You are on page 1of 8

KONFLIK GAK SELALU JADI MOMOK MENGERIKAN

Dalam keseharian kita sering kali dihadapkan pada beragam perpedaan, baik perbedaan
pendapat maupun perbedaan kepentingan, dan seringkali perbedaan itu saling
berbenturan hingga terjadilah konflik.

.Konflik menjadi bagian yang terpisahkan sejak jaman Adam disurga hingga harus turun
kebumi sebagai sebuah konsekwensi dari konflik keinginan dan kehendak Tuhan,
demikian konflik hadir mengawali sejarah kehidupan manusia, bahkan jauh sebelum
manusia diciptakan telah terjadi perbedaan persepsi dan keinginan diantara Tuhan,
malaikat dan syetan tentang existensi manusia kelak,sehingga kita harus mengangap
konflik sebagai sesuatu yang alamiah dan selalu ada, olehnya itu sepatutnya kita mampu
mengendalikan konflik dan mengarahkanya kearah yang lebih positif dan tidak
menjadikanya sebagai momok yang mengerikan tetapi sebagai moment yang harus
disikapi dan dihadapi bijak.

Konflik harus dikelola secara profesional dengan misi penyelesaian yang jelas mengarah
kepada hal yang positif melalui pendekatan win - win solution, ada beberapa langkah
yang dapat ditempuh dalam mengantisipasi konflik yaitu :

Pertama Identifikasi konflik yang ada Dengan demikian, kita mampu mengklasifikasikan
peristiwa dan mengidentifikasikan masalah yang ada, mengetahui faktor penyebab
konflik dan orang - orang yang terlibat didalamnya, sehingga memungkinkan untuk
mengakomodasi dan maminimalisir resiko yang akan dihadapi terhadap pengambilan
keputusan.

Kedua,Tentukan Langkah Visi dan Misi yang akan dicapai terhadap Konflik
tersebut.dengan memiliki visi misi yang akan dicapai memungkinkan kita mempunyai
tujuan dan arah yang jelas terhadap langkah yang akan disusun guna menyelesaikan
konflik, sehingga konflik dapat terselesaikan sesuai dengan visi dan misi yang hendak
dicapai.

Ketiga,buat peta konflik dan lakukan perencanaan Aksi yang akan dilakukan berdasarkan
identifikasi masalah dan visi misi yang akan dicapai. Dr. William Hendricks,
memberikan beberapa model penyelesaian konflik yaitu:

1. Model penyelesaian konflik dengan mempersatukan (Integrating)


2. Model penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu (obliging)
3. Model penyelesaian konflik dengan mendominasi (dominating)
4. Model penyelesaian konflik dengan menghindar (avoiding)
5. Model penyelesaian konflik dengan kompromis (compromising)

Keempat, awasi konflik apakah konflik tersebut berjalan kearah yang lebih baik atau
sesuai skenario konflik yang diharapkan, lakukan peminilisasaian konflik sesuai dengan
plan yang di rencanakan. hingga konflik tersebut benar - benar reda.
Kelima, Tahap Penyelesaian, selesaikan konflik melalui komunikasi yang baik, usahakan
semua pihak merasa menang sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Berpikir Menang-Menang merupakan sikap hidup, suatu kerangka berpikir yang


menyatakan : “Saya dapat menang, dan demikian juga Anda, kita bisa menang”. Berpikir
Menang-Menang merupakan dasar untuk dapat hidup berdampingan dengan orang lain.
Berpikir Menang-Menang dimulai dengan kepercayaan bahwa kita adalah setara, tidak
ada yang di bawah ataupun di atas orang lain. Hidup bukanlah kompetisi. Mungkin kita
memang menjumpai bahwa dunia bisnis, sekolah, keluarga, olah raga adalah dunia yang
penuh kompetisi, tetapi sebenarnya kita sendirilah yang menciptakan dunia kompetisi.
Hidup sebenarnya adalah relasi dengan orang lain. Berpikir Menang-Menang bukanlah
berpikir tentang Menang-Kalah, Kalah-Menang, atau pun Kalah –Kalah.

