You are on page 1of 8

Olahraga Media Pemersatu Bangsa

PELAIHARI- Olahraga merupakan salah satu jalan untuk dapat menjaga kesehatan dan
kebugaran tubuh.

Dengan latar belakang ini, upaya mengembangkan kegemaran berolahraga di masyarakat jelas
merupakan bagian yang penting dalam keseluruhan pembangunan bangsa.

"Menurut sejarah, keolahragaan di Indonesia merupakan bagian dari perjuangan bangsa,"


ujarnya.

Para pendahulu sangat menyadari, kegiatan olah raga akan cepat mempersatukan dan
merekatkan antar anak bangsa, dari berbagai pulau yang ada di Indonesia. "Maka dari itu,
pembangunan olah raga pada hakikatnya adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya,"
tambah dia.

Mengingat manusia yang sehat jasmani dan rohani akan sanggup melakukan berbagai aktivitas
kehidupan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia. Sementara itu, dia khir
upacara Aad menyerahkan bonus kepada para atlet peraih medali, dalam pekan olahraga pelajar
daerah di Banjarmasin, beberapa waktu lalu.

Bola Pun Dapat Menjadi Alat Pemersatu Bangsa!


Oleh Reva Wibowo (2008)

Di tengah-tengah kehiruk-pikukan sebuah arena futsal di daerah Ampang, Kuala Lumpur, terdengar
nyanyian dari sekelompok anak muda berseragam bola, menggelegar bagaikan koor yang membuat
semua perhatian di tempat itu menoleh ke satu pojok. Bukan, mereka bukan menyanyikan lagu
terbaru Nidji atau Coldplay, melainkan lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya.

Ini merupakan salah satu dari


rangkaian kegiatan acara AUISS Futsal
Competition I, suatu acara olahraga
futsal yang dikhususkan untuk para
mahasiswa Indonesia yang tengah
menempuh jenjang perguruan tinggi
di Malaysia. Bertempat di Sports
Planet Ampang, Kuala Lumpur, acara
ini diikuti oleh dua puluh empat tim
dari berbagai universitas dan
perguruan tinggi di Malaysia,
ditambah dengan tiga tim dari SIK
(Sekolah Indonesia Kuala Lumpur)
Acara ini, yang mempunyai tujuan
utama yaitu untuk membangun rasa
senasib dan sepenanggungan
mahasiswa Indonesia melalui
Acara diawali dengan upacara pembukaan dimana sportivitas, merupakan sebuah acara
yang dibuat oleh para mahasiswa
peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya diikuti Indonesia dari APIIT-UCTI (Asia Pacific
kata sambutan dari ketua Institute of Information Technology-
PPI Malaysia Irfan Syauqi Beik. University College of Technology and
Innovation) sebuah universitas swasta
yang terletak di daerah Bukit Jalil, Kuala Lumpur. Hanya dengan waktu dua minggu dan dengan
dana yang sangat terbatas, tim panitia dari AUISS (APIIT-UCTI Indonesian Students Society) bisa
dikatakan berhasil dalam menciptakan suatu acara yang kondusif tanpa kericuhan dan keributan
yang biasanya sering terjadi di dalam permainan sepak bola di Indonesia seperti yang sering
terjadi.
Kompetisi futsal ini dimulai sejak pukul 11 pagi waktu Malaysia, dengan
pertandingan pertama antara tim D’Bijis 1 dari APIIT melawan tim SIK 2,
dan diakhiri dengan pertandingan final antara D’Bijis 2 dari APIIT melawan
tim dari KDU. Tim KDU memenangi peringkat pertama yang berhadiah
piala bergilir dan uang tunai sementara tim D’Bijis 2 dan tim dari Universiti
Kebangsaan Malaysia (UKM) memenangi peringkat dua dan tiga.Salah
satu bukti kebersamaan dan solidaritas antar mahasiswa Indonesia dapat
terlihat di dalam beberapa tim dimana anggota-anggotanya berasal dari
universitas yang berbeda. Satu tim yang bernama Kebebasan, seperti
contohnya, terdiri dari para mahasiswa dari APIIT dan dua orang
mahasiswa UM (Universiti Malaya). Tidak hanya tim Kebebasan saja yang
terdiri dari mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, beberapa tim
lainnya juga terdiri dari mahasiswa dari kampus yang berbeda.

