You are on page 1of 22

PENGKAJIAN KLIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN


Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses keperawatan
yang sangat menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan.
Tanpa pengkajian yang baik, maka rentetan proses selanjutnya tidak akan
akurat, demikian pula pada pasien dengan gangguan persarafan.
Gangguan persarafan dapat berentang dari sederhana sampai yang
kompleks. Beberapa gangguan persarafan menyebabkan
gangguan/hambatan pada aktifitas hidup sehari-hari bahkan berbahaya.
Komponen utama pengkajian persarafan adalah :
1. Riwayat kesehatan klien secara komprehensif
2. Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan status persarafan
3. Diagnostik test yang berhubungan dengan persarafan baik bersifat
spesifik maupun bersifat umum.

RIWAYAT KESEHATAN
Tujuan diperolehnya riwayat kesehatan klien adalah menentukan
status kesehatan saat ini dan masa lalu dan memperoleh gambaran kapan
mulainya penyakit yang diderita saat ini. Riwayat kesehatan ini meliputi :
data biografi, keluhan utama dan riwayat penyakit saat ini, riwayat
kesehatan masa lalu, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pemeriksaan
sistem tubuh.

Data Biografi :
Termasuk diantaranya adalah identitas klien, sumber informasi (klien
sendiri atau orang terdekat/significant other).

Keluhan utama :
Perawat memperoleh gambaran secara detail pada kondisi yang
utama dialami klien. Memperoleh informasi tentang perkembangan, tanda-
tanda dan gejala-gejala : onset (mulainya), faktor pencetus dan lamanya.
Perlu menentukan kapan mulainya gejala tersebut serta perkembangannya.

Riwayat kesehatan masa lalu :


Mencakup penyakit yang pernah dialami sebelumnya, penyakit
infeksi yang dialami pada masa kanak-kanak, pengobatan, periode perinatal,
tumbuh kembang, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pola hidup.
Penyakit saraf sering mempengaruhi kemampuan fungsi-fungsi tubuh.
Perawat perlu menanyakan perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala,
kejang-kejang, pusing, vertigo, gerakan dan postur tubuh.

Masalah kesehatan utama dan hospitalisasi :


Berbagai penyakit yang berhubungan dengan perubahan akibat
gangguan persarafan misalnya diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kanker,
berbagai penyakit infeksi dan hipertensi. Penyakit hati dan ginjal yang
menahun akan mengakibatkan gangguan metabolisme misalnya gangguan
keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa akan mempengaruhi fungsi
mental.

____________________________________ 44
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
Perawat juga akan memperoleh informasi mengapa klien dirawat di
rumah sakit, kecelakaan atau pembedahan sehubungan dengan sistem
persarafan seperti trauma kepala, kejang, stroke atau luka akibat
kecelakaan.

Pengobatan :
Perawat akan memperoleh informasi sehubungan dengan obat-obatan
yang diperoleh klien. Banyak obat-obat anti alergi dan pilek yang bisa
dikomsumsi dapat mengakibatkan klien mengantuk.
Perawat harus mengkaji obat yang digunakan, jenis obat, efek terapinya,
efek samping yang ditimbulkan dan lamanya digunakan.

Riwayat keluarga :
Perawat akan menanyakan pada keluarga sehubungan dengan
gangguan persarafan guna menentukan faktor-faktor resiko / genetik yang
ada. Misalnya epilepsi, hipertensi, stroke, retardasi mental dan gangguan
psikiatri.

Riwayat psikososial dan pola hidup :


Perawat mengajukan pertanyaan sehubungan faktor psikososial klien
seperti yang berhubungan dengan latar belakang pendidikan, tingkat
penampilan dan perubahan kepribadian. Perawat memperoleh informasi
tentang aktifitas klien sehari-hari. Juga menanyakan adanya perubahan pola
tidur, aktifitas olahraga, hobi dan rekreasi, pekerjaan, stressor yang dialami
dan perhatian terhadap kebutuhan seksual.

PENGKAJIAN NEUROLOGIK BERDASARKAN 11 POLA FUNGSI :


HEALTH PERCEPTION – HEALTH MANAGEMENT
• Apakah klien pernah mengalami ganguan neurologik,
terjatuh/trauma, atau pembedahan; termasuk kejang, stroke, trauma
kepala, trauma spinal; infeksi, tumor, meningitis atau enchepalitis
• Apakah klien pernah mengalami masalah-masalah yang
berhubungan dengan kemampuan pergerakan bagian-bagian tubuhnya.
Uraikan
• Apakah klien dapat berpikir dengan jelas. Uraikan
• Apakah klien memiliki masalah yang berhubungan dengan
penglihatan, pendengaran, pengecapan, atau pembauan
• Jika klien menjawab ya dari pertanyaan ini, bagaimana klien
melakukan/mengatasi permasalahan tersebut
• Apakah klien pernah melakukan tes diagnostik terkait dengan
masalah neurologik, kapan dan untuk apa?
• Apakah klien menjalani pengobatan kejang, sakit kepala, atau
gangguan neurologik lainnya, jenis apa dan dosisnya.
• Apakah klien menggunakan tembakau atau minum alkohol,
jenisnya apa, seberapa banyak, sudah berapa lama?