PENYELESAIAN KONFLIK

Pengertian Konflik
Para pakar ilmu perilaku organisasi, memang banyak yang memberikan definisi tentang
konflik. Robbins, salah seorang dari mereka merumuskan Konflik sebagai : “sebuah
proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha
yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang
menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang
diinginkan atau merealisasi minatnya”. Dengan demikian yang dimaksud dengan Konflik
adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan
sejenisnya adalah salah satu manifestasinya.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap sebagai “ada” oleh
fihak-fihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu ada atau
tidak ada, adalah masalah “persepsi” dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari
bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada.
Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata
tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat
dianggap sebagai “bernuansa konflik” ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena
nggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya, setiap kita
membahas konflik dalam organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain,
“oposisi” (lawan), “kelangkaan”, dan “blokade”.
Di asumsikan pula bahwa ada dua fihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak
saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi,
kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas.
Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha
memperoleh semberdaya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong
perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama.
Fihak-fihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini
terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi “konflik”. Bila kita
mempersempit lingkungan organisasi maka dua orang pakar penulis dari Amerika Serikat
yaitu, Cathy A Constantino, dan Chistina Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata
yang lebih sederhana, bahwa konflik pada dasarnya adalah: “sebuah proses
mengekspresikan ketidak puasan, ketidak setujuan, atau harapan-harapan yang tidak
terealisasi”. Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada
dasarnya adalah sebuah proses.
Berbagai Bentuk Manifestasi Konflik.
Konflik yang terjadi dalam masyarakat ata dalam sebuah organisasi dapat bermanifestasi
dalam berbagai bentuk atau cara :
a) Perselisihan (Dispute): bagi kebanyakan orang awam, kata konflik biasanya
diasosiasikan dengan “dispute” yaitu “perselisihan” tetapi, dalam konteks ilmu perilaku
organisasi, “perselisihan” sebenarnya sudah merupakan salah satu dari banyak bentuk
produk dari konflik.Dispute atau perselisihan adalah salah satu produk konflik yang
paling mudah terlihat dan dapat berbentuk protes (grievances), tindakan indispliner,
keluhan (complaints), unjuk rasa ramai-ramai , tindakan pemaksaan (pemblokiran,
penyanderaan, dsb.), tuntutan ataupun masih bersifat ancaman atau pemogokan baik
antara fihak internal organisasi ataupun dengan fihak luar adalah tanda-tanda konflik
yang tidak terselesaikan.
b) Kompetisi (persaingan) yang tidak sehat. Persaingan sebenarnya tidak sama dengan
konflik. Persaingan seperti misalnya dalam pertandingan atletik mengikuti aturan main
yang jelas dan ketat. Semua pihak yang bersaing berusaha memperoleh apa yang
diinginkan tanpa di jegal oleh pihak lain. Adanya persaingan yang sangat keras dengan
wasit yang tegas dan adil, yang dapat menjurus kepada perilaku dan tindakan yang
bersifat menjegal yang lain.
c) Sabotase adalah salah satu bentuk produk konflik yang tidak dapat diduga sebelumnya.
Sabotase seringkali digunakan dalam permainan politik dalam internal organisasi atau
dengan pihak eksternal yang dapat menjebak pihak lain. Misalnya saja satu pihak
mengatakan tidak apa-ap, tidak mengeluh, tetapi tiba-tiba mengajukan tuntutan ganti rugi
miliaran rupiah melalui pengadilan.
d) Insfisiensi/Produktivitas Yang Rendah. Apa yang terjadi adalah salah satu fihak
(biasanya fihak pekerja) dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang berakibat
menurunkan produktivitas dengan cara memperlambat kerja (slow-down), mengurangi
output, melambatkan pengiriman, dll. Ini adalah salah satu dari bentuk konflik yang
tersembunyi (hidden conflic) dimana salah satu fihak menunjukan sikapnya secara tidak
terbuka.
e) Penurunan Moril (Low Morale). Penurunan moril dicerminkan dalam menurunnya
gairah kerja, meningkatnya tingkat kemangkiran, sakit, penurunan moril adalah juga
merupakan salah satu dari produk konflik tersembunyi dalam situasi ini salah satu fihak,
biasanya pekerja, merasa takut untuk secara terang-terangan untuk memprotes fihak lain
sehingga elakukan tindakan-tindakan tersembunyi pula.
f) Menahan/Menyembunyikan Informasi. Dalam banyak organisasi informasi adalah
salah satu sumberdaya yang sangat penting dan identik dengan kekuasaan (power).
Dengan demikian maka penahanan/penyembunyian informasi adalah identik dengan
kemampuan mengendalikan kekuasaan tersebut. tindakan-tindakan seperti ini
menunjukkan adanya konflik tersembunyi dan ketidak percayaan (distrust).
Manajemen Konflik Yang Efektif
Manajemen konflik dimaksudkan sebagai sebuah proses terpadu (intergrated)
menyeluruh untuk menetapkan tujuan organisasi dalam penanganan konflik, menetapkan
cara-cara mencegahnya program-program dan tindakan sebagai tersebut maka dapat
ditekankan empat hal :
a) Pertama, manajemen konflik sangat terkait dengan visi, strategi dan sistem nilai/kultur
organisasi manajemen konflik yang diterapkan akan terkait erat dengan ketiga hal
tersebut.
b) Kedua, menajemen konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usaha pencegahan.
Bila fokus perhatian hanya ditujukan pada pencarian solusi-solusi untuk setiap konflik
yang muncul, maka usaha itu adalah usaha penanganan konflik, bukan manajemen
konflik.
c) Ketiga, sistem manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate wide) dan
mengingat semua jajaran dalam organisasi. Adalah sia-sia bila sistem manajemen konflik
yang diterapkan hanya untuk bidang Sumberdaya Manusia saja misalnya.
d) Keempat, semua rencana tindakan dan program-program dalam sistem manajemen
konflik juga akan bersifat pencegahan dan bila perlu penanganan. Dengan demikian maka
semua program akan mencakup edukasi, pelatihan dan program sosialisasi lainnya