Acara ini menunjukkan bahwa kesatuan dan persatuan itu merupakan


sesuatu yang tidak sulit untuk ditanamkan kepada rakyat Indonesia,
Ketua AUISS Futsal
terutama bila disalurkan kepada kegiatan yang berguna seperti melalui
acara olah raga, yang selain menjunjung tinggi nilai sportivitas, juga Competition I Gery
mempunyai nilai persatuan yang disalurkan melalui kerja sama tim Andika Putra pun
(teamwork).
turut ikut serta di
dalam kompetisi ini.
lahraga Cermin Persatuan dan Kesatuan

Johan Wahyudi
Borneo Tribune, Pontianak

Dunia olahraga buka merupakan hal asing bagi seluruh masyarakat di dunia, berbagai
macam event olahraga merupakan memiliki visi dan misi mewujudkan persatuan dan
kesatuan, baik antar bangsa maupun perorangan. Maka salah satu cabang olahraga yang
sangat merakyat yaitu sepak bola yang tersimpan falsafah hidup kemasyarakatan.

“Olahraga merupakan alat pemersatu, contohnya sepakbola di mana satu tim yang terdiri
dari sebelas orang, harus menciptakan strategi dan kerja sama tin yang tangguh. Baik dari
pertahanan, pemain tengah dan penyerang untuk menciptakan gol-gol yang indah yang
merupakan tugas bersama. Maka hal tersebut juga dapat dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari, baik di masyarakat, pemerintahan, keamanan, ketahanan, ekonomi, politik,
pertanian dan lain sebagainya,” kata Ketua Pengda PSSI Kabupaten Pontianak, H.
Rahmad Satria, SH, MH, ditemui saat menghadiri Open Turnamen Persikas Mempawah.

Apalagi sepak bola yang banyak mengandung nilai-nilai pendidikan, di mana para
pemain harus bermain dengan Fair Play selama kompetisi berjalan

Perbaiki Olahraga Sekarang


Oleh: Syahnan Rangkuti

Olahraga di beberapa negara di dunia ini dipandang sebagai agama. Olahraga menjadi alat
pemersatu. Olahraga tidak memandang warna kulit dan golongan. Olahraga menjanjikan
kesehatan. Olahraga dapat membuat negara kecil dipandang besar.

Bagaimana dengan olahraga di Indonesia? Sedikit lebih baik dibandingkan dengan kondisi
agama tanpa kitab suci dan pemimpin panutan umat. Perkembangan olahraga di Indonesia
memang tidak liar, tetapi sangat sedikit yang tergolong baik. Sebagian besar lainnya berkembang
semrawut bahkan tidak sedikit bagaikan benang kusut.
Haornas, Momentum Kebangkitan Olah Raga Indonesia
Oleh: IGN Parikesit Widiatedja, S.H., M.Hum.

MOMENTUN peringatan Hari Olah Raga Nasional (Haornas) pada 9 September selayaknya
menjadi bahan renungan bagi semua pihak untuk berpikir kembali mengenai arti penting suatu
kebangkitan olah raga di suatu negara. Ada suatu koreksi positif yang tidak terbantahkan
dengan majunya kegiatan olah raga di suatu negara, yakni meningkatnya rasa kebanggaan dan
persatuan rakyatnya. Dua hal yang selama ini terasa menjauh dari kehidupan masyarakat
Indonesia seiring dengan mandegnya prestasi olah raga di Tanah Air.

Sejak krisis multidimensi melanda Indonesia pada 1997 dan merembet bagai trickle down effect
(kesejahteraan yang menetes ke bawah) di berbagai sektor termasuk olah raga, olah raga
seakan-akan menjadi barang mahal yang tidak penting dan terlupakan. Inilah yang pada
akhirnya mengakibatkan prestasi olah raga nasional di even internasional mengalami proses
degradasi yang tajam. Pada tingkat regional misalnya, sejak pelaksanaan SEA Games 1999
hingga yang terakhir pada 2005 lalu, Indonesia tidak pernah lagi menjadi juara umum bahkan
untuk sekadar meraih posisi tiga besar pun. Mundurnya prestasi olah raga ini juga diikuti
kemunduran sikap mental dan prilaku masyarakat Indonesia. Sikap yang mengabdi dan memuja
pada kepentingan pragmatis dan instant minded (berpikir instan) menjadi faktor dominan saat
ini. Suatu sikap yang sama sekali jauh dari nilai-nilai olah raga sejati.

Menghadapi kenyataan ini, setidaknya terdapat dua permasalahan yang berkaitan dengan
peringatan Haornas sebagai momentum kebangkitan olah raga di Indonesia. Mengapa
kebangkitan olah raga memiliki kontribusi yang positif bagi perubahan sikap mental dan prilaku
masyarakat? Model kebijakan apa yang seharusnya dilakukan pemerintah agar kebangkitan olah
raga tidak menjadi impian semata?.