NUTRITIONAL - METABOLIC
• Tanyakan tentang kebiasaan makan klien selama 24 jam.
Apaka klien makan makanan dari semua golongan makanan atau tidak
adakag makanan pantang bagi klien
• Apakah klien memiliki kesukaran mengunyah atau menelan
____________________________________ 45
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
ELIMINATION
• Apakah klien mengalami perubahan pada kebiasaan b a k atau
bab
• Apakah klien menggunakan laksatif, suppositoria, bantuan
enema, jenis apa dan seberapa sering.
• Apakah klien mampu berjalan ke kamar mandi dengan bantuan
atau tanpa dibantu. Uraikan kebiasaan rutin klien

ACTIVITY – EXERCISE
• Jelaskan jnis aktifitas kliens selama 24 jam
• Apakah klien memiliki kesulitan terhadap keseimbangan,
koordinasi atau berjalan. Apakah klien menggunakan alat bantu jalan
• Apakah klien menaglami kelemahan pada lengan atau kaki
• Apakah klien mampu menggerakkan seluruh bagian tubuhnya
• Jika klien kejang, apakah klien mampu mengidentifikasi faktor
pencetusnya. Bagaimana perasaannya setelah kejang
• Apakah klien memiliki pengalaman tremor/gemetar. Dimana
bagian mana?

SLEEP-REST
• Apakah masalah kesehatan ini memiliki pengaruh terhadap
kemampuan tidur dan isitrahat. Jika demikian, bagaimana ?
• Apakah klien pernah memilki nyeri yang timbul pada malam hari,
Jelaskan
• Uraikan tentang tingkat energi. Apakah tidur dan istirahat
menyimpan kekuatan dan energi

COGNITIVE-PERCEPTUAL
• Uraikan tentang pengalaman sakit kepala klien termasuk frekuensi,
jenis, lokasi dan faktor pencetusnya
• Pernahkah klien merasakan pingsan atau pusing. Pernahkah klien
merasakan berada di ruangan pemintalan
• Apakah klien pernah mengalami perasaan kebas, terbakar atau
perasaan geli. Dimana areanya dan kapan
• Apakah klien pernah mengalami masalah visual seperti penglihatan
ganda, penglihatan seperti dibatasi embun
• Apakah klien pernah mengalami masalah pendegaran
• Apakah klien mengalami perubahan pada pengecapan dan
pembauan
• Apakah klien mneglami kesulitan mengingat

SELF PERCEPTION-SELF CONCEPT


• Bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaanmu
tentang dirimu
• Bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaanmu
tentang hidupmu
• Bagaimanaperasaannmu tentang kelemahan yang mungkin
disebabkan dari masalah neurologik
ROLE-RELATIONSHIP
____________________________________ 46
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
• Adakah riwayat masalah neurologik keluarga seperti alzheimer
disease, tumor otak, epilepsi
• Apakah klien sulit mengekspresikan dirinya.
• Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap perannya dalam
keluarganya. Bagaimana
• Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap interaksi dengan
anggota keluarga yang lain, dengan teman-temannya,
pekerjaannya, dan aktifitas sosialnya
• Apakah maslah neurologik berpengaruh terhadap kemampuan
kerjanya

SEXUALITY-REPRODUCTIVE
• Apakah aktifitas sexual klien mengalami gangguan oleh adanya
masalah neurologik
• Apakah klien pernah menerima informasi tentang cara lain dalam
mengekspresikan aktifitas sexual jika klien mengalami gangguan
neurologik
• Uraikan bagaimana masalah neurologik membuat klien merasakan
dirinya laki–laki atau wanita

COPING-STRESS
• Uraikan apa yang klien lakukan untuk mengatasi stress
• Bagaimana gangguan neurologik mempengaruhi cara klien
mengatasi stress
• Apakah dengan stres yang meningkat semakin memperburuk
masalah neurologik
• Siapa dan apa yang dapat membantu klien dalam mengatasi stres
dengan masalah neurologik

VALUE-BELIEF
• Siapa orang terdekat, praktisian, atau aktifitas apa yang dapat
membantu mengatasi stres dengan gangguan neurologik
• Apa yang dapat klien lihat yang dapat menjadi sumber kekuatan
terbesar saat ini
• Apa yang klien rasakan/percayai untuk waktu mendatang dengan
gangguan neurologik ini

PHYSICAL ASSESMENT:
Abbreviated Neurological Assesment
• Asses LOC (auditory and/tactile stimulus)
• Obtain vital sign (BP, P, R)
• Check pupillary response to light
• Asses strength of hand grip and movement of extremities
• Determine ability to sense touch/pain in ekstremities

PENGKAJIAN FISIK DAN TEST DIAGNOSTIK


Pemeriksan fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi
gangguan fungsi persarafan. Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi
menggunakan refleks hammer.

