Professional Documents
Culture Documents
Indeks 291
PENGANTAR
Ajakan untuk menyunting buku ini terbukti sangat menarik, meskipun terdapat beberapa
komitmen editorial lain yang bersamaan. Yang pertama, keyakinan Routledge pada pasar
dengan titel studi pembangunan dalam seri yang mantap dan sukses, yang menjangkau
banyak bidang studi dan riset adalah membahagiakan. Lebih terutama lagi, saya
merasakan kesempatan untuk menangani kesenjangan yang sudah lama dirasakan dalam
literatur studi pembangunan, yakni referensi karya biografi dengan kualitas baik yang
karena sifat inter-(dan untuk tingkatan tertentu tetapi masih belum memadai multi-)
disiplin, sebagaimana juga teori maupun kebijakan yang sangat diuji, yang keduanya
telah berevolusi dengan cepat dalam bidang yang masih muda ini. Studi pembangunan
dengan mengherankan masih memiliki pusat atau inti yang belum berkembang. Dengan
kelompok yang disepakati luas tentang tokoh dan personalitas terkemuka daripada,
tradisional, fitur yang baru-baru ini diperkokoh di Inggris dan beberapa negara Eropa lain
sebagai hasil penilaian riset terhadap disiplin yang ada saat ini dan audit budaya pada
tahun-tahun perampingan dan rasionalisasi dalam pendidikan yang lebih tinggi secara
dibentuk di berbagai negara di tengah optimisme dari tahun 1960-an dan awal 1970-an,
Serikat, keutamaan disiplin akademik konvensional tidak pernah diuji dengan serius.
Pada tingkatan yang lain, bidang pembangunan sudah lama dirundung oleh perpecahan
nyata ‘kota versus gaun’ di antara para akademisi dan praktisi. Polemik Michael Edwards
fokus perhatian pada problem. Walaupun dia memperlunak pandangannya hanya dalam
beberapa tahun (Edwards 1993, 1994), menunjukkan kemajuan pesat menuju perbaikan
relasi yang telah dibuat, pada sekitar dekade terakhir dengan meyakinkan terlihat lebih
Membuktikan vitalnya bidang ini, banyak buku-buku teks dan ikhtisar karangan ilmiah
ringkas baru-baru ini telah berusaha mengejar pesatnya perubahan dunia pasca-Perang
Dingin dan perdebatan sengit mengenai makna dan masa depan ‘pembangunan’. Namun,
meskipun pertanda nasib buruk pada akhirnya, dan apakah kita lebih menyukai untuk
mengindikasikan perspektif kontemporer dengan makna prefiks seperti anti- atau pasca-,
atau untuk membentuk kembali dan meremajakan istilah ‘pembangunan’ itu sendiri, tentu
saja banyak berlangsung perdebatan teoritis, riset yang secara konsep sulit dan
berpengetahuan mengenai kehidupan dan karya pemikir serta pelaku yang kemungkinan
berkembang di masa depan dalam bidang studi pembangunan yang didefinisikan secara
luas. Peringatan ke-50 pidato ‘Empat Poin’ Presiden Truman di tahun 1999 ditandai oleh
beberapa karya yang berhubungan dengan masa lampau sekaligus prospektif. Buku ini
akan melanjutkan tren tersebut, memeroleh dorongan oleh beberapa kematian tokoh
terkemuka baru-baru ini, dalam sebagian kasus merupakan sosok yang sangat
kontroversial, seperti Walt Rostow, Charles Kindleberger dan James Tobin. Sebagaimana
Tantangan tersulit dalam memproduksi buku ini datang dari permulaan: bagaimana untuk
menyempitkan daftar panjang hampir 200 nama yang saya catat dalam waktu sangat
singkat menjadi hanya tersisa 50? Dengan cepat menjadi jelas bahwa tidak ada konsensus
universal akan dicapai, tanpa memandang pilihan akhirnya. Bahkan, ini dikonfirmasikan
melalui proses konsultasi dengan para sahabat, kolega, penerbit dan usulan-usulan
selanjutnya dari para penengah proposal untuk judul ini. Dalam mencapai daftar final,
saya tidak meragukan telah menghasilkan beberapa keputusan yang membuat sebagian
orang terkejut. Beberapa kontributor bahkan mengakui tidak mengenal sendiri seluruh 50
sosok ini, bisa jadi ini menggambarkan bias regional dan disiplin individu kita. Sedikit
kontroversi dalam bidang yang beragam dan menantang ini karenanya adalah baik dan
diperlukan.
Biarkan saya menjelaskan proses seleksi. Satu faktor yang membantu adalah sejumlah
cahaya terkemuka yang kontribusinya terhadap pembangunan lebih sebagai praktisi atau
aktivis daripada sebagai ‘pemikir’ yang dapat dikecualikan. Ini diterapkan misalnya
terhadap Chico Mendes, pahlawan para penyadap karet asli Amazon Brasil, yang dengan
brutal dibunuh pada tahun 1988 oleh agen-agen peternak dan perusahaan kayu
berpengaruh yang tindak perusakan mereka ditantang olehnya. Seiring ini terjadi, ia
masuk ke dalam Fifty Key Thinkers on the Environment (Palmer 2001). Yang menarik,
lima pemikir muncul baik pada titel di atas maupun pada volume ini (Thomas Malthus,
Karl Marx, Mohandas Gandhi, E.F. Schumacher dan Vandana Shiva), sementara Marx
dan Gandhi juga muncul dalam Fifty Major Political Thinkers (Adams dan Dyson 2003).
Pada kasus-kasus sedemikian, masing-masing masukan ditulis oleh para pengarang yang
berbeda dan membawa aspek atau interpretasi berbeda pula atas kontribusi mereka,
sehingga bagi pembaca dapat bermanfaat untuk merujuk pada lebih dari satu interpretasi.
sumbangsih buku ini dengan memiliki satu kelompok yang secara luas mewakili arus dan
gerakan berbeda di dunia pembangunan. Ini berarti untuk memastikan bahwa seluruh
dominasi Anglo-Amerika atas teori dan diskursus pembangunan (tidak hanya oleh
ekonom) ditantang melalui keterlibatan mereka yang bekerja dalam disiplin berbeda,
melalui periode waktu berbeda dan–secara krusial–bersentuhan dengan jalan hidup serta
kawasan geografi berbeda. Seri ini karenanya secara definisi merupakan suatu yang
berlangsung dengan sangat berbeda dari studi refleksi sendiri oleh 15 ekonom
pembangunan Utara yang terkemuka (dengan komentar dari para ekonom yang lebih
muda) dan dipesan Bank Dunia sekitar 20 tahun silam, ketika pembangunan ekonomi dan
pembangunan umumnya masih tergabung menjadi satu (Meier dan Seers 1987),
Para pembaca juga akan memerhatikan ketidakseimbangan gender yang tajam di antara
Para Pemikir yang dikemukakan di sini; ini mencerminkan dominasi kuat pria pada
Utara versus Selatan dibuat untuk beberapa pilihan sulit. Satu kemungkinan penantang
wanita lain, Gro Harlem Brundtland, kepala Komisi Dunia untuk Lingkungan dan
Pembangunan PBB, ditonjolkan dalam titel Lingkungan pada seri ini (Palmer 2001).
Sedikit dari suara-suara (baik dari ‘Selatan’ maupun ‘Utara’) yang dimasukkan ke dalam
buku ini adalah jauh kurang terkenal ‘secara internasional’ daripada mereka seharusnya,
justru karena keterbatasan bahasa, budaya, disiplin dan geografi di mana yang di
bawahnya banyak dari kita bekerja dan yang–betapapun tidak dengan sengaja–terkadang
Karena itu, pencantuman mereka dengan sengaja, merupakan kontribusi kecil untuk
Dengan serupa, satu atau dua orang seperti Norman Borlaug, leluhur Revolusi Hijau,
diikutkan karena visi mereka dan dampak mendalam dari hasil kerjanya, walaupun ini
bisa jadi dengan dapat diperdebatkan agak bersifat lebih ‘teknis’ daripada ‘konseptual’.
Namun, yang tidak terhindarkan, sebagian pilihan sulit harus dilakukan dalam
memandang batasan artifisial dari ke-50 pemikir. Misalnya, walaupun ‘teori sistem
pembangunan daripada karya Jim Blaut yang berhubungan erat. Kriteria penting lain
kehidupan dan kontribusi dari Para Pemikir, mereka seharusnya sudah dekat pada akhir
dari karir aktifnya, jika belum pensiun atau meninggal. Karena usia Studi Pembangunan
masih relatif muda–sebagaimana ditunjukkan oleh hanya Malthus dan Marx sebagai
Pemikir yang masuk daftar yang berasal dari abad ke-20–ini masih meninggalkan banyak
Secara pribadi, proses editorial esai dan menyatukan mereka ke dalam buku yang
diharapkan kompak sangat menarik hati melampaui ekspektasi saya yang paling
ia adalah tantangan yang paling mengganjar di mana saya pernah melakukannya hingga
saat ini. Pertama dan terutama, ia membawa saya ke dalam kontak langsung dengan dua
kelompok orang yang berbeda, para pengarang dan Pemikir, sebagian di antaranya saya
belum pernah bertemu sebelumnya atau mempunyai kontak dengan mereka. Sebagian
dari relasi baru ini tidak diragukan akan terus berlanjut. Menemukan kontributor yang
bersedia menulis mengenai Pemikir yang sudah diidentifikasi dan ditetapkan itu sendiri
merupakan suatu tantangan, terutama seiring saya meminta hanya satu masukan per
pengarang. Pada sebagian besar kasus, tugas ini terbukti secara mengherankan mudah,
bisa jadi karena gagasan mengenai buku ini juga tertangkap dalam imajinasi mereka.
Dalam beberapa contoh, adalah sulit untuk merekrut seorang penulis untuk Pemikir
efisiensi yang dengannya komitmen diubah menjadi esai-esai yang ditata dengan baik,
dan mayoritas dengan tenggat waktu yang disetujui, sebagai hasilnya terbukti
dimungkinkan untuk menghasilkan buku ini sesuai jadwal. Banyak penulis juga
mampu berkomunikasi, dan terkadang bahkan melakukan wawancara, kepada tokoh yang
sedang mereka kerjakan. Hasilnya, naskah tulisan ini sangat diuntungkan olehnya.
Dengan tidak terhindarkan, mencoba menangkap esensi kehidupan secara penuh dan
panjang tulisan sekitar 2.000 kata merupakan tantangan yang cukup signifikan.
Sumber inspirasi kedua saya sebagai editor adalah seberapa banyak saya telah memelajari
mengenai Para Pemikir dan kehidupan serta waktu mereka, tanpa memandang seberapa
banyak saya mengetahui mereka dan karyanya yang terdahulu. Ini mencerminkan
formula yang diadopsi oleh buku ini, yakni untuk menjalin ‘kisah-kisah’ biografi mereka
karangan disunting dan diintegrasikan ke dalam buku naskah tulisan. Terutama ada dua
yang menjulang dan menjadi contoh ‘nilai tambah’ karangan ilmiah nan padat ini. Yang
pertama adalah dampak luar biasa rezim Nazi terhadap evolusi yang berikutnya dari Studi
Pembangunan melalui emigrasi atau pelarian banyak pengungsi pemuda Yahudi Eropa
(dan sebagian non-Yahudi) ke Inggris dan Amerika Serikat, di mana mereka kemudian
berpengaruh terhadap gagasan dan pendekatan yang muncul. Mereka yang selamat dari
genosida holocaust dan para pelariannya dengan mengejutkan banyak di antara Para
Pemikir yang terwakili di sini. Sementara banyak implikasi lain dari Perang Dunia II
yang kemudian berbuah menjadi Studi Pembangunan, seperti stimulus bagi perjuangan
pembebasan kolonial dan formulasi Marshall Plan, misalnya, adalah cukup dikenal, ini
Kedua, dan agaknya lebih luas, pergeseran geopolitik serta perpecahan pada ‘akhir
regional dan eksperimental yang baru, secara menarik bahkan penting. Ini mempunyai
pengaruh penting terhadap pemikiran yang selanjutnya dan karya Para Pemikir yang
terlibat. Ia dijadikan teladan oleh Arthur Lewis dan Walter Rodney, dua warga asli
Karibia yang belajar di Universitas London (nama yang pertama di tahun 1930-an dan
yang terakhir pada 1960-an) serta masing-masing kemudian sempat bekerja di Ghana dan
melakukan aksi langsung dan perlawanan tanpa kekerasan (Satyagraha) di India. Dengan
serupa, mayoritas suara-suara Utara dalam koleksi ini dengan mendalam dipengaruhi
ketika dibesarkan, berpergian dan/atau bekerja di bagian Selatan pada masa mudanya.
Kedalaman ketiga yang juga penting adalah interkoneksi yang kerapkali erat dan
berpengaruh di antara sebagian Pemikir di mana mayoritas orang saat ini terutama justru
tidak menghubungkannya dengan satu sama lain (misalnya Boserup, Lipton, Myrdal dan
Streeten dengan penghormatan pada studi Drama Asia pada 1960-an) –sesuatu yang
pembangunan.
Kami berharap para pembaca akan mendapati buku ini mampu menstimulasi sebagai
bacaan yang baik sekaligus berguna untuk tujuan referensi. Bahkan, bisa jadi sebagian
akan berusaha mengeksplorasi kehidupan dan kontribusi dari tokoh-tokoh kunci lain di
bidang ini.
Referensi
Adams, I. dan Dyson, R.W. (eds) (2003) Fifty Major Political Thinkers, London dan
11(1): 116-36.
Meier, G.M. dan Seers, D. (eds) (1984) Pioneers in Development, Oxford: Oxford
University Press.
Palmer, J.A. (2001) ‘Chico Mendes 1944-88’, dalam Palmer, J.A. (ed.), Fifty Key
Thinkers on the Environment, London dan New York: Routledge, halaman 302-7.
David Simon
Egham, Surrey
Maret 2005
Dilahirkan pada tahun 1930 di Ijebu-Ode sebelah barat daya Nigeria, Adebayo Adedeji
menerima gelar doktor Ilmu Ekonomi dari University of London pada 1967, setelah
mengecap pendidikan Ilmu Ekonomi di level yang lebih rendah (BSc Hons, London,
1958) dan Administrasi Publik (Diploma, University College, Ibadan, 1954 dan MPA,
Harvard, 1961). Setelah semula bekerja sebagai pegawai negeri, dia bergabung ke
Universitas Ife (sekarang Universitas Obafemi Awolowo University, Ile Ife) di tahun
1963, menjadi Profesor Administrasi Publik pertama di Nigeria pada 1967 dan, sekaligus,
sebagai Direktur Institut Administrasi. Antara tahun 1971 dan 1975 dia menjabat Menteri
dengan PBB sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi untuk Afrika (UNECA)
dengan pangkat Asisten Sekretaris Jenderal di tahun 1975. Dia dipromosikan menjadi
Under-Secretary-General pada 1978. Dia mundur dari UNECA di tahun 1991 dan
pemikir independen, Pusat Afrika untuk Pembangunan dan Studi Strategis (ACDESS), di
Adedeji dengan jelas dipengaruhi oleh studinya dalam ilmu ekonomi pada waktu ketika
pemikiran pembangunan didominasi oleh gagasan teleologi (teori bahwa peristiwa dan
perkembangan dimaksudkan untuk memenuhi suatu tujuan dan terjadi karena itu) serta
pertumbuhan. Namun, pengaruh ini terlihat berjalan dalam suatu cara yang ‘menghina’,
dinamis kondisi dan realitas Afrika pasca-kemerdekaan. Ia karenanya bisa jadi dalam
artikulasi visi ‘nasionalis’ yang progresif tetapi dengan kawasan benua yang makin (dan
sebagai anggota integral komunitas global, di mana terletak kontribusi Adedeji yang
paling signifikan terhadap pemikiran pembangunan. Namun, secara luas dipandang lebih
asli Afrika, Adedeji juga menggambarkan demonstrasi vital dampak di mana penempatan
yang terampil atas pengelolaan pembangunan dapat berkontribusi terhadap kebijakan dan
perencanaan, guna memikirkan ulang praktik serta untuk memperluas strategi. Karena
itu, dalam analisis komprehensif dan bertalian logis terhadap kontribusi Adedeji bagi
pemikiran dan praktik pembangunan hingga saat itu, Asante (1991) mengakui
sumbangsih dari para kolega yang sepaham di UNECA bagi formulasi gagasan-gagasan
mengenai pembangunan Afrika yang dengan erat dikaitkan dengan sosok Adedeji.
Asante juga memerhatikan bagaimana masa jabatan Adedeji selaku Sekretaris Eksekutif
UNECA menyediakan platform yang tidak tergantikan bagi penyebaran ide-ide ini,
kritik-kritik radikal berbasis di Amerika Latin oleh Andre Gunder Frank dan Michael
Todaro, sementara peran Adedeji di UNECA berdiri sejajar dengan yang diperankan
Raúl Prebisch di ECLAC/CEPAL (Komisi Ekonomi untuk Amerika Latin dan Karibia).
Pemikiran Adedeji tentang pembangunan Afrika mempunyai asal-mulanya dalam
dan bertumbuhnya kekurangan bukti untuk benefit signifikan yang terjadi pada masa
awal pasca-kemerdekaan (Adedeji 1977, 1981). Ia juga tidak diragukan lagi dipengaruhi
oleh perdebatan yang berlangsung di dalam dan di sekitar ECLAC, dan menarik inspirasi
dari karya Raúl Prebisch serta, pada derajat yang lebih sedikit, Arthur Lewis, walaupun
dia berbeda dalam penghargaan-perhargaan penting dan hampir pasti tidak pernah
(Asante 1991). Maka tidak mengejutkan, kalau dia segera mempertanyakan mengenai
kurang mudah diukur (karena sebagian besar adalah kualitatif dan terus-menerus
holistik dan berpusatkan pada manusia, selain itu untuk mencakup ekonomi sebagaimana
juga sosial, budaya, lingkungan, politik serta bentuk-bentuk lain dari perubahan dan
tanggungjawab kolektif di mana semua harus berbagi dalam tenaga kerja sebagaimana
juga hasil’, ketika ‘masyarakat menjadi tujuan akhir dan sarana pembangunan, maka
kepentingan, nilai-nilai dan aspirasi mereka semestinya menentukan isi, strategi dan
modalitas dari pembangunan [seperti itu]’ dan, dalam prosesnya, bertindak memastikan
bahwa pembangunan tetap berlabuh pada kaitan sosial budaya, politik dan sejarah
(Asante 1991: 6). Bagi dia juga, pengalaman aktual Afrika pasca-perang atas
pembangunan beragam secara signifikan dari cita-cita ini, sebagian karena, berbagai
label-label deskriptif, sekalipun kebijakan dan taktik yang diadopsi diwariskan daripada
ditumbuhkan sendiri, dan karenanya sangat bernuansa peniruan dan bukannya kreatif
atau secara lokal responsif dan bersifat alami. Kedua, usaha-usaha pembangunan gagal
pada sumber daya eksternal untuk input (masukan) dari segala hal serta seiring pasar
benua ini adalah terutama pada komoditas-komoditas primer (Adedeji 1981). Dia
sebagai subjek daripada objek, dan, dengan demikian, mengabaikan penyebab rasa
kepemilikan di antara sebagian besar rakyat Afrika yang disangka merupakan target dan
Oleh karena itu, pada pertengahan 1970-an, dan dalam pandangan Adedeji, apa yang
Afrika yang,
Telah mewarisi atau meminjam kebijakan pembangunan sebagaimana juga teori politik,
mendesain orientasinya, sebagaimana ia datang untuk menolak banyak dari hukum neo-
semata-mata sebuah sarana pada akhir restrukturisasi ekonomi yang lebih diinginkan,
kebergantungan pada diri sendiri (Adedeji 1977), yang memberi informasi untuk sikap
tegasnya atas kebutuhan strategi alternatif hasil formulasi Afrika bagi pembangunan
benuanya sendiri. Yang patut diperhatikan di antara elemen-elemen strategi seperti ini,
sebagaimana didetailkan dalam Rencana Aksi Lagos (LPA) tahun 1981, adalah hak
kekritisannya atas peran perdagangan luar negeri sebagai mesin pertumbuhan (sebagai
pasar eksternal); usahanya untuk memisahkan, paling tidak secara konseptual, perubahan
internal sosial-ekonomi dari kinerja pasar ekspor; dan penolakannya terhadap asumsi
korelasi positif –daripada negatif–antara ekspansi perekonomian negara maju dan negara
tindakan program-program sektoral, serta suatu cetak biru bagi integrasi regional dan
ketergantungan pada pasar luar negeri di jantung …pembangunan…’ (Adedeji 1985: 15).