Arti Penting

Majunya perekonomian suatu negara mungkin hanya dinikmati dan menguntungkan sebagian
pihak, pun dengan majunya politik suatu negara yang bahkan hanya dinikmati golongan-
golongan tertentu saja. Namun, majunya suatu olah raga di suatu negara, maka segenap
rakyatlah yang akan menikmatinya. Inilah yang mungkin menjadi alasan mengapa olah raga
dikatakan dapat meningkatkan rasa kebanggaan dan persatuan suatu rakyat terhadap
bangsanya. Ini didukung pula dengan kenyataan bahwa hanya ada dua peristiwa di mana
bendera Merah Putih berkibar dan lagu kebangsaan dikumandangkan di seluruh dunia, yakni
ketika presiden tiba di suatu negara dan para olah ragawan mempersembahkan medali emas di
even internasional. Suatu kenyataan yang mengindikasikan secara absolut betapa pentingnya
peranan olah raga sebagai alat pemersatu bangsa. Bahkan dalam kasus terakhir, penganiayaan
yang menimpa duta olah raga kita di Malaysia telah menyulut rasa persatuan di setiap
komponen bangsa yang secara responsif mengecam dan mengutuk pelakunya.

Lebih dari itu, olah raga dapat pula meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara umum
karena dalam olah raga terkandung nilai-nilai yang membentuk watak dan jiwa sportivitas,
dedikasi, disiplin, motivasi dan kerja keras. Merujuk pada adagium lama men sana in corpore
sano, bahwa dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat.

Memasuki 2007 ini, prestasi olah raga Indonesia mulai mengalami perkembangan walau masih
sangat lamban.
Penulis mencatat setidaknya terdapat dua momen yang dapat dijadikan sebagai embrio
kebangkitan sejak dua tahun terakhir. Momen pertama adalah terbitnya Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Melalui UU ini diharapkan prestasi olah
raga Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Ini mengingat telah adanya suatu ruang
bagi optimalisasi dan aktualisasi kegiatan olah raga yang dijamin melalui sebuah instrumen
kebijakan sistem olah raga secara lebih terencana, terpadu dan sistematis. Momen selanjutnya
adalah kesuksesan pelaksanaan Piala Asia di Jakarta, Juli lalu. Diakui atau tidak, walau dari
segi prestasi tim sepak bola Indonesia belum mampu berbicara banyak di level Asia, even ini
telah terbukti mampu meningkatkan rasa kebanggaan dan persatuan rakyat Indonesia.

Dua momen tersebut setidaknya menjadi modal penting dalam memicu kebangkitan olah raga
sekaligus sikap mental masyarakat Indonesia. Mengingat konstribusi olah raga yang baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh pada sikap mental dan prilaku
masyarakatnya. Bahkan, olah raga dianggap sebagai nation building instrument (instrumen
pembangunan negara).

Bukti bahwa olah raga dapat mengubah sikap mental dan prilaku masyarakat yang pada
akhirnya menjadi sebuah media pencerdasan bangsa dapat dilihat pada pernyataan konsiderans
UU 3/2005 yang menyebutkan bahwa cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah melalui
instrumen pembangunan nasional di bidang keolahragaan yang merupakan upaya meningkatkan
kualitas hidup manusia Indonesia secara jasmaniah, rohaniah dan sosial dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, makmur sejahtera dan demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Ini didukung pula dengan fungsi keolahragaan nasional untuk mengembangkan
kemampuan jasmani, rohani dan sosial serta membentuk watak dan kepribadian bangsa yang
bermartabat. Hal yang mengindikasikan olah raga dapat pula menumbuhkan sebuah character
building (karakter membangun) bagi Bangsa Indonesia.
Katanya Bola Kita Rusuh Katanya Bola Nggak Bermutu Apapun Yang Terjadi Kami
Tetap Janji, Mendukung Bola Negeri Ini. Politik Berkelahi Saling Caci Maki, Bagi
Kami.. “FOOTBALL FOR UNITY” Itulah sepenggal lagu nawak-nawak Jakmania,
Football for Unity! Suatu impian yang mulia bagi bangsa ini. Sepakbola untuk pemersatu,
demikian harapan besar para pecinta bola Nasional. Sebagai olahraga terfavorit sudah
pantaslah jika sepakbola membawa harapan sedemikian besarnya. Belum lagi kenyataan
bahwa sepakbola mampu merangkul semua lapisan masyarakat. Tetapi sayangnya,
sepakbola Indonesia belum mampu memberikan konstribusi dan harapan tersebut.
Sekedar impian saja boleh, tetapi mungkinkah hal itu bisa terwujud?