____________________________________ 47
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
Pemeriksaan pada sistem persarafan secara menyeluruh meliputi : status
mental, komunikasi dan bahasa, pengkajian saraf kranial, respon motorik,
respon sensorik dan tanda-tanda vital.
Secara umum dalam pemeriksaan fisik klien gangguan sistem persarafan,
dilakukan pemeriksaan :

Status mental :
Masalah persarafan sering berpengaruh pada status mental, kadang-kadang
perawat mengalami kesulitan memperoleh riwayat kesehatan yang akurat
langsung dari klien. Status mental, termasuk kemampuan berkomunikasi dan
berbahasa serta tingkat kesadaran dilakukan dengan pemeriksaan Glasgow
Coma Scale (GCS).

Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan.
Tanyakan “kita ada dimana” seperti : nama rumah sakit yang ia tempati,
negara, kota, asal daerah, dan alamat rumah. Berikan point 1 untuk masing-
masing jawaban yang benar

Registration (memori)
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda tersebut
masing-masing dalam waktu 1 detik. Kemudian suruh orang coba untuk
mengulang nama-nama benda yang sudah diperlihatkan. Berikan point 1
untuk masing-masing jawaban benar

Perhatian dan perhitungan


Tanyakan angka mulai angka 100 dengan menghitung mundur. Contoh
angka 100 selalu dikurangi 7. berhenti setelah langkah ke 5.
Untuk orang coba yang tidak bisa menghitung dapat menggunakan kata
yang dieja. Contoh kata JANDA, huruf ke 5, ke 4, ke 3 dst. berikan skor 1
unuk masing-masing jawaban benar

Daya ingat (recall)


Sebutkan tiga benda kemudian suruh Orang coba mengulangi nama benda
tersebut. Nilai 1 untuk masing-masing jawaban benar

Bahasa :
Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan tanyakan
nama benda tersebut (2 point)

Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang kalimat
tersebut. Contoh ‘saya akan pergi nonton di bioskop’ (skor 1)

Tiga perintah berurutan


Berikan Orang coba selembar kertas yang berisi 3 perintah yang berurutan
dan ikuti perintah tersebut seperti contoh. Ambil pensil itu dengan tangan
kananmu, lalu pindahkan ke tangan kirimu kemudian letakkan kembali
dimeja. (skor tiga)

Membaca
____________________________________ 48
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
Sediakan kertas yang berisi kalimat perintah contoh. (tutup matamu). Suruh
Orang coba membaca dan melakukan perintah tersebut (skor 1)

Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)

Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar tersebut
(nilai 1)

Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan
nilai 27.

Gangguan berbahasa (afasia) :


1. Afasia motorik, karena lesi di area Broca, klien tidak mampu
menyatakan pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa verbal
dan visual serta dapat melaksanakan sesuatu sesuai perintah.
2. Afasia sensorik / perseptif, karena lesi pada area Wernicke,
ditandai dengan hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal
dan visual tapi memiliki kemampuan secara aktif mengucapkan kata-
kata dan menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal
mempunyai arti apa-apa.
3. Disatria, gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan
tegas karena lesi pada upper motor neuron (UMN) lateral bersifat
ringan dan lesi UMN bilateral bersifat berat.

Tingkat kesadaran :
1. Alert : Composmentis / kesadaran penuh
 Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa
stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.

2. Lethargic : Kesadaran
 Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti
enggan bicara.
 Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin
klien dapat berespon dengan cepat.
 Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.

3. Obtuned
 Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat
memberikan respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan
kalimat membingungkan.

4. Stuporus
 Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang
verbal.
 Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
5. Koma
 Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus
maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil.

____________________________________ 49
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
Glasgow Coma Scale (GCS) :
Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon
motorik (motorik response = M), dan respon verbal (verbal response = V).
Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang
paling baik (normal) sampai yang paling jelek. Jumlah “total scoring”
paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15.

Score : 3 – 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja


< 7 : koma
> 11 : moderate disability
15 : composmentis

Adapun scoring tersebut adalah :

RESPON SCORING
1. Membuka Mata = Eye open (E)
 Spontan membuka mata 4
 Terhadap suara membuka mata 3
 Terhadap nyeri membuka mata 2
 Tidak ada respon 1
2. Motorik = Motoric response (M)
 Menurut perintah 6
 Dapat melokalisir rangsangan sensorik 5
di kulit (raba) 4
 Menolak rangsangan nyeri pada 3
anggota gerak 2
1
 Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi
abnormal)/postur dekortikasi
 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi
 Tidak ada respon
3. Verbal = Verbal response (V)
 Berorientasi baik 5
 Bingung 4
 Kata-kata respon tidak tepat 3
 Respon suara tidak bermakna 2
1
 Tidak ada respon

Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
 Fungsi penciuman
 Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium
benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi
dan sebagainya.
 Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.