Penentangan seperti ini bermakna sedikit; sebuah tujuan kunci LPA adalah, pada
akhirnya, bagi Afrika dan rakyatnya untuk pulih, melalui kekuatan transformatif
jauh lagi, dengan menonjolkan keseimbangan dinamis antara autarki dan kerentanan,
LPA dipandang memiliki fleksibilitas yang cukup dan potensi untuk mengindikasikan
jalan keluar dari krisis ekonomi (Adedeji dan Shaw 1985). LPA menstimulasi perdebatan
yang meluas, menghasilkan kritik-kritik, serta bahkan menyediakan kerangka kerja bagi
bagian proses yang lebih besar guna mengkonstruksi filosofi pembangunan Afrika, satu
yang juga menyoroti peran UNECA ‘dalam pasar internasional ide-ide terutama
mengenai Afrika dan secara umum tentang pembangunan’ (Asante 1991: 46).
potensi untuk berkontribusi terhadap keberlanjutan jangka panjang (Adedeji dan Shaw
1985), penerapan LPA lambat, terhambat sebagian oleh krisis ekonomi di tahun 1980-an
tetapi sebagian juga oleh sifat alami berangsur-angsur atas perubahan kebijakan/proses
reformasi yang diangan-angankan (Adedeji 1985). Dikonfrontasi oleh krisis pada tahun
1980-an dan 1990-an, para pembuat kebijakan, perekonomian dan masyarakat Afrika
dengan kebijakan kunci ekonomi makro didikte oleh interpretasi dan rekomendasi yang
terdapat dalam Laporan Berg (Bank Dunia 1981), sangat antitesis dari LPA, di mana ia
berdiri dalam kontradiksi fundamental, tidak hanya pada penentangannya atas
prinsip pasar dan negara minimal (Adedeji 1985). Sebagai respons, Adedeji dan para
serta kombinasi krisis politik dan sosial ekonomi yang mendera Benua Hitam itu, yang
semula dibahas di LPA (UNECA 1989). Seperti LPA, AAF-SAP dipandang penting bagi
dekade baru dan sesudahnya’ (Adedeji 1990: 112). Adedeji menggunakan AAF-SAP
mewakili sebuah alternatif yang berpusatkan pada manusia, konsisten dengan tujuan-
persyaratan restrukturisasi jangka panjang’ (Adedeji 1990: 71). Dia berpegang teguh
pada prinsip bahwa akan tidak bijaksana bagi tindakan-tindakan penyesuaian struktural
ortodoks pada tahun 1980-an untuk dilanjutkan ke era 1990-an, dan memperingatkan
kalau ini akan menjerumuskan benua itu ke dalam spiral yang mengarah ke bawah dan
akan sangat sulit untuk dipulihkan. Bersama-sama, LPA dan AAF-SAP dapat--dengan
masa depan bagi pemikiran pembangunan; bahkan, dia akan (dan bisa jadi) menyetujui
pesan bersama mereka: ‘tidak ada program pengelolaan atau pembangunan yang masuk
akal jika ia membuat masyarakat dengan tidak menentu menjadi lebih sengsara’. Adalah
tidak mengejutkan, kemudian, bahwa Adedeji (2002: 4) kurang optimistis bahwa baik
LPA maupun AAF-SAP ‘ditentang, dirongrong dan dibuang muatannya oleh lembaga-
lembaga Bretton Woods’ yang dengan cara ini menghalangi rakyat Afrika ‘untuk
menggunakan hak dasar dan fundamentalnya guna memutuskan masa depan mereka’.
Kepergian Adedeji dari UNECA pada tahun 1991 tidak menandai akhir sumbangsih dia
yang menurut Julius Nyerere, sang presiden pendiri Dewan Penyantunnya, dibentuk
sebagai respons terhadap persepsi ‘kurangnya peluang untuk berekspresi, berdebat dan
mengenai ‘pemikiran strategis dan prospektik tentang Afrika’ (Adedeji 1993). Bisa jadi,
dengan sama pentingnya, ia merupakan wahana di mana seperti UNECA, dan melalui
dengan (dan di antara) para politisi, pembuat kebijakan, birokrat, perencana, teknokrat,
‘mengombinasikan teori dengan pengalaman praktis’ (Asante 1991), dan riset mengenai
(Kemitraan Baru Ekonomi untuk Pembangunan Afrika) adalah bersifat instruksi terkait
sebagai usaha pembaruan pan-Afrika guna mengaktifkan kembali integrasi intra- dan
merugikan prinsip transformasi struktural dan diversifikasi sosial ekonomi LPA. Menurut
determinasi’ (Adedeji 2002: 17). Pada bagian ini sebagaimana dalam banyak dari
intervensinya yang terdahulu, dia memfokuskan ulang perhatian pada pelestarian mandiri
dan kehendak politik (kolektif). Tetapi dia juga menegaskan kembali bagian lain dari
pesannya yang sejak lama: bahwa pengejaran Afrika terhadap pembangunan yang
berkelanjutan perlu dimulai dengan keberhasilan dalam perjuangan jangka panjang untuk
‘mem-pribumi-kan’ paradigma, strategi dan agenda yang harus menuntun sifat, langkah,
arah dan dinamika dari segala macam pembangunan tersebut. Ia merupakan perjuangan
Karya-karya utama
Adedeji A. (1977) Africa: The Crisis of Development and the Challenge of a New
The African Alternative; Selected Statements, Addis Ababa: Komisi Ekonomi PBB untuk
Afrika.
Komisi Ekonomi untuk Afrika (ECA) (1989) The African Alternative Framework to
Organisasi Persatuan Afrika (OAU) (1980) Lagos Plan of Action for the Economic
Bacaan lanjutan
Hutchinson.
—— (1985) ‘Strategi Monrovia dan Rencana Aksi Lagos: Lima Tahun Sesudahnya’,
dalam Adedeji A. dan Shaw, T.M. (eds), Economic Crisis in Africa: African Perspectives
—— (1993) ‘Marjinalisasi dan Marjinalitas: Konteks, Isu dan Sudut Pandang’, dalam
Adedeji A. (ed.), Africa within the World: Beyond Dispossession and Dependence,
Comprehending and Mastering African Conflicts: The Search for Sustainable Peace and
sampai pada Hukum Konstitutif: Ke mana Afrika?’, pidato utama kepada Forum Afrika
Adedeji A. dan Shaw, T. (1985) ‘Pengantar: Kondisi dan Proyeksi Afrika bagi Masa
Depan’, dalam Adedeji A. dan Shaw, T.M. (eds), Economic Crisis in Africa: African
Onimode, B. (ed.) (2004) African Development and Governance Strategies into the 21st
Century: Looking Back to Move Forward. Essays in Honour of Adebayo Adedeji at 70,
Sanmi-Ajiki, T. (2000) Adebayo Adedeji: A Rainbow in the Sky of his Time. A Biography,
Reginald Cline-Cole
Seorang aktivis, jurnalis dan terdidik, Anil Agarwal merupakan pencinta lingkungan
rakyat miskin, dan yang tidak takut menentang organisasi-organisasi dan pemerintahan
seperti pertumbuhan populasi dan penggundulan hutan. Agarwal adalah salah satu
pengkritik pertama yang menentang generalisasi ini, dan sebagai gantinya berfokus pada
pilihan serta risiko yang dihadapi oleh rakyat miskin. Agarwal mewariskan berbagai
peninggalan. Dia mendirikan lembaga pemikir India, Pusat Sains dan Lingkungan, yang
saat ini tetap menjadi salah satu sentral terkemuka dari pemikiran kritis mengenai
pelopor dalam perdebatan-perdebatan yang saat ini disebut sebagai studi ekologi politik
organisasi-organisasi besar yang secara sains dan politik netral, Agarwal berusaha
mengekspos dasar politik dari tiap pernyataan kausalitas, dan menunjukkan bagaimana
dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan lingkungan di antara Utara dan Selatan. Agarwal
juga membawa gayanya sendiri dalam memengaruhi dunia politik, melalui kombinasi
karya ilmiah, jurnalisme yang tajam dan kampanye politik nan hati-hati.
Agarwal dilahirkan di Kanpur di Uttar Pradesh pada tahun 1947, putera dari seorang tuan
tanah lokal. Dia mengeyam pendidikan di Institut Teknologi India di Kanpur, di sana dia
belajar di jurusan teknik mesin, dan memeroleh informasi mengenai teknologi yang pada
kemudian hari mencirikan tulisan-tulisannya. Dalam suatu perubahan arah karir, di tahun
1973, Agarwal menjadi koresponden sains di Hindustan Times. Pada 1974, dia menulis
tentang pergerakan Chipko di Himalaya India, di mana para warga desa lokal menentang
kegiatan penebangan pohon, dan yang baru-baru ini menjadi ikon perjuangan lingkungan
lokal di Selatan. Tulisannya menarik perhatian internasional, dan di tahun 1979 dia
memenangkan A.H. Boerma Award pertama yang diberikan oleh badan PBB, Organisasi
Pada 1980, Agarwal mendirikan Pusat Sains dan Lingkungan (CSE) di Kota New Delhi.
CSE adalah baru karena ia merupakan organisasi non-pemerintah yang berfokus pada
waktu itu, kelompok-kelompok lingkungan arus utama di India cenderung berfokus pada
konservasi, terutama konservasi hutan belukar dan kehidupan satwa liar, sebagai
perhatian utama mereka. Namun, CSE, justru menyoroti risiko lingkungan yang dihadapi
warga miskin di India pada ketika mata pencarian mereka dihadapkan pada kemerosotan
keseluruhan benda hidup di suatu daerah) dan ketika industrialisasi bertumbuh. Agarwal
Down to Earth, yang meliputi suplemen untuk anak-anak, yakni Gobar Times. Banyak
dari tulisannya diterjemahkan ke dalam bahasa Hindi, Kannada dan bahasa-bahasa India
lainnya.
Pendekatan yang diadopsi oleh Agarwal dan CSE mulai memengaruhi perdebatan lebih
India’s Environment, ditulis dengan para kolega di CSE sejak 1982, menentang basis
paling elite dari lingkungan hidup, dan berusaha menggambarkan lingkungan sebagai
problem politik yang sebagian mencerminkan perpecahan berbasis kelas dan
menginternasional atas kekuasaan dan kekayaan. Para analis melukiskan pendekatan ini
Agarwal juga meyakini bahwa pemikiran pembangunan ortodoks adalah keliru untuk
guna mencapai pembangunan sosial. Dia mengusulkan bahwa suatu konsep baru ‘produk
dampak pertumbuhan terhadap lingkungan dan mata pencarian. Agarwal juga sensitif
terhadap peran wanita dalam perlindungan sumber daya, dan menjadi rentan atas risiko
lingkungan hidup. Dia berpendapat kalau kemiskinan dan lingkungan adalah saling
berhubungan, tetapi masyarakat miskin biasanya lebih protektif terhadap sumber daya
daripada pandangan umum selama ini, dan bahwa kebijakan ekonomi seharusnya
Karena tulisan-tulisannya yang seperti itu, baik Agarwal maupun CSE dengan cepat
lingkungan berbasis di Nairobi. Karyanya dilaporkan dalam majalah New Scientist dan
Economist yang berbasis di Inggris, sebagaimana juga koran, Le Monde (Prancis) dan
Asahi Shimbun (Jepang). Pada tahun 1986, Perdana Menteri India, Rajiv Gandhi,
mengundang dia untuk berpidato di hadapan Dewan Uni Menteri, dan menganugerahkan
dia Padma Shri Award. Agarwal kemudian diminta berpidato di hadapan seluruh 27
mengidentifikasi solusi. Di tahun 1987, dia terpilih ke dalam Global 500 Honor Roll dari
Banyak dari tulisan Agarwal mencakup sikap kritis terhadap sains lingkungan, terutama
Sebagai gantinya, dia mendesak apresiasi yang lebih holistik terhadap kondisi sosial dan
politik yang membuat perubahan lingkungan menjadi problematik, dan bagaimana solusi
oleh berbagai faktor termasuk desakan air di dataran rendah, daripada sekadar
mempertimbangkan bagaimana sumber daya (dan akses terhadap sumber daya) telah
berubah, dan bagi siapa, bukannya sekadar mekanisme pengendalian sederhana terhadap
aliran air atau pemanfaatan hutan. Dia menulis dalam Down to Earth pada 1987,
tanggul dan bendungan menjadi penyebab penting terjadinya banjir. Kita memerlukan
Kritik pernyataan sains populer dan kekhawatiran mengenai keadilan sosial ini juga
memengaruhi karya Agarwal dalam politik lingkungan internasional. Dalam salah satu
bersama dengan Sunita Narain di tahun 1991), Agarwal mengkritik kecenderungan bagi
sebagian analis untuk berasumsi bahwa perubahan iklim seharusnya dihadapi dengan
dan Narain mengecam laporan yang dirilis lembaga pemikir berbasis di Washington DC,
World Resources Institute, yang menempatkan tanggungjawab nasional untuk emisi gas
rumah kaca berdasarkan pada indeks yang sebagian besar bergantung pada tingkat
perusakan hutan serta emisi metana dari ternak dan padi basah yang terjadi sekarang ini.
Laporan itu menempatkan tiga negara berkembang Brasil, India dan China di antara
Agarwal dan Narain menyanggah laporan tersebut dengan berbagai landasan. Yang
pertama, laporan didasarkan pada emisi total nasional, dan bukannya emisi per kapita,
yang, tentu saja, lebih kecil di negara-negara berkembang dibandingkan di negara maju.
penggundulan hutan maupun emisi metana. Misalnya, perkiraan emisi metana padi basah
diekstrapolasi secara global dari data Italia; penggundulan hutan diperlakukan secara
seragam, tanpa pembedaan antara penebangan pohon untuk diekspor kembali dengan
produksi makanan rumah tangga kecil; serta tidak ada catatan mengenai dampak vegetasi
yang mungkin menggusur hutan. Ketiga, indeks berfokus terutama pada penggundulan
hutan tropis yang terjadi sekarang ini, dan tidak mempertimbangkan penggundulan hutan
di masa lampau yang terjadi pada negara maju (yang penting sebagaimana gas-gas rumah
kaca dapat bertahan hingga bertahun-tahun). Keempat, dan bisa jadi yang paling penting,
indeks tidak merujuk pada pertanyaan-pertanyaan mengenai keadilan sosial dalam emisi
gas rumah kaca, seperti mengakui bahwa banyak penebangan liar di negara berkembang
mungkin saja terjadi akibat himpitan kemiskinan dan demi menghasilkan makanan,
sementara di negara maju mengonsumsi bahan bakar fosil dapat dihubungkan dengan
kemakmuran penduduknya. Kritik Agarwal dan Narain terhadap indeks ini merupakan
batas air dalam politik lingkungan hidup internasional, dan mendemonstrasikan bahwa
secara politis, tetapi berisikan implikasi politik yang mendalam mengenai aktivitas mana
yang dipandang merusak atau tidak, dan negara atau masyarakat mana yang dinilai
bertanggungjawab. Agarwal bekerja dengan tema ini semasa mendekati KTT (Konferensi
Tingkat Tinggi) Bumi Rio 1992 (Konferensi PBB tentang Lingkungan dan
Pembangunan), dengan menjadi penasihat untuk Perdana Menteri India, P.V. Narasimha
Rao, dan mantan Presiden Tanzania, Julius Nyerere, di South Centre di Jenewa, dan
bergabung dengan delegasi resmi India dalam konferensi Rio. KTT Rio berisikan banyak
Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, dan Konvensi tentang
Keanekaragaman Hayati.
Karya Agarwal setelah KTT Rio meliputi perhatian baru terhadap masalah lingkungan
teknologi bersih bagi warga miskin di perkotaan. Di tahun 1996, CSE menerbitkan
perusahaan minyak, pabrikan mobil, dan regulator serta perencana. Laporan disusul oleh
kampanye media, dan pada akhirnya tindakan pemerintah untuk menggusur mobil-mobil
pemicu polusi. Di sebuah editorial yang tajam dalam Down to Earth, Agarwal menulis
(1996):
Mimpi ekonomi Barat adalah mimpi beracun. Dan tidak mendengarkan omong kosong
dari para pejabat dan ilmuwan India bahwa konsumsi serta produksi substansi racun per
kapita di India adalah tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan negara-negara
Barat. Ilmu pengetahuan yang bualan semata ini berderap membuat Anda apatis. Adalah
tingkat eksposur yang menentukan, yang bisa sangat tinggi di India, di antaranya karena
tingginya residu pestisida dalam makanan kita dan air minum berkualitas rendah.
Agarwal menulis serangkaian editorial dan tulisan yang mendesak demokrasi global yang
dalam proses globalisasi. Bagi Agarwal, adalah tidak dapat diterima bahwa perdagangan
oleh negara-negara yang lebih kaya sementara negara yang lebih miskin menderita polusi
atau kenaikan tinggi permukaan air laut karena negara yang lebih kaya ini tidak dapat
memerhatikan konflik politik dan aliansi di antara para pengampanye di belahan Utara
dan Selatan–juga dapat membawa peluang untuk memperkuat peran politik negara
Menyusul beberapa tulisannya yang lebih awal, Agarwal dan CSE juga terus mencari
Tiap Orang’, CSE mendukung eksperimen-eksperimen dalam usaha memeroleh air dan
Tarun Bharat Sangh di Rajasthan. Walaupun tindakan-tindakan ini, Agarwal dikritik oleh
sebagian pihak karena hanya menawarkan dukungan tersamar untuk gerakan anti-
bendungan Narmada di sebelah barat India, dan dituduh kehilangan sebagian sikap
radikal awalnya setelah menjadi penasihat negara, karena itu memunculkan pertanyaan
apakah memungkinkan bagi seorang pencinta lingkungan hidup yang diakui itu untuk
tetap radikal. Banyak yang tidak sependapat dengan kritik ini. Di tahun 2000, dia
yang diberikan kepada mereka yang menunjukkan darma bakti berbeda bagi tatanan
tinggi kenegaraan.
