jawab yang diberikan pimpinan.

3 Kegiatan belajar mengajar yang saya


lakukan kurang persiapan dengan baik

4 Bagi saya, bekerja sebagai guru adalah


suatu amanah.

5 Setiap tugas yang diberikan kepada siswa


tidak saya periksa dengan teliti.

6 Saya sering tidak memberikan tugas bila


berhalangan hadir ke sekolah.

7 Saya hadir di sekolah tepat waktu karena


mempunyai beban moral.

8 Saya mau membimbing dan mengarahkan


anak dalam KBM karena merupakan suatu
kewajiban.

9 Jika pekerjaan dapat diselesaikan dengan


baik merupakan kepuasan tersendiri bagi
saya.

10 Karena kesibukan di luar, saya sering


absen dalam menjalankan tugas.
120

No PERNYATAAN TS KS R S SS

11 Saya selalu berusaha memberikan laporan


atas pekerjaan yang telah dilakukan.

12 Saya lebih mengutamakan tugas dari pada


kepentingan pribadi.

13 Saya memberikan perhatian penuh


terhadap perkembangan sekolah tempat
saya bekerja

14 Pengawasan yang dilaksanakan kepala


sekolah mendorong untuk bekerja lebih
baik.

15 Menurut pendapat saya, guru-guru di


sekolah saya kurang disiplin dalam
menjalankan tugasnya.

16 Saya sering terlambat masuk kelas dalam


melakanakan KBM.

17 Kegiatan belajar mengajar yang sudah


diprogram dapat diselesaikan dengan baik.

18 Apabila kepala sekolah menegur karena


ada pekerjaan yang tidak selesai atau
terlambat dikerjakan saya merasa senang.

19 Pengawasan yang dilakukan kepala


sekolah meningkatkan keinginan
berpartisipasi dalam bidang pendidikan.

20 Saya memilih pekerjaan sebagai guru


karena ingin berpartisipasi dalam bidang
pendidikan.

21 Dengan bekerja secara sungguh-sungguh,


saya optimis dapat dipromosikan menjadi
kepala sekolah.

22 Menurut pendapat saya, kepala sekolah


saya kurang menghargai kepada guru-guru
yang berprestasi.
121

No PERNYATAAN TS KS R S SS

23 Kepala sekolah saya selalu memperhatikan


kepentingan dan kesulitan guru dalam
meningkatkan prestasinya.

24 Kepala sekolah saya kurang mendukung


para guru dalam meningkatkan prestasi
kerjanya.

25 Saya selalu berusaha meningkatkan


motivasi kerja karena ingin menduduki
jabatan tertentu.

26 Penghargaan yang saya terima dari kepala


sekolah atas motivasi kerja yang saya
lakukan kurang memuaskan.

27 Pemberian penghargaan dari kepala


sekolah kepada guru yang berprestasi
sering pilih kasih.

28 Motivasi kerja saya selama menjadi guru


di sekolah ini sangat baik.

29 Saya selalu ikut berpartisipasi aktif dalam


melaksanakan pekerjaan demi tercapainya
visi dan misi sekolah karena saya ingin
berprestasi.

30 Demi prestasi kerja, saya selalu berusaha


semaksimal mungkin walaupun dengan
sarana dan prasarana apa adanya.
122

INSTRUMEN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH


Berilah respon kepada setiap butir pernyataan dengan menandai jawaban di
sampingnya:
TS = Tidak setuju
KS = Kurang setuju
R = Ragu-ragu
S = Setuju
SS = Sangat setuju

NO PERNYATAAN TS KS R S SS

1. Jabatan untuk memimpin sekolah saya


seharusnya berpendidikan minimal sarjana

2. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan


wawasan, kepala sekolah saya harus
mengikuti pendidikan non-formal yang
berhubungan dengan tugas dan jabatan.

3. Menurut saya jika kepala sekolah


memberikan tugas kepada bawahan harus
meminta pendapat / saran dari bawahannya.

4. Hubungan kepala sekolah harus sesuai


dengan garis komando.

5. Kepala sekolah dalam menyelesaikan tugas-


tugas bawahan sebaiknya selalu
memberikan instruksi.

6. Dalam merumuskan visi dan misi sekolah,


kepala sekolah tidak perlu melibatkan
bawahan.

7. Rencana pengajaran yang saya buat tidak


perlu sesuai dengan instruksi asalkan
relevan dengan materi sebelumnya.

8. Jika guru mendapat kesulitan dalam


mencari buku dan kepustakaan sebagai
pegangan, kepala sekolah perlu membantu
mengatasinya.

9. Sebaiknya dalam PBM kepala sekolah


selalu memonitornya.
123

NO PERNYATAAN TS KS R S SS

10. Tugas yang diberikan kepala sekolah


kepada guru harus sesuai dengan
keahliannya.

11. Dalam perencanaan PBM kepala sekolah


selalu memberikan kebebasan asal sesuai
dengan rambu-rambu.

12. Dalam menyusun rencana pengajaran


kepala sekolah harus memberikan arahan
terus menerus.

13. Apabila saya berkonsultasi kepada kepala


sekolah yang berhubungan dengan tugas
kurang memberikan pelayanan yang
memuaskan.

14. Jika terjadi suatu masalah pada bawahan


yang berhubungan dengan tugas, kepala
sekolah saya sering menyelesaikannya
dengan cara kekeluargaan.

15. Apabila saya mempunyai gagasan/inisiatif,


kepala sekolah saya kurang memberikan
kebebasan untuk merealisasikannya.

16. Kepala sekolah saya kurang memberikan


dukungan kepada guru-guru yang
mempunyai ide/gagasan untuk memajukan
sekolah.

17. Kepala sekolah saya kurang memberikan


pujian atas motivasi kerja guru-guru.

18. Menurut saya, kepala sekolah kurang


memberikan sikap-sikap yang menarik yang
dapat menimbulkan motivasi guru untuk
berprestasi.

19. Kepala sekolah saya selalu memperhatikan


kepentingan bawahannya.

20. Kepala sekolah saya sikapnya sangat


bersahabat dengan bawahannya.
124

NO PERNYATAAN TS KS R S SS

21. Menurut pendapat saya, kepala sekolah saya


dalam menjalankan kepemimpinannya
bersifat demokratis.

22. Dalam mencapai visi, misi, dan tujuan


sekolah, kepala sekolah saya sangat
memperhatikan efisiensi tanpa
memperhatikan perasaan, norma kelompok,
dan sikap manusia.

23. Jika suatu pekerjaan tidak dapat


diselesaikan dengan waktu yang tersedia,
kepala sekolah saya seharusnya menegur di
muka umum.

24. Dalam bekerja kepala sekolah saya jarang


memaksakan kehendaknya.

25. Dalam menjalankan tugasnya sebagai


kepala sekolah, selalu menekankan kepada
bawahannya bahwa pekerjaan harus sesuai
dengan prosedur.

26. Dalam memenej keuangan, kepala sekolah


saya selalu transparan kepada bawahan.

27. Saya merasa puas atas penyelesaian tugas-


tugas yang telah dibebankan oleh kepala
sekolah kepada saya.

28 Dalam memberikan tugas, kepala sekolah


saya tidak memperhatikan tingkat efektifitas
kelompok.

29 Dalam memberikan tugas kepada bawahan,


kepala sekolah saya suka memperhitungkan
waktu yang tersedia.

30 Jika diberi kesempatan untuk mengikuti


pendidikan dan pelatihan yang berhubungan
dengan profesi, saya akan mengikutinya
dengan baik.
125

INSTRUMEN LINGKUNGAN KERJA SEKOLAH


Berilah respon kepada setiap butir pernyataan dengan menandai jawaban di
sampingnya:
TS = Tidak setuju
KS = Kurang setuju
R = Ragu-ragu
S = Setuju
SS = Sangat setuju

NO PERNYATAAN TS KS R S SS

1. Saya merasa senang karena letak gedung


sekolah tempat saya bekerja jauh dari
tempat keramaian.

2 Bangunan sekolah tempat saya bekerja


kondisinya cukup baik dan layak
digunakan

3 Kondisi ruang belajar di sekolah tempat


saya bekerja cukup baik dan aman.

4 Ventilasi dan penerangan pada ruang


belajar di sekolah tempat saya bekerja
sudah cukup baik.

5 Kondisi meja dan kursi siswa di sekolah


tempat saya bekerja umumnya kurang
mendukung proses belajar mengajar yang
baik.

6 Ruang guru di sekolah tempat saya bekerja


kondisinya cukup baik dan memenuhi
persyaratan.

7 Peralatan yang berada di ruang guru baik


secara kualitas maupun kuantitas sudah
cukup sempurna.

8 Ruang perpustakaan di sekolah tempat saya


bekerja kondisinya sangat baik dan
memenuhi persyatan.

9 Buku-buku pelajaran dan buku-buku


126

NO PERNYATAAN TS KS R S SS

pendukung KBM bagi guru di


perpustakaan sangat lengkap.