2. Test nervus II ( Optikus)


 Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang

____________________________________ 50
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
 Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh
baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
 Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan,
klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna
cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien
langsung memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata
kedua.

3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)


 Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter
kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi
klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi
pupil kena sinar.
 Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60
cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi
adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan
tanpa menengok.

4. Test nervus V (Trigeminus)


 Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada
kelopak mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan.
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salivasi
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta
klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata
sementara pemeriksa berusaha membukanya

6. Test nervus VIII (Acustikus)


 Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga
klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau
menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta
berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.

7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)


 N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior
lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
____________________________________ 51
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M.
Salivarius inferior.
 N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan
ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
 Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”)
apakah simetris dan tertarik keatas.
 Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding
pharynx dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.

8. Test nervus XI (Accessorius)


 Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya.
 Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha
menahan ---- test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
 Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan
cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

Fungsi sensorik :
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali.
Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada
kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada
permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan masih bisa
konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai
perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning),
rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan
tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia,
cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan
yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:

1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
 Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
 Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan
sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis
 Pen / pensil, untuk graphesthesia.

Sistem Motorik :
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus
pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.

____________________________________ 52
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk
secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu
tenaga yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu
mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot
disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan
tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu
kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam
melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi
pergelangan tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara
aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji
biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan
otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap
abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :


1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang
lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)
dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps
femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian
dipukul dengan refleks hammer.

____________________________________ 53
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi
fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar
keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah
daerah yang digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki
melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal
adalah fleksi plantar semua jari kaki.

Pemeriksaan khusus sistem persarafan


Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada
meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada ---- kaku kuduk positif (+).

2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain
didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala
klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua
tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi
panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada
sendi panggul dan lutut.

4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350
terhadap tungkai atas.

____________________________________ 54
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit
terhadap hambatan.

5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang m. ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :


 Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus
corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua
siku, kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi
dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.

 Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain,


pons atau diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,
ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki
plantar fleksi.

TEST DIAGNOSTIK
Lima Prosedur diagnostik yang lazim dilakukan yaitu Lumbal Pungsi,
Angiografi, Elekto Encephalografi, Elektromiografi, Computerized Axial
Tomografi Scan (CT Scan) Otak

A. Lumbal Pungsi
1. Pengertian
Adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi
pada daerah lumbal

2. Tujuan
Mengambil cauran cerebrospinaluntuk kepentingan
pemeriksaan/diagnostik maupun kepentingan therapi

3. Indikasi
a. Untuk diagnostik
- kecurigaan meningitis
- Kecurigaan perdarahan sub arachnoid
- Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi
- Evaluasi hasil pengobatan

b. Untuk Therapi
- Pemberian obat anti neoplastik atau anti mikroba intra tekal
- Pemberian anesthesi spinal
- Mengurangi atau menurunkan tekanan CSF

4. Persiapan
a. Persiapan pasien
- Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal
pungsi meliputi tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-
____________________________________ 55
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
sensasi yang akan dialami dan hal-hal yang mungkin terjadi
berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut
- Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani
formulir kesediaan dilakukan tindakan lumbal pungsi.
- Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan

b. Persiapan Alat
- Bak streil berisi jarum lumbal, spuit dan jarum, sarung tangan,
kassa dan lidi kapas, botol kecil (bila akan dilakukan pemeriksaan
bakteriologis), dan duk bolong.
- Tabung reaksi tiga buah
- Bengkok
- Pengalas
- Desinfektan (jodium dan alkohol) pada tempatnya
- Plester dan gunting
- Manometer
- Lidokain/Xilocain
- Masker. Gaun, tutup kepala

5. Prosedur pelaksanaan
a. Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir
tempat tidur. Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen,
leher fleksi kedepan dagunya menepel pada dada (posisi knee
chest)
b. Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral
dibawah L2 dapat digunakan pada orang dewasa, meskipun
dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista iliaca berada dibidang
prosessus spinosus L4). Beri tanda pada celah interspinosus yang
telah ditentukan.
c. Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung
tangan dan gaun steril.
d. Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk
lapangan steril dengan duk penutup.
e. Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan
lebih dapam hingga ligamen longitudinal dan periosteum
f. Tusukkan jarum spinal dengan stilet didalamnya kedalam
jaringan subkutis. Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak
lurus terhadap aksis panjang vertebra.
g. Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan
perlahan-lahan, sampai terasa lepas. Ini pertanda ligamentum flavum
telah ditembus. Lepaskan stilet untuk memeriksa aliran cairan
serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF putar jarumnya karena
ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak keluar.
Masukkan lagi stiletnya dan tusukka jarum lebih dalam. Cabut
stiletnya pada interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran cairan
CSF. Ulangi cara ini sampai keluar cairan.
h. Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal
dengan manometer pemantau tekanan, normalnya 60 – 180 mmHg
dengan posisi pasien berrbaring lateral recumbent. Sebelum