Anil Agarwal meninggal pada tahun 2002 di usia yang baru menginjak 54 tahun. Dia
mengalami perjuangan panjang melawan kanker, dan telah menulis mengenai perawatan
kanker di India sebagai contoh lain perhatian terhadap kesejahteraan sosial yang belum
memadai. Dia meninggalkan warisan penting melalui penciptaan CSE, dan tulisan-tulisan
pribadi dia memelopori pemikiran saat ini mengenai kemiskinan dan lingkungan serta
para pakar di negara maju. Dia juga mencapai tujuan ini melalui pembentukan sistem
kampanye dan komunikasi yang menguasai sekaligus mendidik banyak pihak di negara-
negara yang lebih miskin. Anil Agarwal merupakan salah satu pemikir paling
Karya-karya utama
Agarwal, A. (1982) The State of India’s Environment: A Citizens’ Report, bersama Sunita
Participatory Rural Development, bersama Sunita Narain, New Delhi: Pusat Sains dan
Lingkungan.
—— (1991) Floods, Flood Plains and Environmental Myths, disunting dengan Sunita
—— (1991) Global Warming in an Unequal World, bersama Sunita Narain, New Delhi:
Built on Legal Convention or Human Rights?, New Delhi: Pusat Sains dan Lingkungan.
—— (1997) Homicide by Pesticides: What Pollution does to our Bodies, disunting, New
Bacaan Lanjutan
Hingga saat ini, belum ada buku yang secara spesifik melukiskan kehidupan Anil
Agarwal, tetapi informasi mengenai kehidupannya dapat diperoleh dari publikasi Down
to Earth, dan Pusat Sains dan Lingkungan (CSE), serta obituari di bawah ini.
Guardian, 11 Januari.
Tim Forsyth
batasan cara produksi dominan (kapitalis) secara serius dan kreatif. Dia tanpa pernah
lelah menekankan bahwa struktur produksi Fordist dan pola-pola konsumsinya tidak
dapat diterjemahkan ke dalam jalan universal yang dapat diterapkan bagi pembangunan
sosial untuk semua pihak. Secara tidak biasa di antara para ilmuwan sosial, dia telah
membuka dirinya sendiri terhadap hukum dasar ilmu pengetahuan alam dalam pencarian
bagi model-model eksplanatori yang dapat berjalan untuk pembangunan sosial yang
berorientasi ke masa depan. Dia menegaskan bahwa prinsip entropi menetapkan batasan-
batasan.
Dilahirkan pada tanggal 24 Agustus 1938, Altvater memelajari ilmu ekonomi dan
Hidup di Uni Soviet’. Mengajar ekonomi politik (atau lebih cenderung pada kritik
ekonomi politik) sejak tahun 1971 sebagai profesor di Jurusan Sains Politik Freie
Ketertarikan Altvater yang beragam tidak menderita kerugian dari kekacauan tahapan-
pasar global adalah banyak di antara kuliahnya sebagaimana pengantar Das Kapital oleh
Karl Marx dan seminar-seminar mengenai teori-teori kenegaraan. Kisaran lebar tematik
Analisis Altvater tentang modal keuangan internasional, kebijakan moneter dan fiskal
pasar dan masyarakat memeroleh keterkenalannya sejak awal 1970-an. Selama era tahun
menjadi pengkritik kuat atas pembangunan dengan didanai pinjaman (Altvater et al.
1991). Terinspirasi oleh sabatikal (cuti panjang dari kerja) di wilayah timur Amazon
Brasil, dia mengabdikan suatu studi kasus yang langka terhadap isu-isu Brasil tetapi
tentang ‘pasar dunia sebagai sebuah kekuatan keadaan’ (Sachzwang Weltmarkt). Dalam
analisis perintis ini, dia memahami ruang sebagai landasan riil ekonomi dan proses sosial
kebijakan pembangunan negara dan kecenderungan krisis ekonomi di pasar global. Dari
dominasi yang terakhir ini atas strategi pembangunan nasional dan kondisi lokal dari
produksi yang diatur secara ekologi, strategi industrialisasi yang dikejar Fordist pastilah
tidak menghasilkan apapun. Dalam sebuah bab (dalam Sachzwang Weltmarkt) tentang
‘Ekonomi dan Ekologi’, dia mengeksplorasi hukum fisika termodinamika. Bagi dia suatu
argumen sentral yang kian meningkat tentang keterbatasan alami pembangunan sosial
sebagai proses konversi material, produksi dan konsumsi merupakan subjek bagi
peningkatan entropi. Karena itu, sistem ekonomi beserta tendensinya tidak dapat
dibimbing dalam bidang ekonomi di Harvard oleh Joseph Schumpeter, salah satu nama
Roegen, yang pada akhirnya menetap di Universitas Vanderbilt di Amerika Serikat, telah
memeroleh pengaruh yang kian meningkat dalam teori ekonomi mutakhir karena
Roegen 1976). Sebagian besar diabaikan oleh ilmu ekonomi arus utama, pendekatan baru
Altvater, yang menemukan relevansinya dari perspektif pemikiran ilmiah yang sensitif
Pionir lain yang menginspirasi beberapa ilmuwan sosial–dan bahkan lebih sedikit
adalah seorang kelahiran Rusia, Ilya Prigogine (1917–2003), Direktur Pendiri Pusat
(sekarang Pusat Studi Mekanika Statistik dan Sistem Kompleks Ilya Prigogine). Dia
memenangkan Hadiah Nobel bidang kimia di tahun 1977. Seperti halnya Georgescu-
Roegen, dia berkontribusi penting terhadap kombinasi baru ilmu pengetahuan alam dan
ilmu sosial pada teori-teori relevansi aspek ekonomi dan lingkungan hidup dalam
(lihat Kondepudi dan Prigogine 1998; Prigogine dan Stengers 1986, 1997).
kapitalisme saat ini, yang menurut pandangannya bukanlah ‘akhir cerita’ dalam
pemahaman Fukuyama mengenai masa depan pembangunan yang akan tetap ada, tetapi
sistem sosial. Pada jalur tuntutan ini, Altvater berhubungan dengan integrasi hukum
entropi ke dalam teori sains sosial sebagaimana terdokumentasi dalam dua karyanya, Die
Zukunft des Marktes (Masa Depan Pasar) dan Der Preis des Wohlstands (Harga
Kritik mencela dia atas ‘dinamisasi-termo terhadap sains sosial’. Yang lainnya mencaci-
maki dia untuk permainan utopia istana pasir di mana dia sekarang mendesakkan sebuah
tetap ada (pasca-) produksi kapitalis Fordist atau pemanfaatan pembaruan ‘transformis’
dari tatanan dunia kapitalis. Penolakan-penolakan ini dapat dilawan dengan menunjuk
dan tidak mereduksi lingkungan serta alam menjadi semata-mata objek eksploitasi tanpa
akhir (Köhn 1995). Terhadap sebagian penolakan yang diangkat oleh kritik (Hein 1993),
Altvater merespons langsung dengan menunjuk bahwa 10 generasi manusia telah muncul
sejak revolusi industri ‘Promethean ’ atas pasar global. Alam adalah terbatas dan telah
mencapai batasan beban serta, sebagaimana dipelihara Altvater, pendekatan teoritis yang
tidak mengupayakan integrasi limit ekologi dalam dunia konseptual mereka adalah tidak
up to date (Altvater 1994: 104). Dia menentang teori sosial-ekonomi untuk mengingat
jangkauan global formasi sosial kapitalis dan (seakan-akan global) ancaman ekologi. Dia
juga menolak celaan karena meminjam dari istilah fisika termodinamika untuk kategori-
kategori ‘entropi’ dan ‘syntropi’ yang berada di luar perdebatan sosial ekonomi. Bahkan
jika proses kosmis dipahami sebagai terbuka dan bumi sebagai sistem terbuka nan
energik, batasan termodinamika tetap eksis. Energi material yang eksis (fosil atau nuklir)
menjadi bahan bakar untuk siklus produksi industri dan dengan cara demikian
Namun dia bersikeras atas ekspansi konsep sosial ekonomi sejak teori-teori konvensional
saat ini tidak memadai untuk memahami masalah ekologi dan dia mengacu pada
kebutuhan kecocokan antara produksi dan sistem energi dalam sejarah manusia. Tesisnya
yang mendasari adalah bahwa masa produksi berbasiskan sumber energi fosil akan
berakhir dalam beberapa dekade ke depan, dan transisi ke masyarakat energi surya
menanti serta pertukaran sumber energi primer tidak dapat terjadi tanpa perubahan sosial
radikal dalam sistem sosial transformasi material dan energi (ibid.: 110). Dia
sebagai ‘revolusi surya’ tanpa substansi konkrit tetapi vital sebagai suatu visi yang
Bersama dengan rekan semasa hidupnya, Birgit Mahnkopf, Altvater menerangi Grenzen
der Globalisierung (Batas terhadap Globalisasi) dan membawa ini lebih jauh ke dalam
Globalisierung der Unsicherheit (Globalisasi Ketidakamanan). Dia menganalisis proses
kawasan dalam suatu pasar dunia yang kian dideregulasi, dan pada saat yang sama
memicu ‘klub komunitas para pemilik aset-aset finansial’ global, melalui globalisasi
pasar keuangan dan hilangnya otonomi negara dalam pengertian kemungkinan regulasi
miliknya sendiri. Referensi dia terhadap karakter terbatas model pembangunan Fordist
juga menjadi sentral argumentasinya. Tidak ada kualitas politik atau sosial ekonomi dari
pendekatan tematik ini dalam sebuah esai yang ringkas (Altvater 1996) dengan
memperingatkan bahwa, dalam cara yang fatal, dunia adalah terbatas dan pengejaran
pembangunan oleh negara-negara Dunia Ketiga dengan tipe industrialisasi Fordist dari
jenis yang dilakukan negara industri Barat adalah tidak dapat dimengerti. Bagi Altvater,
koherensi sosial lokal terbukti dalam batasan ekonomi global melalui tumpang-tindih
aturan-aturan umum dan menjadi sangat spesifik. Dia mengakui bahwa hasil tantangan
Sebagaimana editor Festschrift pada ulang tahunnya yang ke-60 mengakui dalam
pengantar seri (Heinrich dan Messner 1998), pendekatan holistik Altvater bisa jadi
kontroversial tetapi melaksanakan orientasi dan integrasi dalam dunia sains yang sangat
berbeda di mana kita makin memahami detail tetapi kian kekurangan koneksi yang
lengkap. Karyanya yang berkesinambungan sejauh ini paling berpengaruh pada
keterbatasan ekologi, teori kenegaraan dan yang lebih baru adalah tentang barang-barang
publik global. Karena itu, kontribusi guna menghormati ulang tahunnya yang ke-65
berpusatkan pada isu dengan topik hangat ini (Brunnengräber 2003). Altvater
memohonkan regulasi konsumsi energi, kondisi kerja dan pergerakan modal di tingkatan
supra-nasional. Dalam salah satu dari beberapa karyanya yang diterbitkan dalam bahasa
pemikiran ulang yang radikal. Namun, pergeseran paradigma seperti ini, akan perlu
disertai oleh usaha-usaha praktis memancangkan kembali sistem ekonomi global dalam
hubungan sosial baru secara kualitatif dan bentuk-bentuk regulasi politik, baik di
Sumbangsih Altvater membantu kita untuk tetap melihat hal-hal penting, termasuk etika
politik-moral teori pembangunan, dan menyediakan motivasi untuk tetap terlibat. ‘Pada
suatu waktu atau lainnya, kita harus memulai,’ kata dia, dalam justifikasi mengenai
keyakinannya sendiri:
Ini terdengar idealis dan kritik idealisme menjadi sangat tajam sejak Marx. Walaupun
demikian, suatu proses diprakarsai di mana moneterisasi yang fatal dan materialisme
jangka pendek dicabut. Semoga kita akan mempunyai masa ini. Ini tidak meyakinkan.
Sayangnya, bencana tidak dapat dikecualikan. Namun, tidak ada proyek kiri untuk
bencana yang berkembang tetapi lebih pada proyek untuk menghindari malapetaka.
(Altvater 2004: halaman tak tersusun)
Karya-karya utama
—— (1991) Die Zukunft des Marktes. Ein Essay über die Regulation von Geld und
Natur nach dem Scheitern des ‘real existierenden Sozialismus’, Münster: Westfälisches
Dampfboot.
und Politik in der Weltgesellschaft, Münster: Westfälisches Dampfboot (edisi ke-4, edisi
Bacaan lanjutan
Kategorien in den Sozialwissenschaften. Replik auf die Kritik von Wolfgang Hein’,
Altvater, E., Hübner, K., Lorentzen, J. dan Rojas, R. (eds) (1991) The Poverty of
Nations: A Guide to the Debt Crisis – From Argentina to Zaire, London: Zed Books
(aslinya diterbitkan pada tahun 1987 sebagai Die Armut der Nationen. Handbuch zur
Georgescu-Roegen, N. (1971) The Entropy Law and the Economic Process, Cambridge,
—— (1976) Energy and Economic Myths: Institutional and Analytical Economic Essays,
Hein, W. (1993) ‘Elmar Altvater: Entropie, Syntropie und die Grenzen der Metaphorik’,
Politik. Festschrift für Elmar Altvater zum 60. Geburtstag, Münster: Westfälisches
Dampfboot.
Prigogine, I. dan Stengers, I. (1986) Order Out of Chaos, New York: Bantam.
—— (1997) The End of Certainty: Time, Chaos, and the New Laws of Nature, New
Henning Melber
Samir Amin merupakan pemikir Mesir/Arab yang paling dikenal di bidang teori
pembangunan ‘Marxis’, pengkritik kuat kapitalisme, ekonom politik radikal, dan salah
hanya dapat disejajarkan dengan para pengkritik kapitalisme kontemporer Marxis, seperti
Paul Baran, Andre Gunder Frank dan Immanuel Wallerstein. Umumnya, mereka
ekonomi kapitalis, pembangunan politik, budaya dan militer serta ekspansi ke negara-
negara berkembang.
Tulisan-tulisan akademik awal Amin mengawali kemunculan apa yang sekarang lazim
dikenal sebagai studi pembangunan. Sebagai seorang ekonom, Amin memulai risetnya
Brazzaville (Ibu Kota Kongo), Mesir, Senegal, Ghana, Côte d’Ivoire dan Maghreb. Sejak
itu, karya Amin telah dinotifikasikan oleh teori pembangunan awal ini, yang bermula dari
sejarah Marxisme.
Dipengaruhi oleh ekonomi Perang Dingin dan persaingan ideologi serta pembangunan
dekade pertama yang mengecewakan, empat karya Amin yang berbasis empiris, The
Maghreb in the Modern World (1970), Neo-colonialism in West Africa (1973), Unequal
Development (1976) dan The Arab Nation: Nationalism and Class Struggle (1976),
sebagai neokolonialisme, hubungan antara Maghreb yang baru saja merdeka dengan
negara-negara Afrika Barat dan bekas kekuatan kolonial yang secara ekonomi dominan,
masa depan negara-negara ini dan negara berkembang secara umum. Realisasi ini
Prakapitalis: Studi teoritis mekanisme, yang telah menimbulkan apa yang disebut sebagai
perekonomian “terbelakang”’.
Kontribusi utama Amin yang pertama terhadap teori pembangunan begitu kuat dan terus
melingkupi sebagian besar dari karya intelektualnya saat ini. Karya dua seri,
menemukan resonansi dalam perpecahan ideologi Perang Dingin. Pada studi ini, Amin
pembangunan kapitalis secara artifisial memisahkan ekonomi dari domain sosial dan
secara struktural dikonstruksi sebagai suatu sistem dunia dengan pusat dan periferi
(pinggiran). Amin menyebut ini ‘teori formasi sosial kapitalis’-nya, yang menampilkan
Amin menjelaskan keterbelakangan pembangunan sebagai hasil dari tiga faktor. (1)
produktivitas sektoral’ antara pusat dan periferi. (2) Tiadanya artikulasi, lemahnya
sektor-sektor yang tidak terintegrasi, dengan kurangnya aliran pertukaran internal dalam
upaya memuaskan permintaan eksternal yang diterapkan atas mereka oleh perekonomian
pusat. (3) Pusat yang mendominasi secara ekonomi, sosial dan politik terhadap periferi.
terhubungkan. Pada dasarnya, teori pembangunan Amin erat terkait dengan teori
Salah satu kontribusi utama Amin bagi teori pembangunan adalah kemampuannya
metodologi, dia menggali jasad Marxisme dari anteseden Baratnya dan menempatkannya
kembali untuk menjelaskan keterbelakangan sebagai hasil akhir dari pengalaman kolonial
merupakan hasil kumulatif dari pertukaran yang tidak setara, pembangunan yang tidak
setara dan imperialisme (Unequal Exchange, 1973; Unequal Development, 1976; 1977).