10 WC yang ada di sekolah tempat saya


bekerja secara kualitas maupun kuantitas
sudah memenuhi kebutuhan guru dan siswa
dan memenuhi syarat kesehatan.

11 Alat-alat penunjang KBM dalam kelas


sudah cukup lengkap.

12 Penataan taman di lingkungan sekolah saya


sangat baik dan indah sehingga termotivasi
betah di sekolah.

13 Sekolah kurang memberikan perlindungan


terhadap hal-hal yang merugikan hak-hak
guru.

14 Dalam pergaulan sehari-hari, kepala


sekolah memperlakukan semua guru sama
tanpa membeda-bedakan.

15 Kepala sekolah suka memberikan


kesempatan yang sama kepada guru-guru
untuk berhubungan baik secara formal
maupun informal.

16 Dalam pemecahan masalah yang


berhubungan dengan kelancaran tugas
guru, kepala sekolah saya kurang peduli.

17 Menurut pendapat saya hubungan guru


dengan kepala sekolah ditempat kerja saya
kurang harmonis.

18 Kepala sekolah kurang memberikan


perlakuan yang bijak kepada guru-guru

19 Menurut pendapat saya, hubungan guru


dengan Tata Usaha cukup baik dan sangat
harmonis.

20 Bila saya membutuhkan surat-surat


tertentu, dengan mudah sekolah dapat
127

NO PERNYATAAN TS KS R S SS

memberikannya.

21 Tata usaha kurang tanggap dan peduli


terhadap usulan kenaikan pangkat guru-
guru yang sudah memiliki persyaratan.

22 Saya merasa senang menjadi guru di


sekolah saya karena sesama guru dapat
saling menerima kekurangan dan kelebihan
satu sama lain.

23 Persaingan antara guru di sekolah tempat


saya bekerja dirasakan kurang sehat

24 Yang saya rasakan, guru-guru di sekolah


tempat saya bekerja terkotak-kotak.

25 Bila ada keluhan yang disampaikan guru,


kurang mendapat tanggapan yang baik dari
guru lainnya.

26 Para siswa senang berkonsultasi dan


bertukar pikiran dengan guru karena guru
memberikan pelayanan yang baik.

27 Apabila ada siswa yang melanggar tata


tertib, saya suka memarahi secara kasar

28 Saya sangat mendukung terhadap siswa


yang ingin mengembangkan bakat dan
prestasinya di bidang ektra kulikuler.

29 Menurut saya hubungan guru dengan


warga lingkungan sangat baik dan cukup
harmonis.

30 Komunikasi guru dengan orang tua siswa


di sekolah tempat saya bekerja dilakukan
secara rutin.
128

LAMPIRAN 2: HASIL UJICOBA

A. Instrumen

1. Motivasi Kerja Guru

Motivasi kerja guru adalah dorongan dari dalam diri guru untuk melaksanakan

tugas semaksimal mungkin secara bertanggungjawab, berdisiplin, dan berorientasi

prestasi.

Kisi-kisi:

No. Indikator Nomor butir Jumlah


1. Tanggungjawab 1, 2, 3, 4, 5*, 6*, 7, 8, 9 9
2. Disiplin 10*, 11, 12, 13, 14, 15*, 16*, 17, 18, 19 10
3. Prestasi 20, 21, 22*, 23, 24*, 25, 26*, 27*, 28, 11
29, 30
Jumlah 30
*butir negatif

2. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

Gaya kepemimpinan kepala sekolah adalah pendekatan yang digunakan kepala

sekolah dalam menjalankan peran kepemimpinan yang diukur dari faktor kedewasaan,

perilaku tugas, perilaku hubungan, kepribadian, derajat situasi, kekuatan dalam diri

manajer, kekuatan dari situasi.

Kisi-kisi:

No. Indikator Nomor butir Jumlah


1. Kedewasaan 1, 2 2
2. Perilaku tugas 3, 4*, 5*, 6*, 7, 8, 9, 10, 9
11
3. Perilaku hubungan 12, 13*, 14, 15* 4
4. Kepribadian 16*, 17, 18*, 19 4
5. Derajat situasi 20, 21, 22*, 23* 4
6. Kekuatan dalam diri manajer 24, 25, 26, 27 4
7. Kekuatan dari situasi 28*, 29, 30 3
Jumlah 30
*butir negatif
129

3. Lingkungan Kerja Sekolah

Lingkungan kerja sekolah adalah kualitas lingkungan kerja fisik yang mencakup

sarana dan prasarana serta kualitas lingkungan sosial yang mencakup hubungan guru

dengan kepala sekolah, hubungan guru dengan tata usaha, hubungan guru dengan guru,

hubungan guru dengan siswa, hubungan guru dengan orangtua siswa/masyarakat.

Kisi-kisi:

No. Indikator Nomor butir Jumlah


1. Sarana fisik penunjang KBM 1, 2, 3, 4, 5*, 6, 7, 8, 12
9, 10, 11, 12
2. Hubungan guru dengan kepala sekolah 13*, 14, 15, 16*, 6
17*, 18
3. Hubungan guru dengan tata usaha 19, 20, 21* 3
4. Hubungan guru dengan guru 22, 23*, 24, 25, 4
5. Hubungan guru dengan siswa 26, 27*, 28 3
6. Hubungan guru dengan orangtua 29, 30 2
siswa/ masyarakat
Jumlah 30
*butir negatif

B. Pelaksanaan Ujicoba

1. Sampel

Sampel ujicoba terdiri 30 guru SMK Subrayon Satu Kota Bekasi yang tidak

termasuk ke dalam sampel penelitian.

2. Waktu dan Tempat

Ujicoba dillaksanakan pada akhir Oktober 2010 di sebuah SMK Subrayon Satu

Kota Bekasi.
130

3. Teknik Analisis

a. Pengujian Validitas

Karena instrument berbentuk angket skala sikap dengan skor butir berskala interval,

maka pengujian validitas menggunakan rumus korelasi produk momen (Djaali & P.

Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: UNJ, 2004) sbb:

N (  XY )  (  X  Y )
r =
[ N  X 2  ( X ) 2 ][ N  Y 2  ( Y ) 2 ]

di mana:
r = koefisien korelasi skor butir dengan skor total
N = jumlah sample
X = skor butir
Y = skor total

Suatu butir dianggap valid apabila koefisien korelasi mencapai minimal r = 0.20 (S.

Azwar, Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).

b. Penghitungan Reliabilitas

Karena instrumen berbentuk angket skala sikap dengan skor butir berskala interval

1-5, maka perhitungan reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach (Djaali & P.

Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: UNJ, 2004) sbb:

k  i 2
rtt = (1  )
k 1 2
di mana:
rtt = koefisien reliabilitas yang dicari
k = jumlah butir pertanyaan yang valid
σi2 = varians butir
σ2 = varians total

Suatu instrumen pengukuran reliabel apabila koefisien alpha mencapai minimal rtt =

0.80 (S. Azwar, Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
131

C. Hasil Ujicoba

1. Angket Motivasi Kerja

a. Data

Butir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Respd 0 1 2 3
1 4 5 5 3 4 5 4 5 5 3 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 3 4 3 5 5 3 4 4
2 2 5 5 2 3 5 2 5 5 2 3 5 1 5 5 2 4 5 5 5 5 4 2 5 4 5 4 2 2 2
3 2 4 5 2 3 4 2 4 5 2 3 5 3 4 4 3 2 4 4 5 5 5 3 4 2 4 2 3 3 2
4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 3 3 5 4 4 5 4 4 4 3 5 4 4 4 3
5 4 5 5 1 4 4 4 5 5 1 4 5 3 4 4 3 4 5 5 4 4 3 4 5 4 5 5 4 4 2
6 5 5 5 3 4 4 5 5 5 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 5 4 4 4 2
7 4 5 5 4 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 5 4 5 3 5 4 4 5 4 4 3 5 5 4 4 1
8 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 2 4 4 3 3 4 4 4 5 4 3 5 5 4 2 3 4 2
9 5 5 5 4 4 2 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 3 2 3 4 4 5 5 3 3 2
10 5 5 5 3 4 4 5 5 5 3 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 5 4 4 4 2
11 5 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 5 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 1 4 4 5 5 1 4 4
12 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 4 4 3 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4
13 2 4 4 3 4 4 2 4 4 3 4 3 2 4 4 3 2 4 4 5 3 4 2 3 4 4 3 2 4 3
14 5 5 5 1 4 4 5 5 5 1 4 5 5 5 4 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 2
15 4 5 5 4 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 4 5 3 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 4 3 2
16 5 5 5 3 2 5 5 5 5 3 2 5 1 5 5 2 4 5 4 4 4 4 5 4 2 5 5 5 4 2
17 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 1 3 3 5 5 1 5 5
18 2 4 4 4 5 4 2 4 4 4 5 2 4 4 2 4 2 4 4 4 4 3 2 2 2 4 2 2 4 2
19 3 5 4 1 4 4 4 5 4 1 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 5 4 5 4 2 4 2
20 5 4 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 1 5 5 4
21 5 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 4 5 4 2 4 4 4 4 2 4 4
22 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 2 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 2
23 5 2 4 4 3 4 5 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 2 4 2 1 2 2 4 4 2
24 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 4 2
25 5 5 5 2 3 5 5 5 5 2 3 4 4 4 4 3 4 5 5 3 5 4 4 4 4 5 2 4 4 1
26 4 5 5 4 4 5 4 5 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4
27 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 2 4 4 4 4 4
28 5 4 4 3 4 3 5 4 4 3 4 2 1 4 4 4 2 4 4 1 3 2 4 4 5 4 5 4 4 2
29 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 4 4 4 4 2
30 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2
132

b. Hasil

Reliability
******Method 1 (space saver) will be used for this analysis ******
_

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

Mean Std Dev Cases

1. MK01 4.2000 1.0306 30.0


2. MK02 4.5333 .6814 30.0
3. MK03 4.6333 .4901 30.0
4. MK04 3.3333 1.0933 30.0
5. MK05 4.0000 .6948 30.0
6. MK06 4.2000 .6644 30.0
7. MK07 4.2333 1.0063 30.0
8. MK08 4.5667 .6789 30.0
9. MK09 4.6667 .4795 30.0
10. MK10 3.3667 1.1290 30.0
11. MK11 4.0333 .6687 30.0
12. MK12 3.9667 1.0662 30.0
13. MK13 3.4333 1.1943 30.0
14. MK14 4.2667 .4498 30.0
15. MK15 4.1000 .5477 30.0
16. MK16 3.7333 .7397 30.0
17. MK17 3.5333 .9732 30.0
18. MK18 4.3333 .6065 30.0
19. MK19 4.3333 .4795 30.0
20. MK20 4.3000 .8367 30.0
21. MK21 4.3333 .8023 30.0
22. MK22 3.7667 1.0063 30.0
23. MK23 3.4667 1.1366 30.0
24. MK24 4.0333 .7649 30.0
25. MK25 3.6333 .9994 30.0
26. MK26 4.5667 .6789 30.0
27. MK27 3.9333 1.2015 30.0
28. MK28 3.4667 1.1366 30.0
29. MK29 3.9000 .5477 30.0
30. MK30 2.5667 1.0400 30.0

N of
Statistics for Mean Variance Std Dev Variables
SCALE 119.4333 115.6333 10.7533 30
_

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

Item-total Statistics
133

Scale Scale Corrected


Mean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted

MK01 115.2333 104.2540 .4902 .8249


MK02 114.9000 108.5759 .4643 .8276
MK03 114.8000 110.0966 .5149 .8284
MK04 116.1000 109.3345 .2232 .8360
MK05 115.4333 110.1161 .3453 .8307
MK06 115.2333 110.6678 .3237 .8313
MK07 115.2000 104.9241 .4704 .8258
MK08 114.8667 107.2230 .5654 .8250
MK09 114.7667 110.0471 .5325 .8282
MK10 116.0667 108.6161 .2440 .8354
MK11 115.4000 111.2828 .2767 .8325
MK12 115.4667 105.0851 .4305 .8273
MK13 116.0000 105.7931 .3425 .8316
MK14 115.1667 110.8333 .4855 .8294
MK15 115.3333 110.5747 .4131 .8298
MK16 115.7000 109.6655 .3499 .8305
MK17 115.9000 101.9552 .6478 .8190
MK18 115.1000 110.8517 .3456 .8310
MK19 115.1000 111.1966 .4160 .8303
MK20 115.1333 109.4989 .3104 .8316
MK21 115.1000 110.4379 .2699 .8328
MK22 115.6667 106.0230 .4149 .8280
MK23 115.9667 108.0333 .2670 .8345
MK24 115.4000 111.0759 .2464 .8334
MK25 115.8000 112.3034 .1100 .8395
MK26 114.8667 107.2230 .5654 .8250
MK27 115.5000 107.2241 .2799 .8345
MK28 115.9667 108.0333 .2670 .8345
MK29 115.5333 111.9816 .2891 .8324
MK30 116.8667 107.0851 .3469 .8307

Reliability Coefficients

N of Cases = 30.0 N of Items = 30

Alpha = .8352

c. Penafsiran

Semua butir valid karena r (item-total correlation) lebih besar dari 0.20 kecuali

butir 25 (r = 0.11). Butir tidak valid ini harus dibuang, sehingga meningkatkan

reliabilitas instrument dari koefisien alpha rtt = 0.8352 menjadi rtt = 0.8395 (lihat alpha

if item deleted pada butir 25).


134

2. Angket Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

a. Data

Butir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Respd 0 1 2 3
1 5 5 5 3 4 5 4 5 4 4 3 5 5 3 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 4 5 5 4
2 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 2
3 5 5 4 5 5 2 5 5 5 4 2 5 2 2 5 2 5 2 5 5 5 5 2 5 5 4 5 4 5 2
4 3 5 4 4 4 4 3 5 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 4 5 4 4 3 5 4 4 4 5 5 3
5 4 4 4 4 5 4 3 4 4 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 3 5 4 4 3 4 5 5 5 2
6 4 4 5 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 5 3 4 2 5 5 2
7 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 5 4 3 4 5 5 5 5 5 1
8 5 3 5 5 5 4 5 5 3 5 5 5 3 5 5 3 5 3 5 5 4 5 3 5 4 4 4 4 4 2
9 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 2 4 4 3 2 5 4 5 5 2
10 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 5 2 5 5 2
11 4 3 3 4 5 4 4 5 2 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 3 4 5 3 3 5 5 5 5 4
12 5 5 5 4 5 4 3 4 4 4 4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4
13 5 3 4 4 4 4 5 5 3 3 4 5 3 4 5 3 5 4 5 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4
14 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2
15 5 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 4 5 4 5 5 5 5 2
16 4 4 3 4 4 4 5 5 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 2
17 4 3 4 2 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 5 3 4 3 3 3 4 5 5 5 5 5
18 4 4 4 4 1 2 2 4 4 2 2 4 2 2 4 2 4 2 4 4 3 2 2 4 3 4 2 4 4 2
19 5 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 5 4 2
20 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4
21 4 5 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4
22 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 4 5 4 4 5 4 5 2 5 5 5 4 2 5 5 4 4 5 5 2
23 4 4 4 4 5 4 2 4 1 2 1 5 1 1 5 1 4 4 4 4 2 5 4 4 2 4 4 2 4 2
24 5 5 5 4 5 4 5 5 2 5 4 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4 2
25 3 5 5 3 5 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 3 4 3 5 4 5 4 5 4 4 4 5 5 1
26 5 5 5 4 4 4 5 5 2 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 4
27 4 5 3 4 5 4 4 4 4 4 2 4 2 2 4 2 4 4 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 5 4
28 2 5 4 4 2 2 3 4 2 4 5 3 2 5 3 2 2 4 1 3 2 3 4 3 2 4 2 4 4 2
29 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 5 4 2 5 4 2 2 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 2
30 4 4 4 4 2 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 3 4 4 2
135

b. Hasil

Reliability
******Method 1 (space saver) will be used for this analysis ******
_

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

Mean Std Dev Cases

1. KEP01 4.2000 .8469 30.0


2. KEP02 4.2667 .7849 30.0
3. KEP03 4.2333 .6789 30.0
4. KEP04 4.0000 .6433 30.0
5. KEP05 4.0000 1.0828 30.0
6. KEP06 3.8333 .7466 30.0
7. KEP07 4.0333 .8503 30.0
8. KEP08 4.5000 .5724 30.0
9. KEP09 3.7333 1.0807 30.0
10. KEP10 4.0333 .7649 30.0
11. KEP11 3.6333 .9994 30.0
12. KEP12 4.4667 .5713 30.0
13. KEP13 3.5667 1.0400 30.0
14. KEP14 3.6333 .9994 30.0
15. KEP15 4.4667 .5713 30.0
16. KEP16 3.5667 1.0400 30.0
17. KEP17 4.2333 .8172 30.0
18. KEP18 3.7667 .7739 30.0
19. KEP19 4.3000 .8367 30.0
20. KEP20 4.3333 .8023 30.0
21. KEP21 3.7667 1.0063 30.0
22. KEP22 4.1667 .6989 30.0
23. KEP23 3.7667 .7739 30.0
24. KEP24 4.3333 .8023 30.0
25. KEP25 3.7667 1.0063 30.0
26. KEP26 4.3000 .6513 30.0
27. KEP27 3.9667 1.0662 30.0
28. KEP28 4.5667 .6789 30.0
29. KEP29 4.6667 .4795 30.0
30. KEP30 2.6000 1.0700 30.0

N of
Statistics for Mean Variance Std Dev Variables
SCALE 120.7000 161.3897 12.7039 30
_

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

Item-total Statistics
136

Scale Scale Corrected


Mean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted

KEP01 116.5000 149.2241 .5533 .8927


KEP02 116.4333 155.7023 .2589 .8980
KEP03 116.4667 152.9471 .4753 .8945
KEP04 116.7000 157.8724 .1920 .8986
KEP05 116.7000 146.8379 .5099 .8936
KEP06 116.8667 150.5333 .5621 .8929
KEP07 116.6667 148.4368 .5903 .8920
KEP08 116.2000 153.7517 .5150 .8943
KEP09 116.9667 151.4816 .3286 .8979
KEP10 116.6667 149.2644 .6175 .8919
KEP11 117.0667 153.9954 .2578 .8991
KEP12 116.2333 153.0816 .5645 .8937
KEP13 117.1333 143.7057 .6658 .8899
KEP14 117.0667 153.9954 .2578 .8991
KEP15 116.2333 153.0816 .5645 .8937
KEP16 117.1333 143.7057 .6658 .8899
KEP17 116.4667 149.2920 .5724 .8925
KEP18 116.9333 156.3402 .2300 .8985
KEP19 116.4000 148.3862 .6036 .8918
KEP20 116.3667 149.3437 .5815 .8923
KEP21 116.9333 144.4782 .6572 .8901
KEP22 116.5333 152.6713 .4765 .8944
KEP23 116.9333 156.3402 .2300 .8985
KEP24 116.3667 149.3437 .5815 .8923
KEP25 116.9333 144.4782 .6572 .8901
KEP26 116.4000 158.5241 .1489 .8992
KEP27 116.7333 148.2023 .4642 .8947
KEP28 116.1333 152.4644 .5049 .8940
KEP29 116.0333 155.9644 .4338 .8957
KEP30 118.1000 156.7828 .1292 .9024

Reliability Coefficients

N of Cases = 30.0 N of Items = 30

Alpha = .8978

c. Penafsiran

Ada tiga butir dengan r (item-total correlation) lebih kecil dari 0.20, yaitu butir 4 (r

= 0.1920), butir 26 (r = 0.1489), dan butir 30 (r = 0.1292). Walaupun koefisien alpha

mencapai rtt = 0.8979 akan tetapi ketiga butir tidak valid harus dibuang kemudian

dilakukan pengujian ulang kepada butir yang tersisa. Hasil pengujian ulang sbb:
137

d. Pengujian ulang

Reliability
****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ******
_

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

Mean Std Dev Cases

1. KEP01 4.2000 .8469 30.0


2. KEP02 4.2667 .7849 30.0
3. KEP03 4.2333 .6789 30.0
4. KEP05 4.0000 1.0828 30.0
5. KEP06 3.8333 .7466 30.0
6. KEP07 4.0333 .8503 30.0
7. KEP08 4.5000 .5724 30.0
8. KEP09 3.7333 1.0807 30.0
9. KEP10 4.0333 .7649 30.0
10. KEP11 3.6333 .9994 30.0
11. KEP12 4.4667 .5713 30.0
12. KEP13 3.5667 1.0400 30.0
13. KEP14 3.6333 .9994 30.0
14. KEP15 4.4667 .5713 30.0
15. KEP16 3.5667 1.0400 30.0
16. KEP17 4.2333 .8172 30.0
17. KEP18 3.7667 .7739 30.0
18. KEP19 4.3000 .8367 30.0
19. KEP20 4.3333 .8023 30.0
20. KEP21 3.7667 1.0063 30.0
21. KEP22 4.1667 .6989 30.0
22. KEP23 3.7667 .7739 30.0
23. KEP24 4.3333 .8023 30.0
24. KEP25 3.7667 1.0063 30.0
25. KEP27 3.9667 1.0662 30.0
26. KEP28 4.5667 .6789 30.0
27. KEP29 4.6667 .4795 30.0

N of
Statistics for Mean Variance Std Dev Variables
SCALE 109.8000 150.0966 12.2514 27
_

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H
A)

Item-total Statistics

Scale Scale Corrected


138

Mean Variance Item- Alpha


if Item if Item Total if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted

KEP01 105.6000 138.5931 .5409 .9003


KEP02 105.5333 144.5333 .2621 .9053
KEP03 105.5667 141.6333 .4952 .9014
KEP05 105.8000 135.8897 .5163 .9010
KEP06 105.9667 139.4816 .5703 .9000
KEP07 105.7667 137.6333 .5885 .8994
KEP08 105.3000 142.8379 .5066 .9016
KEP09 106.0667 139.9264 .3521 .9050
KEP10 105.7667 137.8402 .6498 .8985
KEP11 106.1667 142.6954 .2681 .9064
KEP12 105.3333 141.7471 .5897 .9005
KEP13 106.2333 133.0126 .6671 .8973
KEP14 106.1667 142.6954 .2681 .9064
KEP15 105.3333 141.7471 .5897 .9005
KEP16 106.2333 133.0126 .6671 .8973
KEP17 105.5667 138.6678 .5591 .9000
KEP18 106.0333 145.5506 .2114 .9061
KEP19 105.5000 138.0517 .5770 .8996
KEP20 105.4667 138.2575 .5934 .8994
KEP21 106.0333 134.1023 .6428 .8979
KEP22 105.6333 141.3437 .4973 .9013
KEP23 106.0333 145.5506 .2114 .9061
KEP24 105.4667 138.2575 .5934 .8994
KEP25 106.0333 134.1023 .6428 .8979
KEP27 105.8333 138.1437 .4316 .9030
KEP28 105.2333 141.3575 .5128 .9011
KEP29 105.1333 145.0851 .4140 .9030

Reliability Coefficients

N of Cases = 30.0 N of Items = 27

Alpha = .9047

e. Penafsiran

Semua butir valid karena r (item-total correlation) lebih besar dari 0.20. Instrumen

reliable karena koefisien alpha mencapai rtt = 0.9047.


139

3. Angket Lingkungan Kerja

a. Data

Butir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Respd 0 1 2 3
1 4 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 5
2 5 4 3 5 5 5 2 5 4 3 3 2 5 3 5 5 5 5 4 4 5 3 5 3 5 5 5 5 2 5
3 5 3 4 4 4 4 2 4 2 4 4 2 5 4 3 4 4 5 5 2 5 4 4 4 5 4 4 5 2 4
4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4
5 5 3 5 4 5 4 4 5 5 5 5 2 5 5 4 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 2 4
6 2 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 2 2 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5 2 4
7 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 4 3 4 5 4 5 5 5 5 5 1 5
8 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 5 3 5 4 5 4 5 4 4 4 2 4
9 4 3 4 4 4 2 5 5 5 4 4 2 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 5 5 2 2
10 2 5 4 4 5 4 5 5 4 4 4 2 2 4 5 4 5 5 4 4 4 4 3 4 4 4 5 5 2 4
11 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 3 4 5 4 5 5 4 4
12 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 5
13 3 4 4 5 5 4 2 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4
14 5 3 5 5 5 4 5 5 5 5 5 2 5 5 5 3 5 5 5 5 4 5 5 5 5 3 5 5 2 4
15 5 4 5 4 5 5 4 5 5 5 5 2 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 4 5 4 5 2 5
16 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 4 2 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 2 5
17 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 3 5 5 5 4 5
18 2 2 4 5 4 4 2 4 2 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 1 4 4 4 2 3
19 2 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 2 2 4 2 4 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4 5 4 2 4
20 5 4 5 5 4 4 5 5 1 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4
21 4 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4
22 4 4 4 4 5 4 5 5 5 4 4 2 4 4 4 4 5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 5 5 2 4
23 4 4 4 4 4 4 5 2 2 4 4 2 4 4 4 4 2 4 5 1 4 4 4 4 5 4 2 4 2 4
24 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 2 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 2 4
25 4 3 4 4 4 5 5 5 2 4 4 1 4 4 4 5 5 5 5 4 3 4 5 4 5 5 5 5 1 5
26 5 2 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 4 5 4 4 4 5 5 4 5
27 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 2 4 4 3 4 5 4 4 5 4 4
28 2 2 4 4 4 3 5 4 5 4 4 2 2 4 4 5 4 4 3 2 2 4 4 4 2 5 4 4 2 3
29 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 2 4 4 4 2 4
30 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4
140

b. Hasil

Reliability
******Method 1 (space saver) will be used for this analysis ******
_

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

Mean Std Dev Cases

1. LK01 3.9667 1.0662 30.0


2. LK02 3.7333 .8277 30.0
3. LK03 4.2333 .5040 30.0
4. LK04 4.3333 .4795 30.0
5. LK05 4.5000 .5085 30.0
6. LK06 4.2000 .6644 30.0
7. LK07 4.2333 1.0063 30.0
8. LK08 4.5667 .6789 30.0
9. LK09 3.9333 1.2015 30.0
10. LK10 4.2333 .5040 30.0
11. LK11 4.2333 .5040 30.0
12. LK12 2.5667 1.0400 30.0
13. LK13 3.9000 1.0619 30.0
14. LK14 4.2333 .5040 30.0
15. LK15 4.2667 .6915 30.0
16. LK16 4.3333 .5467 30.0
17. LK17 4.5333 .6814 30.0
18. LK18 4.6333 .4901 30.0
19. LK19 4.4667 .5713 30.0
20. LK20 3.5667 1.0400 30.0
21. LK21 4.2333 .8172 30.0
22. LK22 4.2333 .5040 30.0
23. LK23 4.2333 .6789 30.0
24. LK24 4.2333 .5040 30.0
25. LK25 4.0667 1.0807 30.0
26. LK26 4.3333 .5467 30.0
27. LK27 4.5333 .6814 30.0
28. LK28 4.6333 .4901 30.0
29. LK29 2.5667 1.0063 30.0
30. LK30 4.1667 .6989 30.0

N of
Statistics for Mean Variance Std Dev Variables
SCALE 123.9000 122.8517 11.0838 30
_

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

Item-total Statistics
141

Scale Scale Corrected


Mean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted

LK01 119.9333 108.4092 .5993 .8833


LK02 120.1667 116.8333 .2981 .8903
LK03 119.6667 115.4023 .6645 .8846
LK04 119.5667 118.5989 .3852 .8884
LK05 119.4000 116.6621 .5399 .8863
LK06 119.7000 115.4586 .4869 .8863
LK07 119.6667 117.1954 .2131 .8936
LK08 119.3333 113.4713 .6167 .8839
LK09 119.9667 114.1713 .2818 .8937
LK10 119.6667 115.4023 .6645 .8846
LK11 119.6667 115.4023 .6645 .8846
LK12 121.3333 113.2644 .3842 .8893
LK13 120.0000 110.0000 .5264 .8854
LK14 119.6667 115.4023 .6645 .8846
LK15 119.6333 115.2057 .4829 .8863
LK16 119.5667 119.0816 .2909 .8896
LK17 119.3667 114.3782 .5495 .8851
LK18 119.2667 116.8920 .5397 .8864
LK19 119.4333 119.2195 .2650 .8901
LK20 120.3333 107.6782 .6529 .8817
LK21 119.6667 116.5057 .3219 .8897
LK22 119.6667 115.4023 .6645 .8846
LK23 119.6667 119.2644 .2108 .8913
LK24 119.6667 115.4023 .6645 .8846
LK25 119.8333 112.9713 .3793 .8897
LK26 119.5667 119.0816 .2909 .8896
LK27 119.3667 114.3782 .5495 .8851
LK28 119.2667 116.8920 .5397 .8864
LK29 121.3333 114.9885 .3174 .8909
LK30 119.7333 113.9264 .5655 .8848

Reliability Coefficients

N of Cases = 30.0 N of Items = 30

Alpha = .8905

c. Penafsiran

Semua butir valid karena r (item-total correlation) lebih besar dari 0.20. Instrumen

reliable karena koesfisen alpha mencapai rtt = 0.8905.


142

D. Kesimpulan

1. Angket Motivasi Kerja Guru

Dari 30 butir, satu butir tidak valid yaitu butir 25 sehingga harus dibuang.

Membuang butir tidak valid meningkatkan reliabiltas instrument dari koefisien alpha rtt

= 0.8352 menjadi rtt = 0.8395. Dengan demikian angket motivasi kerja hanya

menggunakan 29 butir, tanpa menyertakan butir 25.

2. Angket Kepemimpinan Kepala Sekolah

Dari 30 butir, tiga butir tidak valid butir 4, 26, dan 30 sehingga harus dibuang.

Membuang ketiga butir tidak valid ini meningkatkan reliabilitas instrument dari

koefisien alpha rtt = 0.8979 menjadi rtt = 0.9047. Dengan demikian angket

kepemimpinan kepala sekolah hanya menggunakan 27 butir, tanpa menyertakan butir 4,

26, dan 30.

3. Angket Lingkungan Kerja

Dari 30 butir angket, semua butir valid sedangkan reliabilitas instrumen mencapai

koesfisen alpha rtt = 0.8905. Dengan demikian angket lingkungan kerja menggunakan

30 butir tanpa membuang satu butirpun.


143

LAMPIRAN 3: DATA PENELITIAN

X1 X2 X3 (X1)2 (X2)2 (X3)2 Zres_1 Zres_2 Zres_3


- -
1 2.3 3.5 2.5 5.29 12.25 6.25 0.13164 0.97849 0.78231
-
2 2.5 3.8 2.8 6.25 14.44 7.84 0.15467 0.68121 1.11535
-
3 2.8 3.3 3 7.84 10.89 9 0.14057 0.15405 0.35991
-
4 3.3 4 3.3 10.89 16 10.89 0.05791 0.04476 1.12646
5 3 4.3 3.5 9 18.49 12.25 0.78173 0.10643 1.61769
6 3.8 3.5 4 14.44 12.25 16 0.68497 1.21285 0.30775
7 3.5 3.8 4.3 12.25 14.44 18.49 1.58622 1.51013 0.79898
- - -
8 2.3 2.8 1.8 5.29 7.84 3.24 1.37364 1.67214 0.14243
- -
9 2.5 3 2 6.25 9 4 1.26476 1.47396 0.05851
- - -
10 2.8 1.5 2.3 7.84 2.25 5.29 1.10144 0.33075 2.01797
- -
11 2 3 2 4 9 4 0.64981 1.47396 0.21669
-
12 1.8 1.5 2.3 3.24 2.25 5.29 0.12845 0.33075 -1.7016
- - -
13 2.3 1.8 2.5 5.29 3.24 6.25 0.13164 0.17956 1.46347
-
14 2.5 3.5 2.8 6.25 12.25 7.84 0.15467 0.54022 0.71903
-
15 2.8 3.8 3 7.84 14.44 9 0.14057 0.38903 1.02044
-
16 3.3 4 3.3 10.89 16 10.89 0.05791 0.04476 1.12646
17 3 4.3 4 9 18.49 16 1.66888 0.83688 1.61769
-
18 3.8 1.5 3.8 14.44 2.25 14.44 0.33011 1.86059 2.33434
- -
19 3.5 2 2.8 12.25 4 7.84 1.07521 0.16472 1.57891
20 4 1.8 4.3 16 3.24 18.49 0.97128 2.45005 -2.0013
- - -
21 2 2.3 1.5 4 5.29 2.25 1.53696 1.87543 0.70804
- - -
22 2.3 2 1.8 5.29 4 3.24 1.37364 1.29617 1.19926
- - -
23 2.5 2.3 2 6.25 5.29 4 1.26476 1.14498 0.86622
144

X1 X2 X3 (X1)2 (X2)2 (X3)2 Zres_1 Zres_2 Zres_3


- - -
24 2.8 2.5 2.3 7.84 6.25 5.29 1.10144 0.80071 0.69692
- - -
25 3.8 2.8 2.5 14.44 7.84 6.25 1.97647 0.64952 0.61698
- - -
26 3.3 3 2.8 10.89 9 7.84 0.82923 0.30524 0.19459
-
27 3.5 2 3.8 12.25 4 14.44 0.69908 1.62561 1.57891
-
28 3.3 2.3 3.3 10.89 5.29 10.89 0.05791 0.75418 1.11932
-
29 3 2.8 3.5 9 7.84 12.25 0.78173 0.81137 0.36388
-
30 2.8 2.5 3.8 7.84 6.25 14.44 1.56 1.39063 0.69692
- -
31 2.3 3 1.8 5.29 9 3.24 1.37364 1.76614 0.12178
- -
32 2 3.3 2 4 10.89 4 0.64981 1.61495 0.61301
- -
33 2.8 3.5 2.3 7.84 12.25 5.29 1.10144 1.27067 0.62412
- -
34 2.5 3.5 2.5 6.25 12.25 6.25 0.37761 0.97849 0.71903
- -
35 3 2.3 2.8 9 5.29 7.84 0.46027 0.02373 1.02441
- -
36 3.3 4 3 10.89 16 9 0.47438 0.48303 1.12646
-
37 3.5 3.8 3.3 12.25 14.44 10.89 0.18807 0.04923 0.79898
38 3.3 4 3.5 10.89 16 12.25 0.41277 0.24742 1.12646
39 3.5 3.5 3.8 12.25 12.25 14.44 0.69908 0.92067 0.40266
-
40 3.8 1.8 4 14.44 3.24 16 0.68497 2.01178 1.93803
- -
41 3.5 4.3 3 12.25 18.49 9 0.72035 0.62401 1.4595
-
42 2.3 3.3 2.8 5.29 10.89 7.84 0.40065 0.44623 0.5181
43 2.5 3.5 3.3 6.25 12.25 10.89 1.04182 0.19022 0.71903
44 2.8 3.8 3.5 7.84 14.44 12.25 1.02771 0.34141 1.02044
45 3 4 3.8 9 16 14.44 1.31402 0.68569 1.22137
- - -
46 3.3 2 1.8 10.89 4 3.24 2.60353 1.29617 1.51563
- - -
47 2 2.3 2 4 5.29 4 0.64981 1.14498 0.70804
- -
48 3.8 2.5 3.3 14.44 6.25 10.89 0.55703 0.66018 1.01329
145

X1 X2 X3 (X1)2 (X2)2 (X3)2 Zres_1 Zres_2 Zres_3


- -
49 4 2.8 3.5 16 7.84 12.25 0.44815 0.81137 0.68025
-
50 4.3 3 4 18.49 9 16 0.07003 1.44783 0.51095
- -
51 1.8 3.3 2 3.24 10.89 4 0.40384 1.61495 0.67628
- - -
52 1.5 2.5 1.8 2.25 6.25 3.24 0.38973 1.53116 0.28564
- - -
53 2.3 2 2.3 5.29 4 5.29 0.48649 0.56573 1.19926
-
54 1.8 2.8 2.5 3.24 7.84 6.25 0.48331 0.64952 0.01576
-
55 2.5 3.3 3 6.25 10.89 9 0.50953 0.15405 0.45482
- -
56 2.8 3 2.8 7.84 9 7.84 0.21429 0.30524 -0.0364
57 3 3.5 3.3 9 12.25 10.89 0.42688 0.19022 0.56085
58 3.3 3.8 3.5 10.89 14.44 12.25 0.41277 0.34141 0.86225
59 3.5 4 3.8 12.25 16 14.44 0.69908 0.68569 1.06319
60 3.8 4.3 4 14.44 18.49 16 0.68497 0.83688 1.36459
- - -
61 2 1.5 2 4 2.25 4 0.64981 0.76902 1.76488
- - -
62 2 1.8 2.3 4 3.24 5.29 0.11753 0.47174 1.36856
- - -
63 2.3 2 2.5 5.29 4 6.25 0.13164 0.27355 1.19926
-
64 2.5 2.3 2.8 6.25 5.29 7.84 0.15467 0.02373 0.86622
-
65 2.8 2.5 3 7.84 6.25 9 0.14057 0.22192 0.69692
-
66 3 2.8 3.3 9 7.84 10.89 0.42688 0.51919 0.36388
-
67 3.3 3 3.5 10.89 9 12.25 0.41277 0.71738 0.19459
68 3.8 3.3 3.8 14.44 10.89 14.44 0.33011 1.01466 0.04354
-
69 3.5 3.5 3.3 12.25 12.25 10.89 0.18807 0.19022 0.40266
70 4 3.8 4.3 16 14.44 18.49 0.97128 1.51013 0.64079
-
71 2.8 2.8 3.3 7.84 7.84 10.89 0.67285 0.51919 0.30061
-
72 3 3 3.5 9 9 12.25 0.78173 0.71738 0.09967
73 3.3 3.3 3.8 10.89 10.89 14.44 0.94506 1.01466 0.20173
74 3 3.5 2.5 9 12.25 6.25 - - 0.56085
146

X1 X2 X3 (X1)2 (X2)2 (X3)2 Zres_1 Zres_2 Zres_3


0.99256 0.97849
- -
75 3.3 3.8 2.8 10.89 14.44 7.84 0.82923 0.68121 0.86225
- -
76 2.8 3.3 2 7.84 10.89 4 1.63372 1.61495 0.35991
- -
77 3 3.5 2.3 9 12.25 5.29 1.34741 1.27067 0.56085
- - -
78 3.3 3 2.3 10.89 9 5.29 1.71638 1.03569 0.19459
-
79 3.5 3.8 2.5 12.25 14.44 6.25 -1.6075 1.11948 0.79898
-
80 2.8 4 2.8 7.84 16 7.84 0.21429 -0.7752 1.28465
-
81 2.3 2 3 5.29 4 9 0.75551 0.4569 1.19926
-
82 2 2.3 3.3 4 5.29 10.89 1.65676 0.75418 0.70804
- -
83 3.8 2.5 3.5 14.44 6.25 12.25 0.20218 0.95236 1.01329
84 2.5 2.8 3.8 6.25 7.84 14.44 1.92896 1.24964 -0.2057
- -
85 4 3 3.3 16 9 10.89 0.80301 0.4252 0.41604
-
86 1.8 3.3 3 3.24 10.89 9 1.37045 0.15405 0.67628
- -
87 4.3 3 3.5 18.49 9 12.25 0.81712 0.71738 0.51095
88 1.5 3.8 3.8 2.25 14.44 14.44 3.15885 0.77968 1.43172
89 1.8 3.5 4 3.24 12.25 16 3.14474 1.21285 0.94049
90 2 4 4.3 4 16 18.49 3.43105 1.41613 1.53774
91 2.4 3.6 2.6 5.76 12.96 6.76 -0.0772 -0.8794 0.88278
-
92 2.6 3.9 2.9 6.76 15.21 8.41 0.20911 0.58212 1.21582
-
93 2.9 3.4 3.1 8.41 11.56 9.61 0.19501 0.05496 0.46038
94 3.4 4.1 3.4 11.56 16.81 11.56 0.11235 0.05433 1.22693
95 3.1 4.4 3.6 9.61 19.36 12.96 0.83617 0.20552 1.71816
96 3.9 3.6 4.1 15.21 12.96 16.81 0.73941 1.31194 0.40822
97 3.6 3.9 4.4 12.96 15.21 19.36 1.64066 1.60922 0.89945
- -
98 2.4 2.9 1.9 5.76 8.41 3.61 -1.3192 1.57305 0.04196
- -
99 2.6 3.1 2.1 6.76 9.61 4.41 1.21032 1.37486 0.15898
-
100 2.9 1.6 2.4 8.41 2.56 5.76 -1.047 0.23166 -1.9175
147

X1 X2 X3 (X1)2 (X2)2 (X3)2 Zres_1 Zres_2 Zres_3


- -
101 2.1 3.1 2.1 4.41 9.61 4.41 0.59537 1.37486 0.31716
- -
102 1.9 1.6 2.4 3.61 2.56 5.76 0.18289 0.23166 1.60114
- -
103 2.4 1.9 2.6 5.76 3.61 6.76 -0.0772 0.08046 1.36301
-
104 2.6 3.6 2.9 6.76 12.96 8.41 0.20911 0.44113 0.8195
-
105 2.9 3.9 3.1 8.41 15.21 9.61 0.19501 0.28994 1.12091
106 3.4 4.1 3.4 11.56 16.81 11.56 0.11235 0.05433 1.22693
107 3.1 4.4 4.1 9.61 19.36 16.81 1.72332 0.93597 1.71816
-
108 3.9 1.6 3.9 15.21 2.56 15.21 0.38455 1.95968 2.23387
- -
109 3.6 2.1 2.9 12.96 4.41 8.41 1.02077 0.26381 1.47844
-
110 4.1 1.9 4.4 16.81 3.61 19.36 1.02572 2.54914 1.90083
- - -
111 2.1 2.4 1.6 4.41 5.76 2.56 1.48252 1.77634 0.60757
-
112 2.4 2.1 1.9 5.76 4.41 3.61 -1.3192 1.19708 -1.0988
- - -
113 2.6 2.4 2.1 6.76 5.76 4.41 1.21032 1.04589 0.76576
- -
114 2.9 2.6 2.4 8.41 6.76 5.76 -1.047 0.70162 0.59646
- - -
115 3.9 2.9 2.6 15.21 8.41 6.76 1.92202 0.55043 0.51651
- - -
116 3.4 3.1 2.9 11.56 9.61 8.41 0.77479 0.20615 0.09412
-
117 3.6 2.1 3.9 12.96 4.41 15.21 0.75352 1.7247 1.47844
-
118 3.4 2.4 3.4 11.56 5.76 11.56 0.11235 0.85327 1.01885
-
119 3.1 2.9 3.6 9.61 8.41 12.96 0.83617 0.91047 0.26342
-
120 2.9 2.6 3.9 8.41 6.76 15.21 1.61444 1.48972 0.59646
-
121 2.4 3.1 1.9 5.76 9.61 3.61 -1.3192 1.66704 0.22225
- -
122 2.1 3.4 2.1 4.41 11.56 4.41 0.59537 1.51585 0.71348
-
123 2.9 3.6 2.4 8.41 12.96 5.76 -1.047 1.17158 0.72459
124 2.6 3.6 2.6 6.76 12.96 6.76 - -0.8794 0.8195
148