Sepakbola, Media Pemersatu Bangsa


By lapantuju

Katanya Bola Kita Rusuh


Katanya Bola Nggak Bermutu
Apapun Yang Terjadi Kami Tetap Janji,
Mendukung Bola Negeri Ini.
Politik Berkelahi Saling Caci Maki,
Bagi Kami.. “FOOTBALL FOR UNITY”

Itulah sepenggal lagu nawak-nawak Jakmania, Football for Unity! Suatu impian yang
mulia bagi bangsa ini. Sepakbola untuk pemersatu, demikian harapan besar para pecinta
bola Nasional. Sebagai olahraga terfavorit sudah pantaslah jika sepakbola membawa
harapan sedemikian besarnya. Belum lagi kenyataan bahwa sepakbola mampu merangkul
semua lapisan masyarakat. Tetapi sayangnya, sepakbola Indonesia belum mampu
memberikan konstribusi dan harapan tersebut. Sekedar impian saja boleh, tetapi
mungkinkah hal itu bisa terwujud?

Tidak bisa kita pungkiri, sebelum menatap dan menuju impian pemersatu, kasus demi
kasus terus terjadi dalam persepakbolaan negeri, tak kunjung usai. Entah itu dari klub,
kelompok suporter dan yang paling ironi kasus yang terjadi dalam tubuh PSSI. Sepak
bola Indonesia sudah parahkah? ataukah hanya retorika dan permainan mereka yang tidak
menginginkan kemajuan sepakbola ditanah air?
Mungkinkah semua karena budaya Indonesia, walau terkenal sebagai negara santun tapi
pada dasarnya suka akan kekerasan, anarki serta korupsi. Masih diawal tahun 2008 saja
jika kita amati dalam persepakbolaan nasional banyak masalah terjadi. Kisruh 8 besar
yang menyeret nama Aremania, semi final di Senayan yang rusuh antara Jakmania dan
Persipuramania menewaskan Fathul Mulyadin seorang Jakmania. Belum selesai, final
Liga Indonesia harus digelar tanpa penonton, ditambah inkonsistensi PSSI dengan
menghilangkan degradasi untuk musim ini.

Dalam dunia politik Indonesia juga tidak kalah panasnya. Aksi demonstrasi disertai
tindakan anarki terjadi mewarnai Pilkada di beberapa daerah, sebut saja di Sulawesi
Selatan. Bentrokan masa juga sering terjadi, di Madiun dua kelompok perguruan pencak
silat kembali tawuran, di Ende NTT Bentrokan antara warga dan tuan tanah
mengakibatkan tiga orang meninggal.

Oknum aparat juga tidak mau kalah, sebagai pengayom masyarakat justru membuat
masyarakat resah. Beberapa waktu lalu di Maluku Tengah, TNI kembali terjadi bentrok
dengan Polisi, bahkan Kantor dinas Mapolres Maluku Tengah rata dengan tanah dan
beberapa rumah dinas Polres dibakar.

Ironi memang, di negeri kita yang katanya “Bhinneka Tunggal Ika”, yang sangat
menjunjung tinggi pluralitas dan egaliter, di dalamnya masih terdapat sendi-sendi
pengganggu dan berusaha merusak tatanan masyarakat madani yang dengan susah payah
dibentuk, walau memang belum sepenuhnya terbentuk.

Hanya sebagai gambaran, bolehlah sepakbola dikatakan sebagai media pemersatu.


Silaturrahmi Suporter ala Aremania kemarin atau Jambore Suporter mempertemukan
banyak kelompok suporter dari seluruh Indonesia. Seperti kita ketahui suporter
merupakan perwakilan suara dari kelompok masyarakat dimana kesebelasan tersebut
berada.

Namun dibalik itu tidak bisa dipungkiri, sepak bola juga memecah kelompok suporter.
Sebut saja Aremania dengan Bonex serta The Jack mania dengan Viking, adalah
gambaran dari kelompok suporter yang selalu bermusuhan, bahkan ada kalangan
mengatakan “musuh abadi”. Setiap kali pertemuan diantara mereka tetap saja gesekan
dan konfrontasi selalu terjadi terutama di “akar rumput” yang sulit mengendalikan diri,
walaupun para koordinator kelompok telah meneken kesepakatan perdamaian.

Aremania sebagai suporter panutan di Indonesia harus memberikan panutan kepada yang
lain. Dikutip dari Buletin Satu Jiwa edisi 17, diakui atupun tidak Arema-Aremania adalah
publik figur bagi kelompok suporter lain di Indonesia. Walaupun nama Aremania sempat
“tercoreng” namun hal tersebut tidak lantas serta merta merusak Aremania, hal ini
terbukti dengan respon insan sepakbola Indonesia pasca kerusuhan Kediri tidak serta
merta “memvonis Aremania” bahkan bersimpati. Sebagai publik figur bukan mustahil
apa yang dilakukan aremania akan dilakukan pula oleh suporter lain.
So..Aremania serta seluruh kelompok suporter Indonesia harus menjadi pionir demi
persatuan bangsa. Kalau bisa lewat bola kenapa tidak?

Salam Satu Jiwa!!

Mennegpora:
PON Erat Hubungannya dengan NKRI

Samarinda – Di tengah situasi dan kondisi Indonesia saat ini, pagelaran PON dapat
dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa. Pasalnya pekan olahraga nasional yang digelar
empat tahun sekali itu diikuti 33 Provinsi. Dengan begitu sudah jelas event nasional yang
cukup bergengsi itu tidak saja untuk meningkatkan prestasi atlet nasional, namun juga
sebagai alat untuk menjunjung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini
Mennegpora Adhyaksa Dault kepada SH di Samarinda, Minggu (6/7). “Berbagai cara
untuk meningkatkan prestasi atlet yang tampil di PON, baik melalui program Garuda
Emas, Indonesia Bangkit dan kini kantor Mennegpora menggulirkan Program Atlet
Andalan (PAL) yang mengacu pada prestasi hingga 2012 mendatang,” kata Adhyaksa.
Lebih jauh Adhyaksa mengatakan, ketiga program pembinaan dan pembibitan tersebut
diharapkan dapat menghasilkan atlet unggulan untuk event internasional seperti SEA
Games, Asian Games maupun Olimpiade. Khusus untuk PAL, pembinaan atlet dilakukan
di zona, yakni, zona Timur dan Barat. ”Kami harapkan ide ini juga dipahami oleh para
pembina di daerah. Dengan begitu, kedua zona ini tidak perlu meributkan soal
perpindahan atlet dari satu daerah ke daerah lain karena semua sudah terbagi dalam zona
yang mengacu pada kepentingan nasionl, bukan kepentingan daerah lagi,” ujarnya.
Adhyaksa juga mengakui pembinaan atlet membutuhkan dana cukup besar. Kendala ini
bisa ditanggulangi bila Kantor Mennegpora berubah status menjadi Departemen
Olahraga. Karena dengan adanya perubahan status itu sudah jelas pembiayaan dunia
olahraga dapat didukung minimal 11 Departemen lain seperti yang ada di Malaysia dan
Singapura. Pendanaan olahraga dari APBN saat ini hanya Rp 500 miliar.
Padahal, departemen lain seperti Depdiknas mendapat jatuh Rp 51 triliun. Bila
Departemen lain juga ikut andil dalam pembinaan olahraga 20 persen dari dana yang
diterima melalui APBN, maka kementrian olahraga tidak perlu mengajukan anggaran
baru, cukup melalui dana bantuan pendukung. Ketika disinggung soal PON XVII Kaltim
yang menghabiskan dana lebih dari Rp 4 triliun, Adhyaksa menilai hal itu wajar karena
untuk pembangunan venue-venue dan stadion utama diperlukan biaya besar. ”Yang
penting, tuan rumah mampu menopang seluruh biaya dan menjadi tuan rumah yang
baik,” imbuhnya.
Meski sebelumnya kemampuan Kaltim menjadi tuan rumah diragukan, kenyataannya
Kaltim mampu menyelesaikan semua tempat pertandingan untuk 43 cabang olahraga.
”Ini sebuah tekad dan prestasi yang layak dihargai,” kata Adhyaksa. Kendati begitu, ia
mengakui ada sedikit kekurangan seperti sulitnya mendapatkan data mutakhir.
”Kejadian seperti ini tidak boleh terulang di PON XVIII di Riau tahun 2012 mendatang.
Untuk itu, kami memanggil Gubernur Riau agar tahun PON 2012 lebih canggih dan tidak
memiliki kendala,” katanya. Ia juga mengaku prihatin dengan keengganan televisi swasta
turut menyebarluaskan berita PON. Padahal, ketika berlangsung Piala Eropa, semua
stasiun seperti berlomba menyiarkannya. (suwarso/

You might also like