Bagi Amin,
bangsa dan kawasan dari keseluruhan dunia hingga pada berbagai keharusan
bahwa ekspansi kapitalisme, dan kemudian paradigma neoliberal yang saat ini dominan,
beberapa sistem yang bersaing) (Amin 1990: xii) sebagai sebuah alternatif terhadap
Untaian teoritis Amin, kecenderungan ideologi dan aktivisme paling baik digambarkan
sebagai sebuah pencarian cara melakukan yang dapat diterima atau teori praktik. Banyak
dari tulisan-tulisannya selama penutupan dekade abad ke-20 dan sampai saat ini telah
diabdikan bagi kritik globalisasi, yang dilukiskannya sebagai bentuk baru yang ganjil
dan teori pembangunan adalah dahsyat. Dalam Capitalism in the Age of Globalisation
guna mengantarkan ke dalam era ‘proyek globalisasi alternatif yang manusiawi’ (ibid.:
10). Agenda seperti ini tidak dapat diwujudkan dan krisis pembangunan ditetapkan
bersama-sama (ibid.: 135). Dalam skema ini, para cendekiawan ditugasi peran pelopor
dengan aksi kelas-kelas populer, membuat mereka menjadi partner sosial untuk
perubahan.
uraian pamungkas Amin terhadap ekspansi kapitalisme dari Perang 30 Tahun (1914–
1945) hingga masa sekarang globalisasi neo-liberal. Di sini, Amin mengambil banyak
Failure (1990); Transforming the Revolution: Social Movements and the World System
(1990); Empire of Chaos (1992) dan Re-reading the Post-war Period (1994). Masa depan
kapitalisme telah ‘diramalkan’ dengan tujuan utama menjawab satu pertanyaan penting,
‘Apakah perkembangan sekarang ini dari sistem kapitalis dunia adalah permanen atau
sementara’ atau ‘adakah, tanda-tanda keusangan sistem yang harus diatasi kalau
peradaban manusia hendak bertahan?’ (Amin 2003: 1). Secara teoritis, seri ini
Dunia, mengklaim bahwa ‘Hukum Marx tentang pemiskinan yang diakibatkan oleh
akumulasi kapitalis telah lebih menonjol terkonfirmasikan pada skala dunia selama dua
Perwujudan di mana negara-negara bekas komunis seperti Rusia dan China yang tunduk
kebutuhan bagi Amin untuk memikirkan kembali teori pembangunan. Pada tulisan-
tulisannya yang terakhir, dia mendefinisikan pembangunan sebagai konsep yang tidak
(alternatif) yang sangat berbeda’, yang tujuan dua kali lipatnya adalah: (a) membebaskan
kemanusiaan dari keterasingan ekonomi; dan (b) mengakhiri peninggalan polarisasi pada
skala dunia. Tujuan ini, menurut Amin, tidak dapat direalisasikan tanpa partisipasi aktif
keseluruhan populasi dunia karena masalah yang dihadapi umat manusia telah menjadi
Kapitalisme menjadi usang karena ia merupakan sebuah sistem tua yang telah memasuki
kondisi kekacauan permanen, memicu pada transisi panjang terhadap sosialisme atau
malapetaka dan bunuh diri kemanusiaan. Kapitalisme adalah usang karena: (1) revolusi
sains dan teknologi yang terjadi sekarang ini menunjukkan bahwa kapitalisme telah
Tiga serangkai imperialisme kolektif, terutama di pusatnya pusat Amerika, tidak lagi
berfungsi sebagai eksportir modal ke wilayah pinggiran (periferi), tetapi bergantung pada
surplus yang dihasilkan di seluruh dunia, tiga serangkai ini tidak lagi signifikan sekaligus
tergantung pada diskursus media manufaktur untuk bertahan, ‘apakah ini tidak
menyimbolkan keusangan sistem yang tidak memiliki apapun untuk ditawarkan kepada
(2003: 93–4)
Karena hegemoni Amerika Serikat dan proyek neo-liberal kanannya tumbuh subur pada
kapitalisme yang sudah usang, alternatifnya adalah abad ke-21 non-Amerika yang
persyaratan dasarnya meliputi: (1) pergeseran sistem dunia unipolar saat ini dengan yang
sebagai proteksionisme regresif’ (ibid.:30). (2) Abad ke-21 seharusnya lebih radikal
daripada abad ke-20 dan sebagai ganti menoleh kembali pada sejarah Marxisme, sejarah
pergerakan sosial dan politik yang memberi ekspresi terhadap para korban kapitalisme
neo-liberal global, sebuah tugas yang pada akhirnya menuntut penghormatan atas
keberagaman. Tidak seperti abad ke-20, abad ke-21 memerlukan pembangunan suatu Kiri
dengan strategi dan taktik alternatif untuk sebuah front bersatu guna mendukung keadilan
Sumbangsih Amin terhadap teori pembangunan dapat diringkaskan pada empat poin:
Pertama, aplikasi kritis dan inovatif teori Marxis klasik untuk menjelaskan
dibentuk oleh sistem kapitalis, berimplikasi bahwa nasib negara-negara terbelakang tidak
selama dekade-dekade akhir abad ke-20 ke dalam apa yang digambarkannya sebagai
kapitalisme neo-liberal global, yang membawa lambang dan asal-usul keusangan
perekonomian mereka agar tidak ‘terkejar’ oleh kapitalisme usang tetapi untuk
menciptakan alternatif bagi hegemoninya yang terbaik dan memercayai kematian yang
terburuk. Keempat, transformasi tatanan global saat ini dimungkinkan hanya melalui
keadilan global di mana pergerakan sosial menciptakan ruang bagi partisipasi rakyat
(Amin 1987). Tujuan keseluruhan solidaritas dan keterlibatan dengan keadilan sosial
diturunkan dari kepatuhan ke nilai dunia yang mengglobal’ (Amin 2003: 159). Agaknya,
Amin masih merupakan seorang ‘Marxis yang optimistis’, berharap bahwa tujuan akhir
pembangunan adalah transisi panjang ke dunia sosialisme, yang pada akhirnya akan
Catatan
1 Tiga serangkai mengacu pada dogma Marxis bahwa sejarah manusia ditentukan
sebelumnya, berkembang dalam tiga tahapan dasar (triad), dengan dua tahapan akhir
Karya-karya utama
—— (ed.) (1972) ‘Migrasi Modern di Afrika Barat’, Studi yang dipresentasikan dan
Political Economy of World Capitalism, Ranjit Sau: Calcutta dan Oxford University
Press.
—— (1976) The Arab Nation: Nationalism and Class Struggle, London: Zed Press.
—— (1978) The Law of Value and Historical Materialism, New York: Monthly Review
Press.
1129–1156.
—— (1990) Transforming the Revolution: Social Movements and the World System, New
—— (1992) ’30 Tahun Kritik Sistem Soviet’, Monthly Review 44(1): 43–50.
Kontribusi distingtif A.T. Ariyaratne sebagai pemikir kunci terletak pada usaha-usaha
seumur hidupnya untuk mengikuti jalur baru pembangunan, independen baik dari
pengurangan beban kemiskinan di Sri Lanka sekarang ini. Visi Sarvodaya untuk suatu
masyarakat baru ‘tanpa kemiskinan’ dan ‘tanpa kekayaan’ didasarkan pada filosofi
‘Sarvodaya’ berasal dari dua kata Sansekerta ‘sarva’ (universal) dan ‘udaya’
bidang–psikologi, moral dan spiritual, sebagaimana juga sosial, ekonomi dan politik.
Istilah ‘shramadana’ juga diturunkan dari dua kata Sansekerta, ‘shrama’ (tenaga kerja)
Dalam bahasa Sinhala dua kata ‘sarvodaya shramadana’ memiliki makna ‘membagikan
waktu, pemikiran dan energi seseorang untuk kebangkitan semuanya’ (Dana, Feb. 1987:
material. Ia mencakup dimensi psikologi, moral dan spiritual sebagaimana juga sosial,
ekonomi dan politik. Shramadana atau anugerah tenaga kerja mengisyaratkan baik tenaga
sumbangan tenaga kerja, keahlian dan kerjasama, menunjukkan bagaimana modal sosial
Dr Ariyaratne dilahirkan di desa Unawatuna, Distrik Galle, dan setelah lulus bekerja
sebagai guru di Kota Galle sebelum mengikuti sekolah pelatihan guru. Pada tahun 1958,
sebagai seorang guru sains yang baru di Nalanda College, sebuah sekolah menengah
Buddha di Kolombo (di mana dia mengabdi di sana sampai tahun 1972), bersama dengan
para muridnya dia mengorganisir pelatihan sukarela (shramadana) pertama dari beberapa
yang diadakannya di salah satu desa termiskin di pulau itu. Pelatihan kerja berisikan cara-
cara menggali sumur, membangun lubang kakus, berladang dan berkebun, serta
membuka jalanan pinggiran dengan menggunakan tenaga kerja siswa dan warga desa
yang kooperatif. Melakukan pekerjaan manual bersama para warga desa miskin
merupakan pengalaman transformatif bagi para siswa yang berasal dari kelas menengah
dan kelas atas perkotaan. Ini merupakan sebuah contoh dini dari apa yang sekarang kita
Ariyaratne menerima gelar umum Bachelor of Arts dari Universitas Vidyodaya Sri
Lanka, lulus dalam bidang ilmu ekonomi, bahasa Sinhala dan pendidikan. Belakangan dia
menerima gelar doktor kehormatan dari universitas yang sama, dan doktor humaniora
Filipina (1969), Feinstein World Hunger Award dari Universitas Brown di Rhode Island
(1986), Hadiah Perdamaian Niwano dari Jepang (1992) dan Hadiah Perdamaian
Walaupun ada banyak publikasi atas nama dia (Ariyaratne 1988, 1999) dan banyak lagi
mengenai dia (Bond 2004; Macy 1985), Ariyaratne tidak secara luas dipandang sebagai
ahli teori pembangunan. Menurut situsnya sendiri, ‘dia tidak dituntun oleh teori. Dia
ingin mempraktikkan lebih dulu dan melafalkan teorinya belakangan. Dan praktik
perhatiannya pada salah satu masalah sentral Sri Lanka, kekerasan politik dan konflik
militer yang sudah lama berlangsung dengan Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE).
LTTE telah berperang sejak tahun 1983 bagi sebuah negara terpisah untuk minoritas etnis
Sejak permulaannya di tahun 1958, Sarvodaya tampak telah berkembang melalui empat
fase (Bond 2004: 7–42). Selama periode 1958–1967, Sarvodaya terutama adalah gerakan
kamp kerja sukarela. Kamp kerja dimulai oleh Ariyaratne plus para siswanya di tahun
1958 yang sangat berhasil dan ia meluncurkan gerakan sosial yang lebih besar dan
dengan cepat tersebar ke sekolah-sekolah menengah serta desa-desa lainnya. Pada masa
ini sumber daya berasal sepenuhnya dari donasi lokal dan tenaga kerja sukarela. Pada
masyarakat) formal. Pada 1972 gerakan ini diakui oleh UU Parlemen dan dimasukkan
sebagai badan hukum. Ia mulai menarik banyak pendanaan asing, menjadi LSM
pedesaan, dan mengadopsi metode akuntansi biaya, pemantauan dan evaluasi. Seiring ia
mulai bertumbuh, Sarvodaya menjauh dari ideologi revolusi sosial, bekerjasama dengan
lebih erat bersama pemerintah, dan bertindak dalam kapasitas sebagai badan
beberapa proyek nasional yang didanai secara memadai untuk pembangunan usaha,
teknologi alternatif dan perawatan anak. Semasa periode ketiga (1983–1997), konflik
antara pemerintah dengan milisi LTTE makin intensif dan menyebar; korban sipil baik
dari etnis mayoritas Sinhala maupun etnis minoritas Tamil berjatuhan. Dengan
rehabilitasi dan bantuan kerja di desa-desa yang paling terpengaruh oleh pemberontakan
Macan Tamil.
Selama periode ini kerjasama erat dengan pemerintah mencapai akhirnya karena
meletakkan rencana bagi resolusi damai konflik melalui sarana-sarana spiritual tetapi
konflik yang lebih besar justru berlanjut. Pada periode akhir (1997– ), kita menyaksikan
bukti nyata Sarvodaya bahkan mengambil sikap yang lebih kuat menentang solusi militer.
Sarvodaya dengan terbuka mendeklarasikan bahwa baik pemerintah maupun LTTE tidak
dapat ‘memenangkan’ perang; seluruh yang mereka dapat kerjakan adalah menarik diri
membantu untuk melampaui perang. Karena itu ia mengorganisir gerakan damai berskala
besar, mengumumkan kerangka kerja kekuasaan alternatif demi resolusi konflik, dan
menggelar beberapa meditasi damai yang dihadiri banyak pihak. Ia juga memulai
program ‘sister village’ dengan para warga desa dari wilayah selatan berpergian ke desa-
desa yang dikoyak perang di utara guna melakukan pekerjaan rehabilitasi seperti
memperbaiki rumah, sumur, tangki air, sekolah, toilet dan tempat ibadah. Karena
Ariyaratne tetap sentral bagi Sarvodaya, sejarah singkat ini menunjukkan potensi
filosofinya untuk mencapai pemberdayaan pribadi dan rekonsiliasi nasional melalui aksi
yang benar’.
Filosofi Sarvodaya memiliki landasan moral dan spiritual yang kuat. Ariyaratne sangat
menyadari bahwa agama, dalam bentuk institusionalnya, secara sejarah tidak memainkan
peran progresif pada transformasi material masyarakat. Dan lagipula dia memilih
wahana ini untuk program kemajuan sosialnya, suatu jalur yang tidak seperti yang
diambil oleh Gandhi di India, dan oleh para pekerja rohaniwan pada komunitas berbasis
mengurusi dua masalah prinsip yang dihadapi Sri Lanka saat ini–kemiskinan dan
kekerasan. Filosofi Sarvodaya adalah luas tetapi untuk tujuan aplikasi ini saya akan
menghormati seluruh makhluk hidup, belas kasihan bagi pihak lain, berbagi sukacita
dalam penyelesaian proyek-proyek yang ditujukan bagi kebaikan orang lain dan bahkan
berlapang dada dalam menghadapi baik kegembiraan maupun kesedihan. Semua pekerja
Sarvodaya didesak untuk mempraktikkan ini pada keseharian keterlibatan rutin mereka.
kepada kebangkitan masyarakat atau desa (gramodaya), dan melampaui itu kepada
Semua perubahan sosial harus terasakan dari keterwakilan kehidupan individu dan
Teori Buddha untuk mengatasi penderitaan: sentral bagi filosofi Sarvodaya adalah
gagasan Buddha mengenai empat ‘kebenaran yang patut dipuji’. Yang pertama
menyatakan bahwa kondisi normal eksistensi adalah penderitaan (Dukkha). Kedua, akar
adalah klaim bahwa penderitaan dapat diatasi (Niradha). Pada akhirnya adalah ‘Marga’,
elemen: pemahaman yang benar, pemikiran yang benar, berbicara yang benar, tindakan
yang benar, mata pencarian yang benar, usaha yang benar, kesadaran yang benar dan
konsentrasi yang benar. ‘Jalur Rangkap Delapan’ merujuk pada sentralitas keterwakilan
pribadi baik dalam Buddha maupun filosofi Sarvodaya. Ariyaratne menggunakan yang
pertama dari ‘Empat Kebenaran Mulia’ (yakni penderitaan di dunia) dengan memulai
dari sebuah desa aktual dengan kemiskinan berat. Ini menjadi dasar untuk analisis dan
persaingan, permusuhan dan egoisme telah melemahkan energi para warga desa. Prinsip
belas kasih, kata-kata yang baik, saling berbagi dan membantu dengan swadaya.
kesenangan pemuasan hawa nafsu dan penderitaan dari aib diri sendiri. Ariyaratne
Sarvodaya memulai tugas ini dengan menegaskan sebuah manifesto 10 kebutuhan dasar
manusia yang meliputi: lingkungan fisik yang bersih dan sehat, air, pakaian, makanan,
spiritual serta kebudayaan. Kebutuhan ini bisa dipuaskan dengan memanfaatkan sumber
Tanpa kekerasan dalam resolusi konflik: prinsip inti Buddhisme dan Hinduisme adalah
penggunaan kekerasan fisik sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Sarvodaya telah
menjangkau etnis Tamil melalui keanggotaan organisasi dan dengan melakukan karya
bantuan dan rehabilitasi di desa-desa Utara. Ia mengorganisir aksi jalan kaki damai,
Ariyaratne menganggap masalah-masalah ekonomi Sri Lanka saat ini disebabkan oleh
itu analisisnya sangat serupa dengan para ahli teori ketergantungan seperti Andre
Gunder Frank (Frank 1966) dan Fernando Henrique Cardoso. Ariyaratne juga
meyakini bahwa struktur global yang tidak setara dan organisasi-organisasi raksasa
penghancuran ekologi di Sri Lanka dan di seluruh dunia. Walaupun analisis struktural
tersebut, proposal dia tidak berfokus untuk mengubah struktur global tetapi pada
keterwakilan pribadi dan kehidupan yang benar. Dengan menolak gagasan bahwa
perilaku manusia merupakan akibat dari kekuatan-kekuatan yang lebih besar di mana
konsisten dengan teori-teori sosial Barat seperti strukturisasi (Giddens 1984) dan pasca-
Kritik material Sarvodaya atas pembangunan berasal dari penolakan eksplisit terhadap
kekayaan. Penolakan intensif modal, teknologi tinggi dan perekonomian terbuka jelas
keinginan/idaman adalah apa yang memicu pada penderitaan. Pada prinsipnya, para
Bahkan meskipun konsep tanpa kekayaan memiliki potensi untuk membuahkan kritik
kondisi intrinsik manusia yang harus diatasi melalui refleksi dan peningkatan moral.
Tetapi adalah tidak cukup untuk menganjurkan pembatasan konsumsi sukarela tanpa juga
menggerakkan konsumsi.
Anjuran Sarvodaya terhadap solusi tanpa kekerasan masalah etnis di Sri Lanka adalah
sangat bernyali. Sejumlah pekerja Sarvodaya dari etnis Tamil telah dibunuh oleh milisi
Macan Tamil, dan Ariyaratne sendiri terus-menerus hidup di bawah ancaman. Namun
terdapat beberapa ironi terhadap tawaran Sarvodaya mengenai tanpa kekerasan sebagai
solusi konflik etnis. Walaupun tampilannya yang terlihat umum dan mencakup semua
Buddha. Konflik di Sri Lanka saat ini timbul dari reaksi Tamil terhadap apa yang mereka
persepsikan sebagai hegemoni nasionalisme Sinhala Buddha. Identitas etnis Sinhala dan
persepsi diri mereka, keduanya dengan rumit terkait pada Buddhisme, yakni sejarah
sosial dan mitologinya. Sebaliknya, persepsi Sinhala tentang Tamil yakni bahwa ‘lainnya
sebagai non-Buddha’, sebuah dinamika di mana etnis Tamil pada akhirnya juga terikut ke
dalam persepsi yang sama mengenai Sinhala maupun diri mereka sendiri. Menyodorkan
signifikansi Buddhisme terhadap kedua pihak yang berkonflik, adalah penting untuk
menghasilkan resolusi tanpa kekerasan atas konflik etnis yang berkepanjangan ini.
Lanka dengan dua cara penting. Pertama, sebagaimana ditunjukkan oleh bukti, ia
menyediakan sarana untuk terlibat dalam negosiasi damai. Kedua, penekanan jalan
tengah pada tanpa kekayaan dan tanpa kemiskinan menggeser persaingan intensif atas
sumber daya yang merupakan salah satu kekuatan penggerak konflik etnis di Sri Lanka.
Karya-karya utama
Ariyaratne, A. T. (1988) The Power Pyramid and the Dharmic Cycle, Ratmalana, Sri
—— (1999) Collected Works, 7 seri (editorial oleh N. Ratnapala), Ratmalana, Sri Lanka:
Bacaan lanjutan
Press.
Macy, J. (1985) Dharma and Self Development: Religion as Resource in the Sarvodaya
Lakshman Yapa
Jagdish Bhagwati saat ini menjabat profesor di Columbia University dan Senior Fellow di
Dewan Hubungan Luar Negeri. Dia dilahirkan dan mengemuka di Bombay serta dididik
dipublikasikan secara luas meliputi lebih dari 300 artikel dan 50 seri buku. Karya Jagdish
masa kita di mana Paul Samuelson merujuknya sebagai ‘Zaman Bhagwati’. Esai ini
memberikan ikhtisar ringkas tentang karya Bhagwati yang berpusat pada advokasinya
proteksionis yang salah arah dan analisisnya dari fenomena yang disebut sebagai brain
drain (kerugian suatu negara karena warganya yang ahli dan bertalenta meninggalkan
Advokasi Bhagwati yang tanpa henti mengenai perdagangan bebas seringkali dipandang
sebagai militan dan agresif. Ini bisa jadi demikian, tetapi perspektifnya beralaskan pada
teori ekonomi dan analisis serta pengamatan dia mengenai biaya kesejahteraan rezim
bangsa. Namun, terdapat daftar panjang pengecualian teoritis bagi kasus perdagangan
bebas, termasuk argumentasi industri yang masih bayi, pendapat yang didasarkan pada
distorsi tenaga kerja dan pasar produk dalam perekonomian domestik, serta eksternalitas.
Ini dan pendapat lain begitu sering dipakai untuk melembagakan proteksi baik di negara
perdagangan, Bhagwati menunjukkan bahwa cara terbaik untuk mengatasi distorsi atau
perdagangan bebas. Kebijakan terbaik dalam kehadiran berbagai distorsi adalah subsidi
yang cocok untuk memperbaiki distorsi pada sumbernya, tetapi membiarkan harga
internasional tetap tidak berubah dan menghindari kerugian surplus konsumen yang
dikaitkan dengan bea masuk. Jika distorsi terjadi di bidang perdagangan, seperti kekuatan
instrumen kebijakan perdagangan yang sesuai seperti pajak ekspor atau bea masuk impor.
terkait aliran masuk modal asing. Adalah aliran modal masuk pada kehadiran tarif bea
dalam sebuah artikel (1958) yang ditulis semasa dia menjadi mahasiswa program sarjana
yang membaca Economics Tripos di Cambridge. Pesan artikel itu adalah pertumbuhan
1973) dan lainnya mendemonstrasikan bahwa aliran modal masuk dalam keberadaan tarif
bea masuk barang impor pada model dua barang dua negara dapat menenggelamkan.