____________________________________ 56
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
mengukur tekanan, tungkai dan kepala pasien harus diluruskan. Bantu
pasien meluruskan kakinya perlahan-lahan.
i. Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan
mengedan.
j. Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat
atau tidak, petugas dapat melakukan test queckenstedt dengan cara
mengoklusi salah satu vena jugularis selama I\10 detik. Bila terdapat
obstruksi medulla spinalis maka tekanan tersebut tidak naik tetapi
apabila tidak terdapat obstruksi pada medulla spinalis maka setelah
10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut akan naik dan turun
dalam waktu 30 detik.
k. Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan
tesbut dalam 3 tabung steril dan yang sudah berisi reagen, setiap
tabung diisi 1 ml cairan CSF. Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan
hitung jenis dan hitung sel, biakan dan pewarnaan gram, protein dan
glukosa. Untuk pemeriksaan none-apelt prinsipnya adalah globulin
mengendap dalam waktu 0,5 jam pada larutan asam sulfat. Cara
pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi masukkan reagen 0,7
ml dengan menggunakan pipet, kemudian masukkan cairan CSF 0,5 .
diamkan selama 2 – 3 menit perhatikan apakah terbentuk endapan
putih. Cara penilainnya adalah sebagai berikut:
( -) Cincin putih tidak dijumpai
(+) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang
hitam dan bila dikocok tetap putih
( ++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi
opolecement (berkabut)
( +++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh
( ++++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi
sangat keruh

Untuk test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada


peningkatan globulin dan albumin, prinsipnya adalah
protein mengendap pada larutan jenuh fenol dalam air.
cAranya adalah isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc
cairan reagen pandi kemudian teteskan 1 tetes cairan
CSF, perhatikan reaksi yang terjadi apakah ada
kekeruhan.
l. Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor pada
pasien dengan hydrocepalus berat maka maksimal cairan
dikeluarkan adalah 100 cc.
m. Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan
kembali stilet jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya. Pasang
balutan pada bekas tusukan.

6. Setelah Prosedur
a. Klien tidur terletang tanpa bantal selama 2 – 4 jam
b. Observasi tempat pungsi terhadap kemungkinan pengeluaran
cairan CSF
c. Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala,
anjurkan tekhnik relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur
sampai sakit kepala hilang.

____________________________________ 57
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
7. Komplikasi
a. Herniasi Tonsiler
b. Meningitis dan empiema epidural atau sub dural
c. Sakit pinggang
d. Infeksi
e. Kista epidermoid intraspinal
f. Kerusakan diskus intervertebralis

B. ANGIOGRAFI
1. Pengertian
Melihat secara langsung sistem pembuluh darah otak. Zat
kontras dimasukkan melalui arteri. Biasanya pada arteri carotis
dan arteri vertebra, atau mungkin juga pada arteri brchialis dan
arteri femoralis

2. Angiografi dapat mendeteksi :


a. sumbatan pada pembuluh darah cerebral seperti pada stroke
b. Anomali congenital pembuluh darah
c. Pergeseran pembuluh darah yang mungkin mengindikasikan
SOL (Space Ocupaying Lession)
d. Malformasi vaskuler, seperti pada aneurisma atau angioma

3. Persiapan Pasien
Menciptakan rasa aman dan nyaman pada diri klien. Persiapan
ini meliputi :
a. Menjelaskan prosedur pelaksanaan, sensasi yang terjadi (rasa
terbakar saat penyuntikan zat kontras yang lama kelamaan
akan menghilang)
b. Hal yang perlu dilakukan setelah tindakan dilakukan
c. Surat izin tindakan telah ditandatangani klien

4. Komplikasi
a. Hematom pada daerah suntikan. Dapat dicegah dengan
melakukan balut tekan pada daerah suntikan
b. Keracunan zat kontras. Dapat dicegah dengan pemberian
anti alergi sesuai program

5. Setelah prosedur
a. observasi tanda-tanda vital setiap jam sampai kondisi stabil
b. Kompres es pada daerah suntikan untuk menghilangkan rasa
nyeri dan mengurangi/mencegah hematom
c. Klien tidur terlentang tanpa bantal selama 24 jam.
d. Jika penyuntikan dilakukan pada daerah femoralis, tungkai
harus tetap lurus selama 6-8 jam

____________________________________ 58
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
e. Catat perubahan-perubahan neurologi setelah tindakan
angiografi.

C. Elektro Encephalografi (EEG)


1. Pengertian
Adalah suatu cara untuk merekam aktifitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh.
2. Prinsip Kerja
Dengan elektroda yang ditempelkan pada berbagai daerah
tengkorak, potensial permukaan otak direkam. Perekaman ini
berlangsung terus menerus untuk beberapa menit. Tegangan
yang tercatat pada kertas yang bergerak berupa gelombang-
gelombang. Dengan memasang 16 elektroda pada tengkorak
aktivitas seluruh otak dapat di tekan dan diselidiki. Tegangan
otak sebesar 50 mikrovolt agar dapat direkam harus
diperkuat sampai 1 juta kali. Oleh karena itu aliran listrik dari
sumber lain seperti gerakan otot kepala atau generator listrik
juga ikut tercatat (artefak)
Seluruh korteks serebri merupakan medan listrik yang
diproduksi pada ujung-ujung dendrit. Tegangan potensial
neuron pada setiap waktu berbeda sehingga potensial dendrit
juga berubah-ubah. Fluktuasi ini yang tercatat pada kertas
EEG.
3. Macam-macam EEG
Seluruh korteks serebri merupakan medan listrik yang
mencerminkan adanya gaya listrik yang diproduksikan pada
ujung-ujung dendrit, sebagai fenomena potensial aksi neuron-
neuron yang disalurkan kedndrit-dendritnya dikorteks serebri.
Potensial dendrit pada korteks selalu berubah-ubah juga.
Fluktuasi inilah yang tercatat pada kertas EEG. Dari sekian
banyak fluktuasi, maka dapat dibedakan menurut
frekuensinya dan menurut pada gelombangnya.
a. Empat gelombang menurut frekuensinya :
1) Gelombang Alfa, bersiklus 8 – 13 perdetik
2) Gelombang Beta, bersiklus lebih dari 13 perdetik
3) Gelombang teta, bersiklus 4 – 7 perdetik
4) Gelombang Delta, bersilus kurang dari 4 perdetik
b. Fluktuasi potensial otak menurut pola gelombang
1) gelombang lamda, muncul sebagai gelombang
positif dekat lobus oksipitalis terutama jika mata
menatap sesuatu dengan penuh perhatian.
2) Gelombang tidur, sekelompok gelombang dengan
frekuensi 10 – 15 siklus perdetik yang hilang pada
waktu tidur dangkal, berbentuk “spindel”.
3) Kompleks K, pola gabungan yang terdiri dari satu atau
beberapa gelombang lambat berbaur dengan
____________________________________ 59
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
gelombang-gelombang berfrekuensi cepat, timbul
karena ada rangsangan sewaktu tidur dangkal.
4) Gelombang verteks, pola gelombang berbentuk jam,
bilateral simetrik didaerah para sagital, antara daerah
dan post sentral, sering muncul bersama kompleks K
pada waktu tidur dangkal.
c. Gelombang patologis
1) Gelombang runcing (Spike) yaitu gelombang yang
runcing dan berlalu cepat (kurang dari 60 milidetik)
sering ia muncul secara folifasik, yaitu dengan defleksi
keatas kebawah secara berselingan.
2) Gelombang tajam (sharp wave) yaitu gelombang yang
meruncing tetapi berlalu lebih lama dari 60 milidetik.
Juga gelombang tajam timbul secara polifasik.
3) Gelombang runcing (spike wave)ialah kompleks yang
terdiri dari gelombang runcing yang langsung disusul
oleh gelombang lambat. Kompleks tersebut muncul
dengan frekuensi 3 spd secara teratur, sinkron bilateral
dan hilang timbul secara tiba-tiba.
4) Gelombang runcing multipel ialah ledakan dari
sejumlah gelombang runcing yang bangkit sekali atau
berkali-kali dan biasanya disusul oleh gelombang
lambat.
5) Hypsarithmia ialah kompleks yang terdiri dari
gelombang lambat yang bervoltase tinggi dan iramanya
tidak teratur dimana berbaur gelombang runcing dan
tajam.
4. Indikasi Pemasangan
a. penderita dicurigai atau dengan epilepsi
b. Membedakan kelainan otak organik
c. Mengidentifikasi infark pembuluh darah atau adanya lesi
(tumor, hematom, abses)
d. Diagnosa retardasi mental atau over dosis obat
e. Menentukan kematian jaringan otak
5. Penatalaksanaan
a. Persiapan pasien
1) Penyuluhan kesehatan
a) Penderita diberitahu hal-hal yang akan dilakukan.
EEG akan dikerjakan diruangan yang aman
(laboratory diagnostik) oleh teknisian EEG. Didalam
ruanga penderita akan dipasang elektroda sebanyak
16-24 dengan pasta, elektroda yang kecil tersebut
akan dihubungkan dengan mesin EEG, tunjukkan
melalui gambar atau video cassate bila
memungkinkan..

____________________________________ 60
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
b) Menganjurkan pada pasien untuk membebaskan
rasa gelisah selama 45-60 menit, pemasangan alat
bukan merupakan alat yang berbahaya.
c) Melakukan pendekatan kepada pasien untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya stres,
kecemasan atau gemetaran akibat pemasangan
elektroda.
d) Menjelaskan kepada pasien bahwa pada waktu
pemeriksaan harus dalam keadaan relaksasi
sempurna, duduk atau tiduran dengan tanpa
gerakan sedikitpun sehingga mendapatkan hasil
yang baik.
e) Anjurkan pasien mengikuti perintah petugas selam
proseur, antara lain:
- hiperventilasi selam 3-5 menit
- usahakan untuk tetap dapat menutup mata

2) Fisik
a. obat-obatan depresan susunan saraf pusat (alkohol
atau tranqualizer) atau stimulan tidak diberikan
selama 24 jam sebelum pemeriksaan dilakukan
karena akan memberikan pengaruh terhadap
aktivitas listrik otak. Dokter akan memberikan
instruksi untuk pemberian anti konvulsi bila perlu 24
– 48 jam sebelum tindakan.
b. Cairan yang mengandung caffein seperti kopi,
cokelat dan the tidak diberikan selama 24 jam
sebelum tindakan dilakukan
c. Rambut harus bersih, bebas dari spray, minyak
lotion dan hair fastener.
d. Pasien harus makan pagi sebelum melakukan
pemeruiksaan, karen ahipoglikemia menyebabkan
ketidak normalan potensial listrik.
3) Pelaksanaan
a) posisi pasien berbaring, ciptakan suasana sedemikian
rupa sehingga nyaman bagi pasien
b) petugas EEG menempelkan 14-16 elektroda pada
lokasi yang spesifik pada kulit kepala serta
menghubungkannya. Melalui kawat penghubung ke
mesin/alat EEG.
c) Pencetakan garis dasar (gambar dasar) dihasilkan
mengikuti 3 urutan pemeriksaan yaitu hiperventilasi,
stimulasi “photic” dan tidur.
Hiperventilasi :
____________________________________ 61
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
Pasien dianjurkan untuk melakukan hiperventilasi dengan
cara mengambil nafas 30-40 nafas melalui mulut setiap
menitnya selama 3-5 menit. Perlu diingat kenaikan PH
serum kira-kira 7,8 akan menaikkan rangsangan neuron
dan akan menyebabkan serangan aktivitas pada pasien
epilepsi
Photic stimulasi :
Cahaya yang silau difokuskan kepasien dimana pasien
dianjurkan untuk menutup matanya . stimulasi ini akan
menyebabkan aktivitas serangan bagi pasien yang
mempunyai kecenderungan mendapat serangan
Tidur :
Pasien dianjurkan untuk tidur, jika pasien tidak bisa tidur
dapat diberikan hipnotik yang bekerjanya cepat. Hasil
perekaman dari aktifitas listrik tersebut diinterpretasikan
oleh neurologi
4) Setelah tindakan
- bersihkan dan cuci rambut pasien
- ciptakan lingkungan yang tenang sehingga pasien dapat
beristirahat dengan tenang
- berikan posisi tidur yang baik dan perhatikan pernafasan pasien
terutama yang menggunakan obat hipnotik
- observasi aktivitas kejang bagi pasien yang cenderung untuk
mendapat serangan kejang.

D. Elektromyegrafi (EMG)
1. Pengertian
Adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengukur dan
mencatat aliran listrik yang ditimbulkan oleh otot-otot
skeletal. Dalam keadaan istirahat otot tidak melepaskan
listrik, tetapi bila oto berkontraksi secara volunter potensial
aksi dapat direkam.
2. Tujuan
a. membantu membedakan antara gangguan otot primer
seperti distrofi otot dan gangguan sekunder
b. membantu menetukan penyakit degeneratif saraf sentral
c. membantu mendiagnosa gangguan neuromuskular seperti
myestania grafis
3. Penatalaksanaan
a. Persiapan pasien
- Menginformasikan kepada pasien seluruh
pemeriksaan prosedur ini akan menyebabkan
gangguan rasa nyaman sementara. Khususnya bila
pasien sendiri diberi rangsangan listrik.