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK

Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah
kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam
dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :

1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan
yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang
memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha
memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok
damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok
berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi
dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan
penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Penyelesaian konflik bisnis dengan mediasi

tulisan ini sudah diterbitkan di harian waspada pada halaman bisnis &
ekonomi, tanggal 15 september 2008

ALAM reformasi yang begitu derasnya merambah semua bidang, sedikit membawa
euphoria dan kelatahan beregu. Artinya, semua orang semakin berani menyuarakan
haknya dan semakin berani mengatakan hal yang tidak ia sukai. Keberanian itu kadang
terasa kebablasan sehingga cara penyampaian seringkali tidak lagi menggunakan kaedah
norma dan sopan santun ketimuran yang selama ini dianut bersama.
Keberanian yang dirasakan orang-orang di jaman demokrasi ini terkadang masih
membawa semangat bar-bar yang secara primitive masih tersimpan di dalam pikiran
kotor kita. Kini orang-orang tidak lagi takut merampas hak orang lain, tidak takut lagi
berhutang, tidak takut ingkar janji, dan tidak lagi malu jika ditagih, bahkan berani
melawan sekalipun jelas mereka bersalah. Kini orang tak lagi mendahulukan kepentingan
bersama selama kepentingan pribadinya belum terpenuhi.
Asal budaya latah inilah yang pada akhirnya menyirami benih-benih permusuhan serta
konflik dalam kehidupan bisnis kita. Catatan perseteruan orang-orang antar bagian di
semua lembaga bisnis semakin banyak. Konflik kepegawaian yang berlanjut hingga meja
hijau juga semakin banyak. Konflik hutang-piutang yang melelahkan juga tidak sedikit.
Terlepas dari bentuk-bentuk konflik bisnis yang terjadi, saya kini melihat betapa
pentingnya fungsi mediasi untuk menyelesaikan konflik tersebut dan memulihkan
kembali hubungan di lingkup bisnis tersebut.

Pentingnya mediasi
Mediasi biasanya cekup efektif menyelesaikan permasalahan, karena masalah terbesar
dalam dunia kerja dan bisnis adalah masalah manusianya, baik dari persepsi, ucapan dan
tindakannya. Faktor manusia inilah yang biasanya akan memicu perbedaan. Perbedaan
itulah yang berujung kepada konflik.
Mekanisme formal, biasanya tidak diiringi dengan kelegaan hati dan itu berarti tiap hari
adalah sambungan dari konflik yang sudah terjadi. Terus menerus, beranak cucu dan
menular.
Konflik selalu berbiaya, menelan stress, membuang waktu, membuang energi dan
menurunkan produktifitas. Konflik mengalihkan fokus perhatian kepada hal-hal negatif
dan membiarkan yang positif. Iklim bisnis dan kerja akan menjadi negatif, mendung,
dingin dan hilang semangat. Jikapun ada semangat, semangat penghancuran saja yang
akan muncul. Konflik yang ditangani dengan efektif bisa sekali berubah menjadi pemicu
peningkatan prestasi dan menghindarkan stagnasi.