Sementara aliran modal masuk menginduksikan pertumbuhan pada bea tarif konstan
terhadap harga-harga domestik, bea tarif membebani biaya produksi dan konsumsi, dan
imbalan yang tumbuh terhadap modal asing juga harus dihitung sebagai beban biaya.
Tetapi resep lain kebijakan Bhagwati terkait dengan perdagangan dan aliran modal di
mana negara-negara mengejar kebijakan promosi ekspor (EP) tampaknya akan menarik
investasi asing langsung ke sektor riil (FDI) dalam jumlah lebih besar sekaligus
mengalami imbalan yang secara substansial lebih tinggi daripada kalau negara-negara
sebagai sesuatu yang netral dalam pengertian proteksi yang disediakannya terhadap
komoditas impor serta insentif yang sanggup diberikan bagi komoditas ekspor. Dalam
lingkungan seperti itu, keputusan investasi perusahaan asing akan berbasiskan pada
keunggulan komparatif yang didikte oleh kekuatan pasar dan bukan pada insentif
kebijakan buatan yang tidak pasti. Uji ekonometri mengungkapkan bahwa proposisi
kembar Bhagwati adalah kuat (Balasubramanyam, Salisu dan Sapsford 1996). Adalah
oleh kebijakan insentif buatan yang mendistorsi tenaga kerja dan pasar produk.
kesejahteraan dan melabeli mereka dengan frase yang dapat diingat. Pertumbuhan yang
menenggelamkan, dalam hubungan dengan FDI dan Pencarian Laba yang Secara
didefinisikan oleh Bhagwati (1982), merujuk pada cara menghasilkan laba dengan
melakukan aktivitas yang tidak menghasilkan barang dan jasa. Keseluruhan susunan
aktivitas termasuk permintaan bea masuk/bea keluar, lobi, penghindaran bea masuk/bea
keluar, memeroleh lisensi impor dan berusaha mendapatkan harga premium untuk lisensi
seperti itu serta menyelundupkan pembentukan DUP. Keseluruhan aktivitas seperti itu,
keuntungan. Sebagian besar aktivitas DUP muncul karena berbagai jenis distorsi yang
Keunggulan menarik dari karya Bhagwati adalah kualitasnya yang bertahan lama;
yang berubah dalam perekonomian dunia. Salah satu skenario seperti itu, di mana
terhadap investasi asing dan perdagangan sudah sangat dikenal; integrasi dengan
perdagangan bebas dengan negara-negara berkembang didasarkan pada upah yang relatif
bahwa kegagalan pasar seharusnya diperbaiki dengan kebijakan domestik yang sesuai
dan perdagangan bebas seharusnya dipelihara secara eksternal. Buku terbarunya yang
provokatif tentang globalisasi (2004) mengecam banyak buah pikiran keliru tetapi
populer yang dikaitkan dengan arus globalisasi baik di negara maju maupun negara
berkembang.
Selama akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an, Bhagwati menghasilkan serangkaian
artikel dan buku yang menganalisis implikasi kesejahteraan dari emigrasi orang-orang
terampil dan ahli dari negara berkembang ke negara maju (1974, 1977). Di sini kembali
analisisnya mempertanyakan kearifan yang didapat serta diikhtisarkan dalam apa yang
disebut sebagai ‘model kosmopolitan’ brain drain (kerugian suatu negara karena
warganya yang ahli dan bertalenta meninggalkan negara tersebut untuk bertempat tinggal
dan bekerja di negara lain), yang berpendapat bahwa emigrasi masyarakat yang
negara yang mereka tinggalkan dan negara yang menerima mereka. Bhagwati mendeteksi
berbagai situasi di mana emigrasi warga yang terampil dapat membebani biaya
kesejahteraan pada negara yang mereka tinggalkan. Ini termasuk kondisi-kondisi di mana
upah yang dibayarkan kepada para calon emigran itu lebih kecil daripada produk marjinal
sosial mereka dan pada sebagian kasus lebih sedikit daripada produk marjinal pribadi
mereka, juga dalam kasus di mana mereka yang pergi harus digantikan oleh lainnya di
pasar tenaga kerja dengan pendanaan subsidi pemerintah untuk pelatihan dan
pendidikannya.
Ini dan efek pengurangan kesejahteraan lain dari brain drain mendasari anjuran Bhagwati
tentang pajak otak (brain tax) atau apa yang sekarang dikenal sebagai ‘pajak Bhagwati’,
yang mensyaratkan kaum migran terampil untuk membayar suatu pajak khusus selain
pajak yang mereka bayar di negara di mana mereka melakukan emigrasi. Pajak yang
berlaku itu akan ditransfer ke negara asal mereka. Logika ekonomi untuk brain tax adalah
modal yang terikut dalam aliran orang-orang yang terampil dari negara berkembang ke
negara maju, dan negara yang ditinggalkan berhak memeroleh kompensasi dari transfer
modal yang diterima oleh negara maju. Adalah penting memerhatikan bahwa anjuran
pemerataan dan efisiensi serta bukan sebagai sarana untuk melarang emigrasi. Advokasi
perdagangan bebas juga merupakan dorongan aliran bebas tenaga kerja, apakah mereka
merupakan jenis tenaga terampil atau tanpa keahlian. Dia kerapkali mendukung
Ikhtisar ringkas kontribusi Bhagwati ini bagi kepustakaan ilmu ekonomi internasional
sulit untuk menilai keluasan pengetahuan dia, dan banyak kedalaman serta filosofi
ekonominya yang telah berkembang selama tiga dekade aktivitas riset dan mengajar.
perdagangan bebas merupakan kekuatan moral penting bagi kelayakan, telah berkembang
selama tahun-tahun panjang kerja teoritis dan analisis kebijakan perdagangan pada negara
maju maupun negara berkembang. Gagasan ini memengaruhi kebijakan ekonomi baik di
Karya-karya utama
Bhagwati, J.N. (1958) ‘Pertumbuhan yang Menenggelamkan: Catatan Geometris’,
—— (1971) ‘Teori Umum Distorsi dan Kesejahteraan’, dalam J.N. Bhagwati et al. (eds),
Swoboda, A. dan Connolly, M. (eds), International Trade and Money, London: George
Kompensasi, Perpajakan dan Usulan Kebijakan Terkait’, Disiapkan untuk Divisi Transfer
Teknologi, UNCTAD.
International Economic Relations, 1(10): 232, New York: Biro Nasional Riset Ekonomi.
—— (1982) ‘Aktivitas Pencarian Laba yang Secara Langsung Tidak Produktif (DUP)’,
Bhagwati, J.N. dan Hamada, K. (1974) ‘Aliran Intelektual, Integrasi Internasional Pasar
Bhagwati, J.N. dan Ramaswami, V.K. (1963) ‘Distorsi Domestik, Bea Masuk/Keluar dan
Bacaan lanjutan
Balasubramanyam, V.N. (ed.) (1997) Jagdish Bhagwati: Writings on International
Langsung dan Pertumbuhan di Negara EP dan IS’, The Economic Journal 106(434): 92–
105.
V.N. Balasubramanyam
Piers Blaikie memiliki reputasi sebagai seorang yang suka merusak doktrin-doktrin yang
dianggap keliru. Frank Ellis, dalam penghormatan ketika Blaikie pensiun dari Sekolah
Studi Pembangunan di University of East Anglia (UEA) pada tahun 2003, menuliskan
suatu ‘sepenuhnya karakter yang berada di atas, memberikan isyarat mewah dan bahkan
penjajaran gagasan-gagasan yang lebih boros’.1 Karakteristik kedua dari karir akademik
Blaikie adalah keinginannya, bahkan dengan suka cita, dalam membalikkan dan
menantang asumsi-asumsi serta tulisannya sendiri guna mendorong batas riset ke bagian
baru.
pada 1963. Di tahun 1964, dengan didanai oleh Hayter Studentship, dia memulai studi
bergabung dengan Jurusan Geografi di University of Reading sebagai dosen, dan dia
bertahan di sana hingga 1972. Sejak tahun 1972 hingga 2003 Blaikie berturut-turut
menjabat dosen, dosen senior, reader dan, sejak tahun 1990, profesor di Sekolah Studi
Pembangunan di UEA. Adalah di sini dia mencetak prestasinya. Dia juga menjabat posisi
Center di Hawaii; dan Jurusan Geografi di Universitas Hawaii di Manoa. Semenjak dia
menerbitkan buku pertamanya pada 1975, Blaikie telah mengarang atau menjadi
pengarang bersama sembilan judul buku utama. Secara kontras, karya jurnalnya relatif
sederhana: hanya 30 karya ilmiah akademik utama sejak tahun 1970. Karena itu,
Exercise, Inggris.
pada tiga bidang kunci: lingkungan, proses lingkungan dan perubahan lingkungan;
Dari seluruh buku Blaikie, satu yang telah memiliki dampak terbesar pada mayoritas
(1985). Seperti banyak buku-buku lain yang berpengaruh, gagasan inti di mana terletak
argumentasi yang lebih lebar, dengan peninjauan hal-hal yang sudah terjadi, adalah
begitu jelas dan tidak menonjol di mana sulit untuk meyakini bahwa tidak seorang pun
memikirkannya sebelumnya. Adalah erosi tanah yang bukan disebabkan salah kelola,
populasi berlebih atau konteks lingkungan, namun dipicu kecenderungan surplus yang
diekstrak dari pertanian rumah tangga oleh sifat alami sistem politik dan ekonomi,
mengharuskan petani, pada akhirnya, untuk mengekstraksi surplus dari tanah, sehingga
memicu erosi dan degradasi. Dengan cara ini, hubungan kelas menjadi secara sentral
tersangkut dalam proses. ‘Sebuah kesimpulan prinsip dari buku ini’, tulis Blaikie, ‘adalah
erosi tanah di negara yang lebih sedikit kemajuannya tidak akan secara substansial
Aspek mengejutkan lain dari buku ini adalah ia dipasarkan sebagai teks pengantar untuk
‘perguruan tinggi dan universitas’, dituliskan dalam karangan yang jelas dan mudah
saya sendiri dapat mengingat kegembiraan ketika saya membaca buku itu setelah baru
saja menyelesaikan studi doktoral. Ia adalah ilmuwan sosial yang menyerbu domain
tradisional sains alam untuk berpendapat bahwa proses fisik—erosi tanah–hanya dapat
dipahami dalam pengertian ekonomi politik. Bahkan sekarang para mahasiswa di kelas
yang saya ajar dari 200 mahasiswa sarjana tahun pertama menjadi tercerahkan ketika
saya mengatakan kepada mereka bahwa proses fisik seperti erosi tanah dan degradasi
lahan memerlukan lebih dari sekadar solusi teknis serta merupakan produk dan
pencerminan dari ranah politik, sosial dan ekonomi. Ini, tentu saja, merupakan pendapat
yang umum sekarang, tetapi buku ini mempunyai kemungkinan berkembang di masa
pengembangan suatu bagian kecil baru dari upaya intelektual di bawah lingkup ekologi
politik. Para cendekiawan seperti Nancy Peluso, Raymond Bryant, James Fairhead, Jules
Pretty dan Melissa Leach semuanya berutang intelektual terhadap hal yang tidak
menonjol ini dan sekadar merupakan ekspresi buku teks kuliah program sarjana. Buku ini
telah dikritik karena pendekatannya yang agak mendasar dan tidak dinamis terhadap
politik (lihat Watts dalam PIHG 1997) tetapi bagi saya ia terlihat mengharapkan terlalu
banyak dari seri buku yang sudah dipasarkan sebagai teks pengantar bagi para mahasiswa
tingkat sarjana dan bahkan melabuhkan harapan bahwa para siswa di bawahnya akan
menggunakan buku ini! Terdapat sedikit karya yang berpotensi berkembang di masa
mendatang (pada tahun 1997 ia dilabeli ‘klasik’ dalam geografi manusia, lihat PIHG
dalam karangan bersama, dan disunting bersama-sama sebagian Land Degradation and
Society (1987). Pada buku ini argumentasi bahwa degradasi lahan merupakan isu
antardisiplin par excellence dipromosikan dengan vitalitas dan para pengarangnya juga
mengajukan bahwa tugas penjelasan terletak, pada sebagian besar, ilmuwan sosial dengan
alasan bahwa ilmuwan sains alam telah meringkaskan proses degradasi lahan dari
konteks politik, sosial dan ekonomi. Kalimat pertama dari bab pertama dengan lancang
meletakkan kartu para pengarang di atas meja: ‘Degradasi lahan seharusnya menurut
Yang masih lebih baru, Blaikie menulis bersama dengan Terry Cannon, Ian Davis dan
Ben Wisner At Risk: Natural Hazards, People’s Vulnerability and Disasters (1994).
pandangan yang merata bahwa bencana ‘adalah “alami” dalam suatu cara yang lugas’
(ibid.: xiii). Dalam buku tersebut, para pengarang menghubungkan risiko dengan
kerentanan serta kerentanan terhadap mata pencarian dan kehidupan normal: ‘Titik
krusial mengenai pemahaman mengapa bencana terjadi adalah ia tidak hanya peristiwa
alam yang menyebabkannya. Ia merupakan juga produk lingkungan sosial, politik, dan
3). Buku ini diperbarui dan direvisi pada 2003 (Wisner et al. 2003).
Yang kurang terkenal, tetapi sama berpengaruhnya di antara kelompok cendekiawan dan
praktisi pembangunan yang lebih kecil, adalah karya Blaikie (dengan kolaborator)
tentang Nepal. Nilai utama, sebagaimana saya lihat, dalam seri buku dan karya ilmiah ini
sekadar memaksudkan dalam pengertian biasa bahwa Blaikie dan para kolaboratornya
telah kembali ke lapangan untuk memperbarui karya mereka, tetapi longitudinal juga
dalam pengertian eksplanatori kerangka kerja yang dipakai untuk merekam pola-pola
Pada tahun 1973 Overseas Development Group di Uni Emirat Arab memeroleh
pendanaan dari Komite Ekonomi dan Sosial untuk Riset Luar Negeri (ESCOR)
Nepal Tengah-Barat. Pemberi dana itu memeroleh lebih daripada apa yang mereka
negosiasikan. Tiga direktur proyek menuliskan laporan panjang tiga jilid yang,
sebagaimana juga merincikan dampak jalanan tersebut, juga menempatkan ini secara
tepat di dalam konteks politik-ekonomi yang lebih luas. Laporan itu kemudian dipadatkan
ke dalam ringkasan tunggal yang lebih dapat dicerna, The Effects of Roads in West-
Central Nepal (1977). Tiga tahun dari ini, Nepal in Crisis: Growth and Stagnation at the
penulisnya meyakini bahwa keberadaan jalanan dan integrasi yang dipimpin pasar ‘tidak
penilaian ekonomi’ (Blaikie et al. 2002: 1256). Tetapi agaknya, hasilnya justru
satu alasan mengapa otoritas melarangnya untuk sementara waktu adalah kaum kiri di
Nepal dengan cepat berusaha mendapatkan buku itu dan duta besar Inggris di Kathmandu
pengarang dengan keterangan yang mengecilkan persoalan dalam cetak ulang pada 2001,
Blaikie dan para kolaboratornya kembali ke perbukitan Nepal pada 1998 untuk
melakukan tinjauan kembali serta memperbarui kesimpulan mereka (Blaikie et al. 2002).
Sementara tidak mengatakan kalau mereka keliru pada diagnosa tahun 1980-nya (mereka
tepat dalam memprediksi bahwa pertanian tidak akan menghidupkan dan kalau
ketergantungan akan kian dalam), mereka mengakui kalau peristiwa itu tidak akan
berkembang dalam cara yang memadai seperti yang mereka antisipasi. Terutama, mereka
menghasilkan stagnasi dalam pertanian yang kurang kritis pada pengertian mata
kerja global untuk menyediakan pekerjaan dan remitansi demi memelihara kehidupan
pedesaan dan guna menahan krisis yang lebih umum…’ (2002: 1268–1269). Pengakuan
ini juga--dan dengan menarik--menyediakan lensa yang berharga untuk menoleh kembali
pada The Political Ecology of Soil Erosion. Sebagaimana Nepal in Crisis gagal untuk
mengukur lintasan peluru perubahan global dan nasional serta tingkatan di mana
yang melakukannya?), begitu juga dengan volume erosi tanah. Perspektif ketergantungan,
akan dihimpit serta dikendalikan terlihat agak ketinggalan zaman dalam apa yang
dalam perencanaan keluarga dan riset AIDS. Ketertarikan Blaikie pada perencanaan
keluarga dapat ditelusuri kembali pada tahun 1970 ketika ia memutuskan pergi sementara
dari pekerjaannya dan aktif pada penyebaran teknologi perencanaan keluarga (dan
pertanian) di Bihar (India). Menyusul karya ilmiah mengenai Population Studies di tahun
1970 (Blaikie 1970), Blaikie menerbitkan sebuah monografi (tulisan mengenai suatu
subjek tertentu) riset tentang Family Planning in India: Diffusion and Policy (1975).
Dengan lokasional yang kuat, pendekatan modelnya menunjukkan ia suatu produk yang
sangat sesuai pada masa itu. Kita menyaksikan, sekali lagi, beresonansi dengan karya
Blaikie lain dalam pandangan pesimistisnya tentang masa depan dan pandangannya
pinggiran India sebagian besar adalah karena alasan struktural. Riset ini juga memberi
inspirasi bagi karya ilmiah Progress in Human Geography tentang penyebaran inovasi
(Blaikie 1978). Sumbangsih utama Blaikie bagi riset AIDS adalah sebuah buku, dikarang
bersama dengan Tony Barnett, AIDS in Africa: Its Present and Future Impact (1992).
Buku ini merupakan salah satu yang pertama menggambarkan karya lapangan
penyakit tersebut.
menjadi kian langka. Ia akan terlihat bahwa keyakinannya di mana dia memiliki sesuatu
yang penting dan bernilai untuk dikatakan berarti dia tidak khawatir untuk
hati-hati antara empiris dengan teoritis. Dia terjun ke lapangan, mengumpulkan data dan
terlibat pada ujung runcing pemikiran pembangunan. Tetapi, sebagai seorang akademisi
dan bukan seorang konsultan, dia juga membuat menjadi misinya untuk memunculkan
pertimbangan dan perspektif yang lebih luas. Fitur ketiga dari kerja dia adalah benang
terbaiknya, apakah mengenai degradasi lahan atau perubahan pertanian: keinginan untuk
atau manajerial dari ‘masalah’ yang sejatinya justru mempunyai akar rumit politik-
ekonomi. Waktu dan kembali karya dia menekankan bahwa ‘ruang adalah apa yang
Catatan
Karya-karya utama
Blaikie, P. (1975) Family Planning in India: Diffusion and Policy, London: Edward
Arnold.
Essex: Longman.
Blaikie, P. dan Barnett, T. (1992) AIDS in Africa: Its Present and Future Impact,
Blaikie, P. dan Brookfield, H. (1987) Land Degradation and Society, London: Methuen.
