You are on page 1of 9

c c

   

      

 Pada masa sekarang kejahatan di Indonesia semakin tahun semakin

meningkat, sehingga dalam penyelesaian kasus kejahatan yang berkaitan dengan

kejiwaan (Psikologi) dari sipelaku sangat di perlukan untuk mengetahui faktor-

faktor apa saja yang menyebabkan pelaku tersebut melakukan kejahatan.

Setiap orang yang melakukan suatu kejahatan bukan hanya karena

masalah ekonomi atau masalah keluarganya, tetapi ada juga pengaruh-pengaruh

dari dalam diri atau kejiwaan orang tersebut yang melakukan kejahatan yang

biasanya memang sulit untuk di buktikan dengan para aparat penegak hukum

kecuali dengan bantuan psikologi forensik

Faktor psikologi seseorang bisa mempengaruhi orang melakukan

kejahatan, salah satu contoh adalah Psikopat, sehingga apabila dalam penjatuhan

hukuman, seseorang bisa lebih ringan di jatuhi hukuman tersebut. Di dunia hukum

psikologi forensik sangat lah di perlukan tetapi status psikologi forensik beberapa

tahun belakangan tidak di akui karena perbedaan antara dunia psikologi dan dunia

hukum.

Psikologi forensik sebenarnya dalam dunia hukum sangat penting,

terutama dalam kepolisian, pengadilan dan lembaga permasyarakatan tetapi

kurang dikenal baik di kalangan psikologi dan dunia hukum.


¢     

Dari latar belakang maslah di atas maka dengan ini masalah yang ingin di tulis

oleh penulis adalah sebagai berikut:

1.

2. Bagaimanakah tugas psikologi forensik dalam proses peradilan pidana di

Indonesia ?
c c

c   

   

G     
  
    


mendefinisikan psikologi forensik sebagai semua bentuk layanan psikologi yang

dilakukan di dalam hukum. Luasnya bidang psikologi forensik dan penggunaan

istilah yang beragam membuat seringkali masyarakat menjadi bingung akan tugas

psikolog forensik serta istilah yang paling tepat digunakan. Ada yang

menggunakan istilah  


   
  
    

   


. Meliala (2008) menyatakan psikologi forensik

merupakan istilah yang dapat memayungi luasnya cakupan keilmuan psikologi

forensik. Komunitas psikologi forensik di Indonesia juga menyepakati istilah

psikologi forensik dengan membentuk komunitas minat di bawah HIMPSI dengan

nama Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR).

¢   

Psikolog forensik adalah psikolog yang mengaplikasikan ilmunya untuk

membantu penyelesaian masalah hukum. Di Indonesia, profesi psikolog forensik

masih kurang dikenal, baik di kalangan psikolog maupun di kalangan aparat

hukum.

Tugas psikolog forensik pada proses peradilan pidana adalah membantu

pada saat pemeriksaan di kepolisian, di kejaksaan, di pengadilan maupun ketika


terpidana berada di lembaga pemasyarakatan. Gerak psikolog dalam peradilan

terbatas dibanding dengan ahli hukum. Psikolog dapat masuk dalam peradilan

sebagai saksi ahli (UU RI nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP). Oleh karena itu

diperlukan promosi kepada bidang hukum akan pentingnya psikologi dalam

permasalahan hukum, sehingga dalam kasus-kasus pidana, ahli hukum

mengundang psikologi. Tanpa undangan aparat hukum, maka psikologi akan tetap

berada di luar sistem dan kebanyakan menjadi ilmuwan, dan bukan sebagai

praktisi psikolog forensik.

Inti kompetensi psikolog adalah asesmen, intervensi, dan prevensi. Yang

membedakan psikolog forensik dengan psikolog lainnya adalah konteks tempat ia

bekerja. Psikolog forensik menerapkan kompetensi asesmen, intervensi, dan

prevensinya dalam konteks permasalahan hukum.

   !

Berikut akan dipaparkan beberapa tugas psikolog forensik di setiap tahap proses

peradilan pidana.

"  


 #   .

   bertujuan agar pelaku mengakui kesalahannya. Teknik

lama yang digunakan polisi adalah dengan melakukan kekerasan fisik,

teknik ini banyak mendapatkan kecaman karena orang yang tidak bersalah

dapat mengakui kesalahan akibat tidak tahan akan kekerasan fisik yang
diterimanya. Teknik interogasi dengan menggunakan teori psikologi dapat

digunakan misalnya dengan teknik maksimalisasi dan minimalisasi (Kassin

& McNall dalam Constanzo, 2006). Psikolog forensik dapat memberi

pelatihan kepada polisi tentang teknik interogasi yang menggunakan prinsip

psikologi.

D
 
 dapat disusun dengan bantuan teori psikologi.

Psikolog forensik dapat membantu polisi melacak pelaku dengan

menyusun profil kriminal pelaku. Misal pada kasus teroris dapat disusun


 
 dari teroris, yang berguna dalam langkah penyidikan di

kepolisian maupun masukan bagi hakim (misalnya apakah tepat teroris

dihukum mati atau hanya seumur hidup).

Psikolog forensik juga dapat membantu polisi dengan melakukan

asesmen untuk memberikan gambaran tentang kondisi mental pelaku.

¢  # " 

Beberapa kasus dengan trauma yang berat menolak untuk

menceritakan kejadian yang dialaminya. Psikolog forensik dapat

membantu polisi dalam melakukan penggalian informasi terhadap korban,

misal pada anak-anak atau wanita korban kekerasan dibutuhkan

keterampilan agar korban merasa nyaman dan terbuka. Penggalian korban

perkosaan pada anak yang masih sangat belia dapat digunakan alat bantu

boneka (Probowati, 2005).