Memilih Mediasi
Setiap konflik bisa diselesaikan dengan negosiasi atau musyawarah, dengan mediasi,
dengan arbitrasi atau dengan litigasi.
Dalam tingkatan konflik yang rendah dan atmosfir hubungan masih sejuk, musyawarah
atau negosiasi biasanya menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang bagus bagi semua
pihak yang terlibat. Prosesnya disepakatai oleh pihak-pihak yang terlibat dan dalam
konflik tersebut.
Arbitrasi melibatkan arbiter walaupun dengan pola yang relatif informal. Mereka
biasanya adalah para ahli yang independen dan netral. Prosesnya seperti studi oleh pihak-
pihak yang terkait dan akhirnya arbiter memutuskan untuk semua pihak. Keputusan bisa
dilakukan dengan kompromi antara yang diinginkan oleh pihak-pihal yang terlibat
konflik berdasarkan bukti dan penilaian teknis.
Ligitasi bermuara kepada mekanisme hukum formal. Yang mengambil keputusan adalah
hakim melalui persidangan meja hijau. Tingkat fomalitas legalnya sangat tinggi. Jika ada
pihak-pihak lain yang telibat, kapasitasnya sebagi penasihat dan menghilangkan situasi
oposisi. Tipe hasil yang muncul adalah menang atau kalah berdasarkan preseden legal
dan pertimbangan bukti-bukti.
Sedangkan mediasi posesnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat konflik dengan
bimbingan seorang mediator. Beda madiator dengan perantara yang lain adalah bahwa
mediator bersifat seperti fasilitator, independen dan netral tetapi tetap tegas walaupun
secara informal bersama pihak yang berkonflik. Sebagai fasilitator, mediator
berpartisipasi penuh dalam proses pengambilan keputusan. Tipe hasil yang diharapkan
muncul dengan mediasi adalah keputusan yang diatahkan kepada penerimaan bersama
dan saling menguntungkan .
Karena sifatnya yang informal, mediasi cenderung labih murah, mudah, singkat dan
efektif. Karena itulah banyak perusahaan yang menggunakan jasa mediator untuk
keperluan penyelesaian konflik-konfliknya.
Kini banyak perusahaan menggunakan jasa mediator seperti perusahaan asuransi dan
perbankan yang terlibat konflik transaksi. Bukan hanya itu, konflik perceraian saja sudah
banyak yang tidak lagi menggunakan jasa pengacara. Jasa mediator dianggap lebih
santun, lunak, murah dan cenderung dianggap menjaga martabat.
Konflik yang pas dimediasi
Tidak semua konflik memang tepat dilakukan dengan mediasi. Tetapi konsep mediasi
akan sukses manakala kedua belah pihak yang berkonflik sepakat untuk mencoba
pendekatan mediasi sebagai solusinya. Keduabelah pihak memiliki masalah yang benar-
benar ingin mereka selesaikan dengan cepat.
Lalu masalah yang mereka hadapi berada dalam kendai keduanya, artinya mereka bukan
sekadar korban atas sebuah situasi yang diluar jangkauan kekuasaan mereka dan ada
keseimbangan wewenang antar keduanya. Mediasi menjadi lebih mudah jika memang
ada tuntutan untuk mengambil tindakan segera.
Mediasi menjadi penting ketika keduabelah pihak tidak menghendaki investigasi resmi
dan keduanya menyadari pentingnya solusi yang akan dihasilkan. Adanya kesadaran atas
resiko-resiko serius yang mungkin timbul jika tidak mencoba langkah mediasi.

Tugas Mediator
Dalam hal menyelesaikan konflik, mediator harusnya menstimulasi terjadinya
keterbukaan atas pikiran dan perasaan yang dirasakan oleh semua pihak. Kemudian
mediator merangsang pikiran positif sehingga semua pihak bisa saling mendengar.
Mediator memberikan kesempatan yang sama untuk berkomunikasi, bernegosiasi dan
memikirkan kesempatan yang realistis serta adil kepada semua pihak. Mediator
memastikan terhindarkannya segala bentuk penghujatan, penyalahgunaan, penyimpangan
dan segala perilaku yang menghalangi orang melakukan negosiasi dengan adil.
Mediator tidak berpihak kepada salah satu pihak dan mengambil alih hal mengambil
keputusan bagi pihak-pihak yang terlibat konflik.
Mediator tidak akan menyarankan atau mengatakan apa yang harus anda lakukan.
Mediator akab membantu pihak yang terlibat untuk memikirkan solusi yang bisa
dilakukan. Mediator juga kan menguji kemungkinan hasil hasil, mengklarifikasi apa yang
akan terjadi kemudian, dan memikirkan apa hendaknya yang harus dilakukan jika ada
sesuatu yang salah.
Di susun oleh > Novia Restiana
Mila Nurlala
Nining
Indra Purnama
Putri Indah P
Rahayu Nurtika
Gungun

KEWIRAUSAHAAN

SMK GUNA DARMA NUSANTARA

You might also like