Blaikie, P., Cameron, J. dan Seddon, D. (1980) Nepal in Crisis: Growth and Stagnation
Blaikie, P., Cannon, T., Davis, I. dan Wisner, B. (1994) At Risk: Natural Hazards,
Wisner, B., Blaikie, P., Cannon, T. dan Davis, I. (2003) At Risk: Natural Hazards,
Bacaan lanjutan
Perencanaan Keluarga bagi Pembuat Kebijakan di India’, Population Studies 26(3): 437–
444.
—— (1978) ‘Teori Difusi Spasial Inovasi: Suatu Jalan Buntu yang Luas’, Progress in
Blaikie, P., Cameron, J. dan Seddon, D. (1977) The Effects of Roads in West-Central
—— (2001) Nepal in Crisis: Growth and Stagnation at the Periphery, New Delhi: Adroit
Jonathan Rigg
Jim Blaut merupakan pengkritik awal dan keras teori modernisasi dan kebijakan
pembangunan. Jamak bersama ahli geografi lain, David Harvey, karya Blaut telah
memberi pengaruh jauh melampaui disiplin ilmu tersebut. Namun, kritik Blaut tentang
Eurosentrisme serta difusi-isme sebagai pilar penting ideologi imperialis Barat dan
dihasilkan selama 10 tahun terakhir kehidupannya (Blaut et al. 1992; Blaut 1993, 2000;
tetapi lihat juga karya-karya embrioniknya yang lebih dini, 1969, 1970a, 1976, 1987a)
dibuat rinci, ilmiah, tetapi merupakan perlakukan polemik terhadap asal-mula dan
lintasan peluru sebuah sistem dunia yang kita kenal saat ini sebagai globalisasi neo-
liberal. Tentang ini dia adalah pelopor, bersama dengan para penulis seperti Immanuel
Wallerstein, Edward Said, Franz Fanon, Andre Gunder Frank dan Samir Amin, dalam
membentuk konsepsi dunia dari sudut pandang rendahan, terjajah, dan tertindas.
Blaut berpendapat bahwa para pendukung difusi (penyebaran) meyakini kalau ‘inovasi
independen adalah agak tidak lazim, dan karena itu tidak sangat penting dalam perubahan
budaya jangka pendek serta evolusi kebudayaan pada jangka panjang’ (1993: 11).
sebagai pembangunan meyakini kalau ‘hanya komunitas terpilih tertentu adalah kreatif’
(ibid.: 12). Model dasar difusi-isme berasumsi bahwa Eropa Raya telah menjadi, dan
merupakan Bagian Dalam (sumber modernitas dan inovasi) serta non-Eropa adalah
Bagian Luar. Pembagian ini dan dugaan superioritas hakiki Eropa didasarkan pada
asumsi kalau Eropa menikmati modalitas pemikiran (rasionalitas) yang lebih baik
sebagaimana juga iklim serta tanah yang lebih baik (Blaut 1994). Difusi-isme lantas
menghasilkan tujuh klaim (ibid.: 14–17; lihat juga Blaut 2000: 3–12):
• Non-Eropa secara alami tetap stagnan, tidak berubah, tradisional dan mengalami
kemunduran.
• Pemicu dasar dari kemajuan Eropa adalah faktor intelektual atau spiritual, sebuah
sistem nilai-nilai.
• Sejarah pembalikan aliran material kekayaan dari non-Eropa ke Eropa dapat dibenarkan
sebagai pembayaran kembali sebagian bagi rasionalitas, inovasi dan modernitas yang
gagasan-gagasan yang kuno, brutal, berhubungan dengan atavisme, tidak beradab, atau
bahkan jahat.
Model dunia ini mulai mengambil bentuknya pada abad ke-15 dan ke-16, dan berbunga
sepenuhnya di abad ke-18 dan ke-19. Meskipun proporsi ini mungkin terlihat ekstrim,
pengamatan pada buku-buku laris yang agak baru seperti karya Ben Barber (1996) Jihad
vs. McWorld atau karya Thomas Barnett (2004) The Pentagon’s New Map
mengungkapkan apa yang diekspos Blaut sebagai ‘bagian dalam’ dan ‘bagian luar’
adalah benar-benar eksis. Barnett menyebut ini sebagai ‘inti’ dan ‘kesenjangan’.
Pengolahan Blaut dicirikan oleh tingkat eksepsional mengenai detail dan riset sejarah
yang cermat. Walaupun hanya dua dari tiga jilid yang direncanakan dalam proyeknya
2000), dia telah pergi jauh menuju tujuan itu. Bagi para mahasiswa pembangunan, dua
jilid ini menyediakan vaksin esensial melawan Virus Crusader (Perang Salib) yang
berbahaya dan baru serta mulai menyapu dunia dari Gedung Putih dan Pentagon segera
setelah serangan teror terhadap Menara Kembar WTC New York pada tanggal 11
September 2001. Meskipun gagasan ‘modernisasi ruang’ adalah unik bagi geografi, dan
karenanya merupakan suatu konsep spesialis dan samar-samar, asumsi mengenai difusi
dan inovasi berlari seperti lemak di seluruh pola daging teori dan praktik pembangunan.
Bisa jadi dalil-dalil paling dikenal darinya adalah karya Walt Rostow (1960) The Stages
Apa yang juga sebagian mengatur kontribusi Blaut adalah kompleksitas kisaran dan
karirnya pada tahun 1950-an dan 1960-an sebagai seorang ahli geografi budaya yang
memerhatikan kemanfaatan produksi pertanian tropis, dia dengan cepat mulai mengkritik
teknik dari pertanian Eropa dan Amerika Utara (Blaut 1967, 1970b). Dia juga
mengapresiasi banyak hal penting lain dari apa yang telah menjadi dikenal sebagai
sedikit ahli geografi dan antropolog lain dari generasinya, teknik-teknik yang kemudian
akan menjadi standar bagi para periset dan LSM di bawah nama kontemporernya, riset
partisipatoris. Sebuah contoh bagus adalah penelitian Blaut mengenai persepsi petani atas
penyebab erosi tanah di Pegunungan Biru di Jamaika (Blaut 1959). Blaut mempunyai
menyeimbangkan dan menjelaskan ‘lumpur di sepatu bot’ dalam karya lapangan serta
pendekatan terhadap praktik pembangunan. Karena itu dia juga menteorikan karya
Pengalaman dia dengan kayanya pengetahuan yang dimiliki oleh para petani di
Singapura, Jamaika, St. Croix, Kosta Rika dan Venezuela menuntun Blaut pada
Signifikansi kontribusi Blaut terhadap studi pembangunan dari karya ini pada
pembelajaran tempat adalah dua kali lipat. Pertama, dia dan kolega dekatnya, David Stea,
menemukan bahwa keahlian pemetaan yang dipelajari dengan spontan dan dengan sangat
dini di masa anak-anak sesungguhnya ‘tidak dipelajari’ semasa sekolah formal (Blaut dan
Stea 1974; Blaut 1997; Sowden et al. 1997). Kedua, Blaut membangun serangkaian
penelitian lintas budaya tentang pembelajaran tempat anak-anak (Blades et al. 1998) guna
mengembangkan teori pemetaan sebagai universal manusia (Blaut 1991; Stea et al.
memerlukan keistimewaan pengetahuan dan keahlian satu kelompok terhadap pihak lain.
merusakkan pemetaan keahlian masa anak-anak awal. Sebagian dari polemik akademik
yang paling garang melibatkan Jim Blaut berpusatkan bukan pada gagasan politiknya
Swiss, Piaget) anak-anak telah memiliki tahapan-tahapan dan keterbatasan asal dalam
kemampuan mereka untuk memahami hubungan spasial. Memandang ini sebagai gagasan
lain rasionalis Barat, akar yang pergi kembali pada filosof abad ke-18 Kant, Blaut
spontan, inovasi lokal oleh para petani. Imperialisme kontemporer mungkin memberi
menuntut agar Barat menamai, menghitung, dan melindungi mereka. Para filosof Afrika–
yang karyanya dikenal Blaut–juga menyanggah klaim filosofi akademik Barat bahwa
hanya ‘kearifan rakyat’. Karena itu, dapat dilihat kesatuan dalam kontribusi Blaut yang
merangkul studi-studinya mengenai pertanian tropis, pembelajaran tempat, dan kritik dia
atas Eurosentrisme.
Blaut mengintegrasikan tema-tema ini dengan baik dalam sebuah karya ilmiah konferensi
(Blaut 1994), menuliskan bahwa difusi-isme Eurosentris menuntun pada klaim tipikal
tertentu tentang lahan tropis, dan keluarga para petani di tropis, yakni:
• Lahan sulit untuk dikelola, dan para petani skala kecil menghancurkannya ketika
• Bimbingan Eropa dibutuhkan untuk membawa lahan ini ke dalam produksi yang
berkelanjutan.
Sejak tahun 1930-an ke atas, sains lahan tropis menghasilkan data yang berkontradiksi
dengan klaim-klaim ini, tetapi asumsi dominan tetap dan masih memengaruhi kebijakan.
Pada satu contoh yang menonjol, dia menunjukkan bagaimana penolakan ‘irasional’
untuk mengaliri pertanian di lereng bukit didasarkan pada pengetahuan lokal bahwa
Sumbangsih Blaut bagi studi pembangunan yang juga penting adalah cara di mana dia
diterbitkan baik dalam bahasa Spanyol maupun Inggris, guna membantu perjuangan
tersebut (Blaut 1987b; Blaut dan Figueroa 1988). Dia juga menuliskan uraian menarik
kembali dituntun oleh solidaritas dengan pemicu rakyat Puerto Rico (dan kelompok-
kelompok minoritas lain yang tertindas) (misalnya Blaut 1974). Blaut juga aktif
Afrika Selatan.
Jim Blaut dilahirkan di New York City pada tahun 1927 dan berkuliah di Universitas
Chicago pada usia belia 16 tahun (Matthewson dan Stea 2003). Dia memiliki pengalaman
imperium Inggris. Dia kemudian menyelesaikan studi doktor (PhD) di Louisiana State
University –menulis panjang mengenai lahan pertanian keluarga seluas satu acre (4050
meter persegi) di Singapura (Blaut 1953). Sementara melaksanakan kerja lapangan ini,
Blaut kemudian memegang posisi akademik di Yale (1956–1961), Cornell (1960), Clark
Dominika di tahun 1964. Dia mengajar di University of Puerto Rico dari tahun 1961
hingga 1963 dan kemudian lagi di tahun 1971–1974. Dia memimpin Institut Riset
Karibia berbasis di Kepulauan Virgin sejak 1964 hingga 1966 dan bertindak sebagai
konsultan bagi lembaga itu sejak tahun 1966 sampai 1967. Selambatnya 1982, Blaut
memproduksi arang kayu untuk dijual di Georgetown, sekali lagi mempergunakan talenta
yang telah dikembangkannya selama tiga dekade untuk melakukan wawancara dengan
gaya percakapan.
Blaut mengatakan dirinya sendiri merupakan seorang ‘aktivis sebagai kaum muda di
dalam Partai Progresif Tua (dari Henry Wallace), bekerja di Georgia’ (Blaut 2005). Dia
kemudian menjadi aktivis di Partai Sosialis Puerto Rico dan ditahan (bersama sejumlah
sebagai protes atas Perang Vietnam (ibid.). Blaut merupakan seorang guru yang sangat
berbakat sekaligus efektif yang telah meninggalkan beberapa generasi pekerja intelektual
sayap kiri, menyebar di seluruh dunia (Matthewson dan Stea 2003; Wisner dan
Matthewson 2005).
Ganjaran bagi aktivis intelektual dalam masyarakat borjuis mencakup tekanan akademik.
Blaut dicekal dari promosi dan masa jabatan di Clark University walaupun datang pada
pertemuan fakultas yang menentukan dengan gerobak dorong yang dipenuhi publikasi-
dengan menyatakan tidak percaya kepada direktur Program Pascasarjana Geografi, Saul
Asosiasi Geografi Amerika ‘Distinguished Scholar of the Year’ pada tahun 1997.
Karya-karya utama
Blaut, J.M. (1953) ‘Geografi Ekonomi Lahan Pertanian Satu Acre di Singapura: Suatu
Pertanian Tropis pada Abad ke-20 dan Prospek Abad ke-21, University of the West
—— (2005) ‘Peninggalan Saya (Dinilai oleh Saya, Jim Blaut, pada 16 September 2000.
Tidak Lengkap dan Tergesa-gesa dengan Sebagian Redundansi)’, dalam Wisner, B. dan
Matthewson, K. (eds), The Work and Legacy of J.M. Blaut, edisi khusus Antipode, 37(5),
November.
Blaut, J.M., dengan kontribusi S. Amin, R. Dodgshon, A.G. Frank, dan R. Palan, dan
dengan pengantar oleh P.J. Taylor (1992) Fourteen Ninety-Two: The Debate on
Bacaan lanjutan
Barber, B. (1996) Jihad vs. McWorld: How Globalism and Tribalism Are Reshaping the
Barnett, T. (2004) The Pentagon’s New Map: War and Peace in the 21st Century, New
York: Putnam.
Blades, M., Blaut, J.M., Darvizeh, Z., Elguea, S., Sowden, S., Soni, D., Spencer, C., Stea,
D., Surajpaul, R. dan Uttal, D. (1998) ‘Suatu Penelitian Lintas Budaya tentang
23: 269–277.
Blaut, J.M. (1959) ‘Studi Determinan Budaya Erosi Lahan dan Konservasi di
—— (1967) ‘Geografi dan Pembangunan Pertanian Kaum Tani’, dalam Cohen, S.B.
(ed.), Problems and Trends in American Geography, New York: Basic Books, halaman
200–220.
—— (1970b) ‘Model Realistik Pertanian Kaum Tani’, dalam Field, A.J. (ed.), Town and
—— (1974) ‘Kampung Kaum Miskin sebagai Neokoloni Internal’, dalam Morrill, R. dan
16(1): 55–74.
Blaut, J. dan Figueroa, L. (1988) Aspectos de la cuestión nacional en Puerto Rico, San
Blaut, J.M. dan Stea, D. (1974) ‘Pemetaan di Usia 3 Tahun’, Journal of Geography
73(7): 5–9.
halaman 3–22.
Sowden, S., Blaut, J., Stea, D., Blades, M. dan Spencer, C. (1997) ‘Anak-anak Bisa’,
Stea, D., Blaut, J.M. dan Stephens, J. (1996) ‘Pemetaan sebagai Budaya Universal’,
Wisner, B. dan Matthewson, K. (eds) (2005) The Work and Legacy of J. M. Blaut, edisi
Ben Wisner
gandum dan beras, di sebagian wilayah Asia dan Amerika Latin dipandang sebagai
pertanda solusi bagi masalah kelaparan yang mengancam jutaan warga termiskin dunia.
Penggunaan varietas dengan hasil tinggi (HYVs), pupuk kimia, irigasi dan mesin
relatif dari perubahan ini dalam produksi pertanian berlanjut, tetapi Norman Borlaug,
terkadang disebut sebagai ‘Bapak Revolusi Hijau’, tetap hampir tidak dikenal.
Borlaug dilahirkan di Cresco, Iowa, Amerika Serikat pada tanggal 25 Maret 1914 dan
dipengaruhi oleh lingkungan ini. Selama kurun tahun 1930-an dia belajar di University of
Minnesota, di mana dia meraih gelar BSc di bidang Manajemen Hutan pada 1937, disusul
oleh gelar Master bidang Patologi Tanaman di tahun 1939 dan doktoral pada 1942.
Disertasi doktoralnya adalah mengenai sejenis jamur biasa, rust (karat), yang menyerang
berbagai jenis tanaman. Pekerjaan dia berfokus pada gerakan spora-spora rust dan
menemukan bahwa mereka dapat berpergian menempuh jarak yang jauh. Dia kemudian
mana risetnya berkonsentrasi pada produk-produk kimia pertanian seperti fungisida dan
bakterisida.
hasil pertanian. Keyakinan dia terkait peran ilmu pengetahuan dalam pertanian tidak
hanya didasarkan pada karya ini, tetapi juga pada pengamatannya yang bertumbuh di
wilayah Midwest, Amerika Serikat. ‘Dust Bowl’ pada tahun 1930-an seringkali
digunakan sebagai contoh bagaimana metode pertanian yang tidak cocok untuk
lingkungan fisik tertentu dapat menyebabkan kerusakan lingkungan jangka panjang,
sebagaimana juga dampak sosial. Seiring depresi ekonomi pada 1930-an memburuk, para
wilayah lahan yang luas tanpa perlindungan vegetasi yang sesuai, memicu tingginya
tingkat erosi tanah. Borlaug mengamati bahwa bukanlah penggunaan teknik-teknik sains
Era 1940-an menyaksikan permulaan skala besar ‘bantuan pembangunan’ dari belahan
Utara hingga ke belahan Selatan. Di tahun 1943, Rockefeller Foundation, bekerja sama
program ini. Hal itu memberi dia peluang untuk meletakkan ide-idenya ke dalam praktik.
Borlaug ia juga mengembangkan fokus yang sangat kuat pada inovasi. Borlaug dengan
gigih berusaha melahirkan bentuk gandum baru yang akan membantu meningkatkan hasil
dan mengurangi risiko bagi para petani miskin. Inovasi ini termasuk mengembangkan
jenis gandum (ceredo) yang tidak sensitif terhadap jumlah jam sinar matahari di siang
hari dan, yang paling terkenal, varietas gandum cebol. Borlaug dan para ilmuwan
koleganya berpendapat bahwa batang gandum tradisional yang panjang membatasi hasil,
sebagian karena energi yang dihabiskan untuk menumbuhkan tangkai panjang yang tidak
dapat dimakan dibandingkan kuping gandum, dan juga karena tangkai yang tinggi
seringkali dirusakkan oleh angin atau hujan, sehingga membuat panen makin sulit. Jenis
cebol memiliki hasil yang jauh lebih tinggi jika ditumbuhkan dengan pupuk dan irigasi
yang sesuai. Eksperimen tentang jenis padi cebol juga dilakukan pada saat yang sama di
Institut Riset Beras Internasional di Filipina dan Institut Riset Padi Insani di China.
Pada tahun 1963 Program Meksiko ditransformasikan ke dalam sebuah lembaga baru
yang dikenal sebagai Pusat Internasional untuk Pengembangan Jagung dan Gandum,
gandum cebol di Meksiko, Borlaug tidak sabar untuk mentransfer teknologi dan praktik
tersebut ke belahan dunia lain di mana kelaparan dan kekurangan pangan jauh lebih
meluas. Ini menuntunnya untuk fokus pada India dan Pakistan. Pada waktu itu, distribusi
daripada tanaman asli dari anak benua tersebut, yang dipicu bukan karena dia merasa
kalau gandum secara intrinsik lebih baik dibandingkan miju-miju atau makanan pokok
lokal lainnya, tetapi lebih karena varietas tanaman asli pribumi dengan hasil tinggi belum
dikembangkan, dan gandum dapat bertumbuh dalam berbagai variasi lingkungan fisik
yang lebar, serta ia menyediakan kalori dalam jumlah signifikan. Poin yang belakangan
ini merupakan kunci sebagaimana misi Borlaug adalah untuk mengatasi persepsi
dalam penerimaan budaya dan pemahaman mengenai peran bahan makanan tertentu,
sebagaimana juga metode pertaniannya. Borlaug tidak menyerah dan pada akhirnya
pemerintah setuju pada adopsi terbatas gandum HYV karena meluasnya kelaparan di
militer antara India dan Pakistan pada tahun 1965 berarti dia dapat memperkenalkan
Sebagaimana menggunakan HYV, irigasi juga adalah penting, serta pula pemanfaatan
pupuk anorganik.