____________________________________ 62
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
- Pastikan bahwa pasien tidak menggunakan obat-
obat depresan atau sedatif 24 jam sebelum prosedur.
- Cegah terjadinya syok listrik
- Mengurangi rasa sakit dan rasa takut
b. Prosedur
1) prosedur dapat dilakukan disamping tempat tidur atau
diruang tindakan khusus.
2) elektroda ditempatkan pada syaraf-syaraf yang akan
diperiksa.
3) Dimulai dengan dosis kecil rangsangan listrik melalui
elektorda kesaraf dan otot, apabila konduksi pada
saraf selesai maka otot akan segera berkontraksi.
4) Untuk mengetahui potensial otot digunakan macam-
macam jarum elektroda dari nomor 1,3 – 7,7 cm.
5) Pasien mungkin dianjurkan untuk melakukan aktifitas
untuk menukur potensila otot selama kontraksi
minimal dan maksimal
6) Derajat aktifitas saraf dan otot direkam pada osiloskop
dan akanmmemberikan gambaran grafik yang dapat
dibaca.
7) Perawat berusaha memberikan rasa nyaman dan
memantau daerah penusukan tarhadap kemungkinan
terjadinya hematoama.
c. Setelah tindakan
- Berikan kompres es pada daerah hematoma untuk
mengurangi rasa nyeri.
- Ciptakan lingkungan yang memudahkan klien untuk
beristirahat

Computerized Axial Tomografi (CT Scan)


1. Pengertian
CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk
mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang
tengkorak dan otak.
2. pemeriksaan ini mendeteksi :
a. gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses
b. perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi
dan infark
c. brain contusion, brain atrofi, hydrocephalus
d. inflamasi
3. Hal-hal yang diperhatikan sebelum pemeriksaan
- berat badan klien dibawah 145 Kg ( pertimbangan tingkat
kekuatan scanner)

____________________________________ 63
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
- Kesanggupan klien untuk tidak mengadakan perubahan
selama 20-45 meni (berkaitan dg lamanya pemeriksaan)
- Kaji kemungkinan klien alergi terhadap iodine, sebab akan
disuntik dg zat kontras berupa iodine based contras
material sebanyak 30 ml
4. Prinsip kerja
Film yang menerima proyeksi sinar diganti dengan alat detektor
yang dapat mencatat semua sinar secara berdipensiasi.
Pencatatan ini dilakukan dengan mengkombinasikan tiga
pesawat detektor, dua diantaranya menerima sinar yang telah
menmbus tubuh dan yang satunya berfungsi sebagai detektor
aferen yang mengukur intensitas sinar rontgen yang telah
menembus tubuh dan penyinaran dilakukan menurut proteksi
dari tiga titik, menurut posisi jam 12, 10 dan jam 02 dengan
memakai waktu 4,5 menit.
5. Penatalaksanaan
Persiapan pasien
Pasien harus diberitahu sebaiknya dengan keluarga. Pasien
diberi gambaran tentang alat yang akan digunakan. Bila perlu
berikan gambaran dengan menggunakan kaset video atau
poster, hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian pada
pasien dengan demikian mengurangi stress sebelum waktu
prosedur dilaukuan. Test awal yang dilakukan meliputi:
kekuatan untuk diam ditempat (dimeja scanner) selama 45
detik; melakukan pernafasan dengan aba-aba ( untuk keperluan
bila ada permintaan untuk melakukannya) saat dilakukan
pemeriksaan.; mengikuti aturan untuk memudahkan injeksi zat
kontras.
Penjelasan kepada klien bahwa setelah penyuntikan zat kontras
wajah akan nampak merah dan terasa agak panas pada seluruh
badan. Hal ini merupakan hal yang normal dari reaksi obat
tersebut. Perhatikan keadaan klinik klien apakah pasien
mengalami alergi terhadap iodine. Apabila pasien merasakan
adanya rasa sakit berikan analgetik dan bila pasien merasa
cemas dapat diberikan minor transqualizer. Bersihkan rambut
pasien dari jelli dan obat-obatan. Rambut tidak boleh dikelabang
dan tidak memakai wig.

6. Prosedur
a. Posisi terlentang dengan tangan terkendali
b. Meja elektronik masuk kedalam meja scanner
c. Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan
gambar dari beberapa sudut yang dicurigai adanya kelainan.
d. Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut
selama 20-45 menit
____________________________________ 64
Alle/Sistem Persarafan/Assesment
e. Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai posisi dengan
pengaturan komputer.
f. Selama prosedur berlangsung perawat harus menemani
pasien dari luar dengan memakai protektif lead approan.
g. Sesudah pengambilan gambarpasien dirapihkan.

7. Hal-hal yang perlu diperhatikan


a. observasi keadaan alergi terhadap zat kontras yang
disuntikkan. Bila terjadi alergi dapat diberikan benadryl 50
mg
b. mobilisasi secepatnya karena pasien mungkin akan
kelelahan selama prosedur berlangsung
c. ukur intake dan output. Hal ini merupakan tindak lanjut
setelah pemberian zat kontras yang eliminasinya selama 24
jam. Oliguri merupakan gejala gangguan fungsi ginjal.
Memerlukan koreksi yang cepat oleh seorang perawat dan
dokter

____________________________________ 65
Alle/Sistem Persarafan/Assesment

You might also like