Psikolog forensik dapat melakukan otopsi psikologi. Pada kasus di

Malang ketika seorang ibu yang membunuh 4 anaknya dan ia bunuh diri.

Seorang psikolog dapat menyusun otopsi psikologis berdasarkan sumber

bukti tidak langsung yaitu catatan yang ditinggalkan oleh almarhum, data

yang diperoleh dari teman, keluarga korban atau teman kerja. Tujuan

otopsi psikologi adalah merekonstruksi keadaan emosional, kepribadian,

pikiran, dan gaya hidup almarhum. Otopsi psikologi akan membantu polisi

dalam menyimpulkan kemungkinan korban dibunuh atau bunuh diri.

  #   

Proses peradilan pidana tergantung pada hasil investigasi trehadap

saksi, karena baik polisi, jaksa dan hakim tidak melihat langsung kejadian

perkara. Penelitian menemukan hakim dan juri di Amerika menaruh

kepercayaan 90 % terhadap pernyataan saksi, padahal banyak penelitian

yang membuktikan bahwa kesaksian yang diberikan saksi banyak yang

bias. Diperlukan teknik investigasi saksi yang tepat a.l: teknik hipnosis dan

wawancara kognitif.

Teknik hipnosis digunakan ketika informasi tentang suatu kejadian

tidak ada kemajuan yang berarti atau pada Saksi/korban yang emosional

(malu, marah) dan menghilangkan memorinya. Dengan teknik hipnosis, ia

merasa bebas dan dapat memunculkan ingatannya kembali.

Wawancara kognitif merupakan teknik yang diciptakan oleh Ron

Fisher dan Edward Geiselman tahun 1992. Tujuannya adalah untuk


meningkatkan proses 
yang akan meningkatkan kuantitas dan

kualitas informasi dengan cara membuat saksi/korban merasa relaks, dan

kooperatif. Geiselman menemukan bahwa teknik wawancara kognitif

menghasilkan 25-35 % lebih banyak dan akurat dibanding teknik

wawancara standar kepolisian. Psikolog forensik dapat melakukan

pelatihan teknik investigasi saksi pada polisi.

  # 

Peran psikolog forensik dalam peradilan pidana di pengadilan, dapat

sebagai saksi ahli, bagi korban (misal kasus KDRT, kasus dengan korban anak-

anakseperti perkosaan,dan penculikan anak), dan bagi pelaku dengan

permasalahan psikologis (misal Mental retarded, pedophilia, dan psikopat).

Psikolog forensik juga dapat bekerja untuk pengacara dalam memberikan

masukan terkait dengan jawaban-jawaban yang harus diberikan kliennya agar

tampak meyakinkan. Sebelum persidangan yang sesungguhnya, psikolog

merancang kalimat, ekspresi dan gaya yang akan ditampilkan terdakwa agar ia

tidak mendapat hukuman yang berat.

$     %   

Psikolog sangat dibutuhkan di Lapas. Banyak kasus psikologi yang terjadi

pada narapidana maupun petugas lapas. Misal pada kasus percobaan bunuh diri

narapidana tidak tertangani secara baik karena tidak setiap lapas memiliki

psikolog. Pemahaman petugas lapas kurang baik terkait dengan rehabilitasi

psikologis sehingga mereka seringkali memberikan hukuman dengan tujuan dapat


mengurangi perilaku negatif narapidana (seperti berkelahi, berbohong). Psikolog

forensik dibutuhkan dalam rangka melakukan asesmen dan intervensi psikologis

pada narapidana.

Guna dapat menjalankan peran sebagai psikolog forensik, seorang

psikolog perlu menguasai pengetahuan psikologi dan hukum, serta memiliki

ketrampilan sebagai psikolog forensik. Psikologi forensik sebenarnya merupakan

perpaduan dari psikologi klinis, psikologi perkembangan, psikologi sosial dan

psikologi kognitif. Psikolog forensik memiliki keahlian yang lebih spesifik

dibanding psikolog umum. Misalnya di Lapas, dibutuhkan kemampuan terapi

(psikologi klinis) yang khusus permasalahan kriminal. Di kepolisian dibutuhkan

asesmen yang khusus pada individu pelaku kriminal. Dalam penggalian kesaksian

dibutuhkan pemahaman psikologi kognitif. Pada penanganan pelaku/korban/saksi

anak-anak dibutuhkan pemahaman psikologi perkembangan. Dalam menjelaskan

relasi sosial antara hakim, pengacara, saksi, terdakwa dibutuhkan kemampuan

psikologi sosial. Pada saat ini, banyak psikolog yang sudah terlibat sebagai

psikolog forensik, namun tidak adanya standar yang jelas membuat psikolog yang

terjun di kegiatan forensik menjalankan sesuai dengan pertimbangannya masing-

masing. Hal ini berdampak pada penilaian pelaku hukum dan masyarakat yang

menjadi bingung dan tidak memahami kinerja psikolog forensik yang beragam.

Untuk itulah dibutuhkan suatu asosiasi yang menjadi perekat bagi psikolog yang

berminat pada psikologi forensik. HIMPSI sudah membuat asosiasi itu yaitu

APSIFOR (Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia).


c c



"  

üadi, di dalam dunia hukum psikologi forensik sangatlah penting, terutama dalam

praktik peradilan. Psikologi forensik membantu aparat penegak hukum dalam

mencari kebenaran

You might also like