Hasil panen meningkat sangat pesat dan pada tahun 1968 Pakistan mampu mencukupi
dirinya sendiri akan gandum dan di tahun 1974 India berhasil mencukupi kebutuhannya
dalam semua padi-padian. Angka ini terutama tepat waktu seiring gagasan neo-Malthus
mengenai ‘bom waktu populasi’ kian menyebar di belahan Utara. India kerapkali
pasokan pangan dan akan memicu kelaparan yang meluas, serta penyakit dan perang.
pengetahuan dalam produksi pangan sebagaimana yang dia promosikan. Namun, Borlaug
kesadaran kalau kerawanan pasokan pangan dapat memicu ketegangan besar dan
penerimaannya, Borlaug menyatakan bahwa ‘pangan merupakan hak moral dari semua
yang dilahirkan ke dalam dunia ini’. Dia juga mengakui kalau masyarakat mempunyai
hak-hak lain, tetapi ‘tanpa itu [makanan] seluruh komponen keadilan sosial lain menjadi
tidak bermakna’. Pidato penerimaan ini menunjukkan semangatnya bagi riset yang
praktis dan efektif, dan dorongannya untuk mengatasi masalah pasokan pangan di seluruh
riset di negara-negara Selatan juga nyata. Misalnya, dalam ikhtisarnya tentang kerja awal
menekankan kalau ‘para peneliti yang mengejar kupu-kupu akademik yang tidak relevan
tidak direkomendasikan’ (Borlaug 1970). Karir Borlaug sendiri berfokus pada penerapan
bisa jadi secara sebagian menjelaskan kerendah-hatian dia di antara komunitas akademik
Borlaug pensiun di tahun 1979, tetapi ini tidak mewakili akhir dari karya dia. Sejak itu
dia terutama terlibat dalam riset dan proyek-proyek untuk mempromosikan peningkatan
sebelumnya dari lembaga-lembaga amal seperti Rockefeller dan Ford Foundations serta
badan-badan multilateral termasuk Bank Dunia, jumlah signifikan dari kerja Borlaug
yang lebih baru didanai oleh sebuah yayasan Jepang. Di tahun 1986 dia membantu
mendirikan Program Sasakawa-Global 2000. Karya dari asosiasi ini meliputi proyek-
proyek bergaya Revolusi Hijau pada banyak negara di sub-Sahara Afrika. Borlaug juga
& M University.
anorganik dituding sebagai penyebab kemerosotan kesuburan tanah, polusi air, erosi
Apalagi, sementara Revolusi Hijau bisa jadi membuat kenaikan dramatis pada hasil
akhirnya, dampak sosial Revolusi Hijau telah disoroti. Pada sebagian besar kasus Borlaug
tidak dikritik secara langsung, tetapi lebih pada perubahan praktik-praktik pertanian yang
dia promosikan. Misalnya, terkait dengan biaya-biaya HYV, pestisida dan pupuk
kasta dan golongan yang sudah eksis. Sementara para petani yang lebih kaya dapat
membeli input baru ini dan memeroleh keuntungan dari peningkatan hasil panen, petani
yang lebih miskin tertinggal di belakang dan mungkin harus menjual tanah mereka serta
Kelaparan dan kekurangan pangan tetap menjadi kenyataan hidup sehari-hari bagi jutaan
orang di kawasan global Selatan sekarang ini. Teknologi-teknologi pertanian baru dan
berpendapat kalau para penentang yang menilai proses seperti itu adalah ‘tidak alami’
gagal memahami pembauran genetika yang terjadi secara alamiah tanpa campur-tangan
manusia. Dia juga bersemangat dalam kritiknya terhadap banyak kelompok dan individu
yang, dia mengklaim, melakukan lobi untuk menentang pemakaian pestisida, pupuk dan
tertentu dari praktik pertanian dan penggunaan bibit rekayasa genetika, terutama, telah
diterima masyarakat yang berdiam di wilayah global Selatan. Di India dan Meksiko,
misalnya, walaupun hasil panen pertanian di masa lalu meningkat, terdapat protes-protes
yang meluas menentang tanaman rekayasa genetika. Borlaug mengakui kalau kadang-
kadang para ilmuwan tidak berhasil dalam mempresentasikan karya mereka secara
efektif, menyiratkan kalau masyarakat diberikan ‘fakta-fakta’ maka tidak akan ada protes
menentang.
wawancara pada tahun 2000 (Bailey 2000), Borlaug menyebutkan berlanjutnya halangan-
pertanian mungkin dapat meningkatkan hasil panen, terdapat isu-isu mengenai distribusi
yang harus dipertimbangkan. Ini meliputi tidak hanya distribusi fisik dalam pengertian
infrastruktur, tetapi juga distribusi sosial, melingkupi gagasan Amartya Sen tentang hak.
Pangan dalam jumlah yang mencukupi bisa jadi dapat diproduksi, namun kalau Anda
tidak memiliki cukup uang untuk membelinya maka kelaparan masih akan terjadi. Bagi
sebagian praktisi dan teoritikus pembangunan, adalah isu-isu distribusi ini yang
seharusnya sekarang memeroleh perhatian yang jauh lebih besar dibandingkan fokus
pembangunan mengenai bagaimana memberi makan populasi yang kian melonjak dengan
jumlah lahan yang terbatas patut dipuji. Fokus dia dalam menerapkan proyek-proyek,
tetapi juga kemampuan dia untuk beradaptasi dan bekerja dalam konteks sosial dan
budaya yang spesifik. Sementara antusiasme yang menyambut ‘Revolusi Hijau’ pada
tahun 1960-an dan 1970-an bisa jadi terlalu optimistis, kontribusi Revolusi Hijau untuk
menyelamatkan jutaan orang dari ancaman kelaparan tidak boleh diremehkan. Pidato
penerimaan Hadiah Nobel oleh Borlaug menekankan kalau dia hanyalah satu bagian dari
sebuah tim besar yang berhak atas pengakuan. Ini tentu saja benar, tetapi tanpa visi dan
kegigihan Borlaug, hasil dari tim tersebut bisa jadi kurang sukses dan jauh lebih sedikit
Karya-karya utama
—— (2002) ‘Pertanian dan Perdamaian: Peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Abad
Tokyo, Oktober.
Bacaan lanjutan
Januari 1997.
Katie Willis
negeri selama dua dekade dan kemudian sebagai peneliti independen serta konsultan
Kopenhagen di tahun 1929 dan lulus pada 1935 sebagai ‘cand. polit.’. Tekanan utama
studinya selama Depresi Besar adalah mengenai teori ekonomi tetapi dia juga mengikuti
perkuliahan di bidang sosiologi dan kebijakan pertanian. Bagian dari kerja studi
Keynes, suatu versi yang lebih pendek dari itu diterbitkan pada jurnal ekonomi dari
untuk sementara waktu bersama kelompok kecil para intelektual sosialis yang independen
Setelah lulus dia bekerja selama 20 tahun sebagai pegawai negeri, dalam dekade pertama
di administrasi ekonomi Denmark1 dan kemudian, sejak tahun 1947, di Jenewa bersama
Divisi Riset dan Perencanaan Komisi Ekonomi untuk Eropa, di mana kerja dia
Di tahun 1957 dia dan suaminya, Mogens, pindah ke New Delhi, menerima proposal dari
Gunnar Myrdal untuk terlibat dalam suatu studi bersama pertanian Asia Selatan dan
Asia Tenggara. Dia berpergian secara luas di dalam negeri India, berdiskusi bersama para
pakar dan penasihat pertanian India serta mengalami sistem pertanian yang belum pernah
dia jalani sebelumnya. Dia segera sampai pada opini bahwa ‘teori produktivitas marjinal
nol dan surplus populasi pertanian yang umum diterima pada negara berkembang yang
padat penduduk merupakan konstruksi teoritis yang tidak realistis’ (Boserup 1999). Dia
dan menempatkannya secara berlawanan dengan evaluasi Myrdal tentang situasi Asia.
Tidak dapat meneruskan studi bersama itu, mereka kembali ke Denmark ketika kontrak
habis pada Mei 1960, setelah menghantarkan bab yang disepakati kepada Asian Drama
(Myrdal 1969).
Setelah itu, dia menerima konsultasi-konsultasi jangka pendek tetapi terus merefleksikan
pengalamannya dari Asia dan karena itu menulis buku kontroversial The Conditions of
Agricultural Growth (1965). Pada buku ini dia berpendapat kalau pertumbuhan populasi
merupakan penyebab utama perubahan pertanian dan mekanisme utama perubahan itu
Sementara intensifikasi seperti ini tidak akan terjadi tanpa pertumbuhan populasi, yang
(Grigg 1979) –merupakan, argumentasi dia, respons kolektif yang diperlukan terhadap
tekanan populasi. Lebih jauh lagi, intensifikasi seperti itu menuntun pada kemajuan
teknologi, seperti adopsi sistem baru yang tidak terpakai, yang memerlukan peralatan dan
teknik baru dan yang membentuk institusi-institusi, sistem pemakaian lahan serta bentuk-
bentuk permukiman (Grigg 1979). Teori ini menjungkirbalikkan arah penyebab yang
teknologi sebagai sebuah proses otonom yang menginduksikan daripada berlangsung dari
pertumbuhan penduduk. Para ekonom umumnya tidak antusias dengan model Boserup
menstimulasikan pemikiran lebih jauh tentang isu-isu tersebut (Giovanni 2001). Respons
lain, seperti ekspansi pada batasan luas, mengadopsi tanaman baru atau migrasi ke luar,
pertanian, tetapi dalil ini tetap merupakan ‘sebuah interpretasi yang berhasil mengenai
di Uni Geografi Internasional pada tahun 1967, tetap adalah sebuah adikarya kecil yang
abadi pentingnya.
Pada tahun 1964–1965 dia menghabiskan waktu setahun di Dakar, di mana suaminya
Planification (IDEP). Selama periode ini dia juga menjadi konsultan Pusat Pembangunan
Industri (belakangan menjadi UNIDO) dan mulai fokus pada hubungan antara industri
Karyanya yang lebih awal telah menolak klaim Malthus bahwa produktivitas marjinal
akan terkurangi menjadi nol pada lahan pertanian serta dia sekarang menekankan peran
keinginan akan pendapatan uang daripada kekurangan lahan dalam menghasilkan migrasi
besar tenaga kerja dari desa-desa miskin ke perkotaan, pusat pertambangan dan produksi
berorientasi ekspor. Dia tergugah oleh pentingnya pembagian gender tenaga kerja
terhadap pola migrasi Afrika. Migran laki-laki yang dominan dapat meninggalkan isteri
dan anak-anak untuk memelihara diri mereka sendiri selama kurun waktu yang lama,
karena di desa-desa tradisional adalah perempuan dan anak-anak yang memasok hampir
semua nafkah makanan dan mengambil air serta bahan bakar untuk memasak.
Ketertarikan dia membuatnya memeroleh pendanaan untuk mencari data tentang jam
kerja laki-laki dan perempuan dalam kerja yang komersial (dibayar) maupun tidak,
termasuk jasa rumah tangga, mengumpulkan bahan bakar dan air dan seterusnya, selain
Banyak mahasiswa studi gender akan pertama kali menjumpai karya Ester Boserup
melalui bukunya yang terkenal, Woman’s Role in Economic Development (1970), yang
membentuk output proyek ini dan menyediakan inspirasi intelektual bagi kesadaran atas
topik penting tersebut. Karya dia berusaha membuat ‘perempuan yang tidak terlihat’
menjadi terlihat dengan menarik perhatian pada kontribusi ekonomi yang dihasilkan,
sebagai di luar angkatan kerja, sebagai ibu rumah tangga atau orang yang ‘non-aktif’. Dia
menyoroti peran dari apa yang disebutnya sebagai ‘sektor bazar dan layanan’,
menekankan bahwa apa yang banyak dinilai sebagai sebagian besar pengangguran
tersembunyi pada faktanya justru memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkan
disebut sebagai ‘sektor informal’ oleh badan PBB, Organisasi Perburuhan Internasional
(ILO). Ini menekankan bagaimana dengan gampang dia mengintegrasikan ke dalam teori,
analisis dan kebijakan resep peran wanita, baik sebagai produsen maupun entrepreneur
kemampuannya untuk membawa kesulitan teoritis dari seorang ekonom yang kritis untuk
pembangunan ekonomi dan pembagian gender tenaga kerja dalam enam siaran radio. Dia
juga mengemukakan bahwa peningkatan pendidikan dan status perempuan mungkin akan
menuntun pada pengurangan ukuran keluarga (Boserup 1970: 224–225). Gagasan seperti
itu secara bertahap bergerak ke dalam arus utama di antara lembaga-lembaga yang
setelah dia ditunjuk sebagai wakil ketua di tahun 1972 pada Simposium PBB tentang
Di tahun 1981 dia menerbitkan buku Population and Technological Change: A Study of
Long-Term Trends, di mana dia memperluas lingkup dari teorinya yang sebelumnya
tentang pertumbuhan penduduk serta pengadopsian perangkat dan teknik baru di bidang
keluarga, status wanita, budaya nasional dan pembangunan ekonomi, baik di wilayah
Peran kesuburan tetap menjadi perhatian utama dan dia berpendapat kalau kesuburan
yang tinggi dapat menghasilkan produksi pertanian yang lebih tinggi dan investasi serta
Sumbangsih dia diakui melalui penghargaan tiga gelar doktor kehormatan: di bidang
Sains Pertanian oleh Agricultural University of Wageningen, Belanda, pada tahun 1978;
di bidang ilmu ekonomi oleh University of Copenhagen di tahun 1979; dan di bidang
Sains Humaniora oleh Brown University, Providence, Amerika Serikat pada 1983. Di
tahun 1989 dia terpilih sebagai Foreign Associate of the National Academy of Sciences
di Washington pada suatu pemilihan lintas disiplin. Dia menghabiskan sisa karirnya
Adalah penting untuk meletakkan karyanya ke dalam konteks waktu ketika dia bekerja.
Dia berada dalam minoritas kecil baik sebagai seorang pegawai negeri perempuan
maupun ekonom pembangunan.2 Banyak dari karyanya muncul sebagai makalah diskusi
yang menginformasikan publikasi dan pengajaran PBB pada simposium dan konferensi-
konferensi di mana dia diundang. Dia menantang kearifan konvensional pertama terkait
Model-modelnya telah berdiri menghadapi ujian waktu. Gagasan dan argumentasi dia
terutama diekspos kepada komunitas akademik melalui banyak dari karyanya yang
belakangan di era 1970-an dan 1980-an (saat usianya sekitar 60 dan 70 tahunan) terutama
melalui tiga bukunya (1965, 1970, 1981) dan beberapa artikel jurnal. Semua ini
dilakukan tanpa manfaat posisi tertentu di universitas. Tidak lama sebelum kematiannya
pada 24 September 1999, dia menerbitkan catatan bersejarah dari seluruh karyanya yang
sudah dipublikasikan secara objektif dan tanpa pretensi tertentu (Boserup 1999). Karya
Meskipun dia adalah seorang lulusan ekonomi, dia melihat keterbatasan analisis ekonomi
yang sempit. Dia menitikberatkan ini terutama bagi negara-negara yang paling
1996). Dia terkadang sangat kritis terhadap ilmu ekonomi klasik dan asumsi-asumsinya
mengenai kapasitas tetap lahan, tenaga kerja dan modal, seluruhnya terkait dengan
panjang berfokuskan pada perubahan kapasitas itu sendiri dan menekankan perlunya
meninggalkannya untuk dipelajari oleh disiplin ilmu lain, misalnya budaya nasional.
pemahaman antardisiplin dan dalam karya ilmiahnya belakangan dia berusaha menata
kerangka kerja untuk pemodelan antardisiplin jangka panjang (Boserup 1996). Kerangka
kerja tersebut melibatkan gambaran aliran tekanan di antara enam struktur: lingkungan;
Karya dia berkonsentrasi untuk menguji komunitas manusia dan proses perubahan
sosialnya, terutama dalam konteks hubungan dinamis antara struktur alam, ekonomi,
Analisis dia tentang perubahan pesat teknologi bahkan relevan sekarang ini dalam
pada perubahan teknologi di tahun 1970-an dan 1980-an, dia menyimpulkan bahwa
perubahan pesat teknologi telah menciptakan konflik dengan budaya nasional melalui
pengaruh radikalnya dalam cara hidup: sikap dan perilaku budaya, yang mungkin rasional
sebelumnya, menjadi tidak lagi demikian. Tetapi banyak kelompok dan pemerintah
budaya, dan ini memicu konflik serius di dalam maupun di antara negara-negara.
ekonom, ketika mereka membuat asumsi kalau perilaku rasional adalah aturan pada
apapun kondisinya (Boserup 1995). Dia menjabarkan efek positif dan negatif perubahan
teknologi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dan mengenai perlunya
Catatan
komoditas dan negara, melakukan diskriminasi terhadap barang mewah dan item-item
yang dapat diperoleh melalui produksi Denmark sendiri dan melawan negara-negara yang
2 Perempuan mungkin membuat langkah maju lebih besar ke dalam retorika, tetapi masih
terdapat kekhawatiran terkait keterlibatan wanita dalam bahan sebagaimana juga personel
ekonomi. Pada seminar ABCDE Bank Dunia pada tahun 2002, Ravi Kanbur menunjuk
bahwa mayoritas profesi ekonomi masih mematuhi dan mengajarkan model tunggal
‘kotak hitam’ rumah tangga, yang secara efektif membuat alokasi gender menjadi
masalah pribadi.
Karya-karya utama
Boserup, E. (1936) ‘Nogle centrale økonomiske spørgsmål I lys af den marxistiske teori’
(Beberapa Isu Sentral Ekonomi dalam Terang Teori Marx), Nationaløkonomisk Tidsskrift
75: 421–435.
under Population Pressure, London dan Chicago: George Allen dan Unwin. (Dicetak
Paul Schultz (ed.), Investment in Women’s Human Capital, Chicago, IL: University of
Bacaan lanjutan
Grigg, D. (1979) ‘Teori Ester Boserup tentang Perubahan Pertanian: Tinjauan Ulang
Myrdal, G. (1969) Asian Drama: An Enquiry into the Poverty of Nations, 3 jilid, New
Baltimore, MD: Johns Hopkins University Press. (Artikel terpilih, disunting dan
Vandana Desai
Adalah langka bagi pakar geografi untuk dipandang sebagai pemikir kritis tentang isu-isu
pembangunan. Bahkan, koleksi ini, yang disunting oleh seorang ahli geografi, hanya tiga.
dihormati dalam kelompok ini. Bahkan, salah satu di antara mereka, Terry McGee,
pembangunan’ (1978: 71). Sumbangsih dia terhadap studi pembangunan berkisar mulai
dari buku tentang saling ketergantungan pembangunan yang banyak dipuji, yang
solusi pragmatis dan menghindari kegersangan teori, dogma, semantik yang berubah serta
mereka yang dirujuknya sebagai ‘pihak lain’, Brookfield lebih menyukai bahasa
kehidupan sehari-hari, dari masyarakat biasa dan masalah-masalah mereka, serta tidak
perkotaan di kawasan pesisir Sussex pasca-abad ke-18, diselesaikan pada tahun 1950,
bisa jadi sebagian telah mencatatkan kehidupan yang berjalan berkeliling mengiringinya.