X1 X2 X3 (X1)2 (X2)2 (X3)2 Zres_1 Zres_2 Zres_3


0.32317
- -
125 3.1 2.4 2.9 9.61 5.76 8.41 0.40583 0.12282 0.92394
- -
126 3.4 4.1 3.1 11.56 16.81 9.61 0.41994 0.38393 1.22693
-
127 3.6 3.9 3.4 12.96 15.21 11.56 0.13363 0.14833 0.89945
128 3.4 4.1 3.6 11.56 16.81 12.96 0.46721 0.34651 1.22693
129 3.6 3.6 3.9 12.96 12.96 15.21 0.75352 1.01976 0.50313
-
130 3.9 1.9 4.1 15.21 3.61 16.81 0.73941 2.11087 1.83756
- -
131 3.6 4.4 3.1 12.96 19.36 9.61 0.66591 0.52492 1.55997
-
132 2.4 3.4 2.9 5.76 11.56 8.41 0.45509 0.34714 0.61857
133 2.6 3.6 3.4 6.76 12.96 11.56 1.09626 0.28932 0.8195
134 2.9 3.9 3.6 8.41 15.21 12.96 1.08215 0.44051 1.12091
135 3.1 4.1 3.9 9.61 16.81 15.21 1.36846 0.78478 1.32184
- - -
136 3.4 2.1 1.9 11.56 4.41 3.61 2.54908 1.19708 1.41517
- - -
137 2.1 2.4 2.1 4.41 5.76 4.41 0.59537 1.04589 0.60757
- -
138 3.9 2.6 3.4 15.21 6.76 11.56 0.50259 0.75928 0.91283
- -
139 4.1 2.9 3.6 16.81 8.41 12.96 0.39371 0.91047 0.57979
-
140 4.4 3.1 4.1 19.36 9.61 16.81 0.12447 1.54692 0.41049
-
141 1.9 3.4 2.1 3.61 11.56 4.41 -0.3494 1.51585 0.77675
- - -
142 1.6 2.6 1.9 2.56 6.76 3.61 0.33529 1.43206 0.18518
- -
143 2.4 2.1 2.4 5.76 4.41 5.76 0.43205 0.46664 -1.0988
-
144 1.9 2.9 2.6 3.61 8.41 6.76 0.53775 0.55043 0.11623
-
145 2.6 3.4 3.1 6.76 11.56 9.61 0.56397 0.05496 0.55529
- -
146 2.9 3.1 2.9 8.41 9.61 8.41 0.15985 0.20615 0.06407
147 3.1 3.6 3.4 9.61 12.96 11.56 0.48132 0.28932 0.66132
148 3.4 3.9 3.6 11.56 15.21 12.96 0.46721 0.44051 0.96272
149 3.6 4.1 3.9 12.96 16.81 15.21 0.75352 0.78478 1.16366
150 3.9 4.4 4.1 15.21 19.36 16.81 0.73941 0.93597 1.46506
149

X1 X2 X3 (X1)2 (X2)2 (X3)2 Zres_1 Zres_2 Zres_3


- - -
151 2.1 1.6 2.1 4.41 2.56 4.41 0.59537 0.66992 1.66441
- - -
152 2.1 1.9 2.4 4.41 3.61 5.76 0.06309 0.37264 1.26809
-
153 2.4 2.1 2.6 5.76 4.41 6.76 -0.0772 0.17446 -1.0988
-
154 2.6 2.4 2.9 6.76 5.76 8.41 0.20911 0.12282 0.76576
-
155 2.9 2.6 3.1 8.41 6.76 9.61 0.19501 0.32101 0.59646
-
156 3.1 2.9 3.4 9.61 8.41 11.56 0.48132 0.61829 0.26342
-
157 3.4 3.1 3.6 11.56 9.61 12.96 0.46721 0.81647 0.09412
158 3.9 3.4 3.9 15.21 11.56 15.21 0.38455 1.11375 0.14401
-
159 3.6 3.6 3.4 12.96 12.96 11.56 0.13363 0.28932 0.50313
160 4.1 3.9 4.4 16.81 15.21 19.36 1.02572 1.60922 0.74126
-
161 2.9 2.9 3.4 8.41 8.41 11.56 0.72729 0.61829 0.20014
162 3.1 3.1 3.6 9.61 9.61 12.96 0.83617 0.81647 0.00079
163 3.4 3.4 3.9 11.56 11.56 15.21 0.9995 1.11375 0.3022
-
164 3.1 3.6 2.6 9.61 12.96 6.76 0.93812 -0.8794 0.66132
- -
165 3.4 3.9 2.9 11.56 15.21 8.41 0.77479 0.58212 0.96272
- -
166 2.9 3.4 2.1 8.41 11.56 4.41 1.57928 1.51585 0.46038
- -
167 3.1 3.6 2.4 9.61 12.96 5.76 1.29297 1.17158 0.66132

Keterengan:

X1 = Gaya kepemimpinan kepala sekolah

X2 = Lingkungan kerja sekolah

X3 = Motivasi kerja guru

Zres_1 = Galat baku taksiran X3 terhadap X1

Zres_2 = Galat baku taksiran X3 terhadap X2

Zres_3 = Galat baku taksiran X2 terhadap X1


150

LAMPIRAN 4: HASIL ANALISIS DATA

A. ANALISIS DESKRIPTIF

Frequencies
Statistics

Gaya
kepemimpi
nan kepala Lingkungan Motivasi
sekolah kerja sekolah kerja guru
N Valid 167 167 167
Missing 0 0 0
Mean 2.957 3.065 3.030
Median 3.000 3.100 3.000
Mode 2.8a 3.5 3.3
Std. Deviation .6635 .7712 .7261
Range 2.9 2.9 2.9
Minimum 1.5 1.5 1.5
Maximum 4.4 4.4 4.4
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

Descriptives
Descriptive Statistics

N Sum
KUADX1 167 1533.79
KUADX2 167 1667.85
KUADX3 167 1620.68
Valid N (listwise) 167
151

B. ANALISIS KORELASIONAL

Correlations
Correlations

Gaya
kepemimpi
nan kepala Lingkungan Motivasi
sekolah kerja sekolah kerja guru
Gaya kepemimpinan Pearson Correlation 1 .206** .633**
kepala sekolah Sig. (1-tailed) . .004 .000
N 167 167 167
Lingkungan kerja sekolah Pearson Correlation .206** 1 .342**
Sig. (1-tailed) .004 . .000
N 167 167 167
Motivasi kerja guru Pearson Correlation .633** .342** 1
Sig. (1-tailed) .000 .000 .
N 167 167 167
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
152

C. REGRESI X3 TERHADAP X1

C1. Mencari Persamaan Regresi

Regression
Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Gaya
kepemimp
inan . Enter
kepala a
sekolah
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .633a .401 .398 .5636
a. Predictors: (Constant), Gaya kepemimpinan kepala
sekolah
b. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 35.118 1 35.118 110.555 .000a
Residual 52.412 165 .318
Total 87.530 166
a. Predictors: (Constant), Gaya kepemimpinan kepala sekolah
b. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .980 .200 4.905 .000
Gaya kepemimpinan
.693 .066 .633 10.514 .000
kepala sekolah
a. Dependent Variable: Motivasi kerja guru
153

Casewise Diagnosticsa

Motivasi
Case Number Std. Residual kerja guru
88 3.159 3.8
89 3.145 4.0
90 3.431 4.3
a. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N


Predicted Value 2.020 4.030 3.030 .4599 167
Residual -1.467 1.934 .000 .5619 167
Std. Predicted Value -2.197 2.174 .000 1.000 167
Std. Residual -2.604 3.431 .000 .997 167
a. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

C2. Menguji Linearitas

Means
Case Processing Summary

Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
Motivasi kerja guru *
Gaya kepemimpinan 167 100.0% 0 .0% 167 100.0%
kepala sekolah
154

Report

Motivasi kerja guru


Gaya kepemimpinan Mean N Std. Deviation
kepala
1.5 sekolah 2.800 2 1.4142
1.6 1.900 1 .
1.8 2.760 5 .7829
1.9 2.367 3 .2517
2.0 2.425 8 .9161
2.1 2.067 6 .2582
2.3 2.333 9 .4472
2.4 2.350 8 .3964
2.5 2.778 9 .5761
2.6 2.750 8 .4598
2.8 2.842 12 .5418
2.9 2.945 11 .5681
3.0 3.250 10 .5503
3.1 3.350 10 .5503
3.3 3.075 12 .5723
3.4 3.245 11 .5429
3.5 3.400 9 .5745
3.6 3.612 8 .4970
3.8 3.613 8 .5167
3.9 3.729 7 .5559
4.0 3.850 4 .5260
4.1 4.133 3 .4619
4.3 3.750 2 .3536
4.4 4.100 1 .
Total 3.030 167 .7261

ANOVA Table

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Motivasi kerja guru * Between (Combined) 41.978 23 1.825 5.730 .000
Gaya kepemimpinan Groups Linearity 35.118 1 35.118 110.244 .000
kepala sekolah Deviation from Linearity 6.860 22 .312 .979 .494
Within Groups 45.552 143 .319
Total 87.530 166

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared


Motivasi kerja guru *
Gaya kepemimpinan .633 .401 .693 .480
kepala sekolah
155

C3. Menguji Homogenitas

Oneway
Test of Homogeneity of Variances

Motivasi kerja guru


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.103 21 143 .351

ANOVA

Motivasi kerja guru


Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 41.978 23 1.825 5.730 .000
Within Groups 45.552 143 .319
Total 87.530 166

C4. Menguji Normalitas

NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Standardized
Residual
N 167
Normal Parameters a,b Mean .0000000
Std. Deviation .99698340
Most Extreme Absolute .057
Differences Positive .057
Negative -.044
Kolmogorov-Smirnov Z .738
Asymp. Sig. (2-tailed) .647
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
156

C5. Membuat Diagram Pencar

Interactive Graph

5.0
Motivasi kerja guru = 0.98 + 0.69 * x1 Linear Regression
R-Square = 0.40  
  
  
   
4.0     
      
   
Motivasi kerja guru

     
     
       
   
     
3.0      
     
    
     
    
     
   
   
2.0   
  

1.0

0.0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

Gaya kepemimpinan kepala sekolah


157

D. REGRESI X3 TERHADAP X2

D1. Mencari Persamaan Regresi

Regression
Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Lingkunga
n kerja a . Enter
sekolah
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .342a .117 .111 .6845
a. Predictors: (Constant), Lingkungan kerja sekolah
b. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 10.218 1 10.218 21.808 .000a
Residual 77.312 165 .469
Total 87.530 166
a. Predictors: (Constant), Lingkungan kerja sekolah
b. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2.044 .218 9.388 .000
Lingkungan kerja sekolah .322 .069 .342 4.670 .000
a. Dependent Variable: Motivasi kerja guru
158

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N


Predicted Value 2.526 3.459 3.030 .2481 167
Residual -1.284 1.745 .000 .6824 167
Std. Predicted Value -2.030 1.731 .000 1.000 167
Std. Residual -1.875 2.549 .000 .997 167
a. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

D2. Menguji Linearitas

Means
Case Processing Summary

Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
Motivasi kerja guru *
167 100.0% 0 .0% 167 100.0%
Lingkungan kerja sekolah

Report

Motivasi kerja guru


Lingkungan kerja sekolah Mean N Std. Deviation
1.5 2.600 4 .8124
1.6 2.700 4 .8124
1.8 3.275 4 1.0210
1.9 3.375 4 1.0210
2.0 2.571 7 .7088
2.1 2.600 6 .7483
2.3 2.529 7 .7017
2.4 2.500 6 .6723
2.5 2.950 6 .7609
2.6 2.940 5 .7956
2.8 3.025 8 .6819
2.9 3.014 7 .6543
3.0 2.864 11 .7514
3.1 2.900 8 .8194
3.3 2.822 9 .7102
3.4 2.900 8 .7559
3.5 3.050 12 .6502
3.6 3.064 11 .6054
3.8 3.380 10 .6233
3.9 3.538 8 .5999
4.0 3.475 8 .4833
4.1 3.550 6 .3146
4.3 3.625 4 .4787
4.4 3.725 4 .4787
Total 3.030 167 .7261
159

ANOVA Table

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Motivasi kerja guru * Between (Combined) 18.820 23 .818 1.703 .032
Lingkungan kerja sekolah Groups Linearity 10.218 1 10.218 21.266 .000
Deviation from Linearity 8.602 22 .391 .814 .705
Within Groups 68.710 143 .480
Total 87.530 166

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared


Motivasi kerja guru *
.342 .117 .464 .215
Lingkungan kerja sekolah

D3. Menguji Homogenitas

Oneway
Test of Homogeneity of Variances

Motivasi kerja guru


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.896 23 143 .603

ANOVA

Motivasi kerja guru


Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 18.820 23 .818 1.703 .032
Within Groups 68.710 143 .480
Total 87.530 166
160

D4. Menguji Normalitas

NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Standardized
Residual
N 167
Normal Parameters a,b Mean .0000000
Std. Deviation .99698340
Most Extreme Absolute .054
Differences Positive .046
Negative -.054
Kolmogorov-Smirnov Z .693
Asymp. Sig. (2-tailed) .723
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

D5. Membuat Diagram Pencar

Interactive Graph
161

5.0
Linear Regression
Motivasi kerja guru = 2.04 + 0.32 * x2
 
R-Square = 0.12   
   
   
4.0      
       
    
Motivasi kerja guru

     
     
      
    
     
3.0      
      
   
    
    
     
   
   
2.0    
   

1.0

0.0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

Lingkungan kerja sekolah

E. REGRESI X2 TERHADAP X1

E1. Mencari Persamaan Regresi

Regression
Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Gaya
kepemimp
inan . Enter
kepala a
sekolah
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Lingkungan kerja sekolah
162

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .206a .042 .037 .7570
a. Predictors: (Constant), Gaya kepemimpinan kepala
sekolah
b. Dependent Variable: Lingkungan kerja sekolah

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.192 1 4.192 7.315 .008a
Residual 94.547 165 .573
Total 98.739 166
a. Predictors: (Constant), Gaya kepemimpinan kepala sekolah
b. Dependent Variable: Lingkungan kerja sekolah

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2.357 .268 8.784 .000
Gaya kepemimpinan
.239 .089 .206 2.705 .008
kepala sekolah
a. Dependent Variable: Lingkungan kerja sekolah

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N


Predicted Value 2.716 3.411 3.065 .1589 167
Residual -1.767 1.301 .000 .7547 167
Std. Predicted Value -2.197 2.174 .000 1.000 167
Std. Residual -2.334 1.718 .000 .997 167
a. Dependent Variable: Lingkungan kerja sekolah

E2. Menguji Linearitas

Means
163

Case Processing Summary

Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
Lingkungan kerja sekolah
* Gaya kepemimpinan 167 100.0% 0 .0% 167 100.0%
kepala sekolah

Report

Lingkungan kerja sekolah


Gaya kepemimpinan Mean N Std. Deviation
kepala sekolah
1.5 3.150 2 .9192
1.6 2.600 1 .
1.8 2.880 5 .8136
1.9 2.633 3 .9292
2.0 2.563 8 .8210
2.1 2.467 6 .6861
2.3 2.489 9 .6585
2.4 2.650 8 .6761
2.5 3.111 9 .5465
2.6 3.250 8 .5707
2.8 3.042 12 .7217
2.9 3.055 11 .6876
3.0 3.400 10 .6749
3.1 3.500 10 .6749
3.3 3.350 12 .7000
3.4 3.482 11 .7250
3.5 3.411 9 .8358
3.6 3.463 8 .8798
3.8 2.775 8 .9146
3.9 2.914 7 .9805
4.0 2.850 4 .8226
4.1 2.900 3 1.0000
4.3 3.000 2 .0000
4.4 3.100 1 .
Total 3.065 167 .7712

ANOVA Table

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Lingkungan kerja sekolah Between (Combined) 19.145 23 .832 1.495 .081
* Gaya kepemimpinan Groups Linearity 4.192 1 4.192 7.531 .007
kepala sekolah Deviation from Linearity 14.953 22 .680 1.221 .239
Within Groups 79.594 143 .557
Total 98.739 166

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared


Lingkungan kerja sekolah
* Gaya kepemimpinan .206 .042 .440 .194
kepala sekolah
164

E2. Menguji Homogenitas

Oneway
Test of Homogeneity of Variances

Lingkungan kerja sekolah


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.479 21 143 .974

ANOVA

Lingkungan kerja sekolah


Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 19.145 23 .832 1.495 .081
Within Groups 79.594 143 .557
Total 98.739 166

E4. Menguji Normalitas

NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Standardized
Residual
N 167
Normal Parameters a,b Mean .0000000
Std. Deviation .99698340
Most Extreme Absolute .095
Differences Positive .049
Negative -.095
Kolmogorov-Smirnov Z 1.228
Asymp. Sig. (2-tailed) .098
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
165

E5. Membuat Diagram Pencar

Interactive Graph

5.0
Linear Regression
Lingkungan kerja sekolah = 2.36 + 0.24 * x1
R-Square = 0.04 




  
    
4.0
Lingkungan kerja sekolah

    
     
     
      
      
      
      
       
3.0      
      
  
  
   
   
  
  
2.0    
   
   
   

1.0

0.0
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

Gaya kepemimpinan kepala sekolah


166

F. REGRESI X3 TERHADAP X1 DAN X2

Regression
Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Lingkunga
n kerja
sekolah,
Gaya
. Enter
kepemimp
inan
kepala a
sekolah
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .669a .448 .441 .5429
a. Predictors: (Constant), Lingkungan kerja sekolah,
Gaya kepemimpinan kepala sekolah

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 39.194 2 19.597 66.490 .000a
Residual 48.337 164 .295
Total 87.530 166
a. Predictors: (Constant), Lingkungan kerja sekolah, Gaya kepemimpinan kepala
sekolah
b. Dependent Variable: Motivasi kerja guru

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .491 .233 2.104 .037
Gaya kepemimpinan
.643 .065 .588 9.915 .000
kepala sekolah
Lingkungan kerja sekolah .208 .056 .221 3.719 .000
a. Dependent Variable: Motivasi kerja guru
167

LAMPIRAN 5: TABEL STATISTIK

TABEL F
168

LAMPIRAN 6: PERIZINAN
169

LAMPIRAN 7: RIWAYAT HIDUP

You might also like