Setelah sempat sebentar menjadi dosen Geografi di Birkbeck College, London, dia
menjadi dosen yang bertugas di jurusan yang baru dibuka, Departemen Geografi di
University of Natal. Di sana dia pertama-tama mulai terlibat dengan isu-isu pembangunan
dan keadilan sosial yang meliputi Afrika Selatan dan Mauritius. Setelah hampir tiga
tahun dia pergi ke University of New England (UNE) di Australia, yang pertama dari
banyak perpindahan ke dan di dalam Australia yang pada akhirnya menuntun dia
menghabiskan lebih dari separuh hidupnya di Australia, dan membuatnya menjadi ahli
geografi Australia di masa itu yang paling berbeda. Di UNE, di kota kecil Armidale, dia
menemukan sikap terhadap populasi asli Australia yang sangat mirip dengan yang terjadi
di Afrika Selatan (Rugendyke 2005). Dari sana dia pergi ke Australian National
University (ANU), pada akhirnya merupakan rumah akademik lamanya, meskipun Chairs
segera menyusul di Pennsylvania State University, McGill University dan Melbourne
University, dengan masa dua tahun sebagai anggota di Institut Studi Pembangunan,
University of Sussex. Pada tahun 1982 dia kembali ke ANU di mana dia tetap,
Karya awal pada geografi sejarah di Inggris Selatan dan Irlandia segera disusul oleh kerja
detail di Afrika Selatan, di mana dia menuliskan tentang kritik awal aparteid (Brookfield
masyarakat yang plural. Pergeseran ke ANU di tahun 1957 membawa awal dari daya
pikat seumur hidup dengan Papua Niugini (PNG) dan kerja lapangan detail di dataran
tinggi PNG di mana kontak relatif baru terjadi. Kolaborasi dengan antropolog Paula
Brown menghasilkan buku utama pertama dia tentang kawasan ini (Brookfield dan
Brown 1963). Buku-buku lain tentang tempat-tempat pasar Pasifik, dan teks Melanesia
yang luar biasa inovatif dan berhasil (Brookfield dengan Hart 1971), menandai
keterkaitannya dengan kawasan ini dan menitikberatkan komitmennya sendiri pada studi
lokal berskala kecil maupun metode komparatif, ‘dicirikan oleh pengumpulan data yang
hati-hati dan keakraban pengetahuan tentang kawasan yang dibangun selama bertahun-
tahun’ (McGee 1978: 70). Menghargai komitmen yang telah menjadi kekhasan kerja di
kawasan Pasifik, diperingati pada koleksi yang disuntingnya The Pacific in Transition
(1973) –terutama karya dari para mahasiswa dan koleganya sendiri. Fokus pada PNG
begitu kuat sehingga pakar geografi Amerika yang ternama, Marvin Mikesell,
mengidentifikasi ‘sindrom Niugini’ di mana ‘pulau yang pernah terpencil dan misterius
ini telah memainkan peran dalam sejarah baru-baru ini dari geografi budaya yang dapat
diperbandingkan dengan pengaruh Sauer dan para mahasiswanya dari Meksiko’ (1978:
8).
Sebagaimana pengamatan koleganya Oskar Spate, karya ini bernilai karena ‘realisasi di
mana masyarakat lain juga memiliki cara hidup yang tidak berdasarkan pada ekonomi
klasik, tetapi tidak irasional dan terikat dengan budaya dan lingkungan mereka serta
(Rugendyke 2005). Fokus pada masalah, metode komparatif dan otoritas asal adalah
inovatif. Brookfield sendiri meyakini kalau kunci kontribusi adalah ‘membawa ahli
geografi dan karya geografi ke dalam kontak dengan disiplin-disiplin lain yang terutama
kuantitatif. Dia kritis pada penelitian pola-pola dan proses pembangunan yang diturunkan
“Mengapa?” ’. Dalam mengurusi pertanyaan yang lampau, dia ‘menemukan kalau jauh
lebih mudah untuk mencari penyebab dan dampak pada skala mikro, di mana keputusan
individu dapat terlihat dalam wujud tindakan. Saya karenanya menganjurkan skala kerja
ini kepada para kolega’ (Brookfield 1984: 35). Dengan menakjubkan, dalam pengertian
ini, empiris dia berfokus pada skala lokal, pada interaksi-interaksi di antara masyarakat,
budaya dan lingkungan mereka, dibandingkan pada metodologi kuantitatif dan model-
universal atau unik mengenai pembangunan atau lingkungan’ (Simon 2003: 35).
Kerja Brookfield di Papua Niugini terutama secara menyeluruh bersama kelompok
multidisiplin para sejarawan, ekonom dan antropolog serta, sementara di sekolah riset di
(Brookfield 1984: 27). Dia mengatakan, ‘Saya menjadi sangat banyak terkait dengan para
antropolog, begitu banyak sehingga pada satu tahapan Anthony Forge mengatakan
kepada saya bahwa “kamu seorang antropolog yang memeroleh bayarannya secara
menyamar sebagai seorang ahli geografi” ’ (Rugendyke 2005). Bahkan, adalah tidak
mengejutkan kalau Brookfield memilih memberi judul kenangannya pada masa geografi
itu sebagai ‘Pengalaman seorang Pria Luar’–bernuansa antropologi dan disiplin lain serta
Brookfield mengatakan dia akan paling senang diingat untuk karyanya dalam ekologi
budaya.
Segera setelah itu karyanya diperluas ke Kepulauan Karibia yang lebih kecil (meskipun
dia hanya sedikit menulis langsung mengenai ini) dan kemudian ke Kepulauan Fiji yang
lebih kecil di timur. Mungkin yang mengejutkan dia tidak pernah secara langsung
membahas isu-isu terkait pada ukuran selain satu bab buku (Brookfield 1975b). Secara
Independence: The Case of the Melanesian Islands in the South Pacific (1972). Bersama-
sama mereka menggambarkan bersama jalinan budaya, sejarah dan geografi, dalam
konteks politik, sosial dan ekonomi yang luas, pada waktu ketika bangsa-bangsa
yang beragam ini muncul bersama pada skala dunia dalam karya otoritatifnya
Interdependent Development (1975a) sebuah tour de force yang belakangan menjadi
suatu ‘klasik dalam kunjungan kembali geografi manusia’ (Corbridge 1996; O’Connor
1996). Buku itu memulai sebuah serangan balasan teoritis melawan hal yang tidak
relevan atas beberapa tradisi geografi, dan mengargumentasikan kasus untuk perspektif
yang lebih ke sejarah dan ke lingkungan, bersekutu, namun, pada sebuah posisi empiris
adalah ‘adaptasi penggunaan dan manajemen lahan pada kemampuan bervariasi dan
perubahan dalam komunitas, ekonomi dan lingkungan alami’: ‘jiwa’ dari geografi
(Brookfield 2004: 40). Adalah nyata dan dua lagi buku yang membentuk reputasinya di
bidang ini. Yang pertama, kebanyakan terabaikan karena fokus yang terlihat tidak
mengenai pokoknya, merupakan catatan rumit tentang kehidupan warga desa di sebelah
timur Kepulauan Fiji yang menyatukan bersama sejumlah ahli geografi manusia dan
geografi fisik, sementara menggambarkan karya pendahuluan dari para ekonom dan
lainnya (Bayliss-Smith et al. 1988). Dalam beberapa hal ia merupakan versi lokal dari
tulisan bersama Land Degradation and Society (Blaikie dan Brookfield 1987) yang telah
muncul pada tahun sebelumnya. Di sana dan di tempat lain Brookfield menekankan
analisis interdisiplin terhadap isu-isu lingkungan, dan berpendapat kalau proses degradasi
lahan tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteks politik, sosial dan ekonominya.
Pada kembalinya juga ia menjadi sebuah klasik untuk dicetak ulang tiga kali (lihat
Blaikie dalam volume ini). Kemudian fokus pada lingkungan, leitmotiv dari karya
mengagumkan seperti suatu panggilan untuk apa yang sekarang akan disebut
Sementara Brookfield tidak pernah kehilangan ketertarikan di Pasifik, dan terutama PNG,
ketertarikannya mulai bergeser ke Asia, dan masa kerja panjang di Malaysia membawa
pada urbanisasi dan industrialisasi (Brookfield et al. 1991; Brookfield 1994) pada sebuah
bangsa yang berubah jauh lebih cepat daripada negara-negara pulau di Pasifik dan tempat
lainnya. Pembaruan kembali fokus atas lingkungan dalam sebuah buku mengenai
serta pertumbuhan penekanan pada diversitas agro. Ini menuntun pada komitmen
Brookfield terhadap proyek lebih dari satu dekade oleh United Nations University
Proyek PLEC, sebuah akronim yang sangat dekat pada kata Tok Pisin (PNG) untuk desa,
ples, dimulai pada tahun 1992 –tahun pelaksanaan KTT Bumi di Rio de Janeiro–sebagai
sekitar lima ‘klaster’ –PNG, Amazon, Afrika Barat dan Timur serta Asia Tenggara–tetapi
tahun 1994 sebagai ‘banyak cara di mana para petani menggunakan keanekaragaman
alami lingkungan untuk produksi, termasuk bukan hanya soal pilihan tanaman mereka
tetapi juga manajemen lahan, air dan biotanya sebagai suatu keseluruhan’ (Brookfield
dan Padoch 1994: 9). Empat tahun kemudian, PLEC bergabung dengan Fasilitas
Lingkungan Global (GEF) serta menjadi unjuk gigi besar dan proyek pembangunan
kapasitas, melibatkan partisipasi para petani kecil sebagaimana juga para pakar dalam
manajemen asli setempat. Pada waktu ketika yang lainnya mungkin telah pensiun, atau
sekadar memandang dari kantor-kantor nan jauh, Brookfield terus menekankan dan
dan laporan, tiga lagi buku yang muncul dari proyek PLEC (Brookfield 2001; Brookfield
et al. 2002, 2003); ini tampaknya bukan merupakan karya yang terakhir.
Selama setengah abad Brookfield telah bekerja dalam tradisi lingkungan masyarakat,
dengan satu peninjau memerhatikan ‘banyak kontribusi orisinal dan mendalam dia bagi
isu-isu ekologi tropis manusia dan pembangunan’ yang ‘memperlengkapi serbuk mesiu
yang sudah lama dinantikan’ (Airriess 1996: 3). Sebagaimana banyak ahli geografi
terkadang tidak mudah menggeser fokus mereka dari isu-isu pembangunan yang
mengganggu, Brookfield tetap meyakini perlunya disiplin ini, dan menyinergikan disiplin
perlunya teori dikaitkan secara erat dengan praktik, menonjolkan metode etnografi yang
Karya-karya utama
Bayliss-Smith, T.P., Bedford, R.D., Brookfield, H.C. dan Latham, M. (1988) Islands,
Islanders and the World: The Colonial and Post-colonial Experience of Eastern Fiji,
Blaikie, P. dan Brookfield, H. (eds) (1987) Land Degradation and Society, London dan
Brookfield, H.C. (1957) ‘Beberapa Aplikasi Geografi Aparteid dan Kebijakan Kemitraan
negara Kecil’, dalam P. Selwyn (ed.), Development Policy in Small Countries, London:
—— (1984) ‘Pengalaman Manusia Luar’, dalam Billinge, M., Gregory, D. dan Martin,
59: 39–41.
Brookfield, H.C. dan Brown, P. (1963) Struggle for Land: Agriculture and Group
Territories among the Chimbu of the New Guinea Highlands, Melbourne: Oxford
University Press.
Brookfield, H.C., Hadi, A.S. dan Mahmud, Z. (1991) The City in the Village, Kuala
Brookfield, H.C., Potter, L. dan Byron, Y. (1995) In Place of the Forest: Environmental
and Social Transformation in Borneo and the Eastern Malay Peninsula, Tokyo: United
Bacaan lanjutan
Airriess, C. (1996) Tinjauan Kembali Brookfield, H.C., Potter, L. dan Byron, Y., 1995:
and the Eastern Malay Peninsula, dalam The Geographical Review 86: 611–613.
Connell, J. (1998) ‘Studi Pembangunan dalam Geografi Australia’, Australian
Connell, J. dan Waddell, E. (2005) ‘Pengantar: Yang Paling Pelik dari Manusia Luar –
Mikesell, M. (1978) ‘Tradisi dan Inovasi dalam Geografi Budaya’, Annals of the
Mengglobal: Teori, Kebijakan dan Praksis’, Progress in Development Studies 3(1): 5–41.
dididik sebagai sosiolog di Universitas São Paulo. Dia menjadi seorang penulis yang
produktif dan salah satu ilmuwan sosial paling berbeda di dunia, tetapi juga sekaligus
seorang pemimpin politik yang berhasil yang menjabat sebagai Presiden Brasil.
tentang ketergantungan dan pembangunan di Amerika Latin semasa akhir tahun 1960-an
dan awal 1970-an. Perhatian yang lebih sedikit diberikan kepada evolusi gagasan-
gagasan dia mengenai pembangunan semasa transisinya dari sosok ilmuwan menjadi
pemimpin politik sejak tahun 1980-an. Banyak dari gagasan tersebut muncul dalam
pidato, wawancara, dan dalam kolom yang dia tulis secara reguler di koran Fohla de São
diterapkannya selama pemerintahan dia sebagai presiden Brasil. Karir politik dan
Karya Cardoso meliputi lebih dari 200 artikel, buku dan tinjauan buku, sebagaimana
juga ratusan pidato, wawancara dan catatan jurnalistik. Ceramah-ceramah dia yang paling
penting tersedia melalui internet dan banyak publikasi yang memfokuskan pada karyanya
tersedia dalam bahasa Inggris. Basis data dalam jumlah besar dari kehidupan dan karya
Bukunya yang paling terkenal, Dependency and Development in Latin America, ditulis
melalui interpretasi yang menekankan karakter politik dari proses transformasi ekonomi.
Cardoso dan Faletto (1969) melibatkan pada analisis mereka situasi sejarah ketika
stabil atau permanen. Walaupun dia mengakui kalau elemen-elemen dinamis dari
kapitalisme internasional terletak di luar periferi dan kendalinya, dia berpendapat bahwa
yang membuka peluang bagi kawasan pinggiran/periferi (Cardoso 1973; Goertzel 1999).
Bagi Cardoso, ketergantungan adalah tentang posisi dan fungsi di dalam perekonomian
pertanyaan tentang kekuasaan dan dominasi, baik secara internasional maupun lokal
Dalil ketergantungan dan pembangunan memiliki dampak signifikan pada generasi para
jauh elemen-elemen tesisnya sebagai bagian sentral dalam pemahaman dan praktiknya
mengenai pembangunan. Perhatian dia terhadap analisis sosial sebagaimana juga analisis
Sistem politik Brasil dicirikan oleh klien-isme, korporatisme serta korupsi dan Cardoso
merupakan penganjur terang-terangan restrukturisasi fundamental institusional di Brasil.
transisi yang stabil ke tahapan berikutnya dalam pembangunan Brasil. Bagi dia, banyak
solusi terhadap cacat dalam sistem politik dan ekonomi Brasil terkait dengan gagasan dia
Cardoso menjadi secara progresif terpikat pada peran aktif dalam gerakan pro-demokrasi
di Brasil selama tahun 1970-an. Komitmen dia untuk membuka peluang bagi
institusi-institusi politik. Pendekatan ini kondusif terhadap karir politik yang dimulainya
pada tahun 1978 ketika dia terpilih sebagai senator alternatif, dan kemudian senator pada
1983. Keterlibatan Cardoso dalam pemahaman dan pembentukan proses politik serta
pembaruan struktural di Brasil menuntunnya untuk menjadi anggota pendiri Partai Sosial
Demokrat Brasil (PSDB) di tahun 1982 dan ke dalam karir yang sukses sebagai senator.
Menyusul masa jabatan singkat sebagai Menteri Luar Negeri pada tahun 1992/1993,
yang populer. Cardoso terpilih dan melaksanakan tugasnya dalam dua masa jabatan
perlunya secara terus-menerus untuk mendefinisikan kembali gagasan dan agenda politik
pembangunan kapitalis. Salah satu kumpulan kritik menuding dia merangkul lembaga-
lembaga politik yang dulu pernah dikritiknya. Ini merupakan referensi langsung terhadap
karya awalnya pada tahun 1960-an dan 1970-an ketika Cardoso konon memandang
partai-partai politik dan lembaga politik lain sebagai ekspresi formal dominasi kelas; dia
dikecam karena menjadi terlibat dalam lembaga-lembaga politik yang sama sejak akhir
Kelompok kritik kedua berfokus pada masa jabatan Cardoso sebagai presiden Brasil,
bisnis multinasional. Kritik ini berpusat pada kebijakan ekonomi makro Cardoso,
Para cendekiawan yang memelajari karya dan kehidupan Cardoso mengemukakan kritik
ini didasarkan pada salah pengertian terhadap gagasan-gagasan Cardoso. Bagi Goertzel,
Cardoso tertarik dengan Marxisme sebagai teori sosial, bukan sebagai dogma politik
pencapaian dia di bidang-bidang penting untuk pembangunan nasional, regional dan lokal
untuk merujukkan filosofi sosial progresif dan idealisme reformis yang dalam pandangan
pemahaman atas filosofi politik Cardoso yang menekankan perubahan dan perlunya
redefinisi terus-menerus terhadap gagasan-gagasan dan agenda politik seiring perubahan
kondisi:
dipertunjukkan dalam proyek politik baik aliran kiri maupun kanan di Amerika Latin. Dia
selalu mempertahankan bahwa ide-ide harus berubah seiring keadaan berubah… Cardoso
adalah, dan selalu, menjadi jauh lebih menjadi seorang pragmatis daripada revolusioner.
Dia merupakan agenda moderat dan gradualis yang menekankan pada apa yang dapat
Karya intelektual dan karir politik Cardoso menggambarkan kontribusi dia terhadap studi
pembangunan dan mengundang refleksi terhadap pemahaman kita sendiri atas konsep ini.
yang tidak mengajukan suatu model akhir tetapi berjalan menuju transformasi
masyarakat. Dia menekankan tiga dimensi sentral dari proses tersebut: pemerataan sosial,
pemahaman dia terhadap realitas kompleks hal-hal yang harus diurusi oleh
pembangunan.
Bagi Cardoso, defisiensi dalam sistem politik dan ekonomi Brasil adalah sentral untuk
sentral dalam menghadapi defisiensi ekonomi dan politik Brasil adalah peran negara.
Bagi Cardoso, alasan utama bagi reformasi kenegaraan adalah bukan ideologi neo-liberal,
sebagaimana banyak kritik telah muncul, tetapi lebih pada krisis umum negara yang
mendalam. Negara tetap menjadi faktor penting dalam pembangunan, namun ia perlu
berdasarkan perubahan kondisi pada perekonomian dunia dan di dalam masyarakat Brasil
sendiri (Font 2001). Cardoso menyadari bahwa guna bersaing dengan sukses dalam
penempatan internasional.
Dia mempertimbangkan kalau bagian batas luar adalah lebih berada dalam bahaya dari
global daripada tetap tergantung sebagai suatu pemasok bahan-bahan mentah. Bagi dia,
kesempatan terbaik Brasil atas sebuah masa depan yang berhasil terletak pada
perekonomian pasar yang kuat, regulasi negara yang efisien serta program-program sosial
peran ekonomi terdepan dari pasar sementara mempertahankan bahwa ia tidak mampu
lain. Namun Cardoso mengerti kalau pembangunan juga memerlukan komunitas sipil
yang kuat: